Oleh:
Meutia Savitri 2040312023
Faizah Shabrina 2040312050
Dheanisa Nofia 2040312085
Nadhifa Aathira Khairunnisa 2040312056
Rahmadi Sartivan 2040312072
Preseptor:
dr. Drajat Priyono, Sp.PD-KGH
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya sehingga laporan kasus yang berjudul “Diabetes Melitus tipe II” ini
dapat penulis selesaikan. Makalah ini merupakan salah satu syarat untuk
mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP dr. M.
Djamil, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Terima kasih penulis
ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak membantu menyusun makalah
ini, khususnya kepada dr. Drajat Priyono, Sp.PD-KGH selaku preseptor dan juga
kepada rekan-rekan dokter muda.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai
masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah pengetahuan dan pemahaman
serta dapat meningkatkan pelayanan, khususnya untuk pelayanan primer kasus-
kasus kompetensi 4, pada masa yang akan datang.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin pada otot dan
hati serta kegagalan dari sel beta pankreas. Penyakit DM ini telah banyak
menimbulkan permasalahan di masyarakat dan berpengaruh terhadap kualitas
sumber daya manusia serta berdampak pada peningkatan biaya kesehatan yang
cukup besar.1 Diantara penyakit degeneratif, diabetes melitus merupakan salah
satu penyakit tidak menular yang diperkirakan jumlahnya akan meningkat di masa
mendatang. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan kemakmuran di negara
berkembang, peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup
terutama di kota-kota besar. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2000
jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan
pada tahun 2025 jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang.2
WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam
hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada
tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada
tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta.
Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka
menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara
teratur.3 Menurut data RISKESDAS 2007, prevalensi nasional DM di Indonesia
untuk usia di atas 15 tahun sebesar 5,7%. Laporan RISKESDAS 2018 terjadi
peningkatan prevalensi DM menjadi 8,5%. Berdasarkan data IDF 2014, tahun
2015 diperkirakan 9,1 juta orang penduduk didiagnosis DM. Dengan angka
tersebut, Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia.2
Untuk dapat mengurangi angka penderita diabetes melitus, maka diperlukan
adanya tatalaksana yang komprehensif yang mencakup preventif, promotif,
kuratif dan rehabilitatif. Bagi dokter pelayanan primer, diabetes melitus tipe 2
merupakan kompetensi 4A artinya dokter dapat mendiagnosis, melakukan
penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas. Oleh karena itu penting untuk
mengetahui dan membahas prinsip tentang penatalaksanaan diabetes melitus tipe
2 pada makalah ini.2
2.2 Epidemiologi
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insidensi dan prevalensi diabetes melitus tipe 2 di berbagai
penjuru dunia. International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa di
tahun 2019 sebanyak 463 juta orang dewasa (usia 20-79 tahun) menderita diabetes
melitus, dimana menurut prediksinya angka kejadian diabates melitus terus
meningkat hingga mencapai 700 juta pada tahun 2045 mendatang. Diabetes
melitus tipe 2 meliputi lebih 90% dari semua populasi diabetes.1,4
Meskipun diabetes melitus tipe 2 didiagnosis secara luas pada orang dewasa,
frekuensinya meningkat tajam pada kelompok usia anak-anak selama dua dekade
terakhir. Diabetes mellitus tipe 2 sekarang mewakili 8-45% dari semua kasus diab
etes baru yang dilaporkan di antara anak-anak.5 Prevalensi DM tipe 2 pada popula
si anak-anak lebih tinggi pada anak perempuan daripada anak laki-laki, sama sepe
rti di kalangan perempuan daripada laki-laki. 6 Periode ini bertepatan dengan masa
pubertas, ketika keadaan fisiologis resistensi insulin berkembang. Dalam keadaan
fisiologis ini, DM tipe 2 berkembang hanya jika fungsi sel beta yang tidak adekua
t dikaitkan dengan faktor risiko lainnya (misalnya obesitas).7 Setelah usia pubertas,
tingkat kejadian secara signifikan turun pada wanita muda, namun tetap relatif tin
ggi pada pria dewasa muda hingga usia 29-35 tahun.8
Organisasi WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penderita
diabetes melitus tipe 2 yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO
memprediksi kenaikan jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 di Indonesia dari
8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan hasil
Riskesdas tahun 2018 oleh Departemen Kesehatan terjadi peningkatan prevalensi
diabetes melitus menjadi 8,5%. Peningkatan tersebut searah dengan prevalensi
obesitas yang merupakan salah satu faktor risiko diabetes, yaitu 14,8% pada data
Riskesdas tahun 2013 menjadi 21,8% pada tahun 2018 dan untuk obesitas sentral
(lingkar pinggang ≥90cm pada laki-laki dan ≥80cm pada perempuan) meningkat
dari 26,6% menjadi 31%.1 Berdasarkan data dari IDF, diabetes melitus ini
menjadi penyebab 4,2 juta kematian tiap tahunnya.4
2.3 Etiologi
Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) menyumbang sekitar 90% dari semua kasus
diabetes. Pada diabetes melitus tipe 2, respons terhadap insulin berkurang, hal ini
didefinisikan sebagai resistensi insulin. Selama keadaan ini, insulin tidak efektif
dan pada awalnya diimbangi dengan peningkatan produksi insulin untuk
mempertahankan homeostasis glukosa. Namun seiring waktu, produksi insulin
menurun, mengakibatkan DMT2. Diabetes melitus tipe 2 paling sering terlihat
pada orang yang berusia lebih dari 45 tahun. Namun, hal itu semakin terlihat pada
anak-anak, remaja, dan dewasa muda karena meningkatnya tingkat obesitas,
kurangnya aktivitas fisik, dan diet padat energi.9
DM tipe 2 terdiri dari 80% sampai 90% dari semua kasus DM. Kebanyakan
individu dengan diabetes tipe 2 menunjukkan obesitas intra-abdominal (visceral),
yang berkaitan erat dengan adanya resistensi insulin. Selain itu, hipertensi dan disl
ipidemia (kadar trigliserida tinggi dan kadar kolesterol HDL rendah; hiperlipidemi
a postprandial) sering ditemukan pada individu-individu ini. Ini adalah bentuk dia
betes mellitus yang paling umum dan sangat terkait dengan riwayat keluarga diab
etes, usia lanjut, obesitas dan kurang olahraga. Hal ini lebih sering terjadi pada wa
nita, terutama wanita dengan riwayat diabetes gestasional, dan pada kulit hitam, H
ispanik dan penduduk asli Amerika.12
2.5 Patogenesis
Resistensi Insulin
Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel beta pankreas
telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Hasil
penelitian terbaru telah diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan
lebih berat dari yang diperkirakansebelumnya. Organ lain yang juga terlibat pada
DM tipe 2 adalah jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal
(defisiensi inkretin), sel alfa pankreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan
absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), yang ikut berperan menyebabkan
gangguan toleransi glukosa.saat ini sudah ditemukan tiga jalur patogenesis baru
dari ominous octet yang memperantarai terjadinya hiperglikemia pada DM tipe 2.
Sebelas organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini (egregious eleven)
yaitu :
Tanda penyakit diabetes diantaranya cepat haus, sering buang air kecil,
lekas lelah, dan berat badan menurun meskipun nafsu makan tetap tinggi. Dalam
kondisi yang lebih parah, gejala yang ditimbulkan dapat berupa pandangan mata
kabur, bila ada luka sulit untuk sembuh dan impotensi pada pria.13
Gejala lain :
1. Lemah
2. Berat badan menurun
3. Polineuritis
4. Hiperglikemia
Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian
dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik
(B). Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi
tingkat lanjutan.
a. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Primer
yang meliputi:
Materi tentang perjalanan penyakit DM.
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
Penyulit DM dan risikonya.
Intervensi non-farmakologi dan farmakologis serta target pengobatan.
Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak
tersedia).
Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia
Pentingnya latihan jasmani yang teratur
Pentingnya perawatan kaki.
Cara menggunakan fasilitas perawatan kesehatan (B)
b. Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan
Sekunder dan / atau Tersier, yang meliputi:
Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.
Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.
Rencana untuk kegiatan khusus (contoh : olahraga prestasi)
Kondisi khusus yang dihadapi (contoh : hamil, puasa, hari – hari sakit)
Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir
tentang DM.
Pemerliharaan/perawatan kaki. (elemen perawatan kaki dapat dilihat pada
Tabel 5)
Perilaku hidup sehat bagi penyandang Diabetes Melitus adalah memenuhi
anjuran:
Mengikuti pola makan sehat.
Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang teratur
Menggunakan obat DM dan obat lainya pada keadaan khusus secara aman
dan teratur.
Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan hasil pemantauan untuk menilai keberhasilan pengobatan.
Melakukan perawatan kaki secara berkala.
Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut
dengan tepat.
Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau
bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak
keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang DM.
Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi DM adalah:
Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya
kecemasan.
Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal hal yang
sederhana dan dengan cara yang mudah dimengerti.
Melakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan
simulasi.
Mendiskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan
pasien. Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program
pengobatan yang diperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaan
laboratorium.
Melakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat
diterima.
Memberikan motivasi dengan memberikan penghargaan.
Melibatkan keluarga/pendamping dalam proses edukasi.
Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan pasien
dan keluarganya.
Gunakan alat bantu audio visual.
Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Terapi nutrisi medis merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DM
secara komprehensif. (A) Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta
pasien dan keluarganya). Terapi TNM sebaiknya diberikan sesuai dengan
kebutuhan setiap penyandang DM agar mencapai sasaran. (A)
Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Penyandang
DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan,
jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan
obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.
A. Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari:
1. Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45 – 65% total asupan energi.
Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan.
Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes
dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain.
Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan makanan
selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori
sehari.
2. Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20 – 25% kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Komposisi yang dianjurkan:
lemak jenuh (SAFA) < 7 % kebutuhan kalori.
lemak tidak jenuh ganda (PUFA) < 10 %.
selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) sebanyak 12-
15%
Rekomendasi perbandingan lemak jenuh: lemak tak jenuh tunggal:
lemak tak jenuh ganda = 0.8 : 1.2: 1.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain:
daging berlemak dan susu fullcream.
Konsumsi kolesterol yang dianjurkan adalah < 200 mg/hari.
3. Protein
Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein
menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65%
diantaranya bernilai biologik tinggi.
Penyandang DM yang sudah menjalani hemodialisis asupan protein
menjadi 1 – 1,2 g/kg BB perhari.
Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan
tempe. Sumber bahan makanan protein dengan kandungan saturated fatty
acid (SAFA) yang tinggi seperti daging sapi, daging babi, daging kambing
dan produk hewani olahan sebaiknya dikurangi konsumsi.
4. Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat
yaitu < 1500 mg per hari. (B)
Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan
pengurangan natrium secara individual (B).
Pada upaya pembatasan asupan natrium ini, perlu juga memperhatikan
bahan makanan yang mengandung tinggi natrium antara lain adalah
garam dapur, monosodium glutamat, soda, dan bahan pengawet seperti
natrium benzoat dan natrium nitrit.
5. Serat
Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-kacangan,
buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.
Jumlah konsumsi serat yang disarankan adalah 14 gram/1000 kal atau 20
– 35 gram per hari, karena efektif
6. Pemanis Alternatif
Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted Daily Intake/ADI). Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi
pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori.
Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai
bagian dari kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol dan fruktosa.
Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol
dan xylitol.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang DM karena dapat
meningkatkan kadar LDL, namun tidak ada alasan menghindari makanan
seperti buah dan sayuran yang mengandung fruktosa alami.
Pemanis tak berkalori termasuk aspartam, sakarin, acesulfame potasium,
sukrose, neotame.
7. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 2530 kalori/kgBB ideal, ditambah
atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin,
umur, aktivitas, berat badan, dll.Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan
rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150
cm, rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal ± 10 %
Kurus : < BBI 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).Indeks
massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT
BB Kurang < 18,5
BB Normal 18,522,9
BB Lebih ≥ 23,0
- Dengan risiko 23,0 – 24,9
- Obese I 25,0 – 29,9
- Obese II ≥ 30
*) WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific
Perspective: Redefining Obesity and its Treatment
Faktorfaktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain14:
- Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria.Kebutuhan kalori
wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB.
- Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk
dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan
69 tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.
- Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
- Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas
fisik.
- Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada
keadaan istirahat.
- Penambahan sejumlah 20% pada pasein dengan aktivitas ringan :
pegawai kantor, guru, ibu rumah tangga
Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang :
- pegawai industri ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak
perang
- Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani, buruh, atlet,
militer dalam keadaan latihan
Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat :
- tukang becak, tukang gali
- Stres Metabolik
- Penambahan 10 – 30% tergantung dari beratnya stress metabolik
(sepsis, operasi, trauma).
- Berat Badan
Penyandang DM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20
– 30% tergantung kepada tingkat kegemukan.
Penyandang DM kurus, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20 – 30%
sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 – 1200 kal perhari
untuk wanita dan 1200 – 1600 kal perhari untuk pria.
8. Latihan Jasmani
Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe
2. Program latihan fisik secara teratur dilakukan 3 – 5 hari seminggu
selama sekitar 30 – 45 menit, dengan total 150 menit per minggu, dengan
jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. (A). Kegiatan
sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam latihan fisik.
Latihan fisik selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan fisik yang dianjurkan berupa
latihan fisik yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50 – 70%
denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging,
dan berenang. (A) Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara
mengurangi 220 dengan usia pasien. Pasien diabetes dengan usia muda
dan bugar dapat melakukan 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat,
mencapai > 70% denyut jantung maksimal.
Pemeriksaan glukosa darah dianjurkan sebelum latihan fisik. Pasien
dengan kadar glukosa darah < 100 mg/dL harus mengkonsumsi
karbohidrat terlebih dahulu dan bila > 250 mg/dL dianjurkan untuk
menunda latihan fisik. Pasien diabetes asimptomatik tidak diperlukan
pemeriksaan medis khusus sebelum memulai aktivitas fisik intensitas
ringansedang, seperti berjalan cepat. Subyek yang akan melakukan latihan
intensitas tinggi atau memiliki kriteria risiko tinggi harus dilakukan
pemeriksaan medis dan uji latih sebelum latihan fisik Pada penyandang
DM tanpa kontraindikasi (contoh: osteoartritis, hipertensi yang tidak
terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan juga melakukan resistance
training (latihan beban) 2 – 3 kali/perminggu (A) sesuai dengan petunjuk
dokter. Latihan fisik sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran fisik. Intensitas latihan fisik pada penyandang DM yang relatif
sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada penyandang yang disertai
komplikasi intesitas latihan perlu dikurangi dan disesuaikan dengan
masing-masing individu.
9. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
bentuk suntikan.14
c. Terapi Kombinasi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak dini.
Pemberian obat antihiperglikemia oral maupun insulin selalu dimulai dengan
dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons
kadar glukosa darah. Terapi kombinasi obat antihiperglikemia oral, baik secara
terpisah ataupun fixed dose combination, harus menggunakan dua macam obat
dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran
kadar glukosa darah belum tercapai dengan kombinasi dua macam obat, dapat
diberikan kombinasi dua obat antihiperglikemia dengan insulin. Pada pasien yang
disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai,
terapi dapat diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral.
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin dimulai dengan
pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang).
Insulin kerja menengah harus diberikan jam 10 malam menjelang tidur,
sedangkan insulin kerja panjang dapat diberikan sejak sore sampai sebelum tidur.
Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah
yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil.Dosis awal insulin basal untuk
kombinasi adalah 6-10 unit.kemudian dilakukan evaluasi dengan mengukur kadar
glukosa darah puasa keesokan harinya. Dosis insulin dinaikkan secara perlahan
(padaumumnya 2 unit) apabila kadar glukosa darah puasa belum mencapai target.
Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali
meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi
insulin basal dan prandial, sedangkan pemberian obat antihiperglikemia oral
dihentikan dengan hati-hati.
b. Hipoglikemia Berat
- Jika didapat gejala neuroglikopenia, terapi parenteral diperlukan
berupa pemberian dekstrose 20% sebanyak 50 cc (bila terpaksa bisa
diberikan dextrose 40% sebanyak 25 cc), diikuti dengan infus D5%
atau D10%.
- Periksa gluksa darah 15 menit setelah pemberian iv tersebut. Bila
kadar glukosa darah belum mencapai target, dapat diberikan ulang
pemberian dextrose 20%
- Selanjutnya lakukan monitoring glukosa darah settiap 1-2 jam kalau
masih terjadi hipoglikemia berulang, pemberian dekstrose 20% dapat
diulang.
b. Komplikasi Kronis
1. Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yangumum
berkembang pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan darah
pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal
jantung kongetif, dan stroke
2. Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada
penderita DM tipe 1 seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan),
neuropati, dan amputasi
2.10 Prognosis
Prognosis umumnya adalah dubia. Karena penyakit ini adalah penyakit
kronis, quo ad vitam umumnya adalah dubia ad bonam, namun quo ad
fungsionam dan sanationamnya adalah dubia ad malam
BAB III
PENUTUP
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Faktor risiko diabetes mellitus dapat dikelompokkan
menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.
Keluhan klasik yang sering ditemukan pada penderita DM adalah poliuria,
polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan glukosa darah. Kriteria
diagnosis adalah pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl atau glukosa
plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah TTGO, atau glukosa plasma sewaktu ≥200
mg/dl dengan keluhan klasik atau pemeriksaan HbA1c ≥6,5%.
Dalam tatalaksana diabetes melitus mencakup tujuan jangka pendek yaitu
menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, mengurangi risiko
komplikasi akut, dan tujuan jangka panjang yaitu mencegah dan menghambat
progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati. Penatalaksanaan
mencakup pengaturan nutrisi, kegiatan jasmani dan pemakaian obat-obatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di
Indonesia 2019.
2. Decroli E. Diabetes Melitus Tipe 2. Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2019.
3. Foster DW, et al. Diabetes melitus. Dalam: Harrison Prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.
4. International Diabetes Federation. Diabetes Facts & Figure. 2020.
https://idf.org/aboutdiabetes/what-is-diabetes/facts-figures.html Diakses
tanggal 18 Januari 2021.
5. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III.
Edisi V. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2009.
6. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia.
Perkeni. 2015.
7. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III.
Edisi V. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2009.
8. Khardori R. Type 2 Diabetes Melitus. 2018. Medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/117853-overview#a1 Diakses tanggal
18 Januari 2021
9. Goyal R, Jialal I. Diabetes Mellitus Type 2. In: StatPearls. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2020.
10. Soltesz G, Patterson CC, Dahlquist G; EURODIAB Study Group (2007) Wor
ldwide childhood type 1 diabetes incidence--what can we learn from epidemi
ology? Pediatr Diabetes 8 Suppl 6: 6-14.
11. Global burden of diabetes. International Diabetes federation. Diabetic atlas fif
th edition 201, Brussels. Yach D, Hawkes C, Gould CL, Hofman KJ (2004) T
he global burden of chronic diseases: overcoming impediments to prevention
and control. JAMA 291: 2616-2622.
12. Harding, Anne Helen et al. Dietary Fat and Risk of Clinic Type Diabetes.
American Journal of Epidemiology. 2003;15(1);150-9.
13. Nugroho S. Pencegahan Dan Pengendalian Diabetes Melitus
Melalui Olahraga. Medikora. 2015;IX(1).
14. medscape: Khardori R. 2018. Type 2 Diabetes melitus. Medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/117853-overview#a1