Anda di halaman 1dari 32

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK


RSMH RSUP.Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
PALEMBANG

GANGGUAN BICARA DAN BAHASA PADA ANAK


F80.8
1. Pengertian Gangguan bahasa adalah gangguan yang mencakup kemampuan untuk mengartikan atau
mengungkapkan informasi melalui simbol-simbol yang dapat dimengerti. Gangguan
bicara adalah gangguan pada kemampuan untuk mengungkapkan informasi dalam bentuk
bahasa verbal (kata-kata).
2. Anamnesa A. Riwayat perkembangan bahasa dan bicara
B.Riwayat keterlambatan bicara dan bahasa dalam keluarga
C. Faktor risiko atau faktor penyebab
3. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan organ bicara
2. Pemeriksaan THT
Fisik 3. Pemeriksaan craniofacial
4. Evaluasi perilaku, mengamati anak saat bermain sangat membantu dalam
mengidentifikasi gangguan tingkah laku, sebagai contoh:
a. Cara berkomunikasi dengan cara lain seperti isyarat, atau penggunaan kode-kode
yang dapat dimengerti oleh lawan komunikasinya pada anak dengan gangguan
pendengaran.
b. Bicara meracau dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh orang lain pada anak
autisme
c. Cemas, pemalu, tidak percaya diri serta tidak mampu bicara pada situasi sosial
tertentu pada anak dengan mutisme selektif
4. Kriteria  Gangguan perkembangan bahasa, bicara anak
 Terdapat faktor resiko/penyebab gangguan bicara
Diagnosis Menurut DSM IV, SLI dibedakan menjadi:
- Gangguan Bahasa Ekspresif
Perkembangan bahasa ekspresif berada dibawah ukuran standar
perkembangan bahasa ekspresif dan kapasitas non verbal.
Gejala meliputi : perbendaharaan kata-kata terbatas, kesulitan membuat
kalimat, sulit mengingat kata-kata atau membuat kalimat panjang dan
kompleks.
- Gangguan Bahasa reseptif , ekspresif campuran
Perkembangan bahasa reseptif dan ekspresif berada dibawah ukuran standar
kapasitas intelektual nonverbal
Gejala berupa gangguan bahasa ekspresif dan kesulitan memahami kata-kata
atau jenis kata-kata berurutan.
- Gangguan Fonologi
Gagal menggunakan suara-suara yang sesuai dengan umur dan dialek misal:
kesalahan dalam memproduksi kata-kata menggunakan atau
mengorganisasikan kata-kata, menggantikan satu suara dengan yang lain atau
menghilangkan suara.
- Gagap
Gangguan pada kelancaran dan waktu bicara yang tak sesuai dengan umur
anak.
- Gangguan komunikasi yang tak tergolongkan
Misal: gangguan suara(karena kelainan pita suara, kebenaran, kualitas, nada
atau suara)

334
Menurut Rutter klasifikasi gangguan bicara sbb :
RINGAN Keterlambatan akuisisi dari Dislalia
bunyi,kata-kata,bahasa normal
SEDANG Keterlambatan lebih berat dari Disfasia ekspresif
akusisi bunyi,kata-kata dan
perkembangan bahasa terlambat
BERAT Keterlambatan lebih berat dari Disfasia reseptif dan tuli persepsi
akusisi dan bahasa, gangguan
pemahaman bahasa
SANGAT Gangguan pada seluruh Tuli persepsi dan tuli sentral
BERAT kemampuan bahasa
5. Diagnosis 1. Anamnesis
Riwayat pekembangan bicara dan bahasa
Kecurigaan adanya gangguan perkembangan bahasa menurut Aram DM
1. Pada usia 6 bulan anak tidak mampu memalingkan mata serta kepalanya
terhadap suara yang datang dari belakang atau samping.
2. Pada usia 10 bulan anak tidak memberi reaksi terhadap panggilan namanya
sendiri.
3. Pada usia 15 bulan tidak mengerti dan memberi reaksi terhadap kata-kata
jangan, dada dan sebagainya.
4. Pada usia 18 bulan tidak dapat menyebut 10 kata tunggal.
5. Pada usia 21 bulan tidak memberi reaksi terhadap perintah (misalnya duduk,
kemari, berdiri)
6. Pada usia 24 bulan tidak bisa menyebut bagian-bagian tubuh.
7. Pada usia 24 bulan belum mampu mengetengahkan ungkapan terdiri dari 2
buah kata.
8. Setelah usia 24 bulan hanya mempunyai perbendaharaan kata yang sangat
sedikit.
9. Pada usia 30 bulan ucapannya tidak dapat dimengerti oleh anggota keluarga.
10. Pada usia 36 bulan belum dapat mempergunakan kalimat-kalimat sederhana.
11. Pada usia 36 bulan tidak bisa bertanya dengan menggunakan kalimat-kalimat
sederhana.
12. Pada usia 36 bulan ucapannya tidak dimengerti oleh orang diluar keluarganya.
13. Pada usia 31/2 tahun selalu gagal menyebut kata akhir (ca untuk cat, ba untuk
ban, dll)
14. Setelah usia 4 tahun tidak lancar baerbicara.
15. Setelah usia 7 tahun masih ada kesalahan ucapan.
Pada usia berapa saja terhadap hipernasalitas dan hiponatalitas, sangat keras
dan tidak dapat didengar serta terus menerus memperdengarkan suara serak.
Riwayat Keterlambatan bicara dalam keluarga
Faktot risiko/penyebab gangguan bicara
a. Faktor biologi
- Gangguan pendengaran
- Gangguan perkembangan bahasa (Gangguan bahasa spesifik = Specific
Language Impairment)
- Kelainan organ bicara dan bahasa
- Retardasi mental
- Kelainan genetik atau kromosom
- Autisme
- Mutisme selektif
- Afasia reseptif
- Sindroma Landau-Kleffner (sangat jarang)
- Penyakit metabolik dan neurodegeneratif

335
b. Faktor lingkungan
- Lingkungan yang sepi
- Status sosial ekonomi
- Teknik pengajaran yang salah
- Sikap orangtua
- Lingkungan yang kurang memberikan stimulasi
- Child abuse
- Bahasa bilingual
2. Pemeriksaan fisik
o TB. PB, Lingkar kepala, THT, organ bicara dan craniofacial
o Evaluasi perilaku
3. Pemeriksaan penunjang.
o Tes pendengaran dan
o Pemeriksaan penujang lain sesuai indikasi dan faktor risiko
6. Diagnosis Banding - Gangguan pendengaran
- Retardasi Mental
- Autisme
7.Pemeriksaan 1. Tes pendengaran
Penunjang
2. Tes IQ

8.Terapi - Cari faktor penyebab, bila mungkin diatasi.


- Terapi bicara

Ad.A. Konsultasi
 Psikiater anak
Bila ada gangguan bahasa dan tingkah laku.
 Ahli THT
Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran
 Ahli syaraf anak
Untuk mengetahui adanya kelainan neurologi
Mencari penyakit metabolik dan gangguan organik lainnya.

Ad.B. Rujukan untuk terapi bicara


Indikasi :
1. Anak berumur 20-24 bulan belum bicara satu katapun.
2. Anak berumur 28-30 bulan belum bisa mengucapkan kata-kata
3. Anak berumur 3 tahun atau lebih bicaranya tidak bisa dimengerti
4. Bila orang tua mengkhawatirkan kemampuan bicara anaknya, pada usia berapapun.

336
Algoritme tatalaksana gangguan bahasa pada
Anak dengan gejala gangguan bicara dan berbahasa

Rujuk ke:
Gangguan organik alat bicara Ya Bedah Mulut /
Neuropediatri

Tidak

Skrining Perkembangan umum Tes intelegensia non


Tes pendengaran
(Mis : Denver II)
verbal

Abnormal Normal Abnormal Normal Normal Abnormal

Gangguan Retardasi
Motorik : Palsi serebralis Mental
Pendengaran
Personal Sosial : Autisme

THT dan Terapi Gangguan defisit perhatian


Wicara Terapi wicara
dan hiperaktivitas
Terapi okupasi
Tidak Ya

ADHD
Tidak bicara
hanya pada Gangguan Perkembangan bicara dan berbahasa :
lingkungan 1. Tipe ekspresif
Terapi wicara
tertentu 2. Tipe reseptif – ekspresif
3. Gangguan fonologi Psikiater /
4. Gagap Psikolog
5. Kelainan Suara
Mutisme Selektif

Psikiater /
Halusinasi, gangguan pikiran Skizofrenia anak
Psikolog

9. Edukasi - Terapi bicara dirumah


- Sekolah dan pendidikan khusus
10. Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IIA

337
12. Tingkat B
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Dr. Rismarini, SpAK
Dr. Yudianita, SpA, MKes
14. Indikator Medis - Kemampuan bahasa dan bicara
- Kemampuan sosialisasi dan kognin\si
15. Kepustakaan 1. Glascoe FG. Developmental screening and surveillance. Dalam: Kliegman
RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of
pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 74-80.
2. Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Gde Ranuh IGN,
penyunting. Buku Ajar I Tumbuh Kembang dan Remaja. Jakarta: IDAI;
2005. h. 1-126.
3. Blackman JA. Developmental screening: Infants, toddlers, and preschoolers.
Dalam: Levine MD, Carey WB, Crocker AC, penyunting. Developmental-
Behavioral Pediatrics. Edisi ke-3. Philadelphia: Saunders; 1999. h 689-95.
4. Glascoe FG. Developmental screening. Dalam Parker S, Zuckerman B,
Augustyn M, penyunting. Developmental and behavioral pediatrics. Edisi ke-
2. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2004. h 41-50.
5. Illingworth RS. The normal child. Edisi 10. India:Elsevier: 2005. h.127-89.
6. Knight JR dkk, penyunting. Bright Futures case studies for primary care
clinicians: child development and behavior. The Bright Futures Center for
pediatric education in growth and development, behavior and adolescent
health. Children hospital, Boston. 2001.
7. UKK Tumbuh Kembang-Pediatri Sosial IDAI. Deteksi dan intervensi
kelainan gangguan bicara dengan ELMS-2. Yogyakarta, 2007.
8. Judith EC, Nancy TM, Roanne K, Karzon dan jay FP. Unilateral Hearing loss
is associate with worse speech language score in children. Pediatrics 2010;
125;e1348

Mengetahui/menyetujui Palembang,
Ka. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Ka. Divisi Pediatrik Sosial dan Tumbuh Kembang

dr.Rismarini, Sp.A (K) dr.Rismarini, Sp.A (K)


NIP. 195801261985032001 NIP. 195801261985032001

338
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK
RSMH RSUP.Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
PALEMBANG

CEREBRAL PALSI
G80.0-8
1. Pengertian Cerebral Palsi merupakan suatu sindroma yang memperlihatkan kelainan pada fungsi
motorik berupa kelainan gerak dan postur karena lesi yang statik akibat gangguan
pertumbuhan, trauma atau infeksi syaraf motorik yang terjadi pada masa
pertumbuhan
2. Anamnesa 1. Riwayat perkembangan motorik
2. Riwayat perkembangan yang lain: bahasa personal sosial dan kognisi
3. Adanya faktor resiko (prenatal, perinatal, postnatal)
3. Pemeriksaan Fisik 1. Umumnya ada mikrosefali
2. Adanya defisit neurologi seperti :
- Tonus otot bervariasi dari hipotoni sampai dengan hipertoni
- Refleks fisiologis yang meningkat
- Tanda-tanda spastisitas
- Sering ditemukan gerakan-gerakan yang tidaak terkontrol seperti korea,
atetosis, tremor
- Refleks primitif terlambat menghilang atau meningkat intensitasnya
- Dapat ditemukan gangguan pada otot facial atau oromotor

4. Kriteria Diagnosis 1. Riwayat keterlambatan perkembangan motorik


2. Adanya defisit neurologis sesuai dengan tipe dan derajatnya
3. Riwayat perkembangan yang lain: bahasa personal sosial dan kognisi
4. Adanya faktor resiko (prenatal, perinatal, postnatal)
5. Diagnosis 1. Anamnesis
 Riwayat perkembangan motorik
 Riwayat kehamilan ibu
 Riwayat kelahiran
 Adanya faktor risiko
2. Pemeriksaan fisik
Ditemukanya kelainan neurologis sesuai dengan tipenya
Berdasarkan kelainan klinik yang lebih menonjol ditemui, dapat digolongkan
sebagai :
 Spastic Cerebral Palsy
a. Spastic hemiphlegia (G80.2)
b. Spastic tetraphlegia (G80.0)
c. Spastic diphlegia (G80.1)
d. Spastic paraphlegia
e. Spastic monophlegia dan triphlegi
 Dyskinetik Cerebral palsy
a. Athetosis (G80.4)
b. Chorea athetosis
c. Bentuk-bentuk lain
 Ataxic Cerebral palsy (G80.8)

339
 Bentuk-bentuk campuran

Berdasarkan derajat kemampuan fungsional, cerebral palsi dibagi atas :


a. Golongan Ringan : penderita masih dapat melakukan pekerjaan/aktivitas sehari-
hari, sehingga sama sekali/hanya sedikit membutuhkan bantuan.
b. Golongan Sedang : aktivitas sangat terbatas. Pederita membutuhkan bermacam-
macam bantuan/pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri,
bergerak atau berbicara sehingga dapat bergaul di tengah masyarakat dengan
baik.
c. Golongan Berat : penderita sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas fisik
dan tidak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain.

3. Pemeriksaan penunjang
Untuk mencari faktor risiko dan untuk menyingkirkan penyebab yang masih aktif
atau progresif
6. Diagnosis Banding Keterlambatan perkembangan motorik
7. Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang sesuai indikasi dan faktor risiko yang mendasarinya seperti
EEG, foto kranium, CT-scan dan laboratorium, berguna untuk menyingkirkan
Penunjang
penyakit yang masih aktif atau progresif.
8.Terapi 1. Sebaiknya diakukan sedini mungkin secara multidisipliner dan mengikutsertakan
orangtua/ keluarga.
2. Pengobatan medikamentosa ditujukan untuk mengurangi spastisitas,
menghilangkan bangkitan epilepsi, serta mengontrol gerakan abnormal.
3. Pemberian piracetam dosis 80-120 mg/kg/hari, terbukti memperbaiki
perkembangan motorik dan mental.
4. Usaha rehabilitasi, dilakukan fisioterapi, terapi bicara sedini mungkin dan
kadang-kadang diperlukan tindakan terapi orthopedis.
5. Pendidikan penderita yang mengalami retardasi mental dengan
menyekolahkannya di Sekolah Luar Biasa (SLB).
6. Melakukan penerangan / bimbingan kepada orang tua serta masyarakat agar
penderita dapat hidup wajar.
9.Edukasi a. Rencana pengobatan
b. Pengobatan jangka panjang, dan memerlukan kerja sama dengan
keluarga
c. Prognosis
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
11. Tingkat Evidens II A
12. Tingkat B
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Dr Rismarini, SpAK
Dr Yudianita, SpA, MKes
14. Indikator Medis Kemampuan perkembangan motorik, bicara, dan intelektual.
15. Kepustakaan 1. Johnston VM. Cerebral Palsy. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson
HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 2494-5.
2. Palmer FB, Hoon AH. Cerebral Palsy. Dalam: Parker S, Zuckerman B.
Development and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott;
2005. h. 145-51.
3. Blasco PA. Motor Delays. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and

340
Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h 42-7.
4. Williams J, Venning H. Physical disability. Dalam: Polnay L. Community
Paediatrics.Edisi ke-3. Edinburgh: Churcill; 2003. h. 503-6.
5. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi
ke-3. Edinburgh: Churcill; 2003. h. 469-78.
6. Marwa OE, Sadia AT, Mohaed EA Ahmed MA Ade EM, Mohamed HM.
Role of piracetam in treatment of cerebral palsy disease. Journal of
Behavioral health. 2012;1(1): 53-58

Mengetahui/menyetujui Palembang,
Ka. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Ka. Divisi Pediatrik Sosial dan Tumbuh Kembang

dr.Rismarini, Sp.A (K) dr.Rismarini, Sp.A (K)


NIP. 195801261985032001 NIP. 195801261985032001

341
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK
RSUP.Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
RSMH
PALEMBANG

AUTISME
F84.0
1. Pengertian Autisme adalah gangguan perkembangan yang luas dan berat (pervasive) dengan
karakteristik gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan prilaku yang gejalanya mulai
tampak pada anak sebelum usia 3 tahun.
Menurut PPDGJ-III (Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa-III) 1993, autisme
digolongkan gangguan perkembangan pervasive (Pervasive Developmental Disorder;
PDD)
Menurut DSM-IV yang tergolong dalam PDD adalah
- Autistic disorder (autisme)
- Asperger syndrom
- PDD Not Otherwie Spesified (PPD –NOS)
- Childhood disintegratif disorders
- Rett Syndrom
2. Anamnesa Gejala autisme biasanya timbul sebelum anak berusia 3 tahun. Pada sebagian anak
gejala-gajala bisa sudah ada sejak lahir yang akan tampak makin jelas setelah anak
mencapai 3 tahun.
1. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non verbal
 Telambat bicara
 Meracau dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain
 Bicara tidak dipakai untuk berkomunikasi
 Meniru atau membeo (echolalia)
 Pandai meniru nyanyian, nada maupun kata-katanya tanpa mengerti artinya
 Sebagian (20 %) anak-anak ini tetap tak dapat bicara sampai dewasa
 Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan yang terdekat dan
mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial
 Menolak / menghindar untuk bertatap mata (kontak mata tidak ada)
 Tak mau menengok bila dipanggil
 Seringkali menolak untuk dipeluk
 Tidak ada usaha melakukan interaksi dengan orang lain, asyik main sendiri
 Bila didekati untuk diajak main malah menjauh
3. Gangguan dalam bidang perilaku
Pada anak autis terdapat perilaku yang berlebihan dan kekurangan
Contoh perilaku yang berlebihan:
 Hiperaktivitas motorik seperti tidak bisa diam, lari ke sana ke mari tak
terarah, melompat-lompat, berputar-putar, memukul-mukul pintu atau meja,
mengulang-ulang gerakan tertentu. Perilaku ini dapat membahayakan diri

342
sendiri dan dapat berupa agresifitas melawan orang lain
 Perilaku yang kekurangan, contohnya:
o Duduk dia bengong dengan tatap mata yang kosong, bermain secara
monoton dan kurang variatif secara berulang-ulang.
o Duduk diam terpaku oleh sesuatu hal, misalnya bayangan atau benda
yang berputar. Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti
sepotong tali, kartu, kertas, gambar, gelang karet atau apa saja yang
terus dipegangnya dan dibawa ke mana-mana
4. Gangguan dalam bidang perasaan/ emosi
 Tidak ada atau kurangnya empati, misalnya melihat anak menangis tidak
merasa kasihan melainkan merasa terganggu sehingga anak yang menangis
tersebut mungkin didatangi dan dipukulnya
 Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata
 Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum). Terutama bila tidak
mendapatkan apa yang diinginkannya, ia bisa menjadi agresif dan destruktif
(merusak)
5. Gangguan dalam persepsi sensoris (tactile, auditory hipersensity )
 Mencium-cium, menggigit atau menjilat mainan atau benda apa saja
 Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
 Tidak menyukai rabaan atau pelukan
 Merasa sangat tidak nyaman bila memakai pakaian dari bahan yang kasar
6. Gangguan tidur dan makan
7. Gangguan efek dan mood (suasana hati)
8. Gangguan kejang
9. Aktivitas dan minat yang terbatas
10. Gangguan kognitif : 75-80% anak autis mengalami retardasi mental.
Gejala-gejala diatas tidak harus ada semuanya pada setiap anak, tergantung pada
berat atau ringannya keadaan autisnya.
3. Pemeriksaan Fisik - Berat badan, tinggi badan , lingkar kepala
- Anak tidak menjalin interaksi soaial yang memadai seperti : kontak mata kurang
atau tidak ada, tidak mau bermain dengan teman
- Ada gerakan repetitif , stereotipik, hiperaktif, dan hipoaktif
- Scoring CHAT
4. Kriteria Diagnosis Menurut ICD-10 1993 & DSM IV 1994, kriteria diagnosis autisme adalah sebagai
berikut :
o Harus ada setidaknya 6 gejala dari 1, 2 dan 3 dengan minimal 2 gejala dari 1 dan
masing-masing satu gejala dari 2 dan 3
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal
harus ada 2 dari gejala dibawah ini :
a. Tidak mampu menjalani interaksi sosial yang cukup memadai:
kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-
gerik kurang tertuju.
b. Tak bisa bermain dengan teman sebaya
c. Tak ada empati (tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain)
d. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang
timbal balik
2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada satu

343
gejala dibawah ini :
a. Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang,
anak tidak berusaha berkomunikasi secara nonverbal
b. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dapat dipakai untuk
komunikasi
c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang
d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang dapat
meniru
3. Adanya suatu pola yang dipertahankan, diulang-ulang dalam perilaku,
minat dan kegiatan. Minimal harus ada satu gejala dibawah ini :
a. Mempertahankan suatu minat atau lebih dengan cara yang sangat
khas dan berlebihan
b. Terpaku pada satu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tak
ada gunanya
c. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang
d. Sering kali sangat terpukau pada bagian-bagian benda
o Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam
bidang
1. Interaksi sosial
2. Bicara + Bahasa
3. Cara bermain yang monoton, kurang variatif
o Bukan disebabkan oleh sindroma Rett atau gangguan disintegratif masa kanak-
kanak
5 Diagnosis - Anamnesis
Riwayat gangguan perkembangan bicara dan bahasa
Riwayat gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan prilaku
- Pemeriksaan fisik terdapat gangguan perilaku yang khas yaitu hiperaktif atau
hipoaktif, gerakan stereotipik. repetitive, echolalia, dan tidak ada kontak mata.
- Pemeriksaan penunjang
- Tes pendengaran
- Tes IQ
6.Diagnosis Banding 1. Retardasi mental (RM)
2. Skizofrenia
3. Gangguan perkembangan bahasa
4. Gangguan pendengaran
5. PDD yang lain
- Sindroma Rett
- Sindroma Asperger
- Gangguan desintegrasi masa anak
6. ADHD/GPPH

7. Pemeriksaan - Tes pendengaran


Penunjang - Tes IQ

8.Terapi Tujuan :
- mengurangi masalah perilaku yang abnormal
- meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama dalam
penguasaan bahasa

344
Ditangani oleh satu tim kerja yang terpadu yang terdiri dari: tenaga pendidik, tenaga
medis (psikiater, dokter anak), psikolog. Ahli terapi wicara, pekerja sosial, fisioterafis
dan perawat
Berbagai jenis terapi yang harus di jalankan secara terpadu tersebut, sesuai dengan
keadaan dan keperluan anak, mencakup :
1. Terapi medikamentosa
2. Terapi nonmedikamentosa

1. Terapi medikamentosa:
Pada penderita autisme dengan gejala-gejala seperti tempertantrum, agresifitas,
melukai diri sendiri dan perilaku stereotifik, pemberian obat akan membantu
memperbaiki perilaku dan respon anak terhadap lingkungan sehingga ia lebih
mudah menerima terapi yang lain. Obat-obat yang diberikan adalah obat-obat
yang mempengaruhi kerja sel otak dan memperbaiki abnormalitas kadar
neurotransmitter, seperti:
- Risperidon, dimulai dengan dosis 2 x 0,1 mg, dapat dinaikkan 0,05 mg
setiap 3-5 hari sampai tercapai dosis 1-2 mg/hari. Dapat memperbaiki
hubungan sosial, atensi, agresifitas, hiperaktifitas dan perilaku menyakiti
diri sendiri.
- Aripiprazole, dimulai dengan dosis 2 mg sekali sehari, dapat dinaikkan
bertahap hingga maksimal 10 mg/hari. Dapat mengurangi gangguan
iritabilitas yang berhubungan dengan autis (tantrum, agresivitas, perubahan
mood tiba-tiba, perilaku yang merugikan diri sendiri). Digunakan pada anak
usia 6-17 tahun.
- Haloperidol, dosis 0,25-3 mg/ hari, dibagi 2-3 dosis. Dapat memperbaiki
agresifitas, hiperaktifitas, iritabilitas dan stereotifik.
- Thioridazine, dosis 0,5-3 mg/ kg/ hari dibagi 2-3 dosis. Dapat menurunkan
agresifitas dan agitasi.
2. Terapi nonmedikamentosa:
- Terapi perilaku
Keadaan hiperaktifitas, impulsifitas, gerakan stereotifik, cara bermain yang
tidak sama dengan anak lain, juga adanya agresifitas, temper tantrum, dan
cenderung melukai diri sendiri memerlukan intervensi perilaku.
Metode yang banyak dipakai adalah ABA (Applied Behavioral Analysis).
Usia terbaik adalah sekitar 2-3 tahun dan intensitas terapi sekitar 40 jam
perminggu.
- Terapi bicara
Terapi bicara perlu dilakukan sejak dini dengan intensif bersama dengan
terapi lain.
- Terapi okupasi
Terapi okupasi diperlukan untuk melatih motorik halus dan ketrampilan agar
anak dapat melakukan gerakan memegang, menggunting, menulis dengan
terkontrol dan teratur.
- Sensori integrasi
Sensori integrasi adalah pengorganisasian informasi melalui semua sensori
yang ada (gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan,

345
pendengaran, body awareness dan gravitasi) untuk menghasilkan respons
yang bermakna.
- AIT (Auditory Integration Training)
Diberikan kepada individu yang hipersensitif terhadap suara dan
mengganggu pendengaran mereka. Mulanya ditentukan suara yang
mengganggu pendengaran dengan perangkat audiometer. lalu diikuti seri
terapi yang memperdengarkan suara-suara yang direkam, tetapi tidak disertai
dengan suara yang menyakitkan. Selanjunya dilakukan desnsitisasi terhadap
suara yang menyakitkan tersebut.
- Terapi Edukasi
Intervensi dalam bentuk pelatihan ketrampilan sosial, ketrampilan sehari-hari
agar anak dapat mandiri. Salah satu metode yang banyak dipakai adalah
metode TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related
Communication Handicapped Children). metode ini sangat terstruktur,
mengintegrasikan metode klasik yang individual, metode pengajaran yang
sistematik, terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata khusus.
- Terapi diet
Terapi diet bebas glutein dan casein bersifat individual. Dapat
dipertimbangkan bila dengan diet tersebut ada penurunan hiperaktifitas.
9. Edukasi 1. Pengobatan bersifat jangka panjang
2. Sangat memerlukan kerja sama dengan keluarga
3. Terapi bicara dirumah
4. Sekolah dan pendidikan khusus
10. Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Dengan penatalaksanaan yang tepat dan terpadu gejala-gejala autistiknya bisa
dikurangi semaksimal mungkin. Bila anak tersebut mempunyai kecerdasan yang
normal atau tinggi, tidak tertutup kemungkinan ia bisa mencapai jenjang pendidikan
yang tinggi.
Prognosis penyandang autisme sangat tergantung dari diagnosis dini, berat ringannya
gejala, kecerdasan anak, umur pada saat terapi, kemampuan bicara dan terutama
intensitas terapi. Keterlibatan orang tua sangat mempengaruhi dan penting dalam
membantu kemajuan anaknya .Penyandang autisme dikatakan “sembuh” bila ia telah
bisa membaur dan mandiri dalam masyarakat.
11. Tingkat Evidens IB
12. Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Dr Rismarini, SpAK
Dr Yaudianita Kesuma, SpA, MKes.
14. Indikator Medis - Kemampuan berkomunikasi
- Kemampuan sosialisasi
- Kemampuan kognisi
15. Kepustakaan 1. Dalton R, Forman MA. Autistic Disorder. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 87-8

346
2. Caronna EB. Autism. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and
Behavioral Pediatric. Edisi 2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 124-9.
3. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-
3. Edinburgh; Churcill; 2003. h. 469-78.
4. Tanguay PE. Pervasive developmental disorders A. 10 year- review. J. Am. Acad.
Child Adolesc Psychiatry. 2000; 39:1079-95
5. Maestro S, Muratori F. Attentional skill during the first 6 month of age in autism
spectrum disorder. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2002; 41:10
6. Brereton AV, Tonge BJ. Screening young people for autism with the
developmental behavior check-list. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2002;
41:11
7. Baird G, Charman T. A screening instrument for autism at 18 months of age: A 6-
year follow up study. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2000; 39:6
8. Alisjahbana A. Tanda awal dari autisme. Disampaikan pada konferensi nasional
autism-1. Jakarta, 2-4 Juli 2003.
9. Filipek PA, Acardo PJ, Aswahwal S, Baronek GT, Cook EH, Dawson G, dkk.
Practise parameter: screening and diagnosis of autism. Neurology.2000.; 55: 468-
79
10. Task Force on DSM-IV. Diagnostic and statistical manual of mental disorders.
Washington: American Psychiatric Association; 1994. h 66-71.
11. Randall O, Linmarie S, Ronal NM, Patricia CL George M, Roert DM, William
HC , Robert LF. Aripiprazole in the treatment of irritability in children and
adplesscents with autistic disorder. Pediatric 2009;124;1533-1540
12. Nazni P, Wesely EG, Nishadevi V. Impact of Casein and Glutein Free Dietary
Intervention on selected Autistic Children. Iran J Pediatr 2008:18:244-250

Mengetahui/menyetujui Palembang,
Ka. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Ka. Divisi Pediatrik Sosial dan Tumbuh Kembang

dr.Rismarini, Sp.A (K) dr.Rismarini, Sp.A (K)


NIP. 195801261985032001 NIP. 195801261985032001

347
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK
RSMH RSUP.Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
PALEMBANG

ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)


F.90.0-2
1. Pengertian ADHD adalah kelompok gangguan tingkah laku (sindroma tingkah laku) yang terdiri
dari gangguan hiperaktif dan/atau impulsif dan/atau kurang perhatian (inatentif) yang
tampak pada awal kehidupan anak dan akan menetap setelah masa anak dan remaja,
walaupun manifestasi tingkah laku berubah tergantung rentang perkembangan.
2. Anamnesa 1. Riwayat perkembangan
2. Riwayat keluarga
3. Riwayat gangguan perilaku seperti inattensi, hiperaktivitas, dan impulsivitas
3. Pemeriksaan Fisik  Berat badan , tinggi badan, Lingkar kepala
 Pemantauan perilaku misalnya kontak mata, hiperaktivitas, inattensi dan
impulsivitas
 Pemeriksaan neurologis
ADHD sering berhubungan dengan gangguan neurologis nonspesifik yang
menunjukkan imaturitas neurologis atau lemahnya koordinasi.
 Tes Denver, score Conner’s scale
4. Kriteria Diagnosa Menurut ICD 10 (1993) dan DSM IV (1994) :
A. Kurang perhatian atau inattentive
1. Kurang perhatian : terdapat minimal 6 dari gejala berikut yang menetap
selama minimal 6 bulan dalam derajat yang maladaptive dan inkonsisten
dengan tingkat perkembangan :
 Selalu gagal memperhatikan secara detail atau melakukan kesalahan
yang ceroboh dalam pekerjaan sekolah, pekerjaan atau kegiatan lainnya.
 Selalu kesulitan dalam mempertahankan perhatian dalam pekerjaan atau
kegiatan bermain.
 Selalu seolah-olah tidak mendengar apa yang dikatakan kepadanya.
 Selalu tidak mengikuti perintah dan gagal untuk menyelesaikan
pekerjaan sekolah, koor atau tugas di tempat kerja (bukan karena sikap
melawan atau kegagalan untuk mengerti perintah).
 Selalu kesulitan dalam mengorganisir tugas atau kegiatan.
 Selalu menghindari, menyatakan keengganan atau mengalami kesulitan
dalam keterlibatan dengan tugas yang membutuhkan usaha mental yang
lama (seperti pekerjaan sekolah dan PR).
 Selalu kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk tugas dan
kegiatan (mis: tugas sekolah, pensil, buku, alat-alat atau mainan)
 Selalu mudah teralihkan perhatiannya oleh stimulus dari luar.
2. Hiperaktifitas impulsifitas : terdapat minimal 5 dari gejala berikut yang
menetap selama minimal 6 bulan dalam derajat yang maladaptive dan

348
inkonsisten dengan tingkat perkembangan :
Hiperaktifitas
 Selalu tidak bisa diamnya tangan atau kaki atau selalu menggeliat-geliat
pada waktu duduk.
 Meninggalkan kursi dalam kelas atau pada situasi lain dimana
seharusnya anak tetap duduk di kursinya.
 Selalu berlari kesana kemari atau memanjat berlebihan dalam situasi
yang tidak sesuai.
 Selalu kesulitan bermain atau terlibat dalam kegiatan yang santai dan
tenang.
 Selalu “siap pergi” atau bersikap seolah-olah dikejar motor.
 Selalu berbicara berlebihan.
Impulsifitas
 Selalu cepat-cepat menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan selesai
diajukan.
 Selalu kesulitan menunggu dalam barisan atau menunggu giliran dalam
permainan atau dalam situasi kelompok.
 Selalu menyelak atau menyerobot orang lain (mis: ikut dalam
percakapan orang lain atau permainan)
B. Beberapa simptom yang menyebabkan ganggguan telah ada sebelum usia 7 tahun.
C. Beberapa simptom yang menyebabkan gangguan ada pada lebih dari 2 setting
(mis: di sekolah, tempat kerja dan di rumah).
D. Harus ada bukti jelas dari gangguan klinis yang bermakna dalam bidang social,
akademis atau fungsi pekerjaan.
E. Tidak ada secara eksklusif selama perjalanan penyakit perkembangan pervasive,
skizofrenia atau penyakit psikotik lainnya dan tidak disebabkan gangguan mood,
ansietas atau gangguan kepribadian.
7. Diagnosis 1. Anamnesis
- Riwayat perkembangan
- Riwayat keluarga
- Riwayat gangguan perilaku
2. Pemeriksaan fisik.
Untuk menyingkirkan diagnosa banding
 Berat badan , tinggi badan, Lingkar kepala
 Gangguan perilaku misalnya kontak mata tidak ada, hiperaktivitas, inattensi
dan impulsivitas
 Tes Denver, score Conners scale
 Pemeriksaan neurologis
3. Pemeriksaan penunjang
Tes pendengaran, tes IQ

Berdasarkan tipe :
- Attention Deficit/Hiperactivity Disorder, Predominantly Inattentive Type
F90.0 : jika kriteria A(1) dipenuhi tapi kriteria A(2) tidak, dalam 6 bulan
terakhir.
- Attention Deficit/Hiperactivity Disorder, Predominantly Hiperactive
Impulsive Type F90.1 : jika kriteria A(2) dipenuhi tapi kriteria A(1) tidak,
dalam 6 bulan terakhir.
- Attention Deficit/Hiperactivity Disorder, Combined Impulsive Type F 90.2 :
jika kedua kriteria A(!) dan kriteria A(2) dipenuhi dalam 6 bulan terakhir

349
8. Diagnosis Banding  Gangguan perkembangan pervasif (autis dan penyakit seperti autis)
 Penyakit yang mempengaruhi perasaan (depresi).
 Reaksi-reaksi terhadap stress (mis: gangguan stress pasca trauma)
 Tuli
 Retardasi mental
9. Pemeriksaan a. Pemeriksaan penunjang dilakukan hanya untuk menyingkirkan diagnosa banding
Penunjang b. Tes psikologis. Jika dicurigai masalah akademis dilakukan tes psikologis atau
diagnostik edukasi atau bicara dan bahasa, Beberapa tes dibutuhkan untuk
menyingkirkan dan juga mengidentifikasi secara adekuat masalah belajar.
10.Terapi A. Medikasi. Stimulansia SSP dapat meningkatkan atensi, menurunkan
hiperaktivitas dan mengurangi impulsif. Jika anak juga melawan dan
menyimpang akan meningkatkan kepatuhan, mengurangi kelabilan emosi dan
menurunkan sifat antisosial. Medikasi diberikan jika gejala ADHD menyebabkan
efek negatif yang nyata terhadap kemampuan akademik dan sosial anak. Obat-
obat yang biasa dipakai antara lain:
- Metilfenidat, dimulai dengan dosis 0,3 mg/ kg/ kali, 2 kali sehari. Dosis
dapat ditingkatkan 0,15 mg/ kg/ kali sampai didapat efek optimal. Dosis
maksimal 20 mg/ hari.
- Atomoxetine, dimulai dengan dosis 0,5 mg/kg/hari sehari sekali. Setelah 2-3
hari dosis dapat ditingkatkan menjadi 2x0,5 mg/kg sampai dosis maksimal
1,4mg/kg/hari. Dapat meningkatkan atensi dan mengurangi hiperaktif.
- Risperidon, dimulai dengan dosis 2 x 0,1 mg, dapat dinaikkan 0,05 mg
setiap 3-5 hari sampai tercapai dosis 1-2 mg/hari. Dapat memperbaiki
hubungan sosial, atensi, agresifitas, hiperaktifitas dan perilaku menyakiti
diri sendiri.
- Dekstroamfetamin, dimulai dengan dosis 0,15 mg/ kg/ kali, 2 kali sehari.
Dosis dapat ditingkatkan 0,15 mg/ kg/ kali. Dosis maksimal 5 mg/
hari.
- Pemoline, dosis anak <8 tahun: 37,5 mg pada pagi hari, anak > 8 tahun: 37,5
mg pagi + 18,75 mg siang.
Jika satu obat tidak efektif atau timbul masalah, dapat dicoba kelompok obat
lainnya. Medikasi dimulai dengan dosis paling rendah yang dinaikkan perlahan-
lahan sampai respon optimal. Efek samping diminimalkan dengan pengaturan
dosis, waktu atau bentuk medikasi. Sekali dosis yang tepat sudah didapatkan
harus dievaluasi ulang dan disesuaikan terus ke atas karena dapat terjadi efek
toleransi atau anak bertambah besar sehingga dibutuhkan dosis lebih tinggi.
Terapi harus diteruskan sampai lewat masa remaja ( kecuali 20% anak ADHD
yang sembuh). Keputusan untuk mengakhiri obat didasarkan pada periode
singkat saat stop obat (biasanya 2-4 minggu) selama masa stress berkurang.
B. Terapi Psikologi
- Latihan orangtua. Dalam tahap terapi tingkah laku, latihan untuk orang tua
merupakan prioritas tertinggi. Tujuannya untuk mengajar orang tua
bagaimana mengatur pembatas sekaligus insentif untuk tingkah laku yang
tepat dan menimbulkan respon emosi destruktif. Apa yang dibutuhkan adalah
perubahan komplit dalam respon alami terhadap tindakan negatif. Latihan
untuk dewasa (orang tua dan guru) dalam penatalaksanaan tingkah laku
biasanya membutuhkan rujukan. Untuk orang tua pengobatan dilakukan

350
dalam kelompok kecil. Klinisi harus tahu bahwa tujuan terapi tatalaksana
tingkah laku adalah perbaikan lingkungan dimana dilakukan kehidupan
sehari-hari, tidak untuk mengubah dasar alamiah anak.
- Terapi tambahan. Terapi tambahan mungkin dibutuhkan tergantung pada
lingkaran keluarga dan anak. Terdapat keterbatasan usaha tradisional,
psikoterapi individu untuk anak ADHD. Tujuan terapi ini adalah untuk
memperbaiki harga diri. Tidak ada bukti bahwa psikoterapi individual
memperbaiki kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau
mengurangi impulsif. Bila anak mulai menjadi lebih tua dan lebih waspada,
psikoterapi dapat memfasilitasi pengertian bagaimana tingkah laku
mempengaruhi yang lainnya. Psikoterapi dinamis keluarga harus disiapkan.
Latihan kemampuan komunikasi keluarga juga memiliki keterbatasan fokus,
mungkin ini lebih menolong jika anak ADHD mendekati remaja. Fokus
terapi ini adalah menciptakan pengaturan dan menguatkan peraturan di
tempat keluarga.
C. Kriteria merujuk.
Kebanyakan klinisi tingkat dasar akan terlibat dalam 2 aspek terapi yaitu : (1)
menjelaskan kondisi terhadap anak dan keluarga (2) memberikan resep dan
mengikuti pengobatan. Terapi psikososial akan diberikan oleh yang lain
walaupun klinisi juga harus tahu tipe pengobatan dan tujuan tiap strategi
pengobatan. Jika anak gagal merespon obat stimulan yang diberikan atau
memberikan efek samping yang tidak diharapkan, rujuk ke spesialis seperti
dokter anak tumbuh kembang atau psikiater anak.
11. Edukasi - ADHD dapat berlanjut sampai remaja, bahkan sampai dewasa.
- Pendidikan khusus
12. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam

Sebanyak 30-80% kasus tetap menunjukkan gejala ADHD pada masa-masa adolesen
dan sebanyak 65% kasus sampai dewasa. Riwayat keluarga ADHD, gangguan
psikososial dan komorbiditas dengan gangguan konduk, mood dan ansietas
meningkatkan resiko menetapnya ADHD.
Delikuensi atau personalitas antisosial pada masa adolesen atau dewasa terlihat pada
pemantauan 25-40% anak dengan ADHD. Pasien ADHD dilaporkan mempunyai
kecenderungan mencoba narkotika den mengalami adiksi pada masa adolesen.
Kasus-kasus yang memperlihatkan tingkah laku agresif terhadap orang dewasa, IQ
yang rendah, hubungan dengan kawan yang buruk dan menetapnya gejala ADHD
mempunyai prognosa yang kurang baik.
13. Tingkat Evidens IB
12.Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Dr Rismarini< SpAK
Dr Yudianita kesuma, SpA, MKes
14. Indikator Medis Perilaku
Prestasi Akademik

351
15. Kepustakaan 1. Dalton R, Forman MA. Autistic Disorder. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 87-8
2. Caronna EB. Autism. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and
Behavioral Pediatric. Edisi 2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 124-9.
3. Daruna JH, Dalton R, Forman MA. Attention Deficit Hyperactivity Disorder.
Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting.
Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2007. h. 100-3.
4. Parker S. Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Dalam: Parker S, Zuckerman
B. Development and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott;
2005. h. 124-9.
5. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-
3. Edinburgh; Churcill; 2003. h. 469-78.
6. Tanguay PE. Pervasive developmental disorders A. 10 year- review. J. Am. Acad.
Child Adolesc Psychiatry. 2000; 39:1079-95
7. Task Force on DSM-IV. Diagnostic and statistical manual of mental disorders.
Washington: American Psychiatric Association; 1994. h 66-71.
8. David M, Albert JA, Joan B, Charles C, David D, Christopher K, Jeffrey N,
Randy S, Bart S, Keith S, Scott W, Douglas K, Joachim W, Nancy JT, Donald H.
Once-Daily Atomoxetine Treatment for Children and Adolescents With Attention
Deficit Hyperactivity Disorder: A Randomized, Placebo-Controlled Study. Am J
Psychiatry 2002; 159:1896–1901

Mengetahui/menyetujui Palembang,
Ka. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Ka. Divisi Pediatrik Sosial dan Tumbuh Kembang

dr.Rismarini, Sp.A (K) dr.Rismarini, Sp.A (K)


NIP. 195801261985032001 NIP. 195801261985032001

352
RSMH PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK
PALEMBANG
RSUP.Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

RETARDASI MENTAL
F06.8
1. Pengertian Fungsi intelektual dibawah rata-rata (IQ < 70), disertai adanya kendala dalam
penyesuaian perilaku adaptif sosial dan gejalanya timbul dalam masa perkembangan
(usia < 18 tahun)
2. Anamnesa 1. Riwayat gangguan perkembangan dan pertumbuhan
2. Gangguan prilaku
3. Gangguan belajar
4. Faktor penyebab organik dan non organik
5. Riwayat prenatal, perinatal dan posnatal
3. Pemeriksaan Fisik Berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala
Tanda-tanda dismorfik
Tes Denver
4. Kriteria Diagnosis  Anak dicurigai RM bila perkembangannya dibawah rata-rata anak seusianya
 Ada tanda-tanda dismorfik
 Mungkin ditemukan penyebab kelainan  organik / non organik
 Skrining  tes Denver anak RM perkembangan terlambat di semua bidang,
kecuali kadang-kadang pada bidang motorik kasar
 Tes IQ < 70
5. Diagnosis  Anamnesis
Riwayat perkembangan terlambat
Riwayat kesulitan dalam belajar
 Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda dismorfik , mikrosefali, tes Denver
 Pemerisaan penunjang
Test IQ

Berdasarkan nilai IQ RM dibagi menjadi:

- RM borline IQ 70 – 79
- RM ringan IQ 52 – 69
- RM sedang IQ 36 – 51
- RM berat IQ 20 – 35
- RM sangat berat IQ < 20

Berdasarkan gejala klinis RM dibagi menjadi :

- Tipe klinis: Kelainan fisik dan mental cukup berat sehingga mudah dideteksi dini.
Kabanyakan disebabkan oleh kelainan organik, memerlukan perawatan terus
menerus
- Tipe sosial budaya: penampilan seperti anak normal, terdeteksi karena tidak bisa

353
mengikuti pelajaran di sekolah. Kebanyakan RM yang border line atau ringan.
6. Diagnosis Banding - Gangguan pendengaran
- Autisme
7. Pemeriksaan - Test IQ
Penunjang - Pemeriksaan penunjang lain tidak rutin sesuai indikasi untuk mencari penyebab
dan sesuai faktor risiko
8.Terapi  Umum : masalah pendidikan, edukasi dan latihan
 Tim multidisiplin (dokter anak, psikiater, neurolog, psikolog, guru, terapis
okupasi, terapi bicara, perawat)
 Sesuai dengan IQ
 Pendidikan di SLB
RM ringan
 Mampu didik  diajar baca tulis
 Bisa dilatih keterampilan tertentu sebagai bekal hidup dan mandiri seperti orang
dewasa normal
 Memerlukan bimbingan dari keluarga
RM sedang
 Mampu latih  bisa dilatih keterampilan tertentu (pertukangan, pertanian)
 Dilatih mengurus diri sendiri
 Selalu memerlukan bimbingan dan pengawasan
RM berat
 Dilatih higiene dasar saja
 Dilatih kemampuan bicara yang sederhana
 Tidak dapat dilatih keterampilan kerja
 Memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidup
RM sangat berat
 Kemampuan berbahasa sangat minimal
 Seluruh hidup tergantung pada orang disekitarnya
10. Edukasi  RM merupakan masalah jangka panjang
 Anak memerlukan bimbingan seumur hidup
 Sekolah dan pendidikan khusus
 Prognosis
11. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
12. Tingkat Evidens 4
13. Tingkat B
Rekomendasi
14. Penelaah Kritis Dr Rismarini, SpAK
Dr Yudianita kesuma, SpA, MKes
15. Indikator Medis Kemampuan bicara, sosialisasi, kemadirian dan kognisi
16. Kepustakaan 1. Shonkoff JP. Mental Retardation. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson
HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 125-9
2. Kastner W. Mental Retardation: Behavioral Probelms Palsy. Dalam: Parker S,
Zuckerman B. Development and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia:

354
Lippincott; 2005. h. 234-7
3. Coulter DL. Mental Retardation: Diagnostic Evaluations. Dalam: Parker S,
Zuckerman B. Development and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia:
Lippincott; 2005. h. 238-41
4. Williams J, Venning H. Physical disability. Dalam: Polnay L. Community
Paediatrics. Edisi ke-3. Edinburgh: Churcill; 2003. h. 503-6.
5. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-
3. Edinburgh: Churcill; 2003. h. 469-478

Mengetahui/menyetujui Palembang,
Ka. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Ka. Divisi Pediatrik Sosial dan Tumbuh Kembang

dr.Rismarini, Sp.A (K) dr.Rismarini, Sp.A (K)


NIP. 195801261985032001 NIP. 195801261985032001

355
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK
RSUP.Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
RSMH
PALEMBANG

SINDROMA DOWN
Q90
1. Pengertian Sindroma Down (Down Syndrome) adalah suatu kondisi keterbelakangan
perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya gangguan
perkembangan kromosom 21 yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis
yang cukup khas.

2. Anamnesa - Didapatkan keterlambatan pada semua aspek perkembangan anak, baik motorik,
bahasa, personal sosial dan kognisi.
- Adanya faktor resiko seperti infeski intra uterin, paparan radiasi, usia ibu > 35
tahun..
3. Pemeriksaan Fisik Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik
yang menonjol.
Kepala, muka dan leher :
 Paras muka yang hampir sama seperti muka orang Mongol.
 Hipertelorisme dan lipatan epicantus.
 Mata sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds),
white Brushfield spots di sekililing lingkaran di sekitar iris mata, medial
epicanthal folds, keratoconus, strabismus, katarak, dan retinal detachment.
 Sela hidung yang datar.
 Protruding tongue, hypoplasia maxilla, keterlambatan pertumbuhan gigi,
hypodontia, juvenile periodontitis, dan kadang ada bibir sumbing
 Low set ear.
1. Didapatkan brachycephalic, sutura dan fontanela yang terlambat
menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut
asetabular yang lebih lebar, terdapat pada 87% kasus.
2. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan
pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal
atresia).
Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk
ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan
maupun kaki melebar. Tapak tangan hanya terdapat satu garisan urat (simian
crease).
1. Tampilan kaki : Kaki agak pendek dan jarak di antara ibu jari kaki
dan jari kaki kedua agak jauh terpisah dan tapak kaki.
2. Hypogenitalism (penis, scrotum, dan testes kecil), hypospadia,
cryptorchism, dan keterlambatan perkembangan pubertas.
Manifestasi kulit : kulit lembut, kering dan tipis, xerosis, atopic dermatitis,
palmoplantar hyperkeratosis, dan seborrheic dermatitis.

356
4. Kriteria Diagnosis  Anamnesis : perkembangan terlambat
 Pemeriksaan fisik : gambaran dismorfik yang khas
 Pemeriksaan kromosom
 Tes fungsi Tiroid

5. Diagnosis  Anamnesis
Perkembangan terlambat, adanya faktor resiko
 Pemeriksaan Fisik
Gambaran Dismorfik yang khas
 Pemeriksaan Penunjang
tes kromosom dan fungsi tiroid
6. Diagnosis Banding  Hipotiroid Kongenital
 Fragile X Syndrom
 Prader Wili Syndrom
 CMV Kongenital
7.Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Kromosom
Penunjang 2. Tes fungsi Tiroid
3. Pemeriksaan Radiologi, USG, ECG sesuai indikasi
4. Tes IQ
1. Stimulasi dini.
Stimulasi sedini mungkin kepada bayi yang DS, terapi bicara, olah tubuh, karena
otot-ototnya cenderung lemah. Memberikan rangsangan-rangsangan dengan
permainan-permainan layaknya pada anak balita normal.
2. Fisio Terapi.
Penanganan fisioterapi menggunakan tahap perkembangan motorik kasar untuk
mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap
perkembangan yang berkelanjutan.
3. Terapi Wicara.
Suatu terapi yang di perlukan untuk anak DS yang mengalami keterlambatan
bicara dan pemahaman kosakata
4. Terapi Okupasi
Terapi ini diberikan untuk melatih anak dalam hal kemandirian,
kognitif/pemahaman, kemampuan sensorik dan motoriknya Terapi ini membantu
anak mengembangkan kekuatan dan koordinasi dengan atau tanpa menggunakan
alat.
5. Terapi Sensori Integrasi.
Terapi ini diberikan bagi anak DS yang mengalami gangguan integrasi sensori
misalnya pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik halus dll. Dengan
terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas dengan terarah sehingga
kemampuan otak akan meningkat.
6. Terapi perilaku
Mengajarkan anak DS yang sudah berusia lebih besar agar memahami tingkah
laku yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan norma-norma dan aturan yang
berlaku di masyarakat.
7. Terapi Remedial.
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kemampuan akademis
dan yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan pelajaran dari sekolah
biasa
8. Pendidikan di SLB
8. Edukasi Masalah perkembangan anak, pengobatan, pendidikan dan prognosa

357
9. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
10. Tingkat Evidens II-2

11. Tingkat A
Rekomendasi

12. Penelaah Kritis Dr Rismarini, SpAK

Dr Yudianita kesuma, SpA,MKes

13. Indikator Medis Kemampuan motorik, bicara, personal sosial dan kognisi

14. Kepustakaan 1. Hardy, Olga, Worley, Gordon, et.al., Hypothyroidism in Down Syndrome :
Screening Guidelines and Testing Methodology, 2004, NCBI Articles,
PMC2683266
2. Leshin, Len, Pediatric Health Update on Down Syndrome dalam Down Syndrome
Vision for 21st Century, Cohen, William I, Lynn, Nadel, Madnick, Myra E,
Willey Liss, New York, 2005.
3. Nelson, Behrman, Kliegman, Arvin, Ilmu Kesehatan Anak edisi 15. Jakarta :
Penerbit EGC. 2000
4. Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta : Penerbit EGC. 2014

Mengetahui/menyetujui Palembang,
Ka. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Ka. Divisi Pediatrik Sosial dan Tumbuh Kembang

dr.Rismarini, Sp.A (K) dr.Rismarini, Sp.A (K)


NIP. 195801261985032001 NIP. 195801261985032001

358
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK
RSUP.Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
RSMH
PALEMBANG

IMUNISASI PADA ANAK


ICD 10
1. Pengertian Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan
vaksin ke dalam tubuh manusia.
2. Anamnesa - Riwayat imunisasi sebelumnya
- Reaksi setelah mendapat imunisasi sebelumnya
- Adanya kontraindikasi imunisasi seperti : demam, penyakit imunocompromised
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik rutin BB, TB, dan
Pemeriksaan untuk menilai apakah ada kontraindikasi imunisasi seperti :
- Panas > 38,5 C
- Gizi buruk
- Penyakit imunocompromised
4.Jadwal Imunisasi 1. Menurut Program Pengembangan Imunisasi Dep. Kes R.I. (PPI)
- Untuk bayi yang lahir di rumah sakit
- Untuk bayi yang datang ke rumah sakit/posyandu
2. Non PPI
Jadwal imunisasi Depkes pada bayi dengan menggunakan vaksin DPT dan
HBdalam bentuk terpisah menurut tempat lahir bayi

Jadwal imunisasi Depkes pada bayi dengan menggunakan vaksin DPT/HB combo
Umur Bayi Jenis Imunisasi
≤ 7 hari Hepatitis B (HB) 0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT/HB 1, Polio 2
3 bulan DPT/HB 2 Po io 3
4 bula DPT/HB 3, Polio 4
9 bulan Campak

359
Jadwal Imunisasi IDAI

6. Jenis-jenis Vaksin C. Hepatitis B


Jenis vaksin :
- Inactivated viral vaccine (IVV = HbSAg yang telah diinaktifasi)
- Vaksin rekombinan : HB Vax (MSD); Engerix (smith Kline
Becham); Bimugen (kahatsuka)
- Plasma derived : Hepa B: vaksin hepatitis B (biofarma) : Hepaccine
B (Cheil Chemical & ford)
Dosis: 0,5 cc/dosis.
Cara pemberian : SC/IM
Jadwal imunisasi :
 Disarankan untuk diberikan bersama BCG dan Polio I pada kesempatan
kontak pertama dengan bayi.
 Bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg negatif mendapat ½ dosis anak
vaksin rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived. Dosis kedua
harus diberikan 1 bulan atau lebih setelah dosis pertama.
 Bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif mendapat 0,5 cc Hepatitis B immune
Globulin (HBIG) dalam waktu 12 jam setelah lahir dan 1 dosis anak vaksin
rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived pada tempat suntikan
yang berlainan. Dosis kedua direkomendasikan pada umur 1-2 bulan dan
ketiga 6-7 bulan atau bersama dengan vaksin campak pada umur 9 bulan.
 Bayi yang lahir dari ibu yang tidak diketahui status HbsAgnya mendapat 1
dosis anak plasma rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived
dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua direkomendasikan pada
umur 1-2 bulan dan ketiga 6-7 bulan atau bersama dengan vaksin campak
pada umur 9 bulan. Diberikan booster 5 tahun kemudian, dianjurkan
pemeriksaan kadar anti HbsAg sebelumnya.
Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak)
Efek samping : reaksi lokal ringan, demam sedang 24-48 jam, lesu, saluran
pencernaan rasa tidak enak
B. BCG
Jenis Vaksin : Calmette & Guerin (Biofarma, Pasteur, Glaxo) suatu live
attenuated vaccine (LAV).
Dosis : 0,05 cc/dosis
Cara pemberian : intrakutan
Jadwal imunisasi: pada kesempatan kontak pertama dengan bayi, tidak
diperlukan booster
Kontra indikasi :
- Defisiensi imun (mutlak)
- Dermatosis yang progresif (sementara)

360
Efek samping : reaksi lokal, adenitis

C. DPT
Jenis vaksin : Difteri (toksoid)
Pertusis (Inactivated Bacterial Vaccine-IBV, Bordetella pertusis tipe I)
Tetanus (toksoid)
Dosis: 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : IM atau SC dalam
Jadwal imunisasi:
1. Imunisasi dasar : tiga dosis dengan interval 4-6 minggu. Dosis I diberikan
pada umur 2 bulan
2. Booster : dosis IV diberikan 1 tahun setelah dosis III dan dosis V dan VI
berupa DT diberikan pada umur 6 dan 12 tahun
Kontra indikasi :
- Defisiensi imun (mutlak)
- Difteri : tidak ada
- Pertusis : riwayat kelainan neurologis
- Tetanus : tidak ada
Efek samping: reaksi lokal, demam, reaksi akinetik, kejang, gejala ensefalopati
akibat komponen vaksin pertusis. Jika muncul reaksi ini, imunisasi DPT
dilanjutkan hanya dengan DT
D. Polio
Jenis vaksin : vaksin polio oral sabin (LAV)
Dosis : 2 tetes/dosis
Cara pemberian : oral
Jadwal imunisasi :
 Dosis I diberikan pada umur sedini mungkin bila bayi lahir di RS
(Bersama dengan BGC) atau pada kontak pertama bila bayi datang ke
RS atau posyandu (biasanya umur 2 bulan). Selanjutnya dosis II, III dan
IV diberikan dengan interval 4 minggu, bersamaan dengan DPT I, II dan
II. Jika BCG dan Polio I diberikan bersamaan dengan DPT I, Polio IV
diberikan 4-6 minggu setelah DPT/Polio III.
 Booster : dosis V diberikan I tahun setelah dosis IV dan dosis VI dan
VII diberikan pada umur 6 dan 12 tahun.
Kontra indikasi :
- Defisiensi imun (mutlak)
- Diare (sementara)
Efek samping : tidak ada reaksi klinis. Kemungkinan polio paralitik yang
dapat dievaluasi dari 1 per 8 juta dosis pada anak yang telah diimunisasi dan 1
per 5 juta dosis pada kontak.
E. Campak
Jenis vaksin : Schwarz (LAV)
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC atau IM
Jadwal imunisasi :
 Imunisasi dasar : diberikan pada umur 9 bulan
 Bisa diulang minimal 6 bulan setelah pemberian campak yang pertama.
Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak), alergi terhadap telur (benar-benar
terbukti), mendapat injeksi gammaglobulin dalam 6 minggu terakhir
Efek samping: demam dengan atau tanpa rash 6-12 hari setelah diimunisasi pada
15-20% anak.
F. MMR (Measle-Mump-Rubela)
Jenis vaksin : Triple vaccine Measles, Mumps Rubella (LAV), isinya :
Measle : campak

361
Mump : Urabe (trimovax-pasteur), Jeryl Lynn
(MMR-MSD)
Rubella : RA 27/73
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC atau IM
Jadwal imunisasi :
 Imunisasi dasar : diberikan pada umur 12 bulan atau 6 bulan setelah
imunisasi campak.
 Booster : diberikan pada umur 12 tahun
Kontra indikasi : sama dengan campak
Efek samping : sama dengan campak + parotitis: dmam, rash, ensefalitis,
parotitis, meningoensefalitis, tuli neural unilateral (tetapi dilaporkan sembuh
sempurna tanpa gejala sisa).
G. Tifus Abdominalis
Jenis vaksin : Vi CPS (capsular poly sacharide) : Typhim Vi (Pasteur
Merieux)
Oral : Vivotif (Ty2/A strain)
Dosis : Polisakarida 0,5 cc/dosis
Oral : 1 kapsul lapis enterik atau 1 sachet.
Cara pemberian :
- Polisakarida : SC atau IM satu kali
- Oral, 3 kali selang sehari.
Jadwal imunisasi :
 Imunisasi dasar : Polisakasrida direkomendasikan diberikan pada umur
> 2 tahun.
Oral direkomendasikan diberikan pada umur > 6 tahun dalam 3 dosis
dengan interval dosis selang sehari.
 Booster : polisakarida diberikan setiap 3 tahun
Oral : setelah 3-7 tahun.
Kontra indikasi : < 2 tahun (mutlak), tidak dianjurkan sebelum umur 6 tahun,
proteinuria, penyakit progresif
Efek samping :
- Reaksi lokal ditempat suntikan : indurasi, nyeri 1-5 hari
- Reaksi sistemik : demam, malaise, sakit kepala, nyeri otot, komplikasi
neuropatik, kadang-kadang bisa syok, kolaps.

H. Varisela
Jenis vaksin : Strain OKA dari virus Varicella zoster.
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC
Jadwal imunisasi :
 Imunisasi dasar : Anak berumur 12 bulan sampai dengan 12 tahun diberikan
1 dosis. Anak 13 tahun keatas diberikan 2 dosis dengan interval 4-8
minggu.
 Booster : Jika diberikan pada umur 12 bulan harus diulang umur 12 tahun.
Kontra indikasi :
- Defisiensi imun (mutlak)
- Penyakit demam akut yang berat (sementara)
- Hipersensitif terhadap neomisin atau komponen vaksin lainnya
- TBC aktif yang tidak diobati
- Penyakit kelainan darah

362
Efek samping :
- Ringan: reaksi lokal di tempat suntikan
- Reaksi sistemik : demam ringan, erupsi papulo vesikular dengan lesi
kurang dari 10
Catatan : hindarkan pemberian salisilat selama 6 minggu setelah vaksinasi
karena dilaporkan terjadi Reye’s Syndrome setelah pemberian salisilat pada anak
dengan varicella alamiah.

I. Haemophylus Influenza Tipe B (Act-HiB)


Jenis vaksin : Conjugate H. Influenza Tipe B (Act-HiB) PRP-T (Pasteur
Merieux)
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC atau IM
Jadwal imunisasi :
 Imunisasi dasar :
o Untuk vaksin conjugate H-Influenza Tipe B (Act-HiB)
 Bila anak datang pada umur 2-6 bulan, direkomendasikan diberikan
pada umur 2,4 dan 6 bulan
 Bila anak datang pada umur 6-12 bulan, direkomendasikan diberikan
pada umur 2 dosis dengan interval 1-2 bulan.
 Bila anak datang pada umur >12 bulan, Act HiB hanya diberikan 1
kali
o Untuk vaksin Pedvax HIB MSD
 Bila diberikan pada umur 2-14 bulan maka diberikan dalam 2 dosis
dengan interval 2 bulan.
 Bila diberikan pada umur > 15 bulan maka diberikan 1 kali saja.
 Booster :
o Untuk Act-HIB : bila imunisasi dasar diberikan pada umur 2-10
bulan, booster pada umur 12-15 bulan setelah suntikan terakhir.
o Untuk Pedva: bila imunisasi dasar sebelum 1 tahun, booster diberikan
12 bulan setelah suntikan terakhir.
Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap komponen vaksin
Infeksi akut dengan demam
Efek samping :
- Lokal : eritema, nyeri dan indurasi
- Reaksi sistemik : demam, nausea, muntah dan/atau diare, menangis
> ½-1 jam dan rash.
- Infeksi akut dengan demam.

J. Hepatitis A
Jenis vaksin : partikel virus aktif yang diinaktivasi 9IVV0
Dosis : 0,5 cc/dosis
Cara pemberian : SC/ IM
Jadwal imunisasi :
- Imunisasi dasar : anak berumur > 2 tahun diberikan 3 dosis dengan
jadwal 0 bulan, 1 bulan, dan 6 bulan.
Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak)

363
Pedoman vaksinasi DPT pada anak/bayi dengan riwayat kejang

Kejang

Ya Tidak → beri DPT

Apakah kejang berhubungan dengan DPT


(kejang yang terjadi 48 jam setelah DPT
dianggap berhubungan dengan DPT)

Beri DT*←Ya Tidak

Apakah DPT III sudah diberikan dan


apakah sudah lewat 6 bulan sejak kejang
terakhir

Tidak/salah satu Ya keduanya → lanjutkan DPT


Atau keduanya

Apakah ada gangguan neurologis


Yang sedang berlangsung
(ditunjang dengan evaluasi medis)

Ya Beri DT* Tidak → beri DPT

Keterangan:
* Bila mampu beri DTPa

7. Pemeriksaan Tidak memerlukan pemeriksaan penunjang


Penunjang

8.Terapi Untuk imunisasi diberikan Parasetamol 10 ng/kgBB/kali bila panas


9. Edukasi - Manfaat imunisasi
- KIPI
- Cara mengatasi KIPI
10. Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad functionam : bonam
11. Tingkat Evidens 4
12. Tingkat D
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Dr Rismarini, SpAK
Dr Yudianita Kesuma, SpA, MKes

364
14. Indikator Medis Kelengkapan imunisasi
15. Kepustakaan I.G.N. Gde Ranuh, Hariyono Suyitno,Sri Rezeki S Hadinegoro, Cissy B Kartasasmita,
Ismoedijanto, Soedjatmiko, penyunting. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ke
4.Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011.

Mengetahui/menyetujui Palembang,
Ka. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Ka. Divisi Pediatrik Sosial dan Tumbuh Kembang

dr.Rismarini, Sp.A (K) dr.Rismarini, Sp.A (K)


NIP. 195801261985032001 NIP. 195801261985032001

365

Anda mungkin juga menyukai