Pimpinan Sidang:
dr. Henny Syahrini Lubis, Sp.PD
Oleh:
Indah Royhan Lubis 120100223
Robby Martin Simangunsong 120100313
Dara Novea Hutagalung 120100461
Hade Praja Hutasoit 120100402
Thamarai Somu 120100429
COW Pembimbing II
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul “Efusi
Pleura”.
Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pimpinan sidang, dr.
Henny Syahrini Lubis, Sp.PD yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak
masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, baik
dari segi isi maupun susunan bahasanya. Maka dari itu, penulis mengharapkan saran dan
kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga
makalah laporan kasus ini bermanfaat. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR SINGKATAN
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus dengue. DBD adalah penyakit akut dengan manifestasi klinis perdarahan yang
menimbulkan syok yang berujung kematian. DBD disebabkan oleh salah satu dari empat
serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda
sehingga tidak ada proteksi silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe
(hiperendemisitas) dapat terjadi. Virus ini bisa masuk ke dalam tubuh manusia dengan
perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat
hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000
meter di atas permukaan laut. Seluruh wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk
terjangkit penyakit demam berdarah dengue, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk
penularnya sudah tersebar luas di perumahan penduduk maupun di tempat-tempat
umum diseluruh Indonesia kecuali tempat-tempat di atas ketinggian 100 meter dpl. Hampir
setiap tahun terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa daerah pada musim
penghujan. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di
sebagian kabupaten / kota di Indonesia.
Penyakit Demam Berdarah Dengue dapat menyerang semua golongan umur. Sampai
saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue lebih banyak menyerang anak-anak tetapi dalam
dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita Demam
Berdarah Dengue pada orang dewasa.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Demam dengue/DF dan Demam Berdarah Dengue/DBD (Dengue Haemorrhagic
Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (Dengue Shock Syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan (syok).1
2.2. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus dengan diameter 20nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe
terbanyak. Serotipe utama selama beberapa tahun terakhir adalah DENV-2 dan DENV-3.
Infeksi dari satu serotipe memberikan imunitas imunitas seumur hidup terhadap serotipe
tertentu tapi hanya beberapa bulan imunitas terhadap serotipe lain.2
Vektor dari virus dengue adalah nyamuk :3
• Aedes aegypti
• Aedes albopictus
• Aedes polynesiensis
• Aedes scutellaris
Hostnya adalah manusia yang digigit oleh nyamuk betina dan masa inkubasinya
selama 4-10 hari.3
2.3. Epidemiologi
Dengue adalah infeksi virus yang dimediasi nyamuk yang paling cepat menyebar di
dunia. Dalam 50 tahun terakhir, insidensi meningkat 30 kali dengan peningkatan ekspansi
geografi ke negara-negara baru dan pada dekade sekarang, dari kota ke pedesaan. Sebanyak
50 juta infeksi dengue terjadi setiap tahunnya dan sekitar 2,5 milyar orang tinggal di negara
endemic dengue, termasuk Indonesia. Terdapat laporan sebanyak 2 dari 3 epidemik dengue
2
setiap per tahunnya. Sekitar sepuluh tahun yang lalu, demam berdarah terutama menyerang
anak-anak, tetapi beberapa tahun terakhir ini terdapat peningkatan kasus pada dewasa dengan
tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi. Kira-kira 50% infeksi dengue dilaporkan pada pasien
dewasa (15 tahun ke atas) dan meningkat dalam 3-5 tahun.4
Infeksi dengue ini endemis pada banyak negara Asia Tenggara, Pasifik Barat,
Amerika8 dan hiperendemis di Thailand. Demam berdarah dengue kebanyakan terjadi pada
anak usia kurang dari 15 tahun.5
Infeksi dengue dialami sekitar 100 juta orang di seluruh dunia per tahun. Faktor yang
memperngaruhi adalah urbanisasi, peningkatan populasi, perjalanan udara dan keterbatasan
pencegahan dengue. Dari 100 juta infeksi per tahun, sebanyak 250-500 ribu orang mengalami
penyakit berat, dengan sisanya ringan, nonspesifik atau bahkan asimptomatik.6
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 kasus per 100.000 penduduk (1989 hingga
1995) dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk
tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun mencapai 2% tahun 1999. Di
Indonesia, dimana lebih dari 35% populasi negara tinggal di daerah perkotaan, terdapat
150.000 kasus pada tahun 2007 dimana 25.000 kasus di Jakarta dan Jawa Barat. Tingkat
kematian sebesar 1%. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus
Aedes (terutama A.aegypti dan A.albopictus).1
2.4. Patogenesis
DBD dimulai dengan masuknya virus dengue melalui gigitan nyamuk, kemudian virus
ini mengalami replikasi pada lymphnode lokal dan setelah 2 – 3 hari menyebar ke sirkulasi
dan jaringan-jaringan. Dalam siekulasi virus dengue menginfeksi sel fagosit yaitu makrofag,
monosit , sel Kupfer, sel B dan sel T limfosit. Bila infeksi ini berlangsung untuk pertama kali
dapat memberikan gejala dan tanda yang ringan atau bahkan simptomatik, bergantung pada
jumlah dan virulensi virus serta daya tahan host. Seseorang yang terinfeksi pertama kali akan
menghasil kan antibodi terhadap virus Dengue serotipe tersebut. Seharusnya, bila infeksi
berikutnya terjadi oleh virus dengue dengan serotipe yang sama maka penderita akan kebal.
Tetapi mengapa pada daerah yang hanya terdapat satu serotipe virus Dengue terdapat pula
kasus yang berat. Hal ini terjadi oleh karena antibodi yang terbentuk bersifat non neutralisasi,
yang artinya tak dapat menetraliser virus yang masuk. Keadaan ini mengakibatkan semakin
mudahnya virus mengalami replikasi. Banyak para ahli sependapat bahwa infeksi sekunder
adalah penyebab beratnya manifestasi klinis pada penderita DBD.7
3
Bentuk klasik infeksi ini mempunyai periode inkubasi 5-8 hari (rentang 3-14 hari)
diikuti onset demam, sakit kepala berat, menggigil dan bintik-bintik kemerahan pada kulit
setelah 3-4 hari. Demam biasanya berlangsung 4-7 hari dan kebanyakan orang mengalami
perbaikan sempurna tanpa komplikasi.4
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologus infection yang
menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe
berbeda. Reinfeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan
konsentrasi kompleks imun yang tinggi.1
Menurut hipotesis infeksi sekunder, sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue
yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan
transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di
limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal
ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi
sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan
peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga
serosa.8
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme : 1) Supresi sumsum
tulang, dan 2).destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang
pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi megakariosit.
4
Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk
megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru
menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai
mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi
melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama
proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui
mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang
merupakan petaanda degranulasi trombosit.1
Infeksi sekuensial dengan serotipe dengue berbeda lebih rentan menjadi bentuk
penyakit lebih berat (demam berdarah dengue/sindrom syok dengue). Hal ini dijelaskan
dengan pembentukan kaskade cross-reactive antibodi heterolog nonnetralisasi yang diperkuat,
sitokin (seperti interferon gamma yang diproduksi olek sel-sel T spesifik) dan aktivasi
komplemen yang menyebabkan disfungsi endotel, destruksi trombosit, dan koagulopati
konsumtif.9
2.5. Diagnosis
Diagnosa dengue berdasarkan 2 kriteria :1
A. Kriteria klinis:
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama
2-7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan:
a) Uji torniquet positif
b) Petekie,ekimosis,purpura
c) Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan
dari tempat lain.
d) Hematemesis dan atau melena
3. Pembesaran hati (hepatomegali)
4. Syok ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi,
kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien gelisah.
B. Kriteria Laboratorium
1. Trombositopenia (100.000/ml atau kurang)
2. Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) karena peningkatan permeabilitas
kapiler dengan manifestasi :
5
− Peningkatan hematokrit 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin
− Penurunan hematokrit 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya
− Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia.
Dua kriteria klinis pertama ditambah salah satu dari kriteria laboratorium (atau
hanya peningkatan hematokrit) sudah dapat menegakkan diagnosis klinis DBD.1
WHO pada tahun 2009 mengeluarkan klasifikasi dan derajat keparahan dari infeksi
virus dengue, yaitu kriteria probable dengue, warning sign dan kriteria severe dengue yang
bisa dilihat pada gambar 2.2:
6
Gambar 2.2. Klasifikasi dengue dan derajat keparahan.3
7
fase ini tetapi jarang. Hati dapat membesar dan tegang/nyeri setelah demam beberapa
hari. Tanda paling awal dari pemeriksaan darah rutin adalah menurunnya total
leukosit (leukopenia) yang dapat menjadi dasar klinisi untuk menilai pasien sudah
terjangkit virus dengue.
b. Fase Kritis
Selama fase rawatan, pada saat temperatur tubuh turun menjadi 37,5-38oC dan
bertahan pada suhu tersebut, terjadi pada hari ke 3-7, meningkatnya permeabilitas
kapiler bersamaan dengan meningkatnya kadar hematokrit dapat terjadi. Ini
merupakan tanda awal fase kritis. Leukopenia yang progresif diikuti dengan
menurunnya jumlah trombosit mengiindikasikan kebocoran plasma. Efusi pleura dan
ascites dapat terdeteksi tergantung dari derajat kebocoran plasma dan volume dari
terapi cairan. Foto thorax dan ultrasonografi abdomen dapat digunakan untuk
mendiagnosa efusi pleura dan ascites. Syok dapat terjadi didahului oleh timbulnya
tanda bahaya (warning sign). Temperatur tubuh dapat subnormal saat syok terjadi.
Syok yang memanjang, terjadi hipoperfusi organ yang dapat mengakibatkan
kegagalan organ, metabolik asidosis dan Disseminated Intravascular Coagulation
(DIC). Hepatitis akut yang berat, encephalitis, mmiokarditis dan atau terjadi
perdarahan yang masif dapat terjadi. Pasien yang membaik dalam fase ini disebut
sebagai non-severe dengue. Pasien yang memburuk akan menunjukkan tanda bahaya.
Pasien ini bisa membaik dengan rehidrasi intravena atau memburuk kembali yang
disebut severe dengue.
c. Fase Recovery
Bila pasien telah melewati 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi cairan dari
kompartemen extravascular terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum membaik,
kembalinya nafsu makan, berkurangnya gejala gastrointestinal, hemodinamik stabil
dan cukup diuresis. Bradikardia dan perubahan EKG dapat terjadi pada fase ini.
Hematokrit kembali normal atau lebih rendah karena efek dilusi cairan yang
diberikan. Leukosit kembali meningkat disusul dengan meningkatnya trombosit.3
8
Gambar 2.3. Proses penyakit dengue.3
Severe dengue didefinisikan bila didapati satu atau lebih hal-hal berikut ini :3
• Kebocoran plasma yang mengarah pada syok
• Perdarahan hebat
• Gangguan berat organ
Biasanya terjadi pada hari ke-4 atau ke-5 demam (berkisar antara hari ke 3-7),
ditandai dengan tanda bahaya. Kompensasi tubuh untuk mempertahankan tekanan sistolik
menyebabkan takikardia dan vasokonstriksi perifer, ditandai dengan akral dingin dan
peningkatan capillary refill time. Akhirnya terjadi dekompensasi dan TD menghilang. Syok
akibat hipotensi dan hipoksia akan menyebabkan kegagalan multiorgan.3
9
Diagnosis banding demam dengue adalah meningitis, ensefalitis, dan sinusitis yang
juga terdapat pada gejala demam dan sakit kepala. Terdapat “cross-reactivity” PCR antara
virus dengue dan organisme lain seperti Demam West Nile di AS.10
2.9. Penatalaksanaan
Tatalaksana berdasarkan kategori grup :3
a. GRUP A
• Pasien yang boleh pulang
• Mampu mengkonsumsi cairan oral dan BAK minimal setiap 6 jam
• Tidak ditemukan tanda bahaya
Pasien yang termasuk kategori GRUP A dianjurkan mengkonsumsi cairan rehidrasi
oral (oralit), jus buah dan cairan lainnya yang mengandung elektrolit dan gula. Untuk pasien
yang demam tinggi berikan paracetamol, hindari OAINS (NSAID) karena dapat memicu
gastritis dan perdarahan. Kita juga menginstruksikan pada pasien atau yang merawatnya
untuk segera ke rumah sakit bila keadaan memburuk atau tidak membaik dan muncul tanda
bahaya.
b. GRUP B
• Pasien yang harus dirawat inap
• Ditemukan tanda bahaya atau kondisi pasien yang beresiko
• Kondisi yang beresiko : kehamilan bayi, usia tua, obesitas, DM, gagal ginjal, penyakit
hemolitik kronis, dan pasien yang tinggal sendiri atau tempat tinggal jauh dari fasilitas
kesehatan.
Pasien dengan tanda bahaya:
1. Periksa HT sebelum terapi cairan. Berikan cairan isotonik seperti NaCL 0,9%
atau Hartmann’s solution
2. Mulai dari 5-7 c/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5 cc/kg/jam selama 2-4
jam, lalu 2-3 cc’kg/jam atau sesuaikan dengan keadaan pasien
3. Periksa ulang HT setelah terapi cairan. Bila hasilnya tetap atau meningkat
sedikit, lanjutkan terapi (2-4 cc/kg/jam). Jika vital sign memburuk dan HT
meningkat drastis, terapi cairan 5-10 cc/kg/jam selama 1-2 jam. Berikan terapi
hanya untuk mempertahankan urin 0,5 cc/kg/jam
4. Monitor pasien sampai fase kritis terlewati.
10
Pasien tanpa tanda bahaya:
1. Anjurkan konsumsi cairan oral. Bila sulit dilakukan, terapi cairan maintenance
dengan NaCl 0.9% atau RL dengan atau tanpa dextrose
2. Monitor pasien sampai fase kritis terlewati.
c. GRUP C
• Pasien yang membutuhkan tindakan gawat darurat
• Ditemukan hal-hal berikut : kebocoran plasma hebat, perdarahan hebat, gangguan
berat organ.
Pasien dengan severe dengue harus dirujuk atau dirawat di rumah sakit dengan
fasilitas intensif (ICU) dan transfusi darah.
Penanganan syok:
1. Mulai terapi cairan dengan kristaloid isotonik 5-10 cc/kg/jam selama 1 jam.
Selalu monitor vital sign, HT dan urin output
2. Jika pasien membaik, terapi cairan dikurangi menjadi 5-7cc/kg/jam selama 1-2
jam, kemudian 3-5 cc/kg/jam selama 2-4 jam, l alu 2-3 cc/kg/jam dan
disesuaikan dengan hemodinamik pasien. Ini dilakukan paling lama 24-48 jam.
3. Jika vital sign tidak stabil dan HT meningkat (>50%), ulangi pemberian
kristaloid intravena 10-20 cc/kg/jam selama 1 jam. Bila ada perbaikan, kurangi
menjadi 7-10 cc/kg/jam dan lanjutkan sesuai diatas
4. Bila HT menurun drastis (<20-45%) curiga adanya perdarahan. Lakukan cross-
match untuk persiapan transfusi bila diperlukan.3
11
Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesens.
2.10. Komplikasi
Infeksi primer pada demam dengue dan penyakit mirip dengue biasanya ringan dan
dapat sembuh sendirinya. Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam
adalah komplikasi paling sering pada bayi dan anak-anak. Epistaksis, petekie, dan lesi
purpura tidak umum tetapi dapat terjadi pada derajat manapun. Keluarnya darah dari
epistaksis, muntah atau keluar dari rektum, dapat memberi kesan keliru perdarahan
gastrointestinal. Pada dewasa dan mungkin pada anak-anak, keadaan yang mendasari dapat
berakibat pada perdarahan signifikan. Kejang dapat terjadi saat temperatur tinggi, khususnya
pada demam chikungunya. Lebih jarang lagi, setelah fase febril, astenia berkepanjangan,
depresi mental, bradikardia, dan ekstrasistol ventrikular dapat terjadi.
Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama rawatan inap juga dapat terjadi
berupa kelebihan cairan (fluid overload), hiperglikemia dan hipoglikemia, ketidak
seimbangan elektrolit dan asam-basa, infeksi nosokomial, serta praktik klinis yang buruk.3
12
Di daerah endemis, demam berdarah dengue harus dicurigai terjadi pada orang yang
mengalami demam, atau memiliki tampilan klinis hemokonsentrasi dan trombositopenia.12
2.11. Prognosis
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi yang
didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi pada 40-50%
pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan
<1% kasus. Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal dan
intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok
berkepanjangan atau perdarahan intrakranial.12
13
BAB 3
STATUS ORANG SAKIT
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Lili Indriyani
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Sudah menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Desa glambir lima pasar 1 sekip, kec. Hamparan perak
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Demam
Telaah : Hal ini dialami oleh pasien sejak 5 hari sebelum masuk rumah
sakit, demam bersifat naik turun dan menurun dengan obat
penurun panas. Demam tertinggi mencapai 38oC. Riwayat
menggigil disangkal, berkeringat banyak disangkal. Mual dan
muntah dikeluhkan oleh pasien selama ± 5 hari sebelum masuk
rumah sakit. Muntah sebanyak 4-5 kali per hari dengan volume
± 50cc per kali muntah. Muntah berisikan apa yang
dimakan/diminum.
Nyeri kepala dirasakan pasien ± 5 hari terakhir, nyeri sendi dan
otot disangkal.
14
Pasien merasa lemas dan hal ini telah dialami selama 5 hari
terakhir, disertai penurunan nafsu makan.
Gusi berdarah dialami oleh pasien sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit, disertai timbulnya bintik-bintik merah di kedua
kaki dan tangan.
BAK normal, ± 1 L/ hari, BAB mencret dikeluhkan pasien
terakhir 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat keluarga/anggota lingkungan lain yang mengalami
keluhan yang sama disangkal oleh pasien.
RPT : -
RPO : Paracetamol Tablet
ANAMNESA ORGAN
Jantung Sesak nafas : (-) Edema : (+)
Angina pectoris : ( -) Palpitasi : ( -)
Lain-lain :(-)
15
Endokrin Haus/Polidipsi : ( -) Gugup : (- )
Poliuri :(-) Perubahan suara : ( - )
Polifagi :(-) Lain-lain :(-)
ANAMNESA FAMILI : Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama
Anemia (-), Ikterus (-), Dispnoe (+), Sianosis (-), Edema (+), Purpura (-)
Turgor Kulit : Baik
BB BB
BW = x 100% BMI =
TB − 100 (TB)2
65 66.6
BW = x 100% BMI =
155 − 100 (1,7)2
16
BW = 118% BMI = 27 kg/m2 Kesan : Overweight
KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), ikterus (-/-), pupil isokor, ukuran Ø
3mm/3mm, refleks cahaya direk (+/+)/indirek (+/+),kesan : normal
Lain-lain : ( - )
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Lidah : Dalam batas normal
Gigi geligi : Gusi berdarah (+)
Tonsil/Faring : Dalam batas normal
LEHER
Struma tidak membesar, tingkat : (-)
Pembesaran kelenjar limfe : (-)
Posisi trakea : Medial, TVJ : R- 2 cmH2O
Kaku kuduk : (-), lain-lain : (-)
THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris
Pergerakan : fusiformis
Lain-lain : (-)
Palpasi
Nyeri tekan :(-)
Fremitus suara : Fremitus kanan = kiri
Iktus : Tidak terlihat dan teraba
Perkusi
Paru : Sonor
Batas Paru Hati R/A : ICS V / ICS VI dextra
Peranjakan : ±1 cm
17
Jantung
Batas atas jantung : ICS II - III
Batas kiri jantung : ICS IV Linea Medial Clavicularis Sinistra
Batas kanan jantung : Linea Para Sternal Dextra
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan : Tidak dijumpai (-)
Jantung
M1>M2,P1<P2,T1>T2, A1<A2,P2>A2, desah sistolis (-), S3 gallop (-), lain-lain (-
)HR:94x/menit, reguler, intensitas: cukup
THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan : (-).
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Simetris
Gerakan lambung/usus : Tidak terlihat
Vena kolateral :(-)
Caput medusa :(-)
Palpasi
Dinding abdomen : Soepel, Nyeri Tekan : (+)
HATI
Pembesaran :(-)
Permukaan : Tidak teraba
Pinggir : Tidak teraba
18
Nyeri tekan :(-)
LIMPA
Pembesaran :(-)
GINJAL
Ballotement :(-)
TUMOR :(-)
Perkusi
Pekak hati :(+)
Pekak beralih :(-)
Auskultasi
Peristaltik usus : ( + ) Hiperperistaltik.
Lain-lain : (-)
PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra : (-)
19
ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH
Kiri Kanan
Deformitas sendi : (-) Edema : + +
Lokasi : (-) Arteri femorais : + +
Jari tabuh : (-) Arteri tibialis posterior : + +
Tremor ujung jari : (-) Arteri dorsalis pedis : + +
Telapak tangan sembab : (-) Refleks KPR : ++ ++
Sianosis : (-) Refleks APR : ++ ++
Eritema Palmaris : (-) Refleks fisiologis : ++ ++
Lain-lain : Ptechi (+) Refleks patologis : - -
Lain-lain : Ptechi (+)
20
RESUME
Keluhan utama : Febris
Telaah : Hal ini dialami oleh pasien sejak 5 hari
yang lalu sebelum masuk rumah sakit, naik
turun dan menurun dengan obat penurun
panas. Nausea, vomiting (+) dialami ± 5
hari SMRS. Sefalgia (+) dialami ± 5 hari
ANAMNESA
SMRS. Malaise (+) dialami ± 5 hari SMRS.
Anorexia (+) dialami ± 5 hari SMRS. Gusi
berdarah, ptechi (+) dialami 1 hari SMRS.
BAB konsistensi encer (+)
RPT :-
RPO : Paracetamol tablet
Keadaan Umum : Sedang
STATUS PRESENS Keadaan Penyakit : Sedang
Keadaan Gizi : Berlebih
TANDA VITAL
Sens : CM
TD : 100/70 mmHg
HR : 94x/i
RR : 22 x/i
Suhu : 38,2°C
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS LOKALISATA
Kepala : Perdarahan gusi dan bibir (+)
Abdomen : Soepel, Nyeri tekan (+)
Auskultasi : hiperperistaltik
Ekstremitas : Superior: Ptechi (+/+).
Inferior: Ptechi (+/+).
Darah : Leukopenia, Trombositopenia
LABORATORIUM
Kemih : Normal
RUTIN
Tinja : Normal
21
Dengue Hemorragic fever grade II with warning sign
Chikungunya Fever
DIAGNOSA BANDING
Thypoid Fever
ITP
22
BAB 4
FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN
Toraks
Paru-paru
SP : vesikuler
ST : tidak terdapat
suara tambahan
Jantung
S1, S2 (+), S3 gallop
(-), murmur (-),
Ictus kordis tidak
terlihat dan tidak
23
teraba
Abdomen
Soepel, timfani,
H/L/R tidak teraba
Ekstremitas
edema (-/-)
TANGGAL 20/02/2017
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Hb = 13,4 g/dl
Eritrosit = 4,89 juta/μl
Leukosit = 3.490 /μl
Darah Lengkap Trombosit = 10.000 /μl
Ht = 40%
MCV/MCH/MCHC = 83 fl / 27,4 pg / 33,2 g/dl
E/B/N/L/M = 0,60/0,60/12,80/76,50/9,50
Anti DHF IgM = Negatif
IMUNOSEROLOGI
Anti DHF IgG = Negatif
24
FOLLOW UP PASIEN (21-02-2017)
Tanggal S O A P
21/02/2017 Demam Status Presens DHF Tirah baring
Grade II
(H7) (-), Sens : CM Diet MII
Mual (-), TD : 90/60 mmHg
IVFD Ringer Laktat
Muntah (-). HR : 82 x/i 30 gtt/i makro
RR : 21 x/i Inj.Ranitidin
T : 37,2 C 50mg/12jam/IV
Inj. Metoclopramide
Kepala 10 mg/8 jam
Leher
TVJ : R-2 cmH2O,
pembesaran KGB(-)
Toraks
Paru-paru
SP : vesikuler
ST : tidak terdapat
suara tambahan
Jantung
S1, S2 (+), S3 gallop
(-), murmur (-),
Ictus kordis tidak
terlihat dan tidak
teraba
Abdomen
Soepel, timfani,
H/L/R tidak teraba
25
Ekstremitas
edema (-/-)
TANGGAL 21/02/2017
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Hb = 12,3 g/dl
Eritrosit = 4,48 juta/μl
Leukosit = 4.460 /μl
Darah Lengkap Trombosit = 20.000 /μl
Ht = 37%
MCV/MCH/MCHC = 82 fl / 27,5 pg / 33,5 g/dl
E/B/N/L/M = 0.70/0.40/30.0/60.80/7,6
FAAL HEMOSTASIS Waktu Perdarahan = 4’
Anti DHF IgM = Negatif
IMUNOSEROLOGI
Anti DHF IgG = Negatif
26
Leher
TVJ : R-2 cmH2O,
pembesaran KGB(-)
Toraks
Paru-paru
SP : vesikuler
ST : tidak terdapat
suara tambahan
Jantung
S1, S2 (+), S3 gallop
(-), murmur (-),
Ictus kordis tidak
terlihat dan tidak
teraba
Abdomen
Soepel, timfani,
H/L/R tidak teraba
Ekstremitas
edema (-/-)
27
BAB 5
DISKUSI KASUS
TEORI DISKUSI
Etiologi
Demam dengue/DF dan Demam
Berdarah Dengue/DBD (Dengue Pada kasus yang terdapat pada pasien:
Haemorrhagic Fever/DHF) adalah Demam berlangsung selama 5 hari
penyakit infeksi yang disebabkan oleh sebelum masuk rumah sakit yang
bersifat naik turun.
virus dengue (genus flavivirus) dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/atau nyeri sendi yang disertai
lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik.
Pada DBD terjadi perembesan plasma
yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (Dengue Shock
Syndrome) adalah demam berdarah dengue
yang ditandai oleh renjatan (syok). Vektor
dari virus dengue adalah nyamuk Aedes
aegypti, Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis, Aedes scutellaris.
Hostnya adalah manusia yang digigit
oleh nyamuk betina dan masa inkubasinya
selama 4-10 hari.
28
Diagnosis Pada kasus :
Diagnosa dengue berdasarkan 2 kriteria : Demam dirasakan sejak 5 hari sebelum masuk
Kriteria klinis: rumah sakit, demam bersifat naik turun dan
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab menurun dengan obat penurun panas. Demam
yang jelas selama 2 – 7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan : tertinggi mencapai 38oC.
a) Uji torniquet positif Mual dan muntah dikeluhkan oleh pasien
b) Petekie,ekimosis,purpura selama ± 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
c) Perdarahan mukosa (tersering Muntah sebanyak 4-5 kali per hari dengan
epistaksis atau perdarahan gusi), atau volume ± 50cc per kali muntah. Muntah
perdarahan dari tempat lain. berisikan apa yang dimakan/diminum.
d) Hematemesis dan atau melena Nyeri kepala dirasakan pasien ± 5 hari terakhir,
3. Hepatomegali nyeri sendi disangkal, nyeri pada otot disangkal.
4. Syok ditandai dengan nadi cepat dan
Pasien merasa lemas dan hal ini telah dialami
lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit selama 5 hari terakhir, disertai penurunan nafsu
lembab dan pasien gelisah makan.
Kriteria Laboratorium:
1. Trombositopenia Gusi berdarah dialami oleh pasien sejak 1 hari
2. Adanya kebocoran plasma (plasma sebelum masuk rumah sakit, disertai timbulnya
leakage) karena peningkatan
bintik-bintik merah di kedua kaki dan tangan.
permeabilitas kapiler
Status Presens
Dua kriteria klinis pertama ditambah salah Sensorium : CM
satu dari kriteria laboratorium (atau hanya
peningkatan hematokrit) sudah dapat Tekanan darah : 100/70 mmHg
menegakkan diagnosis klinis DBD. Nadi : 94 x/i
Pernafasan : 22 x/i
Temperatur : 38,2 °C
Status Lokalisata
Kepala : Perdarahan gusi dan bibir (+)
Abdomen : Soepel, nyeri tekan (+)
Auskultasi : hiperperistaltik
Ekstremitas : Superior : Petekie (+)
Inferior : Petekie (+)
29
Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini:
Tatalaksana menurut Departemen Aktivitas: Tirah baring semifowler
Kesahatan Tahun 2004 : Diet : MB
Tindakan suportif :
b. Demam Dengue IVFD RL 30 gtt/I (makro)
Pasien DD (Demam Dengue) dapat
Medikamentosa:
berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
fase demam pasien dianjurkan: Inj. Metoclopramide 10 mg/8 jam
Paracetamol Tab 500 mg/8 jam (k/p)
Tirah baring, selama masih demam
Obat antipiretik atau kompres
hangat diberikan apabila
diperlukan
Dianjurkan pemberian paracetamol
untuk menurunkan suhu <39oC
Dianjurkan pemberian cairan dan
elektrolit per oral, jus buah, sirup,
susu, disamping air putih,
dianjurkan paling sedikit diberikan
selama 2 hari.
Monitor suhu, jumlah trombosit
dan hematokrit sampai fase
konvalesens.
b. Demam Berdarah Dengue
Fase demam
Umumnya sama dengan
tatalaksana demam dengue. Apabila cairan
oral tidak dapat diberikan oleh karena
tidak mau minum, muntah atau nyeri perut
yang berlebihan, maka cairan intravena
rumatan perlu diberikan. Paracetamol
dianjurkan sebagai antipiretik.
30
BAB 6
KESIMPULAN
Laporan kasus dengan pasien atas nama LI, perempuan, usia 30 tahun, berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien ini didiagnosis dengan
Dengue Hemorragic Fever grade II with warning sign. Selama dirawat inap pasien diterapi
dengan :
Tirah Baring
Diet MB
IVFD RL 30 gtt/I (makro)
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Inj. Metoclopramide 10 mg/8 jam
Paracetamol Tab 500 mg/8 jam (k/p)
Setelah 4 hari dirawat di RSUP H. Adam Malik, pasien mengalami perbaikan keadaan
umum dan sudah pulang berobat jalan pada tanggal 22 Februari 2017.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro, Leonard Nainggolan, Khie Chen, Herdiman T.Pohan, 2009. Demam Berdarah
Dengue. In: B. S. I. A. M. S. K. S. S. Aru W.Sudoyo, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. V ed. s.l.:internaPublishing, pp. 2773-2779.
2. Kariyawasam, Senanayake, 2010. Dengue Infection during pregnancy: case series from a
tertiary care hospital in Sri Lanka. The Journal of Infection in Developing Countries, pp.
767-775.
3. World Health Organization, 2009. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, and
Control 2009.
4. Wiwanitkit, 2006. Dengue Haemorrhagic fever in pregnancy: appraisal on Thai cases.
The Journal of Vector Borne Disease, pp. 203-205.
5. Witayathawornwong P, Jirachancai O, Kasemsut P, Mahawijit N, Srisakawa R, 2012.
Severe Perinatal Dengue Haemorrhagic Fever in a Low Birth Weight Infant.
6. Adam L, Jumaa AM, Elbashir H, Kaesany M, 2010. Maternal and perinatal outcomes of
dengue in Port Sudan, Eastern Sudan. Virology Journal, p. 153.
7. Ginting Y, 2004. Patofisiologi, gejala dan tanda demam berdarah/sindroma syok dengue.
In: s.l.:Suplemen MK Nusantara, pp. 7-12.
8. World Health Organization, 1997. Dengue Haemorrhagic Fever : diagnosis, treatment,
prevention, control.
9. Kariyawasam, Senanayake, 2010. Dengue Infection during pregnancy: case series from a
tertiary care hospital in Sri Lanka. The Journal of Infection in Developing Countries, pp.
767-775.
10. Guerdan B, 2010. Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever. American Journal of
Clinical Medicine.
11. Departemen Kesehatan Indonesia, 2004. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia.
12. Halstead, S.B., 2007. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. In: Kliegman,
Robert M., Behrman, Richard E., Jenson, Hal B., and Stanton, Bonita F., eds. Nelson
Textbook of Pediatrics 18th ed.. Philadelphia: Saunders Elsevier, 1412-1414.
32