MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Psikologi Abnormal”
Dosen Pengampu :
Widyastuti, M.Psi, Psikolog
Disusun Oleh :
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan ................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gangguan Kepribadian ........................................................ 3
2.1.1. Faktor Penyebab Munculnya Gangguan Kepribadian ................. 3
2.1.2. Gejala Umum Gangguan Kepribadian ......................................... 5
2.2 Klasifikasi Gangguan Kepribadian ........................................................ 6
2.2.1. Gangguan Kepribadian Paranoid .................................................. 6
2.2.2. Gangguan Kepribadian Schizoid .................................................. 9
2.2.3. Gangguan Kepribadian Schizotypal ........................................... 12
2.2.4. Gangguan Kepribadian Antisocial .............................................. 15
2.2.5. Gangguan Kepribadian Borderline ............................................. 20
2.2.6. Gangguan Kepribadian Histrionic .............................................. 23
2.2.7. Gangguan Kepribadian Narcissistic ............................................ 26
2.2.8. Gangguan Kepribadian Avoidant ................................................ 30
2.2.9. Gangguan Kepribadian Dependent ............................................. 33
2.2.10. Gangguan Kepribadian Obssesive-Compulsive ....................... 36
2.3. Sudut Pandang Teoritis Gangguan Kepribadian ................................... 40
BAB III PENUTUP
3.1.Kesimpulan .......................................................................................... 43
3.2. Saran .................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 44
LAMPIRAN ........................................................................................................ 45
BAB I
PENDAHULUAN
Pada individu ini, ciri kepribadian maladaptif itu tampak begitu melekat
pada dirinya. Biasanya mereka menolak untuk mendapatkan pertolongan dari
terapis dan menolak atau menyangkal bahwa dirinya memiliki suatu masalah.
Individu dengan gangguan kepribadian lebih tidak menyadari masalah mereka,
mereka tidak merasa cemas tentang perilakunya yang maladaptif sehingga mereka
pun tidak memiliki motivasi untuk mencari pertolongan dan sulit sekali untuk
mendapatkan perbaikan atau kesembuhan.
1.2 Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
1. Faktor Genetika
3. Faktor Biologis
- Hormon
- Neurotransmitter
- Elektrofisiologi
4. Faktor Psikoanalitik
- enggan untuk menceritakan rahasia orang lain karena takut yang tidak
perlu bahwa informasi akan digunakan secara jahat melawan dirinya.
Schizotypal → pasien ini lebih mirip dengan pasien skizofrenik dalam hal
keanehan persepsi, pikiran, perilaku dan komunikasi.
Merupakan pola berpikir yang khas (dalam arti tidak baik) dalam
bicara dan dalam persepsi tidak aktual, sehingga merusak komunikasi dan
interaksi sosial. Kognisi ganjil dari orang-orang penderita
schizotypal personality disorder terbagi menjadi empat kategori, yaitu:
(Sumber:http://news.detik.com/read/2012/02/16/091055/1843730/10/muji
anto-punya-kecenderungan-psikopat-Anti Social?9911012)
(Sumber: http://www.slideshare.net/syafrina_arifin/gangguan-kepribadian)
- Tingkatkan keamanan
- Bantu klien mengatasi dan mengendalikan emosi
- Teknik restrukturisasi kognitif
- Dekatastrofe situasi
- Berbicara positif dengan diri sendiri
- Membuat daftar aktivitas untuk menghilangkan kebosanan
- Ajarkan keterampilan sosial
- Harapan realistis dari hubungan
- Psikoterapi : interaksi dengan anggota staf yang terlatih dari berbagai
disiplin dan dibekali dengan terapi kerja, rekreasional, dan kejuruan.
- Farmakoterapi : antidepresan memperbaiki mood yang terdepresi yang
sering ditemukan pada pasien. MAOI adalah efektif dalam
memodulasi perilaku impulsif pada beberapa pasien. Benzodiazepin,
khususnya alprazolam, membantu kecemasan dan depresi, tetapi
beberapa pasien menunjukkan disinhibisi dengan kelas obat tersebut.
Antikonvulsan seperti karbamazepin, padat meningkatkan fungsi
global pada beberapa pasien. Obat serotonergik, seperti fluoxetine,
adalah membantu pada beberapa kasus.
BPD → sulit dibedakan dengan Histrionic, cuma pada BPD lebih sering
ditemukan usaha bunuh diri, difusi identitas dan episode psikotik singkat
(Sumber:http://psikologiabnormal.wikispaces.com/Histrionic+Personality
+Disorder)
- yakin bahwa ia adalah “khusus” dan unik dan dapat dimengerti hanya
oleh atau harus berhubungan dengan orang lain (atau insitusi) yang khusus
atau memiliki status tinggi
- sering merasa iri dengan orang lain atau yakin bahwa orang lain iri
kepada dirinya
- tidak mau terlibat dengan orang lain kecuali merasa yakin akan disenangi
Pada sesi pengobatan awal, dia duduk diam cukup lama, ia terlalu
sulit untuk berbicara tentang dirinya sendiri. Setelah beberapa sesi, dia
tumbuh untuk mempercayai terapisnya. Dia terkait insiden ditahun awal
dimana ia telah "hancur" oleh perilaku alkoholis ayahnya yang
menjengkelkan di depan umum. Meskipun ia telah mencoba untuk
menjaga tentang masalah keluarganya dari teman-teman sekolahnya,
namun sudah tidak mungkin maka dia membatasi persahabatannya, untuk
melindungi diri dari kemungkinan malu atau kritikan.
- merasa tidak nyaman atau tidak berdaya jika sendirian karena timbulnya
rasa takut tidak mampu merawat diri sendiri
Dalam hal biologis, banyak korban trauma kepala atau infeksi yang
mengenai sistem saraf pusat kemudian mengalami OCD. Pemindai
tomografi emisi positron yang mengkaji metabolism glukosa pada nucleus
kaudatus dan girus orbital pada ganglia basal otak memperlihatkan
perbedaan pada individu yang mengalami OCD dan yang tidak.
(keperawatan jiwa hal.330)
2.2.10.2 Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Obsessive –
Compulsive
- memiliki gaya belanja yang kikir baik untuk dirinya sendiri maupun
orang lain;uang dipandang sebagai sesuatu yang harus ditimbun untuk
bencana masa depan
- Psikoterapi : individu ini sama sekali tidak merasa sakit, abnormal atau
menyimpang. Ia tidak dapat dibawa berobat ke dokter oleh orang-orang di
lingkungan yang menderita karenanya, juga karena perilakunya sering
berguna dalam masyarakat atau pekerjaan. Bila penderita mengalami
gangguan badaniah atau ganguan psikiatrik yang lain sehingga ia
mengunjungi seorang dokter, maka hubungan penderita-dokter ini dapat
dijadikan hubungan yang dependen pada dokter dalam jangka panjang.
Dan dengan nasehat serta efek obat apa saja maka paling sedikit
keadaannya dan akibat pada lingkunganya dapat dicegah jangan sampai
bertambah buruk..
Sudut pandang sistem keluarga memfokuskan diri pada pola asuh orang tua
yang tidak adekuat dan dapat menimbulkan stress pada anak-anak. Hal itu
dapat membuat individu rentan terkena gangguan kepribadian. Sebagai
contoh, orang tua yang menyiksa anaknya, menolak atau menelantarkan anak
mereka, serta pola asuh yang inkonsisten dan tidak adekuat meningkatkan
resiko terjadinya gangguan kepribadian Anti Social setelah anak tersebut
dewasa.
Oleh karena itu, penangan yang disarankan dari sudut pandang ini adalah
dengan melakukan terapi keluarga dan melakukan berbagai pendidikan dan
dukungan orang tua, misalnya dalm hal mengasuh dan mendidik anak.
Sudut pandang ini memberikan contoh suatu penelitian yang dilakukan pada
individu dengan gangguan kepribadian Anti Social. Penelitian tersebut
menuturkan bahwa individu dengan gangguan kepribadian tersebut tidak
berhasil mempelajari pola bahwa mereka sebaiknya menghindari stimulus
yang tidak menyenangkan. Alasannya karena mereka tidak memiliki
kecemasan yang tidak memadai dan tidak terlalu memberikan perhatian dan
pemberian hukuman. Hal yang terganggu adalah kemampuan individu untuk
mempelajari sesuatu. Penanganan gangguan kepribadian yang dianjurkan
adalah dengan mengidentifikasi dan memperbaiki keterampilan ataupun
kemampuan individu yang tidak memadai ataupun lemah.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa siapa saja berpotensi
untuk mengalami gangguan kepribadian. Karena gangguan kepribadian tidak saja
disebabkan oleh faktor genetika (dapat diturunkan), tapi juga dipengaruhi oleh
faktor temperamental, faktor biologis (hormon, neurotransmitter dan
elektrofisiologi), dan faktor psikoanalitik (yaitu adanya fiksasi pada salah satu
tahap di masa perkembangan psikoseksual dan juga tergantung dari mekanisme
pertahanan ego orang yang bersangkutan).
3.2. Saran
Adapun saran yang penulis makalah harapkan dari para pembaca agar
memberikan saran atau masukan-masukan apabila ada kekurangan atau kurang
terperincinya paparan pada bab pembahasan salah dan penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association, Diagnostic Criteria from DSM-IV, American
Psychiatric Association; Washington DC; 1994.
Maslim Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ III
dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Wiramihardja, Prof. Dr. Sutardjo A., psi. 2007. Pengantar Psikologi
Abnormal. Bandung: PT. Refika Aditama
LAMPIRAN
REVIEW JURNAL 1
Judul: DSM-5 ANTISOCIAL PERSONALITY DISORDER: PREDICTIVE
VALIDITY in a PRISON SAMPLE
Halaman: Law and Human Behavior, Hlm. 1-7
Tahun: Juli 2014
Penulis:
Jhon F. Edens and Shannon E. Kelley ( Texax A&M University),
Jennifer L. Skeem ( University of California-Berkeley ),
Scoot O. Lilienfeld ( Emory University ),
Kevin S. Douglas (Simon Fraser University and Mid-Sweden University).
Tujuan Penelitian:
Untuk mengetahui apakah narapidana yang melakukan tindakan kekerasan dalam
narapidana teridentifikasi memiliki gejala gangguan kepribadian antisosial
(ASPD).
Latar Belakang:
Gejala gangguan kepribadian antisosial (ASPD), terutama rasa tanpa bersalah dan
penyesalan setelah melakukan sesuatu tindakan, sering dikenal dalam peraturan
hukum dan undang-undang sebagai faktor atas kekerasan dalam penjara. Peniliti
menguji apakah narapidana yang melakukan kekerasan dalam narapidana
teridentifikasi memiliki gejala gangguan kepribadian antisosial (ASPD).
Subjek Penelitian:
Sebanyak 353 partisipan, pria (n = 298) dan wanita (n = 55) tahanan. Partisipan
merupakan narapidanayang direkrut dari 4 penjara di United States yang
bertempat di Florida, Nevada, Oregon, dan Utah. Usia rata-rata dari partisipan 30
sampai 43 tahun. Sebagian besar partisipan yang diidentifikasi sebagai bangsa
kulit putih 56.7%, warga Afrika Amerika 41.1 %, dan 2.2% tidak teridenifikasi,
selain itu 6.5% partisipan diidentifikasi sebagai Hispanic secara etnis.
Metode Penelitian:
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental
Metode Pegumpulan Data:
Partisipan di setiap tempat direkrut secara random dari daftar umum, para
partisipan dipertemukan berdasarkan pencantuman kriteria yang sesuai. Yang
mana dari partisipan yang direkrut berbahasa inggris sebagai warga Afrika
Amerika atau sebagai warga bangsa kulit putih. Metode pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan Interview Klinik Struktur untuk DSM-IV Axis II
Gangguan Kepribadian ( SCID-II; First, Gibbon, Spitzer, Williams, & Benjamin,
1997 ) sebagai bagian dari penelitian yang dibiayai oleh United States National
Institute of Mental Health (NIMH) yang menguji sifat kepribadian antisosial dan
psikopatik dan dalam penyalahgunaan obat dan zat kimia di antara tawanan atau
narapidanadi dalam penjara.
Hasil Penelitian:
Kekerasan secara signifikan dalam menjelaskan 3 hasil variable yaitu, perbuatan
jahat atau kelakuan tidak senonoh secara umum, agresif secara verbal atau fisik,
atau kekerasan secara fisik. Dalam penelitian ini tindakan kekerasan secara
signifikan dalam menjelaskan 3 variabel yaitu, tidak menunjukkan adanya
hubungan dengan gangguan kepribadian antisosial. Misconduct atau yang biasa
disebut dengan rasa tanpa belas kasihan atau rasa tanpa penyesalan atas kesalahan
yang mereka lakukan, adalah salah satu karakteristik gangguan kepribadian
antisosial, dalam faktanya menunjukkan tidak adanya hubungan dalam melakukan
tindakan kekerasan di penjara. Dalam penelitian ini tidak ada dorongan dalam
menyatakan bahwa diagnose gejala gangguan kepribadian antisosial bisa
memprediksi kekerasan dalam penjara.
Kesimpulan:
Hasil dari penelitian ini yaitu, tidak adanya dorongan atau dukungan yang
menyatakan diagnosa gejala gangguan kepribadian antisosial (ASPD) pada
narapidana yang menggunakan kekerasan dalam penjara. Dalam konteks forensik,
diagnose ini digunakan dalam menyatakan terdakwa atau narapidanaakan
mendapatkan ancaman yang serius atas tindakannya pada narapidanalainnya,
sekalipun terkurung dalam penjara.
REVIEW JURNAL 2
Judul : PERAN KECENDERUNGAN KECENDERUNGAN
KEPRIBADIAN NARSISTIK TERHADAP KECENDERUNGAN
ANOREXIA NERVOSA PADA MODEL PEREMPUAN
Volume dan halaman : Jurnal Sosio-Humaniora Vol. 5 No. 1., Hlm. 44-54
Tahun : Mei 2014
Penulis : Sowanya Ardi Prahara, Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Tujuan :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecenderungan
kepribadian narsistik dengan kecenderungan anorexia nervosa pada model
perempuan.
Latar belakang :
Seiring dengan perubahan fisiknya, banyak remaja menghayati perubahannya
sebagai suatu hal yang merisaukan. Lebih lanjut dijelaskan remaja belajar dari
lingkungan menjadi gemuk adalah buruk. Kegagalan dalam pemahaman tersebut
mengakibatkan remaja mengalami kecenderungan gangguan makan anorexia
nervosa. Seseorang didiagnosa anorexia nervosa apabila mengalami kesalahan
dalam memandang berat atau bentuk badan. Individu yang mengalami gangguan
ini mengalami ketakutan yang amat sangat terhadap kenaikan berat badan,
sehingga cenderung melakukan penolakan terhadap berat badan normal sesuai
umur dan tinggi badan. Brehm (dlm maria et al., 2001) menyatakan bahwa faktor
yang memberikan kontribusi dalam meningkatkan kecenderungan anorxia nervosa
salah satunya adalah kepribadian.
Subjek Penelitan :
70 Orang model perempuan berusia 18-25 tahun, bertempat tinggal di kota
yogyakarta, tercatat sebagai anggota Lembaga Pendidikan Keterampilan (LPK)
Buva Model Agency, LPK Samurai Pro, LPK Danar Studio Modelling dan
model-model tidak terikat kontrak.
Metode Penelitian :
Metode dalam peneltian ini menggunakan teknik analisis korelasional product
moment dari Karl Pearson.
Metode Pengumpulan Data :
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala anorexia
nervosa dan skala kecenderungan kepribadian narsistik. Skala anorexia nervosa
terdiri dari 20 item dalam bentuk kalimat pernyataan favorable dengan 4 kategori
respon yaitu SS (sangat sesuai), S (sesuai), TS (tidak sesuai) dan STS (sangat
tidak sesuai). Item-item di atas memiliki koefisien validitas bergerak antara
0,3178 – 0,6687 dan koefisien reliabilitas sebesar 0,8698 sehingga layak
digunakan sebagai alat pengumpul data. Skala kedua yang digunakan adalah skala
kecenderungan kepribadian narsistik yang terdiri dari 19 item dalam bentuk
kalimat pernyataan favorable. Item-item di atas memiliki koefisien validitas
bergerak antara 0,3082 – 0,5791 dan koefisien reliabilitas sebesar 0,8318 sehingga
layak digunakan sebagai alat pengumpul data.
Hasil Penelitian :
Hasil penelitian diperoleh r = 0,379 (p < 0,01). Dengan demikian hipotesis yang
diajukan diterima. Berdasarkan koefisien determinasinya, diketahui besarnya
sumbangan kecenderungan kepribadian narsistik terhadap peningkatan
kecenderungan anorexia nervosa sebesar 14,4%.
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan positif yang sangat
signifikan antara kecenderungan anorexia nervosa pada model perempuan dengan
kecenderungan kepribadian narsistik.