Anda di halaman 1dari 51

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kepada Allah SWT. atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan
Tutorial Skenario A Blok 29 Tahun 2018” sebagai tugas kompetensi kelompok.
Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad
SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada:
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan,
2. Dr. Riana Sari Puspita Rasyid, selaku tutor kelompok B4,
3. teman-teman sejawat Fakultas Kedokteran Unsri,
4. semua pihak yang telah membantu kami.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini
bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam
lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 16 November 2018

Kelompok B4

DAFTAR ISI
1
Kata Pengantar..................................................................................................... 1

Daftar Isi............................................................................................................... 2

Skenario............................................................................................................... 4

Klarifikasi Istilah................................................................................................... 6

Identifikasi Masalah.............................................................................................. 7

Analisis Masalah................................................................................................... 9
3
Template...............................................................................................................
7
Learning Issue...................................................................................................... 56

Kerangka Konsep................................................................................................. 79

Kesimpulan......................................................................................................... 80

Daftar Pustaka..................................................................................................... 81

KEGIATAN TUTORIAL

2
Tutor : Dr. Riana Sari Puspita Rasyid
Moderator : Alderiantama Akhmad
Sekretaris Meja I : Ilsyafitri Bonita
Sekretaris Meja : Zabilla Adhwie P
Hari/Tanggal Pelaksanaan : Senin dan Rabu, 12 November dan 14 November 2018
Waktu Pelaksanaan : 10.00-12.00 WIB
Peraturan selama tutorial :
 Diperbolehkan untuk minum
 Alatkomunikasi mode silent
 Pada saat ingin berbicara terlebih dahulu
mengacungkan tangan, lalu setelah diberi izin
moderator baru bicara
 Saling menghargai dan tidak saling menggurui

SKENARIO

3
Dr. Aril, 30 tahun, telah tiga tahun berpraktek di sebuah klinik dokter keluarga,
dengan menerapkan semua konsep dan prinsip kedokteran keluarga. Klinik ini dikelola
dengan baik sehingga dalam waktu yang relatif singkat mengalami kemajuan yang
cukup pesat dan dikenal luas masyarakat. Minggu lalu, dr. Aril didatangan seorang
pasien, Ny. Dede, 38 tahun dengan kehamilan trimester 1 pada G6P2A2. Pasien
mempunyai keluhan sering mual, muntah, lemas, cepat lelah dan sesak. Dr. Aril
kemudian melakukan pemeriksaan fisik bersama bidan. Pada pemeriksaan ditemukan
bahwa kandungan dalam kondisi yang baik namun ibu tampak pucat, takikardi, murmur,
takipnea, dan terdapat nyeri tekan epigastrium.

Dr. Aril menyarankan agar pasien mengikuti pemeriksaan ANC yang teratur dan
menjelang partus kelak pasien akan dirujuk ke spesialis Obgyn yang sudah bekerja sama
dengan klinik dokter keluarga tersebut. Ny. Dede setuju untuk melakukan pemeriksaan
kehamilan secara rutin di Klinik dokter keluarga tersebut. Ny. Dede setuju untuk
melakukan pemeriksan kehamilan secara rutin di klinik Dr. Aril karena pasien mendapat
informasi bahwa pelayanan di klinik ini baik. Sebelum pulang Ny. Dede menanyakan
dr. Aril tentang pilihan pembiayaan proses persalinan, mengingat kemungkinan
membutuhkan biaya lebih besar.

Ny. Dede sebetulnya sudah mendapat informasi bahwa Klinik dr. Aril ini
pelayanannya sangat bagus, baik cara pendekatannya maupun jenis pelayanan yang
tersedia dan di dokter Aril ini tidak hanya mengobati pasien di klinik, tetapi juga dapat
memberikan pelayanan kunjungan rumah, penyuluhan kesehatan dan memberikan
binaan kepada keluarga di sekitar klinik tersebut.

A. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Dokter keluarga : Dokter yang mengutamkan penyediaan pelayanan
komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan
kedokteran, dan mengatur pelayanan oleh provider lain
4
bila diperlukan. Dokter ini memberikan pelayanan
kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat
kepada keluarga, tidak hanya memandang penderita
sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari
unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tetapi
bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya

2. Bidan : Seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan


pendidikan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian
sesuai dengan persyaratan yang berlaku dan diberi izin
secara sah untuk melaksanakan praktek

3. ANC : Antenatal Care adalah pemeriksaan kehamilan yang


dilakukan oleh
dokter atau bidan untuk mengoptimalkan kesehatan
mental dan fisik dari ibu hamil

4. Klinik : Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


dan
menyediakan pelayanan medis dasar dan atau spesialistik,
diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga
kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis.

5. Penyuluhan kesehatan : Penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang


melalui
teknik praktek belajar atau instruksi dengan tujuan
mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara
individu, kelompok, maupun masyarakat untuk dapat
lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat.

6. Pembinaan keluarga : Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan ketahanan


keluarga,
pembinaan terhadap keluarga dapat dilakukan melalui
agama, pendidikan, kesehatan, adat dan budaya

7. Pelayanan kunjungan rumah: Salah satu teknik pengumpulan data dengan cara
5
mengunjungi rumah pasien untuk membantu
menyelesaikan masalah yang dihadapi dan untuk
melengkapi data yang sudah ada.

8. Rujukan : Suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang


melaksanakan
pelimpahan wewenang atau tanggung jawab timbal balik,
terhadap suatu kasus, penyakit atau masalah kesehatan
secara vertical dalam arti dari unit yang terkecil ke unit
yang lebih mampu.

9. Spesialis Obgyn : Dokter umum yang telah selesai melanjutkan studi


profesi di bagian
spesialisasi obstetri dan ginekologi yang memiliki
kompetensi lebih tinggi dari dokter umum mengenai
obstetri (kandungan) dan ginekologi (reproduksi)

A. IDENTIFIKASI MASALAH
No Masalah Concern
Dr. Aril, 30 tahun, telah tiga tahun berpraktek
di sebuah klinik dokter keluarga, dengan
menerapkan semua konsep dan prinsip
kedokteran keluarga. Klinik ini dikelola
1 I
dengan baik sehingga dalam waktu yang
relatif singkat mengalami kemajuan yang
cukup pesat dan dikenal luas masyarakat.

2 Minggu lalu, dr. Aril didatangan seorang II


pasien, Ny. Dede, 38 tahun dengan kehamilan
trimester 1 pada G6P2A2. Pasien mempunyai
keluhan sering mual, muntah, lemas, cepat
lelah dan sesak. Dr. Aril kemudian melakukan

6
pemeriksaan fisik bersama bidan. Pada
pemeriksaan ditemukan bahwa kandungan
dalam kondisi yang baik namun ibu tampak
pucat, takikardi, murmur, takipnea, dan
terdapat nyeri tekan epigastrium.

Dr. Aril menyarankan agar pasien mengikuti


pemeriksaan ANC yang teratur dan menjelang
partus kelak pasien akan dirujuk ke spesialis
Obgyn yang sudah bekerja sama dengan klinik
dokter keluarga tersebut. Ny. Dede setuju
untuk melakukan pemeriksaan kehamilan
secara rutin di Klinik dokter keluarga tersebut.
3 Ny. Dede setuju untuk melakukan pemeriksan
kehamilan secara rutin di klinik Dr. Aril
karena pasien mendapat informasi bahwa
pelayanan di klinik ini baik. Sebelum pulang
Ny. Dede menanyakan dr. Aril tentang pilihan III
pembiayaan proses persalinan, mengingat
kemungkinan membutuhkan biaya lebih besar.

Ny. Dede sebetulnya sudah mendapat


informasi bahwa Klinik dr. Aril ini
pelayanannya sangat bagus, baik cara
pendekatannya maupun jenis pelayanan yang
4 tersedia dan di dokter Aril ini tidak hanya
mengobati pasien di klinik, tetapi juga dapat
memberikan pelayanan kunjungan rumah,
penyuluhan kesehatan dan memberikan binaan
kepada keluarga di sekitar klinik tersebut.

B. ANALISIS MASALAH

7
I. Dr. Aril, 30 tahun, telah tiga tahun berpraktek di sebuah klinik dokter
keluarga, dengan menerapkan semua konsep dan prinsip kedokteran
keluarga. Klinik ini dikelola dengan baik sehingga dalam waktu yang relatif
singkat mengalami kemajuan yang cukup pesat dan dikenal luas
masyarakat.
a. Bagaimana konsep dan prinsip dari kedokteran keluarga?

Konsep Dasar

Dokter keluarga adalah dokter yang mengabdikan dirinya dalam pelayanan dan
pengembangan kedokteran keluarga yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh melalui pendidikan/pelatihan khusus di bidang kedokteran keluarga serta
mempunyai wewenang menyelenggarakan praktik dokter keluarga.

Pelayanan dokter keluarga adalah:

a. Pelayanan yang menyeluruh yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga


sebagai suatu unit (pelayanan paripurna).
b. Pelayanan tanpa memandang jenis penyakit, organ, golongan usia, dan jenis kelamin.
c. Pelayanan kontak pertama pasien untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan
yang dihadapi.
d. Pelayanan yang diselenggarakan oleh dokter keluarga bersama tim di suatu sarana
pelayanan kesehatan strata pertama (layanan primer).

Prinsip Pelayanan Dokter Keluarga

Ada 9 prinsip dokter keluarga:

a. Komprehensif dan holistik


b. Kontinyu
c. Mengutamakan pencegahan
d. Koordinatif dan kolaboratif
e. Personal sebagai bagian integral dari keluarganya
f. Mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja dan lingkungan sekitar

8
g. Menjunjung tinggi etika moral dan hukum
h. Sadar biaya dan sadar mutu
i. Dapat diaudit dan dipertanggungjawabkan

b. Bagaimana manajemen klinik dan pelayanan dari kedokteran


keluarga?
PRAKTEK DOKTER KELUARGA
Terlepas dari masih ditemukannya perbedaan pendapat tentang kedudukan dan
peranan dokter keluarga dalam sistem pelayanan kesehatan, pada saat ini telah
ditemukan banyak bentuk praktek dokter keluarga. Bentuk praktek dokter keluarga yang
dimaksud secara umum dapat dibedakan atas tiga macam :
1. Pelayanan dokter keluarga sebagai bagian dari pelayanan rumah sakit (hospital
based) pada bentuk pelayanan dokter keluarga diselenggarakan di rumah sakit.
Untuk ini dibentuklah suatu unit khusus yang diserahkan tanggung jawab
menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga. Unit khusus ini dikenal dengan
nama bagian dokter keluarga (departement of family medicine), semua pasien baru
yang berkunjung ke rumah sakit, diwajibkan melalui bagian khusus ini. Apabila
pasien tersebut ternyata membutuhkan pelayanan spesialistis, baru kemudian
dirujuk kebagian lain yang ada dirumah sakit.
2. Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan oleh klinik dokter keluarga (family clinic)
Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah
suatu klinik yang didirikan secara khusus yang disebut dengan nama klinik dokter
keluarga (family clinic/center). Pada dasarnya klinik dokter keluarga ini ada dua
macam. Pertama, klinik keluarga mandiri (free-standing family clinic). Kedua,
merupakan bagian dari rumah sakit tetapi didirikan diluar komplek rumah sakit
(satelite family clinic). Di luar negeri klinik dokter keluarga satelit ini mulai banyak
didirikan. Salah satu tujuannya adalah untuk menopang pelayanan dan juga
penghasilan rumah sakit. Terlepas apakah klinik dokter keluarga tersebut adalah
suatu klinik mandiri atau hanya merupakan klinik satelit dari rumah sakit, lazimnya
klinik dokter keluarga tersebut menjalin hubungan kerja sama yang erat dengan
rumah sakit. Pasien yang memerlukan pelayanan rawat inap akan dirawat sendiri
atau dirujuk ke rumah sakit kerja sama tersebut. Klinik dokter keluarga ini dapat

9
diselenggarakan secara sendiri (solo practice) atau bersama-sama dalam satu
kelompok (group practice). Dari dua bentuk klinik dokter keluarga ini, yang paling
dianjurkan adalah klinik dokter keluarga yang dikelola secara berkelompok.
Biasanya merupakan gabungan dari 2 sampai 3 orang dokter keluarga. Pada klinik
dokter keluarga berkelompok ini diterapkan suatu sistem manajernen yang sama.
Dalam arti para dokter yang tergabung dalam klinik dokter keluarga tersebut secara
bersama-sama membeli dan memakai alat-alat praktek yang sama. Untuk kemudian
menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga yang dikelola oleh satu sistem
manajemen keuangan, manajemen personalia serta manajemen sistem informasi
yang sama pula. Jika bentuk praktek berkelompok ini yang dipilih, akan diperoleh
beberapa keuntungan sebagai berikut (Clark, 1971) :
a. Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih bermutu Penyebab
utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang dikelola secara
kelompok, para dokter keluarga yang terlibat akan dapat saling tukar menukar
pengalaman, pengetahuan dan keterampilan. Di samping itu, karena waktu
praktek dapat diatur, para dokter mempunyai cukup waktu pula untuk menambah
pengetahuan dan keterampilan. Kesemuannya ini, ditambah dengan adanya
kerjasama tim (team work) disatu pihak, serta lancarnya hubungan dokter-pasien
di pihak lain, menyebabkan pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan
akan lebih bermutu.
b. Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih terjangkau.
Penyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang dikelola
secara berkelompok, pembelian serta pemakaian pelbagai peralatan medis dan
non medis dapat dilakukan bersama-sama (cost sharing). Lebih dari pada itu,
karena pendapatan dikelola bersama, menyebabkan penghasilan dokter akan
lebih terjamin. Keadaan yang seperti ini akan mengurangi kecenderungan
penyelenggara pelayanan yang berlebihan. Kesemuanya ini apabila berhasil
dilaksanakan, pada gilirannya akan menghasilkan pelayanan dokter keluarga
yang lebih terjangkau.
3. Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan melalui praktek dokter keluarga (family
practice)
Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah
praktek dokter keluarga. Pada dasarnya bentuk pelayanan dokter keluarga ini sama
10
dengan pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan melalui klinik dokter
keluarga. Disini para dokter yang menyelenggarakan praktek, menerapkan prinsip-
prinsip pelayanan dokter keluarga pada pelayanan kedokteran yang
diselenggarakanya. Praktek dokter keluarga tersebut dapat dibedaka pula atas dua
macam. Pertama, praktek dokter keluarga yang diselenggarakan sendiri (solo
practice). Kedua praktek dokter keluarga yang diselenggarakan secara
berkelompok (group practice).

PERALATAN DAN TENAGA PELAKSANA


Untuk dapat menyelenggarakan praktek dokter keluarga sebagaimana dikemukakan
diatas, tentu perlu disediakan pelbagai peralatan dan tenaga pelaksana yang memadai.
Peralatan dan tenaga pelaksana yang dimaksud adalah :
1. Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan pada praktek dokter keluarga pada dasarnya tidak
berbeda dengan peralatan pelbagai pelayanan kedokteran lainnya. Jika
pelayanan dokter keluarga tersebut dilaksanakan dalam bentuk klinik dokter
keluarga, maka peralatan yang dibutuhkan secara umum dapat dibedakan atas
dua macam:
a. Peralatan medis
Karena praktek dokter keluarga melayani beberapa tindakan spesialistis
sederhana, maka pada praktek dokter keluarga perlu disediakan berbagai
peralatan medis spesialistis yang dimaksud. Disamping, dibutuhkan pula
berbagai peralatan pemeriksaan penunjang serta pertolongan gawat darurat.
Di Amerika Serikat sebagaimana yang dikemukakan oleh Djati Pratignyo
(1983), peralatan medis yang tersedia disuatu klinik dokter keluarrga cukup
lengkap. Peralatan yang dimaksud telah mencakup pula laboratorium klinis,
rontgen foto, EKG, minor surgery set, sigmoiskop, audiometer, otoskop,
visual chart, tonometer dan ophtalmoskop.
b. Peralatan non-medis
The American Academy of General Practice (1960) menyebutkan peralatan
non medis pelayanan dokter keluarga adalah suatu klinik yang memiliki
sekurangkurangnya sebuah ruang tunggu, ruang konsultasi, ruang periksa,
ruang tindakan, ruang laboratorium, ruang rontgen (fakultatif), ruang
11
administrasi, gudang serta kamar mandi, yang luas lantai seluruhnya
minimal antara 150 s.d 200 meter persegi. Karena praktek dokter keluarga,
seperti yang dikemukakan oleh Clark, (1971) sangat menganjurkan
pelayanan dengan perjanjian (appointment system), maka perlu pula
disediakan alat komunikasi seperti telepon.
2. Tenaga pelaksana
Tenaga pelaksana yang dibutuhkan pada praktek dokter keluarga pada dasarnya
tidaklah berbeda dengan tenaga pelaksana pelbagai pelayanan kedokteran
lainnya. Tenaga pelaksana yang dimaksud secara umum dapat dibedakan atas
tiga macam:
a. Tenaga medis
Tenaga medis yang dimaksudkan disini ialah para dokter keluarga (family
doctor/physician). Tergantung dari sarana pelayanan yang
menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga serta beban kerja yang
dihadapi, jumlah dokter keluarga yang dibutuhkan dapat berbeda. Secara
umum dapat disebutkan, apabila sarana pelayanan tersebut adalah rumah
sakit serta beban kerjanya lebih berat, maka jumlah dokter keluarga yang
dibutuhkan akan lebih banyak. Sedangkan jika pelayanan dokter keluarga
tersebut diselenggarakan oleh suatu klinik dokter keluarga, jumlah dokter
yang dibutuhkan umumnya lebih sedikit. Klinik dokter keluarga memang
dapat diselenggarakan hanya oleh satu orang dokter keluarga (solo practice)
ataupun oleh sekelompok dokter keluarga (group practice). Telah
disebutkan, dari kedua bentuk ini, yang dianjurkan adalah bentuk kedua,
yakni yang diselenggarakan oleh satu kelompok dokter keluarga.
b. Tenaga paramedic
Untuk lancarnya pelayanan dokter keluarga, perlu mengikut sertakan tenaga
paramedis. Disarankan tenaga paramedis tersebut seyogoyanya yang telah
mendapatkan pendidikan dan latihan prinsip-prinsip pelayanan dokter
keluarga, baik aspek medis dan ataupun aspek non medis. Jumlah tenaga
paramedis yang diperlukan tergantung dari jumlah dokter keluarga yang
menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga secara umum disebutkan
untuk setiap satu orang dokter keluarga, diperlukan 2 sampai 3 tenaga
paramedik terlatih.
12
c. Tenaga non-medis
Sama halnya dengan tenaga paramedis, untuk lancarnya pelayanan dokter
keluarga, perlu pula mengikutsertakan tenaga non-medis. Pada umumnya
ada dua katagori tenaga non-medis tersebut. Pertama, tenaga administrasi
yang diperlukan untuk menangani masalah–masalah administrasi. Kedua,
pekerja sosial (social worker) yang diperlukan untuk menangai program
penyuluhan/nasehat kesehatan dan atau kunjungan rumah misalnya. Jumlah
tenaga non medis yang diperlukan tergantung dari jumlah dokter keluarga,
dibutuhkan sekurang-kurangnya satu orang tenaga administrasi serta satu
orang pekerja sosial.

PELAYANAN PADA PRAKTEK DOKTER KELUARGA


Pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak macamnya.
Secara umum dapat dibedakan atas tiga macam:
1. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga
hanya pelayanan rawat jalan saja. Dokter yang menyelenggarakan praktek
dokter keluarga tersebut tidak melakukan pelayanan kunjungan dan perawatan
pasien di rumah atau pelayanan rawat inap di rumah sakit. Semua pasien yang
membutuhkan pertolongan diharuskan datang ke tempat praktek dokter
keluarga. Jika kebetulan pasien tersebut memerlukan pelayanan rawat inap,
pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit.
2. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien
dirumah
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga
mencakup pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan perawatan
pasien di rumah. Pelayanan bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh dokter
keluarga yang tidak mempunyai akses dengan rumah sakit.
3. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di
rumah, serta pelayanan rawat inap di rumah sakit.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga
telah mencakup pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di
rumah, serta perawatan rawat inap di rumah sakit. Pelayanan bentuk ini

13
lazimnya diselenggarakan oleh dokter keluarga yang telah berhasil menjalin
kerja sama dengan rumah sakit terdekat dan rumah sakit tersebut memberi
kesempatan kepada dokter keluarga untuk merawat sendiri pasiennya di rumah
sakit.
Tentu saja penerapan dari ketiga bentuk pelayanan dokter keluarga ini tidak
sama antara satu negara dengan negara lainnya, dan bahkan dapat tidak sama antara satu
daerah lainnya. Di Amerika Serikat misalnya, pelayanan kunjungan dan perawatan
pasien di rumah mulai jarang dilakukan. Penyebabnya adalah karena mulai timbul
kesadaran pada diri pasien tentang adanya perbedaan mutu pelayanan antara kunjungan
dan perawatan pasien di rumah dengan di tempat praktek. Pasien akhirnya lebih senang
mengunjungi tempat praktek dokter, karena telah tersedia pelbagai peralatan kedokteran
yang dibutuhkan.
Di beberapa negara lainnya, terutama di daerah pedesaan, karena dokter
keluarga tidak mempunyai akses dengan rumah sakit, maka dokter keluarga tersebut
hanya menyelenggarakan pelayanan rawat jalan saja. Pelayanan rawat inap dirujuk
sertakan sepenuhnya kepada dokter yang bekerja dirumah sakit. Tetapi pengaturan
rujukan untuk pelayanan rawat inap tersebut, tetap dilakukan oleh dokter keluarga.
Dokter keluarga memberikan bantuan sepenuhnya, dan bahkan turut mencarikan tempat
perawatan dan jika perlu turut mengantarkannya ke rumah sakit.
Sekalipun pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga tidak
sama, perlulah diingatkan bahwa orientasi pelayanan dokter keluarga yang
diselenggarakan tetap tidak boleh berbeda. Orientasi pelayanan dokter keluarga bukan
sekedar menyembuhkan penyakit, tetapi diarahkan pada upaya pencegahan penyakit.
Atau jika tindakan penyembuhan yang dilakukan, maka pelaksanaannya, kecuali harus
mempertimbangkan keadaan pasien sebagai manusia seutuhnya, juga harus
mempertimbangkan pula keadaan sosial ekonomi keluarga dan lingkungannya. Praktek
dokter keluarga tidak menangani keluhan pasien atau bagian anggota badan yang sakit
saja, tetapi individu pasien secara keseluruhan
KLINIK DOKTER KELUARGA

14
II. Minggu lalu, dr. Aril didatangan seorang pasien, Ny. Dede, 38 tahun dengan
kehamilan trimester 1 pada G6P2A2. Pasien mempunyai keluhan sering
mual, muntah, lemas, cepat lelah dan sesak. Dr. Aril kemudian melakukan
pemeriksaan fisik bersama bidan. Pada pemeriksaan ditemukan bahwa
kandungan dalam kondisi yang baik namun ibu tampak pucat, takikardi,
murmur, takipnea, dan terdapat nyeri tekan epigastrium.
a. Bagaimana algoritma diagnosis klinik dalam kedokteran keluarga?

15
b. Bagaimana komunikasi interprofesional antara dokter keluarga dan
bidan yang baik sesuai kasus?
Dedy Mulyana (2011: 81) bahwa komunikasi interpersonal atau
komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap
muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain
secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal.

Ciri-ciri komunikasi antarpribadi di antaranya:


1. Pesan dikirim dan diterima secara simultan dan spontan, relatif kurang
terstruktur. Ketika seseorang berkomunikasi dengan teman, saudara, ataupun
seseorang yang baru kenal, biasanya pembicaraan akan berlangsung spontan,
tidak terencana topiknya dan berpindah-pindah dari satu topik ke topik yang
lain.
2. Umpan balik segera (immediately feedback)
Dalam komunikasi antarpribadi, umpan balik baik berupa tanggapan,
dukungan, ekspresi wajah, dan emosi bisa diberikan secara langsung. Masing-
masing bisa saling mendukung, menyanggah, marah, sedih seketika itu juga.
3. Komunikasi berlangsung secara sirkuler.
Peran komunikator dan komunikan terus dipertukarkan. Siapa yang
memulai komunikasi siapa yang memberi tanggapan berjalan bergantian.
4. Kedudukan keduanya adalah setara (dialogis).
Karena terjadi pertukaran posisi komunikator dan komunikan secara
terus-menerus, maka kedudukan mereka adalah setara, bersifat dialogis dan
bukan satu arah. Meskipun beberapa orang mencoba mendominasi
pembicaraan, tetapi komunikasi tidak akan berjalan kalau dia tidak memberi
kesempatan orang lain untuk memberi tanggapan.

5. Mempunyai efek yang paling kuat dibanding konteks komunikasi lainnya.


Komunikator dapat mempengaruhi langsung tingkah laku (konatif) dari
komunikannya dengan memanfaatkan pesan verbal dan nonverbal.

Komunikasi interpersonal merupakan proses komunikasi antarpribadi atau


antarindividu. Etika berkomunikasi, perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini:
1. Nilai-nilai dan norma-norma sosial budaya setempat
2. Segala aturan, ketentuan, tata tertib yang sudah disepakati
3. Adat istiadat, kebiasaan yang dijaga kelestariannya
16
4. Tata krama pergaulan yang baik
5. Norma kesusilaan dan budi pekerti
6. Norma sopan-santun dsalam segala tindakan

Kolaborasi kesehatan adalah hubungan kemitraan yang bergantung satu


sama lain dan memerlukan perawat, dokter, pekerja laboratorium, serta
profesi lain (kepala kecamatan, kepala desa / ketua RT) untuk melengkapi
satu sama lain ahli-ahli berperan secara hirarki.
Prinsip-prinsip Kolaborasi Tim Kesehatan 
1. Patient-centered care, prinsip ini lebih mengutamakan kepentingan
dan kebutuhan pasien. Pasien dan keluarga merupakan pemberi
keputusan dalam masalah kesehatannya.
2. Recognition of patient-physician relationship, kepercayaan dan
berperilaku sesuai dengan kode etik dan menghargai satu sama lain.
3. Physician as the clinical leader, pemimpin yang baik dalam
pengambilan keputusan terutama dalam kasus yang bersifat darurat.
4. Mutual respect and trust, saling percaya dengan memahami
pembagian tugas dan kompetensinya masing-masing.
Kolaborasi tim kesehatan sangatlah penting karena masing-masing tenaga kesehatan
memiliki pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, dan pengalaman yang
berbeda. Dalam kolaborasi tim kesehatan, mempunyai tujuan yang sama yaitu sebuah
keselamatan untuk pasien. Selain itu, kolaborasi tim kesehatan ini dapat meningkatkan
performa di berbagai aspek yang berkaitan dengan sistem pelayanan kesehatan. Semua
tenaga kesehatan dituntut untuk memiliki kualifikasi baik pada bidangnya masing-
masing sehingga dapat mengurangi faktor kesalahan manusia dalam memberikan
pelayanan kesehatan.

c. Apa dasar hukum yang mengatur praktek kedokteran keluarga di


Indonesia?
Dasar hukum tentang Kedokteran Keluarga (Lestari, 2017):

1. Undang ‐ Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


Dokter keluarga adalah tenaga kesehatan, bahwa yang dimaksud dengan tenaga
kesehatan menurut Undang‐Undang Kesehatan Pasal 1 butir 6 “tenaga kesehatan
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
17
pengetahuan dan/atau ketrampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”.
Ketentuan undang‐undang mensyaratkan bahwa diperlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan bagi tenaga kesehatan, demikian juga dokter keluarga.
Kewenangan dokter keluarga berkaitan dengan persyaratan dokter umum yaitu
mempunyai STR, SIP yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Dan
kewenangan secara yuridis harus memiliki surat seperti tersebut. Dari hasil penelitian
ada ketidak pengertian dari responden bahwa syarat menjadi dokter keluarga ada
yang mengatakan tidak memerlukan persyaratan. Seharusnya setiap dokter yang
melaksanakan praktik kedokteran memiliki persyaratan yang tertuang dalam
perundang‐undangan yang berlaku.
2. Undang ‐ Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran
Dalam Undang‐Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek kedokteran
Pasal 1 butir 2 yang dimaksud dokter adalah “dokter dan dokter gigi adalah dokter,
dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi baik didalam maupun diluar negeri yang diakui oleh Pemerintah
Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang‐undangan”.
Dokter keluarga adalah dokter umum yang di dalam negeri yang diakui oleh
Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang‐undangan.
Namun secara khusus pengertian dokter keluarga tidak ditemukan di dalam ketentuan
undang‐undang ini sehingga saat dokter keluarga adalah dokter umum karena
pelayanannya adalah pelayanan kesehatan umum dan medik dasar maka dokter
keluarga adalah sama dengan dokter umum.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan
Pasal 1 butir 1 yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah “Tenaga Kesehatan
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”.

18
Demikian juga dengan dokter keluarga sebagai tenaga kesehatan, memerlukan
kewenangan tersebut.
4. Permenkes Nomor 2052 tahun 2011 tentang Izin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran
Dalam Permenkes Nomor 2052 tahun 2011 tentang Izin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran Pasal 1 butir 1 dikatakan “Praktik kedokteran
adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap
pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan”.

Pasal 1 butir 2 berbunyi “dokter dan dokter gigi adalah lulusan pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun luar negeri yang diakui oleh
Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang‐undangan”.

Ketentuan perundang–undangan di atas mengatakan bahwa praktik kedokteran


adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap
pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan, jadi dokter keluarga dalam melakukan
upaya kesehatan juga termasuk didalam praktik kedokteran. Sehingga upaya
kesehatan oleh dokter keluargapun membutuhkan suatu kewenangan.

Jika dokter keluarga merupakan ruang lingkup kewenangannya khusus maka


keberadaan dokter keluarga secara yuridis belum mempunyai dasar hukum.
Kewenangan dokter keluarga secara profesional sama dengan dokter umum.
Kewenangan dokter keluarga secara khusus hanya ada pada ruang lingkup
pembiayaan pasien peserta asuransi kesehatan yang ditentukan oleh PT. Askes.

Pada Pasal 1 butir 4 berbunyi “ Surat Izin Praktik selanjutnya disebut SIP
adalah bukti tertulis yang diberikan dinas kesehatan kabupaten /kota kepada dokter
dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi
persyaratan”. Kemudian dalam Pasal 2 butir 1 dikatakan “Setiap Dokter dan Dokter
gigi yang menjalankan praktik kedokteran wajib memiliki SIP”.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semua dokter keluarga memiliki SIP
oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semua dokter keluarga memenuhi
ketentuan Pasal 1 butir 4 Permenkes Nomor 2052 tahun 2011 tentang Izin Praktik
19
dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran.

Dalam Pasal 1 butir 11 berbunyi “Standar Prosedur Operasional adalah suatu


perangkat instruksi/langkah‐langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu
proses kerja rutin tertentu, dimana standar prosedur operasional memberikan langkah
yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan
berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan
berdasarkan standar profesi”.

Peraturan perundang‐undangan menyebutkan bahwa standar prosedur


operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus
bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat
oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi, tetapi dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter keluarga tidak ada
Standar Prosedur Operasional untuk dokter keluarga sehingga pelaksanaan pelayanan
kesehatan yang diberikan dokter keluarga juga tidak jelas.

5. Permenkes Nomor 416 tahun 2011 tentang Tarif Pelayanan


Kesehatan bagi Peserta PT Askes (Persero)
Disebutkan dalam Permenkes Nomor 416 tahun 2011 tentang Tarif Pelayanan
Kesehatan bagi Peserta PT Askes (Persero) Pasal 1 butir 7 bahwa dokter keluarga
adalah “dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan primer yang
komprehensif, kontinu, mengutamakan pencegahan, koordinatif, mempertimbangkan
keluarga, komunitas dan lingkungannya dilandasi ketrampilan dan keilmuan yang
mapan yang telah dilakukan kredensialing oleh PT Askes (Persero)”.

Berdasarkan hasil penelitian proses untuk menjadi dokter keluarga di


Kabupaten Temanggung adalah dokter praktek umum yang dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan terhadap peserta askes mengutamakan pelayanan kuratif.
Pelaksanaan, ketrampilan dan keilmuan sama dengan dokter praktek umum. Dokter
keluarga dalam melaksanakan upaya pelayanan atas penunjukan dan penawaran dari
PT Askes, kredensialing tidak dilaksanakan oleh PT Askes. Dokter keluarga askes
tidak mengetahui tentang kredensialing yang dilakukan oleh PT Askes, dokter

20
keluarga dapat segera melaksanakan praktek pelayanan dokter keluarga segera
setelah ada perjanjian dengan PT Askes.

Perekrutan dan penunjukan dokter keluarga dilakukan karena beberapa dokter


keluarga merasa kesulitan dalam mendapatkan pasien, sehingga dari PT. Askes
berdasarkan data dari dinas kesehatan melakukan penunjukan dan penawaran dengan
syarat berpraktik menetap di satu wilayah minimal selama 5 tahun.

III. Dr. Aril menyarankan agar pasien mengikuti pemeriksaan ANC yang teratur
dan menjelang partus kelak pasien akan dirujuk ke spesialis Obgyn yang
sudah bekerja sama dengan klinik dokter keluarga tersebut. Ny. Dede setuju
untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin di Klinik dokter
keluarga tersebut. Ny. Dede setuju untuk melakukan pemeriksan kehamilan
secara rutin di klinik Dr. Aril karena pasien mendapat informasi bahwa
pelayanan di klinik ini baik. Sebelum pulang Ny. Dede menanyakan dr. Aril
tentang pilihan pembiayaan proses persalinan, mengingat kemungkinan
membutuhkan biaya lebih besar.
a. Bagaimana algoritma rujukan yang benar sesuai kasus?
ALUR RUJUKAN (Peraturan Gubernur Jawa Barat No. Tahun 2011)

(1) Alur pertama pasien adalah pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PPK 1) yang
berada pada wilayah cakupan rujukan di kecamatan.
(2) Alur rujukan dan rujukan balik dilaksanakan secara vertical dan horizontal sesuai dengan
kemampuan dan kewenangan pelayanan.
(3) Alur rujukan dan rujukan balik dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan dalam 1 (satu)
wilayah cakupan rujukan berdasarkan jenjang fasilitas pelayanan kesehatan dimulai dari PPK 1
ke PPK 2 dan seterusnya.
(4) Alur rujukan bisa dilaksanakan tidak sesuai dengan pasal (2) dalam keadaan sebagai berikut :
a. Dalam keadaan kegawat daruratan
b. Fasilitas pelayanan kesehatan dalam wilayah cakupan rujukan tidak mempunyai sarana /
tenaga yang sesuai dengan kebutuhan.
(5) Fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak memenuhi ketentuan alur rujukan dan wilayah cakupan
rujukan dapat diberikan sanksi sesuai ketentuan.
21
SYARAT RUJUKAN (Peraturan Gubernur Jawa Barat No. Tahun 2011)
(1) Rujukan harus dibuat oleh orang yang mempunyai kompetensi dan wewenang untuk merujuk,
mengetahui kompetensi sasaran/tujuan rujukan dan mengetahui kondisi serta kebutuhan objek
yang dirujuk.
(2) Rujukan dan rujukan balik mengacu pada standar rujukan pelayanan medis Daerah
(3) Agar rujukan dapat diselenggarakan tepat dan memadai, maka suatu rujukan hendaknya
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Adanya unit yang mempunyai tanggungjawab dalam rujukan, baik yang merujuk atau yang
menerima rujukan.
b. Adanya Tenaga kesehatan yang kompeten dan mempunyai kewenangan melaksanakan
pelayanan medis dan rujukan medis yang dibutuhkan.
c. Adanya pencatatan/kartu/dokumen tertentu berupa :
 Formulir rujukan dan rujukan balik sesuai contoh.
 Kartu Jamkesmas, Jamkesda dan kartu Assuransi lain.
 Pencatatan dan dokumen hasil pemeriksaan penunjang
d. Adanya pengertian timbal balik antara pengirim dan penerima rujukan.
e. Adanya pengertian petugas tentang sistem rujukan.
f. Rujukan dapat bersifat horizontal dan vertikal, dengan prinsip mengirim ke arah fasilitas
pelayanan kesehatan yang lebih mampu dan lengkap.
(4) Untuk menjamin keadaan umum pasien agar tetap dalam kondisi stabil selama perjalanan
menuju ketempat rujukan, maka :
a. sarana transportasi yang digunakan harus dilengkapi alat resusitasi, cairan infus, oksigen dan
dapat menjamin pasien sampai ke tempat rujukan tepat waktu;
b. pasien didampingi oleh tenaga kesehatan yang mahir tindakan kegawat daruratan;
c. sarana transportasi/petugas kesehatan pendamping memiliki sistem komunikasi;
(5) Rujukan pasien/specimen ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi dan atau lengkap
hanya dapat dilakukan apabila :
a. dari hasil pemeriksaan medis, sudah terindikasi bahwa keadaan pasien tidak dapat diatasi;
b. pasien memerlukan pelayanan medis spesialis dan atau subspesialis yang tidak tersedia di
fasilitas pelayanan semula;
c. pasien memerlukan pelayanan penunjang medis yang lebih lengkap yang tidak tersedia di
22
fasilitas pelayanan semula;
d. pasien atau keluarganya menyadari bahwa rujukan dilaksanakan karena alasan medis;
e. rujukan dilaksanakan ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat yang diketahui mempunyai
tenaga dan sarana yang dibutuhkan menurut kebutuhan medis atau penunjang medis sesuai
dengan rujukan kewilayahan;
f. rujukan tanpa alasan medis dapat dilakukan apabila suatu rumah sakit kelebihan pasien
( jumlah tempat tidur tidak mencukupi);
g. rujukan sebagaimana dimaksud huruf f dirujuk ke rumah sakit yang setara atau sesuai dengan
jaringan pelayanannya;
h. khusus untuk pasien Jamkesda dan pemegang Assuransi Kesehatan lainnya, harus ada
kejelasan tentang pembiayaan rujukan dan pembiayaan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tujuan Rujukan
i. khusus untuk pasien Jamkesda hanya dapat dirujuk ke rumah sakit yang setara yaitu ke PPK1
atau PPK 2 lainnya yang mengadakan kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(6) Fasilitas Pelayanan Kesehatan/tenaga kesehatan dilarang merujuk dan menentukan tujuan
rujukan atas dasar kompensasi/imbalan dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

b. Apa saja jenis-jenis rujukan?


Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus
penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik
secara vertikal dalam arti satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana
pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horisontal dalam arti antar sarana
pelayanan kesehatan yang sama.

Sistem Kesehatan Nasional membedakannya menjadi dua macam yakni :


1) Rujukan Kesehatan
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan
peningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan pada dasarnya
berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Rujukan
kesehatan dibedakan atas tiga macam yakni rujukan teknologi, sarana, dan
operasional. Rujukan kesehatan yaitu hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan
bahan atau specimen ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Ini adalah
rujukan uang menyangkut masalah kesehatan yang sifatnya pencegahan penyakit
(preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Rujukan ini mencakup rujukan
teknologi, sarana dan opersional.

23
2) Rujukan Medik
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta
pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada dasarnya berlaku
untuk pelayanan kedokteran (medical service). Sama halnya dengan rujukan
kesehatan, rujukan medik ini dibedakan atas tiga macam yakni rujukan penderita,
pengetahuan dan bahan bahan pemeriksaan. Menurut Syafrudin (2009), rujukan
medik yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang
timbul baik secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih berwenang dan
mampu menangani secara rasional. Jenis rujukan medik antara lain:
1) Transfer of patient
Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosis, pengobatan, tindakan
operatif dan lain-lain.
2) Transfer of specimen
Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih
lengkap.
3) Transfer of knowledge / personal.
Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu
layanan setempat.

c. Bagaimana tatacara konsul yang benar sesuai kasus?


Konsultasi merupakan salah satu standar kompetensi lulusan dokter Indonesia, yaitu
berkomunikasi dengan sejawat. Konsultasi merupakan upaya meminta bantuan
professional penanganan suatu kasus penyakit yang sedang ditangani oleh seorang
dokter kepada dokter lainnya yang lebih ahli. Konsultasi berbeda dari rujukan,
dimana dalam rujukan terjadi upaya melimpahkan wewenang dan tanggung jawab.
Tatacara konsultasi menurut McWhinney (1981):
1) Penjelasan lengkap kepada pasien alasan untuk berkonsultasi
2) Berkomunikasi secara langsung dengan dokter konsultan (dapat via surat, form
khusus, catatan rekam medis, formal/informal melalui telepon)
3) Keterangan lengkap tentang pasien
4) Konsultan bersedia memberikan konsultasi

d.Apa perbedaan antara rujukan dan konsul?


Konsultasi adalah upaya meminta bantuan profesional penanganan suatu
kasus tertentu yang sedang ditangani oleh seorang ahli kepada ahli lainnya yang
lebih ahli. Sedangkan rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab
atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal
24
balik, baiksecara vertikal dalam arti satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata
saranapelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horisontal dalam arti antar
sarana pelayanan kesehatan yang sama (KepMenKesRI, 2004).

e. Apa manfaat dilakukannya rujukan dan konsul?


manfaat umum:

Terlaksananya prosedur rujukan pelayanan Kesehatan perseorangan mengikuti standar


mutu 1 dan keselamatan pasien sesuai dengan kriteria rujukan, di semua tingkat fasilitas
pelayanan Kesehatan perseorangan di Indonesia.

manfaat khusus:

1. Meningkatnya kemampuan fasilitas pelayanan Kesehatan perseorangan tingkat


pertama dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dan memuaskan, sehingga
masyarakat bersedia memanfaatkan sebagai kontak pertamanya, dalam mengawali
proses pelayanan Kesehatan perseorangan.

2. Tertatanya alur pelayanan Kesehatan perseorangan tingkat pertama, dua dan ketiga
secara berkesinambungan, mengikuti prosedur di setiap tingkatan, sesuai dengan
kompetensi, kewenangan dan proporsi masing-masing tingkatan, sehingga pelayanan
dapat terlaksana secara berdaya guna dan berhasil guna.

3. Meningkatnya akses dan cakupan pelayanan Kesehatan perseorangan secara merata


dan menyeluruh (universal coverage), yang didukung oleh sistem jaminan Kesehatan
sebagaimana diatur dalam UU SJSN dan UU BPJS Kesehatan dan peraturan
pelaksananya.

4. Menjamin terselenggaranya pelayanan Kesehatan perseorangan yang merata,


berkualitas dan memuaskan, serta berkelanjutan (continuum of care), dalam upaya
mencapai target sasaran MDGs di Indonesia.

5. Memberikan petunjuk yang jelas dan kepastian hukum bagi Fasyankes dalam
memberikan pelayanan Kesehatan yang bermutu.

25
f. Bagaimana sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia?
PEMBIAYAAN KESEHATAN

1. Pengertian
Yang dimaksud dengan biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan
untuk menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat (Azrul A, 1996).
Dari pengertian di atas tampak ada dua sudut pandang ditinjau dari :

1. Penyelenggara pelayanan kesehatan (provider) yaitu besarnya dana untuk


menyelenggarakan upaya kesehatan yang berupa dana investasi serta dana
operasional.
2. Pemakai jasa pelayanan yaitu besarnya dana yang dikeluarkan untuk
dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan.
Adanya sektor pemerintah dan sektor swasta dalam penyelenggaraan kesehatan
sangat mempengaruhi perhitungan total biaya kesehatan suatu negara. Total biaya dari
sektor pemerintah tidak dihitung dari besarnya dana yang dikeluarkan oleh pemakai jasa
(income pemerintah), tapi dari besarnya dana yang dikeluarkan oleh
pemerintah (expence) untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Total biaya
kesehatan adalah penjumlahan biaya dari sektor pemerintah dengan besarnya dana yang
dikeluarkan pemakai jasa pelayanan untuk sektor swasta.

Dalam membicarakan pembiayaan kesehatan yang penting adalah bagaimana


memanfaatkan biaya tersebut secara efektif dan efisien baik ditinjau dari aspek ekonomi
maupun sosial dengan tujuan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat yang
membutuhkan. Dengan demikian suatu pembiayaan kesehatan dikatakan baik, bila
jumlahnya mencukupi untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
dengan penyebaran dana sesuai kebutuhan serta pemanfaatan yang diatur secara
seksama, sehingga tidak terjadi peningkatan biaya yang berlebihan.

2. Jenis Biaya Kesehatan


26
Dilihat dari pembagian pelayanan kesehatan, biaya kesehatan dibedakan atas :
a. Biaya pelayanan kedokteran yaitu biaya untuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan pelayanan kedokteran, tujuan utamanya lebih ke arah pengobatan dan
pemulihan dengan sumber dana dari sektor pemerintah maupun swasta.

b. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat yaitu biaya untuk menyelenggarakan


dan/atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat, tujuan utamanya lebih ke arah
peningkatan kesehatan dan pencegahan dengan sumber dana terutama dari sektor
pemerintah.

3. Sumber Biaya Kesehatan

Pelayanan kesehatan dibiayai dari berbagai sumber, yaitu :


a. Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (propinsi dan
kabupaten/kota) dengan dana berasal dari pajak (umum dan penjualan), deficit
financial(pinjaman luar negeri) serta asuransi sosal.
b. Swasta, dengan sumber dana dari perusahaan, asuransi kesehatan swasta,
sumbangan sosial, pengeluaran rumah tangga serta communan self help.

4. Hubungan Pembiayaan dengan Derajat Kesehatan

Hubungan pembiayaan dengan derajat kesehatan tidak selalu berbanding lurus, sangat
tergantung dari pembiayaan khususnya yang berkaitan erat dengan pengendalian biaya.
Contohnya: Amerika Serikat yang pengeluaran untuk kesehatannya paling tinggi
(13,7% GNP) pada tahun 1997 (WHO Report 2000), derajat kesehatannya yang dilihat
dari indikator umur harapan hidup didapatkan untuk laki-laki 73,8 tahun dan wanita
79,7 tahun. Keadaan ini lebih rendah daripada Jepang (umur harapan hidup laki-laki
77,6 tahun dan wanita 84,3 tahun) yang pengeluaran kesehatannya lebih kecil (7%
GNP). Hal ini menunjukkan pembiayaan kesehatan di Amerika kurang efisien, yang
mungkin terjadi karena sistem pembiayaan kesehatannya sangat berorientasi pasar
dengan pembayaran langsung oleh pasien (out of pocket) relatif tinggi yaitu kurang
lebih 1/3 dari seluruh pengeluaran pelayanan kesehatan (Murti B, 2000).
Keadaan ini terjadi juga di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Yang paling
27
terpengaruh oleh peningkatan biaya pelayanan kesehatan adalah aksesitas terhadap
pelayanan kesehatan. Dengan pembiayaan langsung, bukan hanya masyarakat miskin,
tetapi orang yang mengalami sakit pada saat tidak mempunyai uang pun tidak dapat
akses terhadap pelayanan kesehatan. Salah satu cara pembiayaan yang merupakan
pengendalian biaya, sehingga meningkatkan aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan
adalah dengan asuransi.
Pembiayaan kesehatan semakin meningkat dari waktu ke waktu dan dirasakan berat
baik oleh pemerintah, dunia usaha terlebih-lebih masyarakat pada umumnya. Untuk itu
berbagai Negara memilih model sistem pembiayaan kesehatan bagi rakyatnya, yang
diberlakukan secara nasional. Berbagai model yang dominan yang implementasinya
disesuaikan dengan keadaan di Negara masing-masing. Beberapa model yang dominan
adalah:
1. Model asuransi kesehatan sosial (Social Health Insurance). Model ini dirintis sejak
Jerman dibawah Bismarck pada tahun 1882. Model inilah yang berkembang di beberapa
Negara Eropa, Jepang (sejak 1922) dan kemudian ke Negara-negara Asia lainnya yakni
Philipina, Korea, Taiwan dll. Kelebihan sistem ini memungkinkan cakupan 100%
penduduk dan relatif rendahnya peningkatan biaya pelayanan kesehatan.

2. Model asuransi kesehatan komersial (Commercial/Private Health Insurance). Model


ini berkembang di AS. Namun sistem ini gagal mencapai cakupan 100% penduduk.
Sekitar 38% penduduk tidak tercakup dalam sistem. Selain itu terjadi peningkatan biaya
yang amat besar karena terbukanya peluang moral hazard. Sejak tahun 1993; oleh Bank
Dunia direkomendasikan pengembangan model Regulated Health Insurance dimana
kepesertaan berdasarkan kelompok dengan syarat jumlah minimal tertentu sehingga
mengurangi peluang moral hazard

3. Model NHS (National Health Services) yang dirintis pemerintah Inggris sejak usai
perang dunia kedua. Model ini juga membuka peluang cakupan 100% penduduk.
Namun pembiayaan kesehatan yang dijamin melalui anggaran pemerintah akan menjadi
beban yang berat.

STRATEGI PEMBIAYAAN KESEHATAN

28
Identifikasi dan perumusan faktor utama pembiayaan kesehatan mencakup aspek-aspek:
a. Kecukupan/adekuasi dan kesinambungan pembiayaan kesehatan pada tingkat pusat
dan daerah yang dilakukan dalam langkah-langkah :
- mobilisasi sumber-sumber pembiayaan baik sumber-sumber tradisional maupun non
tradisional,
- kesinambungan fiscal space dalam anggaran kesehatan nasional
- peningkatan kolaborasi intersektoral untuk mendukung pembiayaan kesehatan

b. Pengurangan pembiayaan Out Of Pocket (OOP) dan meniadakan hambatan


pembiayaan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan terutama kelompok miskin dan
rentan (pengembangan asuransi kesehatan sosial) yang dilakukan melalui :
- promosi pemerataan akses dan pemerataan pembiayaan dan utilisasi pelayanan,
- pencapaian universal coverage dan penguatan jaminan kesehatan masyarakat miskin
dan rentan

c. Peningkatan efisiensi dan efektifitas pembiayaan kesehatan yang dilakukan melalui :


- kesesuaian tujuan kesehatan nasional dengan reformasi pembiayaan yang
diterjemahkan dalam instrument anggaran operasional dan rencana pembiayaan,
- penguatan kapasitas manajemen perencanaan anggaran dan pemberi pelayanan
kesehatan (providers),
- pengembangan best practices

g. Apa saja jenis-jenis sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia?


Model sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem
yaitu:

1. Fee for Service ( Out of Pocket )

Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan layanan,
dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada pemberi pelayanan
kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit) mendapatkan pendapatan berdasarkan

29
atas pelayanan yang diberikan, semakin banyak yang dilayani, semakin banyak pula
pendapatan yang diterima. Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih
bergantung pada sistem pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Dari laporan
World Health Organization di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia
masih bergantung pada sistem Fee for Service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti
sistem Health Insurance (WHO, 2009). Kelemahan sistem Fee for Service adalah
terbukanya peluang bagi pihak pemberi pelayanan kesehatan (PPK) untuk
memanfaatkan hubungan Agency Relationship, dimana PPK mendapat imbalan berupa
uang jasa medik untuk pelayanan yang diberikannya kepada pasien yang besar-kecilnya
ditentukan dari negosiasi. Semakin banyak jumlah pasien yang ditangani, semakin besar
pula imbalan yang akan didapat dari jasa medik yang ditagihkan ke pasien. Dengan
demikian, secara tidak langsung PPK didorong untuk meningkatkan volume
pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan imbalan jasa yang lebih banyak.[3]

2. Health Insurance

Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga atau
pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat.

Sistem health insurance ini dapat berupa sistem kapitasi dan system Diagnose Related
Group (DRG system). Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa
pelayanan kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta
untuk pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagi PPK
dengan sistem kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu lembaga kepada
PPK atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di muka sejumlah dana sebesar
perkalian anggota dengan satuan biaya (unit cost) tertentu. Salah satu lembaga di
Indonesia adalah Badan Penyelenggara JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat). Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh
dengan system kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat
diagnosis penyakit yang dialami pasien. PPK telah mendapat dana dalam penanganan
pasien dengan diagnosis tertentu dengan jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis
penyakit. Jumlah dana yang diberikan ini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi
kesehatan pasien, sisa dana akan menjadi pemasukan bagi PPK.

30
Kelemahan dari system Health Insurance adalah dapat terjadinya underutilization
dimana dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas yang diberikan kepada pasien
untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.

Dan sistem ini akan membuat PPK lebih kearah preventif dan promotif kesehatan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan dengan sistem kapitasi
dinilai lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan dibandingkan sistem
pembayaran berdasarkan layanan (Fee for Service) yang selama ini berlaku. Hal ini
belum dapat dilakukan sepenuhnya oleh Indonesia. Tentu saja karena masih ada
hambatan dan tantangan, salah satunya adalah sistem kapitasi yang belum dapat
memberikan asuransi kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali seperti yang
disebutkan dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN).

Sampai saat ini, perusahaan asuransi masih banyak memilah peserta asuransi dimana
peserta dengan resiko penyakit tinggi dan atau kemampuan bayar rendah tidaklah
menjadi target anggota asuransi. Hal inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi
sistem kesehatan Indonesia.

Memang harus kita akui, bahwa tidak ada sistem kesehatan terutama dalam pembiayaan
pelayanan kesehatan yang sempurna, setiap sistem yang ada pasti memiliki kelebihan
dan kekurangannya masing-masing. Namun sistem pembayaran pelayanan kesehatan ini
harus bergerak dengan pengawasan dan aturan dalam suatu sistem kesehatan yang
komprehensif, yang dapat mengurangi dampak buruk bagi pemberi dan pencari
pelayanan kesehatan sehingga dapat terwujud sistem yang lebih efektif dan efisien bagi
pelayanan kesehatan di Indonesia.

Contoh health insurance yang di berada dibawah naungan Badan Penyelenggara


Jaminan Sosial diantaranya :

1. Askes

2. Jamkesmas

3. ASBRI

31
4. Taspen

5. Jamsostek

6. Dan lain sebagainya.

c. Pembiayaan kesehatan

h. Apa manfaat dan tujuan sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia?


Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan
jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna
dan berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan yang memadai (health care
financing) akan menolong pemerintah di suatu negara untuk dapat memobilisasi
sumber-sumber pembiayaan kesehatan, mengalokasikannya secara rasional serta
menggunakannya secara efisien dan efektif. Pada aspek yang lebih luas diyakini bahwa
pembiayaan kesehatan mempunyai kontribusi pada perkembangan sosial dan ekonomi.

i. Apa prinsip dan sumber pembiayaan kesehatan di Indonesia?


SUMBER PEMBIAYAAN (UURI No. 36 Tahun 2009):

1. Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari Pemerintah, pemerintah daerah,


masyarakat, swasta dan sumber lain.
2. Alokasi pembiayaan kesehatan yang bersumber dari swasta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 170 ayat (3) dimobilisasi melalui sistem jaminan sosial nasional
dan/atau asuransi kesehatan komersial.
PRINSIP PEMBIAYAAN (UURI No. 36 Tahun 2009):

1. Besar anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% (lima


persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji.
2. Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota
dialokasikan minimal 10% (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah di luar gaji.
3. Besaran anggaran kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik yang besarannya sekurang-

32
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggaran kesehatan dalam anggaran pendapatan dan
belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.

IV. Ny. Dede sebetulnya sudah mendapat informasi bahwa Klinik dr. Aril ini
pelayanannya sangat bagus, baik cara pendekatannya maupun jenis
pelayanan yang tersedia dan di dokter Aril ini tidak hanya mengobati pasien
di klinik, tetapi juga dapat memberikan pelayanan kunjungan rumah,
penyuluhan kesehatan dan memberikan binaan kepada keluarga di sekitar
klinik tersebut.

a. Bagaimana standar pelayanan kesehatan DK yang baik dan benar?


1. Standar pemeliharaan kesehatan di klinik
o Standar pelayanan paripurna, pelayanan disediakan sebagai pelayanan strata

pertama untuk semua orang tidak berdasarkan umur atau jenis kelamin. Pelayanan
yang bersifat paripurna yaitu pemeliharaan dan peningkatan kesehatan atau
promotif, pencegahan penyakit dan proteksi khusus atau preventif, pemulihan
kesehatan atau kuratif, pencegahan kecacatan atau disability limitation dan
rehabilitasi baik fisik, mental, maupun sosial setelah sakit dengan memperhatikan
kemampuan sosial serta sesuai dengan medikolegal etika kedokteran.
o Standar pelayanan medik, pelayanan medik yang melaksanakan pelayanan

kedokteran secara lege artis. Berupa anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang,
penegakkan diagnosis dan diagnosis banding, prognosis, konseling, konsultasi,
rujukan, tindak lanjut, tindakan, pengobatan rasional, dan pembinaan keluarga.
o Standar pelayanan menyeluruh, pelayanan disediakan dalam kedokteran keluarga
yang bersifat menyeluruh yaitu peduli bahwa pasien seorang manusia seutuhnya
yang terdiri dari fisik, mental, sosial, dan spiritual, serta berkehidupan di tengah
lingkungan fisik dan sosialnya.
o Standar pelayyanan terpadu, pelayanan disediakan dalam kedokteran keluarga
yang bersifat terpadu, selain berupa kemitraan antara dokter dengan pasiensaat
proses pelaksanaan medik, juga merupakan kemitraan lintas program dengan
berbagai institusi formal maupun informal.
o Standar pelayanan berkesinambungan, merupakan pelayanan berkesinambungan
yang melaksanakan pelayanan kedokteran secra efektif efisien, proaktif, dan terus
menerus demi kesehatan pasien.
33
2. Standar perilaku dalam praktek:
o Standar perilaku terhadap pasien, pelayanan dokter keluarga menyediakan

kesempatan bagi pasien untuk menyampaikan kekhawatiran dan masalah


kesehatannya, serta memberikan kesempatan kepada pasien untuk memperoleh
penjelasan yang dibutuhkan guna dapat memutuskan pemilihan penatalaksanaan
yang akan dilaksanakan.
o Standar perilaku dengan mitra kerja di klinik, seorang dokter keluarga sebagai

pimpinan manajemen untuk mengelola klinik secara professional.


o Standar perilaku dengan sejawat, menghormati dan menghargai pengetahuan
ketrampilan dan kontribusi kolega lain dalam pelayanan kesehatan dan menjaga
hubungan baik secara professional.
o Standar pengembangan ilmu dan ketrampilan praktek, pelayanan dokter keluarga
selalu berusaha mengikuti kegiatan kegiatan ilmiah guna memelihara dan
menmabah ketrampilan praktek serta meluaskan wawasan pengetahuan
kedokteran sepanjang hayatnya.
o Standar partisipasi dalam kegiatan masyarakat di bidang kesehatan, dokter
keluarga selalu berusaha berpartisipasi aktif dalam semua kegiatan peningkatan
kesehatan di sekitarnya dan siap memberikan pendapatnya pada setiap kondisi
kesehatan di daerahnya.

3. Standar pengelolaan praktek, selain dokter keluarga juga terdapat petugas


kesehatan antara lain perawat, bidan, administrasi klinik serta pegawai lain yang
sesuai dengan latar belakang pendidikan atau pelatihannya.

4. Standar sarana dan prasarana, pelayanan dokter keluarga memiliki fasilitas


pelayanan kesehatan strata pertama yang lengkap serta beberapa fasilitas
tambahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitarnya.

5. Standar manajemen keuangan, pencatatan dan jenis sistem pembiayaan praktik.

6. Standar manajemen klinik, pembagian kerja, program pelatihan, program


kesehatan dan keselamatan kerja, dan pembahasan administrasi klinik.

7. Standar peralatan klinik, peralatan medis, peralatan penunjang medis dan


peralatan non medis.

34
8. Standar proses – proses penunjang praktik, pengelolaan rekam medic, pengelolaan
pencegahan infeksi, pengelolaan air bersih, pengelolaan obat, dan pengelolaan
limbah.

b. Bagaimana kompetensi dokter keluarga pada pelayanan primer?


Peran Dokter Keluarga
1. Pengaplikasi ilmu kedokteran klinik dan ilmu perilaku, dilengkapi ilmu
kedokteran mutakhir
2. Memantapkan pelayanan kesehatan primer dan sistem rujukan
3. Pengendali biaya:
a. Efektifitas pelayanan kesehatan
b. Efektifitas sumber daya kesehatan
c. Edukasi kesehatan
d. Pelayanan kesehatan yang bermutu
4. Mengembalikan pelayanan kesehatan yang rasional dan manusiawi Peran dokter
keluarga menurut The Philippine Academy of Family Physicians adalah:
a. Health Care Provider (penyelenggara pelayanan kesehatan)
b. Educator (teacher)
c. Counselor
d. Reseacher (life long learner)
e. Community Leader (Social Mobilizer)

C. LEARNING ISSUE
1. Kedokteran keluarga
Kedokteran keluarga

Pengertian Dokter Keluarga

Definisi dokter keluarga atau dokter praktek umum yang dicanangkan oleh
WONCA pada tahun 1991 adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan
komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran dan mengatur
pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis yang
menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya
pembatasan usia, jenis kelamin ataupun jenis penyakit. Dokter yang mengasuh individu
sebagai bagian dari keluarga dan dalam lingkup komunitas dari individu tersebut tanpa
membedakan ras, budaya dan tingkatan sosial. Secara klinis dokter ini berkompeten
untuk menyediakan pelayanan dengan sangat mempertimbangkan dan memperhatikan
latar budaya, sosial ekonomi dan psikologis pasien. Sebagai tambahan, dokter ini
35
bertanggung jawab atas berlangsungnya pelayanan yang komprehensif dan
berkesinambungan bagi pasiennya.

Definisi kedokteran keluarga (PB IDI 1983) adalah ilmu kedokteran yang
mencakup seluruh spektrum ilmu kedokteran yang orientasinya untuk memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada
kesatuan individu, keluarga, masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor
lingkungan, ekonomi dan sosial budaya. Pelayanan kesehatan tingkat pertama dikenal
sebagai primary health care, yang mencangkup tujuh pelayanan, yaitu:

1. Promosi kesehatan

2. KIA

3. KB

4. Gizi

5. Kesehatan lingkungan

6. Pengendalian penyakit menular

7. Pengobatan dasar

Tujuan Pelayanan Dokter Keluarga

Tujuan Umum

Tujuan umum pelayanan dokter keluarga adalah sama dengan tujuan pelayanan
kedokteran dan atau pelayanan kesehatan pada umumnya, yakni terwujudnya
keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga.

Tujuan Khusus

Sedangkan tujuan khusus pelayanan dokter keluarga dapat dibedakan atas dua
macam:

36
a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif.
Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan dokter keluarga
memang lebih efektif. Ini disebabkan karena dalam menangani suatu masalah
kesehatan, perhatian tidak hanya ditujukan pada keluhan yang disampaikan saja,
tetapi pada pasien sebagai manusia seutuhnya, dan bahkan sebagai bagian dari
anggota keluarga dengan lingkungannya masing-masing. Dengan
diperhatikannya berbagai faktor yang seperti ini, maka pengelolaan suatu
masalah kesehatan akan dapat dilakukan secara sempurna dan karena itu
penyelesaian suatu masalah kesehatan akan dapat pula diharapkan lebih
memuaskan.
b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efisien.
Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan dokter keluarga
juga lebih mengutamakan pelayanan pencegahan penyakit serta diselenggarakan
secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Dengan diutamakannya
pelayanan pencegahan penyakit, maka berarti angka jatuh sakit akan menurun,
yang apabila dapat dipertahankan, pada gilirannya akan berperan besar dalam
menurunkan biaya kesehatan. Hal yang sama juga ditemukan pada pelayanan
yang menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Karena salah satu keuntungan
dari pelayanan yang seperti ini ialah dapat dihindarkannya tindakan dan atau
pemeriksaan kedokteran yang berulang-ulang, yang besar peranannya dalam
mencegah penghamburan dana kesehatan yang jumlahnya telah diketahui selalu
bersifat terbatas.

Fungsi Dokter Keluarga

1. Care Provider (Penyelenggara Pelayanan Kesehatan) yang mempertimbangkan


pasien secara holistik sebagai seorang individu dan sebagai bagian integral (tak
terpisahkan) dari keluarga, komunitas, lingkungannya, dan menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi, komprehensif, kontinu, dan personal
dalam jangka waktu panjang dalam wujud hubungan profesional dokter-pasien yang
saling menghargai dan mempercayai. Juga sebagai pelayanan komprehensif yang
manusiawi namun tetap dapat dapat diaudit dan dipertangungjawabkan
37
2. Comunicator (Penghubung atau Penyampai Pesan) yang mampu memperkenalkan
pola hidup sehat melalui penjelasan yang efektif sehingga memberdayakan pasien
dan keluarganya untuk meningkatkan dan memelihara kesehatannya sendiri serta
memicu perubahan cara berpikir menuju sehat dan mandiri kepada pasien dan
komunitasnya
3. Decision Maker (Pembuat Keputusan) yang melakukan pemeriksaan pasien,
pengobatan, dan pemanfaatan teknologi kedokteran berdasarkan kaidah ilmiah yang
mapan dengan mempertimbangkan harapan pasien, nilai etika, “cost effectiveness”
untuk kepentingan pasien sepenuhnya dan membuat keputusan klinis yang ilmiah
dan empatik
4. Manager yang dapat berkerja secara harmonis dengan individu dan organisasi di
dalam maupun di luar sistem kesehatan agar dapat memenuhi kebutuhan pasien dan
komunitasnya berdasarkan data kesehatan yang ada. Menjadi dokter yang cakap
memimpin klinik, sehat, sejahtera, dan bijaksana
5. Community Leader (Pemimpin Masyarakat) yang memperoleh kepercayaan dari
komunitas pasien yang dilayaninya, menyearahkan kebutuhan kesehatan individu
dan komunitasnya, memberikan nasihat kepada kelompok penduduk dan melakukan
kegaiatan atas nama masyarakat dan menjadi panutan masyarakat

Selain fungsi, ada pula tugas dokter keluarga, yaitu :

a. Mendiagnosis dan memberikan pelayanan aktif saat sehat dan sakit


b. Melayani individu dan keluarganya
c. Membina dan mengikut sertakan keluarga dalam upaya penanganan
penyakit
d. Menangani penyakit akut dan kronik
e. Merujuk ke dokter spesialis
Kewajiban dokter keluarga :

a. Menjunjung tinggi profesionalisme


b. Menerapkan prinsip kedokteran keluarga dalam praktek
c. Bekerja dalam tim kesehatan

38
d. Menjadi sumber daya kesehatan
e. Melakukan riset untuk pengembangan layanan primer

Konsep Dasar

Dokter keluarga adalah dokter yang mengabdikan dirinya dalam pelayanan dan
pengembangan kedokteran keluarga yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh melalui pendidikan/pelatihan khusus di bidang kedokteran keluarga serta
mempunyai wewenang menyelenggarakan praktik dokter keluarga.

Pelayanan dokter keluarga adalah:

e. Pelayanan yang menyeluruh yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga


sebagai suatu unit (pelayanan paripurna).
f. Pelayanan tanpa memandang jenis penyakit, organ, golongan usia, dan jenis kelamin.
g. Pelayanan kontak pertama pasien untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan
yang dihadapi.
h. Pelayanan yang diselenggarakan oleh dokter keluarga bersama tim di suatu sarana
pelayanan kesehatan strata pertama (layanan primer).

Prinsip Pelayanan Dokter Keluarga

Ada 9 prinsip dokter keluarga:

j. Komprehensif dan holistik


k. Kontinyu
l. Mengutamakan pencegahan
m. Koordinatif dan kolaboratif
n. Personal sebagai bagian integral dari keluarganya
o. Mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja dan lingkungan sekitar
p. Menjunjung tinggi etika moral dan hukum
q. Sadar biaya dan sadar mutu
39
r. Dapat diaudit dan dipertanggungjawabkan

Model Pelayanan/Praktik Dokter Keluarga

a. One stop shopping layanan kesehatan tingkat pertama


b. Bekerja dalam tim
c. Kemitraan jangka panjang
d. Pola pikir dan tindak paradigma sehat
e. Kendali mutu dan biaya
f. Membentuk jejaring dokter keluarga

Pengendalian Kualitas Pelayanan Dokter Keluarga

Mengatasi faktor penghambatan antara lain:

a. Terkotak-kotaknya pelayanan kedokteran


b. Mahalnya biaya pelayanan kedokteran
c. Peraturan perundangan
d. Sikap dan kemampuan dokter sebagai penyelenggara pelayanan
e. Sikap dan perilaku pasien sebagai pemakai jasa pelayanan

Meningkatkan pola pikir dan tindak dokter keluarga, antara lain:

a. Penilaian profil kesehatan pribadi


b. Penyusunan program kesehatan khusus
c. Intervensi proaktif
d. Pemantauan kondisi kesehatan prima

Prinsip-Prinsip Pelayanan/Pendekatan Dokter Keluarga

Prinsip-prinsip pelayanan/pendekatan dokter keluarga adalah memberikan/mewujudkan:

1) Pelayanan yang holistik dan komprehensif


40
2) Pelayanan yang kontinu
3) Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
4) Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
5) Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari keluarganya
6) Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan
tempat tinggalnya
7) Pelayanan yang menjunjung etika dan hukum
8) Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggung jawabkan
9) Pelayanan yang sadar biaya dan mutu

Standar Kompetensi Dokter Keluarga

Standar kompetensi dokter keluarga menurut Deklarasi WONCA 2003 adalah sebagai
berikut:

1) Melaksanakan asuhan bagi pasien dalam kelompok usia tertentu


a. Bayi baru lahir
b. Bayi
c. Anak
d. Remaja
e. Dewasa
f. Wanita hamil dan menyusui
g. Lansia pria dan wanita
2) Mengintegrasikan komponen asuhan komprehensif
a. Memahami epidemiologi penyakit
b. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan jasmani secara memadai
c. Memahami ragam perbedaan faali dan mekanisme obat
d. Menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi
e. Menyelenggarakan penilaian risiko khusus usia tertentu
f. Menyelenggarakan upaya pencegahan, penapisan, dan panduan serta penyuluhan
gizi
g. Memahami pokok masalah perkembangan normal

41
h. Menyelenggarakan konseling psikologi dan perilaku
i. Mengkonsultasikan atau merujuk pasien tepat pada waktunya bila diperlukan
j. Menyelenggarakan layanan paliatif dan “jelang ajal”
k. Menjunjung tinggi aspek etika pelayanan kedokteran
3) Mengkoordinasikan layanan kesehatan
a. Dengan keluarga pasien
i. Penilaian keluarga
ii. Menyelenggarakan pertemuan keluarga (pasien)
iii. Pembinaan dan konseling keluarga
b. Dengan masyarakat
i. Penilaian kesehatan masyarakat dan epidemiologi
ii. Pemeriksaan/penilaian masyarakat
iii. Mengenali dan memanfaatkan sumber daya masyarakat
iv. Program pencegahan dan pendidikan bagi masyarakat
v. Advokasi/pembelaan kepentingan kesehatan masyarakat
4) Menangani masalah-masalah kesehatan yang menonjol
a. Kelainan alergik
b. Anestesia dan penanganan nyeri
c. Kelainan yang mengancam jiwa dan kegawatdaruratan
d. Kelainan kardiovaskuler
e. Kelainan kulit
f. Kelainan mata dan telinga
g. Kelainan saluran cerna
h. Kelainan perkemihan dan kelamin
i. Kelainan obstetrik dan ginekologi
j. Penyakit infeksi
k. Kelainan muskuloskeletal
l. Kelainan neoplastik
m. Kelainan neurologi
n. Psikiatri
5) Melaksanakan profesi dalam tim penyedia kesehatan
a. Menyusun dan menggerakkan tim
42
b. Kepempimpinan
c. Keterampilan manajemen praktik
d. Pemecahan masalah konflik
e. Peningkatan kualitas

Karakteristik Pelayanan Kedokteran Keluarga

Karakteristik pelayanan kedokteran keluarga menurut beberapa ahli:

1) Lynn P. Carmichael (1973)


a. Mencegah penyakit dan memelihara kesehatan
b. Pasien sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat
c. Pelayanan menyeluruh, mempertimbangkan pasien dan keluarganya
d. Andal mendiagnosis, tanggap epidemiologi dan terampil menangani penyakit
e. Tanggap saling-aruh faktor biologik-emosi-sosial, dan mewaspadai kemiripan
penyakit
2) Debra P. Hymovic & Martha Underwood Barnards (1973)
a. Pelayanan responsif dan bertanggung jawab
b. Pelayanan primer dan lanjut
c. Diagnosis dini, capai taraf kesehatan tinggi
d. Memandang pasien dan keluarga
e. Melayani secara maksimal
3) IDI (1982)
a. Memandang pasien sebagai individu, bagian dari keluarga dan masyarakat
b. Pelayanan menyeluruh dan maksimal
c. Mengutamakan pencegahan, tingkatan taraf kesehatan
d. Menyesuaikan dengan kebutuhan pasien dan memenuhinya
e. Menyelenggarakan pelayanan primer dan bertanggung jawab atas kelanjutannya

Standar Pelayanan Kedokteran Keluarga


Standar Pelayanan Kesehatan di Klinik (Standards of Clinical Care)

1) Standar Pelayanan Kesehatan Paripurna (Standards of Comprehensive of Care)


43
a. Pelayanan medis strata pertama untuk semua orang
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
c. Pencegahan penyakit dan proteksi khusus
d. Deteksi dini
e. Kuratif medis
f. Rehabilitasi medis dan sosial
g. Kemampuan sosial keluarga
h. Etik medikolegal
2) Standar Pelayanan Medis (Standard of Medical Care)
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
c. Penegakan diagnosis dan diagnosis banding
d. Prognosis
e. Konseling
f. Konsultasi
g. Rujukan
h. Tindak lanjut
i. Tindakan
j. Pengobatan rasional
k. Pembinaan keluarga
3) Standar Pelayanan Menyeluruh (Standard of Holistic of Care)
a. Pasien adalah manusia seutuhnya
b. Pasien adalah bagian dari keluarga dan lingkungannya
c. Pelayanan menggunakan segala sumber di sekitarnya
4) Standar Pelayanan Terpadu (Standard of Integration of Care)
a. Koordinator penatalaksanaan pasien
b. Mitra dokter-pasien
c. Mitra lintas sektoral medis
d. Mitra lintas sektoral alternatif dan komplimenter medik
5) Standar Pelayanan Bersinambungan (Standard of Continuum Care)
a. Pelayanan proaktif
b. Rekam medis bersinambungan
44
c. Pelayanan efektif dan efisien
d. Pendampingan

Standar Perilaku dalam Praktik (Standards of Behavior in Practice)

1) Standar Perilaku terhadap Pasien (Patient-Physician Relationship Standard)


a. Informasi memperoleh pelayanan
b. Masa konsultasi
c. Informasi medis menyeluruh
d. Konsultasi efektif
e. Menghormati hak dan kewajiban pasien dan dokter
2) Standar Perilaku dengan Mitra Kerja di Klinik (Standard of Partners Relationship in
Practice)
a. Hubungan profesional dalam klinik
b. Bekerja dalam tim
c. Pemimpin klinik
3) Standar Perilaku dengan Sejawat (Standard of Working with Colleagues)
a. Hubungan profesional antarprofesi
b. Hubungan baik sesama dokter
c. Perkumpulan profesi
4) Standar Pengembangan Ilmu dan Keterampilan Praktik (Standard of Knowledge and
Skill Development)
a. Mengikuti kegiatan ilmiah
b. Program jaga mutu
c. Partisipasi dalam kegiatan pendidikan
d. Penelitian dalam praktik
e. Penulisan ilmiah
5) Standar Partisipasi dalam Kegiatan Masyarakat di Bidang Kesehatan (Standard as
Community Leader)
a. Menjadi anggota perkumpulan sosial
b. Partisipasi dalam kegiatan kesehatan masyarakat
c. Partisipasi dalam penanggulangan bencana di sekitarnya
45
Standar Pengelolaan Praktik (Standards of Practice Management)

1) Standar Sumber Daya Manusia (Standard of Human Resources)


a. Dokter keluarga
b. Perawat
c. Bidan
d. Administrator klinik
2) Standar Manajemen Keuangan (Standard of Finance Management)
a. Pencatatan keuangan
b. Jenis sistem pembiayaan praktik
3) Standar Manajemen Klinik (Standard Management of Clinic for Practice)
a. Pembagian kerja
b. Program pelatihan
c. Program kesehatan dan Keselamatan kerja (K3)
d. Pembahasan administrasi klinik

Standar Sarana dan Prasarana (Standards of Facilities)

1) Standar Fasilitas Praktik (Standard of Practice Facilities)


a. Fasilitas untuk praktik
b. Kerahasiaan dan privasi
c. Bangunan dan interior
d. Alat komunikasi
e. Papan nama
2) Standar Peralatan Klinik (Standard of Practice Equipments)
a. Peralatan medis
b. Peralatan penunjang medis
c. Peralatan nonmedis
3) Standar Proses Penunjang Praktik (Standard of Clinical Supports Process)
a. Pengelolaan rekam medis
b. Pengelolaan rantai dingin
46
c. Pengelolaan pencegahan infeksi
d. Pengelolaan limbah
e. Pengelolaan air bersih

2. Konsul dan rujukan


SISTEM RUJUKAN BERJENJANG
Sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan
yang mengatur perlimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara
timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta
jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.

Skema 1. Alur pelayanan kesehatan


Ketentuan umum:
1. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama;
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
2. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang
diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.
3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang
dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.
4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik
yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang
menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik.
5. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama dan
tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan
perundangundangan yang berlaku
47
6. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan
dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur
sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.
7. Fasilitas Kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS Kesehatan
akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan
dapat berdampak pada kelanjutan kerjasama
8. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
9. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam
satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan
yang sifatnya sementara atau menetap.
10. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
11. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
b. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan.
12. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan
pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :
a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik
dalam menangani pasien tersebut;
c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan
pelayanan jangka panjang; dan/atau
d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.

48
Gambar 3. Sistem rujukan berjenjang
Tatacara pelaksanaan sistem rujukan berjenjang:
1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai
kebutuhan medis, yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke
fasilitas kesehatan tingkat kedua
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier
hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya,
merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
a. terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan
yang berlaku
b. bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah
Daerah
c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah ditegakkan
rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan
lanjutan
d. pertimbangan geografis; dan
e. pertimbangan ketersediaan fasilitas
4. Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan
kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

49
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi
pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat
dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi
dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama
5. Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan
kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa: 1) pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan
penunjang atau tindakan 2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien
dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

D. KERANGKA KONSEP

E. KESIMPULAN
Dokter Aril telah menyelenggarakan pelayanan kedokteran keluarga secara holistik dan
komprehensif sesuai dengan prinsip konsep dan standar pelayanan dokter keluarga

DAFTAR PUSTAKA
Lestari, Puji et al. 2017. Peran dan Kedudukan Hukum Dokter Keluarga dalam
Pelayanan KesehatanBagi Peserta Asuransi Kesehatan(Pt Askes Persero) di
Kabupaten Temanggung. 3 (2),

Undang – Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2009.
DPR RI dan Presiden RI, Jakarta, hal. 40-41.

Peraturan Gubernur Jawa Barat No. Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem
Rujukan Pelayanan Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2011. H Ahmad Heryawan,
Bandung, hal. 12-14.

50
Trisna, Dhanasari Vidiawati. 2006. Standar Profesi Dokter Keluarga. Perhimpunan
Dokter Keluarga Indonesia, Depok, hal. 1-94.

Astiena, Dr. Adila Kasni, MARS. 2009. Materi Kuliah Pembiayaan Pelayanan
Kesehatan. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas.

Family Medicine Team of FM-UGM, FM-UNS, FM-UI, and PDKI Pusat Jakarta. 2009.
Family Medicine Education and Development in National Health System.
Yogyakarta : Center of Family Medicine.
Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia: Standar Profesi Dokter Keluarga.
http://www.fk.uns.ac.id/static/resensibuku/BUKU_KEDOKTERAN_KELUAR
GA_.pdf, diakses 12 November 2018.

51

Anda mungkin juga menyukai