HEMOPTISIS
DISUSUN OLEH:
Nama
: Riko Kuswara
NIM
: I11112068
PEMBIMBING:
dr. Eva Lydia Ingan R. M., Sp.P
2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Vaskularisasi Paru
2.2.
Hemoptisis
2.2.1. Definisi
2.2.2. Etiologi
2.2.3. Patofisiologi 10
2.2.4. Klasifikasi
12
14
23
2.2.9. Prognosis
24
15
18
2.2.10. Bagan 25
BAB III PENUTUP 27
3.1.
Kesimpulan 27
DAFTAR PUSTAKA
28
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Batuk merupakan reflek pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan
disebabkan oleh bronkiektasis sebesar 45 persen dan pada tumor sebesar 10 persen.1
Komplikasi yang sering terjadi adalah asfiksia, kehilangan darah yang banyak
dalam waktu singkat dan penyebaran penyakit ke jaringan paru yang sehat. Batuk
darah sendiri terkadang sulit didiagnosis, salah satu faktor penyebabnya adalah akibat
ketakutan pasien mengenai gejala ini hingga terkadang pasien akan menahan
3
batuknya, hal ini akan memperburuk keadaan karena akan timbul penyulit. Oleh
sebab itu pengertian yang seksama mengenai hemoptisis diharapkan mampu
memberikan penatalaksanaan yang optimal pada penderita.1,2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Vaskularisasi Paru
(biasanya yang ke-3), common trunk bersama arteri bronchial superior, atau
aorta.
Vena Bronchial
6
Mengalir ke kapiler proksimal yang disuplai oleh arteri bronchial dan vena
pulmonary.Terbagi menjadi :
a. Vena bronchial kanan
b. Vena bronchial kiri
c. Adanya pneumonia aspirasi, yaitu suatu infeksi yang terjadi beberapa jam atau
beberapa hari setelah perdarahan. Keadaan ini merupakan keadaan yang gawat, oleh
karena baik bagian jalan napas maupun bagian fungsionil paru tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya akibat terjadinya obstruksi total. 6
2.2.2. Etiologi
Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas : 2
1. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh
karena jamur dan sebagainya.
2. Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.
3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.
4. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).
5. Benda asing di saluran pernapasan.
6. Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.
Tabel 2.1. Penyebab batuk darah menurut penyelidikan Osler A. Abbott
c. Tuberkulosis
2. Umur 20 40 tahun:
a. Tuberkulosis
b. Bronkiektasis
c. Stenosis mitral
3. Umur lebih dari 40 tahun:
a. Karsinoma bronkogen
b. Tuberkulosis
c. Bronkiektasis
2.2.3. Patofisiologi
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi
dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperan untuk memberikan nutrisi pada
jaringan paru,juga bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan
fungsinya untuk pertukaran gas.6
Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :7,8
1. Batuk darah pada tuberculosis pada umumnya terjadi oleh karena:
a. Adanya Rasmussens aneurysm yang pecah.
Teori dimana terjadi perdarahan aneurisma dari Rasmussen ini telah lama
dianut, tetapi beberapa laporan otopsi lebih membuktikan terdapat hipervaskularisasi
bronkus yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan
asal dari perdarahan. Setelah berkembangnya arteriografi dapat dibuktikan bahwa
pada setiap proses paru terjadi hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis
yang berperan memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terdapat kegagalan arteri
pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Oleh karena itu
terdapatnya Rasmussen aneurisma pada kaverna tuberculosis yang merupakan asal
perdarahan diragukan.
b. Adanya kekurangan protrombin yang disebabkan oleh toksemia dari basil
tuberkulosa yang menginfeksi parenkim paru.
2. Batuk darah pada karsinoma paru.
10
Terjadi oleh karena erosi permukaan tumor dalam lumen bronkus atau berasal
dari jaringan tumor yang mengalami nekrosis, pecahnya pembuluh darah kecil pada
area tumor atau invasi tumor ke pembuluh darah pulmoner.
3. Batuk darah pada bronkiektasis:
a. Mukosa bronkus yang sembab mengalami infeksi dan trauma batuk
menyebabkan perdarahan.
b. Terjadi anastomose antara pembuluh darah bronchial dan pulmonal dan juga
terjadi aneurisma, bila pecah terjadi perdarahan.
c. Pecahnya pembuluh darah dari jaringan granulasi pada dinding bronkus yang
mengalami ektasis.
4. Batuk darah pada bronchitis kronis:
Terjadi oleh karena mukosa yang sembab akibat radang, terobek oleh
mekanisme batuk.
5. Batuk darah pada abses paru:
Pada abses kronik dengan kavitas berdinding tebal yang sukar menutup, maka
pembuluh darah pada dinding tersebut mudah pecah akibat trauma pada saat batuk.
6. Batuk darah pada mitral stenosis dan gagal jantung kiri akut:
a. Bila batuk darah ringan, perdarahan terjadi secara perdiapedesis, karena
tekanan dalam vena pulmonalis tinggi menyebabkan rupture vena pulmonalis
atau distensi kapiler sehingga butir darah merah masuk ke alveoli.
b. Menurut ferguson, batuk darah terjadi karena pecahnya varises di mukosa
bronkus.
c. Pada otopsi ternyata ada anastomose vena pulmonalis dan vena bronkialis yang
hebat sehingga tampak seperti varises.
7. Batuk darah pada infark paru:
Pada infark paru karena adanya penutupan arteri, maka terjadi anastomose.
Selain itu juga terjadi reflek spasme dari vena di daerah tersebut, akibatnya terjadi
daerah nekrosis dimana butir-butir darah masuk ke alveoli dan terjadi batuk darah.
8. Batuk darah pada Good Pasture syndrome:
11
12
13
14
15
masif.
Gambaran
opasitas
dapat
menunjukkan
tempat
Trombositopeni koagulopati
b. CT dan BT; PT dan APTT jika dicurigai adanya koagulopati atau pasien
menerima warfarain/heparin
c. Analisa gas darah arterial harus diukur jika pasien sesak yang jelas dan
sianosis.
e. Pemeriksaan bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan untuk menentukan sumber perdarahan dan
sekaligus untuk penghisapan darah yang keluar, supaya tidak terjadi
penyumbatan. Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena
dengan demikian sumber perdarahan dapat diketahui.2,10
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah : 10
1. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
2. Batuk darah yang berulang
3. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
17
dan
tatalaksana
hipotensi,
anemia
dan
kolaps
expander
dan
darah
kardiovaskuler.
b. Pemberian
oksigen,
cairan
plasma
kateter
balon
oklusi
forgarty
untuk
tamponade
perdarahan.
b. Teknik lain dengan embolisasi arteri bronkialis dan pembedahan.
Sasaran-sasaran
terapi
yang
utama
adalah
memberikan
support
19
Penderita yang masih mempunyai refleks batuk baik dapat diletakkan dalam
posisi duduk, atau setengah duduk dan disuruh membatukkan darah yang terasa
menyumbat saluran nafas. Dapat dibantu dengan pengisapan darah dari jalan nafas
dengan alat pengisap. Jangan sekali-kali disuruh menahan batuk.
Penderita yang tidak mempunyai refleks batuk yang baik, diletakkan dalam
posisi tidur miring kesebelah dari mana diduga asal perdarahan, dan sedikit
trendelenburg untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat. Kalau masih dapat
penderita disuruh batuk bila terasa ada darah di saluran nafas yang menyumbat,
sambil dilakukan pengisapan darah dengan alat pengisap. Kalau perlu dapat dipasang
tube endotrakeal.
Batuk-batuk yang terlalu banyak dapat mengakibatkan perdarahan sukar
berhenti. Untuk mengurangi batuk dapat diberikan Codein10 -20 mg. Penderita batuk
darah masif biasanya gelisah dan ketakutan, sehingga kadang-kadang berusaha
menahan batuk. Untuk menenangkan penderita dapat diberikan sedatif ringan
(Valium) supaya penderita lebih kooperatif.
b. Memperbaiki keadaan umum penderita
Bila perlu dapat dilakukan :
1) Pemberian oksigen.
2) Pemberian cairan untuk hidrasi.
3) Tranfusi darah.
4) Memperbaiki keseimbangan asam dan basa.
c. Menghentikan perdarahan
Pada umumnya hemoptisis akan berhenti secara spontan. Di dalam
kepustakaan dikatakan hemoptisis rata-rata berhenti dalam 7 hari. Pemberian
kantongan es diatas dada, hemostatiks, vasopresin (Pitrissin), ascorbic acid dikatakan
khasiatnya belum jelas. Apabila ada kelainan didalam faktor-faktor pembekuan darah,
lebih baik memberikan faktor tersebut dengan infus.
Pemberian obat obat penghenti perdarahan (obat obat hemostasis), misalnya
vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.
20
21
22
diragukan
dan
dilakukan
bila
23
25
Gambar 2.5. Alur tatalaksana pasien dengan hemoptisis non massif 15,16,17
Pada Gambar 2.4. Pada bagan tersebut disebutkan harus dilakukan
pemeriksaan Foto thorax untuk menentukan lokasi dari perdarahan. MDCTA (Multi
Detector Computed Tomography Angiography) harus segera dilakukan walaupun
dalam kondisi emergensi, tanpa melihat dari hasil dari foto thorax, dikarenakan bisa
menilai lebih baik dalam pengobatan. Jika kasus yang diterima adalah kasus trauma
dada/rupture pembuluh darah arteri paru, gold standard yang paling bisa digunakan
adalah pembedahan. Ketika dari semua kasus dengan MDCTA positif, DSA (Digital
Subtraction Angiography)
untuk mentatalaksana massive dan hemoptisis berulang. Pada kasus emergensi pasien
hemoptisis massif dilakukan endovascular embolization, ketika pasien sudah stabil
tindakan pembedahan dapat dilakukan. Jika MDCTA negative, atau hanya lesi di
daerah bronkus, bronchoscopy dapat dilakukan, jika hasilnya positif dapat dilakukan
arterial endovascular embolization dan kemudian dilakukan pembedahan. Jika hasil
bronchoscopy negative dapat disebut hanya cryptogenic hemoptisis.
Gambar 2.5. pemeriksaan Ro thorax harus dilakukan sebagai langkah
pertama, jika didapatkan gangguan pada bagian pleura yang disebabkan oleh
hemoptisis, harus dilakukan tatalaksana sesuai dengan keluhan (seperti pemberian
antibiotic). Jika tidak ada perbaikan dalam pengobatan dapat direncanakan arterial
endovascular embolization dan pembedahan. Jika hasil Ro thorax negative dapat
dilakukan MDCTA. Jika MDCTA mendapatkan hasil penyebab dari hemoptisis,
standard diagnosis dan pengobatan harus dilakukan. Jika MDCTA mendapatkan hasil
negative dan hemoptisis sudah tertangani bisa di hentikan pemeriksaan. Jika pada saat
pemeriksaan bronchoscopy didapatkan hasil positif dilakukan tatalaksana sesuai
dengan keadaan pasien. Jika hasilnya negative maka itu tersebut hanya cryptogenic
hemoptisis.
26
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Batuk darah (hemoptisis) adalah darah atau dahak bercampur darah yang
dibatukkan yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah (mulai glotis ke arah
distal). Batuk darah adalah suatu keadaan menakutkan / mengerikan yang
menyebabkan beban mental bagi penderita dan keluarga penderita sehingga
menyebabkan takut untuk berobat ke dokter.
Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal dari
nasofaring atau gastrointestinal. Tujuan pokok terapi hemoptisis ialah mencegah
asfiksia, menghentikan perdarahan dan mengobati penyebab utama perdarahan.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Price
SA.Wilson
LM.
2012.Patofisiologi
Konsep
Klinik
Proses-proses
28
7. PAPDI. 2012. Hemoptisis. Dalam: Rani Aziz, Sugondo Sidartawan, Nasir Anna
U.Z., Wijaya Ika Prasetya, Nafrialdi, Mansyur Arif. Panduan pelayanan medik.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
8. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. Tuberkulosis paru dalam buku at a
glance Sistem respirasi. Jakarta: Erlangga; 2008.hal.80-81.
9. Snell, SS. Thorak dalam buku anatomi klinik. Jakarta: EGC; 2009.Hal : 94-95
10. Alsagaff, Hood. 2009. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press.
11. Eddy, JB. Clinical assessment and management of massive hemoptysis. Crit Care
Med 2010; 28(5):1642-7
12. Osaki S, Nakanishi Y, Wataya H, Takayama K, Inoue K, Takaki Y, etal. 2013.
Prognosis of bronchial artery embolization in the management of hemoptysis.
Respiration 67:412-6
13. Google image. Bronkoskopi. Diakses tanggal 9 Desember 2016.
14. Kosasih A., Susanto AD., Pakki TR., Martini T., Diagnosis dan tatalaksana
kegawatdaruratan paru dalam praktek sehari-hari, Jakarta : Sagung Seto, 2008.
15. Rita AL, et al. Diagnosis and management of hemoptysis. Diagn Interv Radiol.
Turkish Society of Radiology. 2014.
16. Lee YJ, Lee SM, Park JS, et al. The clinical implications of bronchoscopy in
hemoptysis patients with no explainable lesions in computed tomography. Respir
Med 2012; 106:413419.
17. Ianniello A, Carrafiello G, Nicotera P, Vaghi A, Cazzulani A. Endovascular
treatment of a ruptured pulmonary artery aneurysm in a patient with Behcets
disease using the Amplatzer Vascular Plug 4. Korean J Radiol 2013; 14:283286.
29