Anda di halaman 1dari 13

RIKO KUSWARA / I11112068

Intoksikasi jengkolat, singkong, dan amfetamin

1. Asam Jengkolat

Asam jengkolat atau jengkolic acid (S,S’-methylenebicysteine) merupakan


senyawa sejenis asam amino non-protein yang mengandung unsur sulfur. Adanya
unsur sulfur ini menyebabkan asam jengkolat dapat menghasilkan bau yang
kurang sedap.

Kandungan asam jengkolat dalam biji jengkol bervariasi, tergantung


varietas dan usia bijinya. Biji jengkol muda mengandung asam jengkolat relatif
lebih sedikit daripada biji yang sudah tua. Pada biji jengkol tua terkandung asam
jengkolat 1-2% dari berat bijinya. Sebutir biji jengkol mentah dengan berat 15
gram dapat mengandung sekitar 0,15 – 0,30 gram asam jengkolat.

Keracunan Asam Jengkolat

Mengkonsumsi biji jengkol mentah atau setengah matang diduga berperan


memberikan potensi risiko terjadinya keracunan jengkol karena asam jengkolat
yang terkandung dalam biji jengkol mentah masih dalam keadaan utuh dan aktif.
Namun demikian tidak semua orang yang mengkonsumsi jengkol akan mengalami
keracunan karena faktor utama penyebab kejadian keracunan akibat jengkol
tergantung pada daya tahan tubuh seseorang, dalam hal ini kondisi lambungnya,
bukan usia biji jengkol, jumlah jengkol yang dikonsumsi, atau cara memasaknya.
Seseorang yang mengkonsumsi jengkol dalam kondisi lambung yang asam akan
lebih berisiko mengalami keracunan.

Keracunan jengkol dapat terjadi akibat mengkristalnya asam jengkolat


dalam suasana asam yang bentuknya menyerupai jarum roset yang sukar larut
dalam air, baik dalam suasana asam maupun basa. Kristal ini dapat menyebabkan
penyumbatan pada saluran kencing (tractus urinarius) dan juga dalam ginjal
sehingga pada kasus yang parah dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Oleh
karena itu, asam jengkolat dikatakan bersifat nefrotoksik atau toksik terhadap
ginjal.

Gejala Keracunan Asam Jengkolat

Seseorang yang mengkonsumsi jengkol umumnya akan menghasilkan bau


jengkol pada napas, mulut, dan urinnya. Keluhan gejala akibat keracunan
umumnya timbul 5 – 12 jam setelah seseorang mengkonsumsi jengkol. Gejala
yang timbul dapat berupa nyeri perut yang kadang-kadang disertai muntah,
serangan kolik dan nyeri saat berkemih, disuria (gangguan berkemih), dan
hematuria (darah di dalam urin). Adanya darah dalam urin disebabkan oleh
adanya luka pada lambung, saluran kemih, bahkan ginjal akibat terkena kristal
asam jengkolat yang tajam.

Jika berlanjut, dapat terjadi gagal ginjal akut yang ditandai dengan fase
oliguri-anuria (pengeluaran urin yang sangat sedikit hingga tidak dapat keluar),
yang kemudian diikuti dengan fase poliuria (volume urin yang sangat besar dalam
periode tertentu).

Pada pemeriksaan urin dengan mikroskop di laboratorium, dapat


ditemukan hablur asam jengkolat berupa jarum runcing yang kadang-kadang
bergumpal menjadi ikatan atau berupa roset.

Penatalaksanaan Keracunan Asam Jengkolat

Keracunan asam jengkolat ringan (nyeri pinggang dan nyeri pada perut)
umumnya dapat diobati dengan minum air yang banyak serta pemberian natrium
bikarbonat 2 gram sebanyak 4 kali sehari secara oral hingga gejala hilang
(asimptomatis). Sedangkan bila terjadi gejala keracunan berat (oliguria,
hematuria, anuria atau tidak dapat minum), maka penderita perlu dirujuk ke rumah
sakit untuk penanganan lebih lanjut.

Tindakan yang dilakukan di rumah sakit berupa:


 Bantuan Hidup Dasar (ABCs of Life Support).
 Pemantauan ketat status cairan dan elektrolit pasien karena kondisi pasien
dapat memburuk secara tiba-tiba dan berat.
 Pemberikan cairan intravena dan elektrolit jika diperlukan untuk
mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
 Pemantauan fungsi ginjal dan alkalinasi urin untuk mengeluarkan kristal
asam jengkolat.
 Jika terjadi gagal ginjal akut maka diberikan natrium bikarbonat melalui
infus dengan dosis yang disesuaikan hasil analisis gas darah.

Pencegahan Keracunan Asam Jengkolat

Untuk mencegah terjadinya keracunan akibat mengkonsumsi jengkol, maka perlu


diperhatikan hal-hal berikut ini:

 Hindari mengkonsumsi jengkol pada saat perut kosong (sebelum makan)


dan/atau jangan disertai makanan/ minuman lain yang besifat asam.
 Hindari mengkonsumsi jengkol dalam keadaan mentah. Sebaiknya jengkol
dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi agar kandungan asam
jengkolatnya dapat berkurang. Jengkol mentah mengandung asam
jengkolat lebih banyak daripada jengkol yang sudah dimasak.
 Biji jengkol dapat dipendam dahulu di dalam tanah sebelum dimasak agar
kandungan asam jengkolatnya dapat berkurang.
 Jangan mengkonsumsi jengkol secara berlebihan, terutama bagi individu
yang mengalami gangguan ginjal.

Daftar pustaka

1. Pedoman Penatalaksanaan Keracunan untuk Rumah Sakit. Hasil


Kerjasama Tim Sentra Informasi keracunan (SIKer), Direktorat Pelayanan
Medik Spesialistik Ditjen Yanmedik, Sentra Pengobatan Keracunan
(SPKer) RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSUD Dr. Sutomo, RSUP Dr.
Hasan Sadikin, dan RSUP H. Adam Malik. Jakarta. 2001.
2. Keracunan akibat Racun Alam. Sentra Informasi Keracunan Nasional,
Pusat Informasi Obat dan Makanan, Badan POM RI. Jakarta. 2007.
3. Shukri R., Mohamed S., Mustapha NM., Hamid AA. Evaluating the toxic
and beneficial effects of jering beans (Archidendron jiringa) in normal and
diabetic rats. J Sci Food Agric. 2011 Nov; 91 (14): 2697-706. doi:
10.1002/jsfa.4516. Epub 2011 Jul 11.
[http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21744354]

2. Singkong

Singkong (Manihot utilisima) atau dikenal juga sebagai ketela pohon


merupakan tanaman yang tumbuh di seluruh wilayah Indonesia, dari Sabang
sampai Merauke. Tanaman singkong dapat dimanfaatkan secara keseluruhan
mulai dari batang, daun dan umbinya. Singkong segar mempunyai komposisi
kimiawi terdiri dari kadar air sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar
protein 1%, kadar lemak, 0,5% dan kadar abu 1%, sehingga merupakan sumber
karbohidrat dan serat makanan, namun hanya mengandung sedikit protein. Selain
sebagai bahan makanan pokok, terdapat pula berbagai macam produk olahan
singkong yang telah dimanfaatkan antara lain adalah tape singkong, peuyeum,
opak, tiwul, kerupuk singkong, keripik singkong, kue, dan lain lain. Walaupun
singkong dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pada beberapa jenis
singkong tertenu juga dapat menimbulkan keracunan, karena singkong
mengandung senyawa yang berpotensi racun, yaitu linamarin dan lotaustralin,
keduanya termasuk golongan glikosida sianogenik.

Toksin/Racun Pada Singkong

Glikosida sianogen merupakan metabolit sekunder pada tumbuhan, yang


berupa turunan asam amino. Terdapat banyak jenis glikosida sianogen, seperti
misalnya pada almond disebut amygdalin, pada Shorgum disebut durrhin, pada
rebung disebut taxiphyllin. Pada singkong, glikosida sianogen utama adalah
linamarin, sementara sejumlah kecil lotaustralin (metal linamarin) hanya
ditemukan dalam jumlah kecil pada singkong. Linamarin dengan cepat
dihidrolisis menjadi glukosa dan aseton sianohidrin sedangkan lotaustralin
dihidrolisis menjadi sianohidrin dan glukosa.

Hidrogen sianida (HCN) atau asam sianida ini merupakan racun pada
singkong, masyarakatmengenal sebagai racun asam biru karena adanya bercak
warna biru pada singkong dan akan menjadi toksin (racun) bila dikonsumsi pada
kadar HCN lebih dari 50 ppm.

Kadar sianida pada singkong bervariasi antara 15-400 mg/kg singkong


yang segar. Singkong dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu singkong jenis
manis dan pahit. Singkong jenis manis memiliki kadar sianida yang rendah ( ≤ 50
mg/kg singkong) sedangkan jenis pahit memiliki kadar sianida yang tinggi (> 50
mg/kg singkong). Singkong manis banyak dikonsumsi langsung dan dimanfaatkan
untuk pangan jajanan, rasa manis disebabkan mengandung sianida yang rendah,
semakin tinggi kadar sianida maka akan semakin pahit rasanya. Industri tepung
tapioka umumnya menggunakan varietas berkadar HCN tinggi (varietas pahit),
untuk mendapatkan pati yang banyak, hal ini disebabkan adanya korelasi antara
kadar HCN singkong segar dengan kandungan pati. Semakin tinggi kadar HCN
yang rasanya semakin pahit, kadar pati semakin meningkat dan sebaliknya.
Namun demikian, pada industri dilakukan proses pengolahan dengan baik
sehingga kadar HCNnya berkurang.

Gejala Keracunan

Kasus keracunan yang terjadi dimasyarakat sering kali karena


mengkonsumsi jenis singkong dengan kadar HCN yang tinggi dan proses
pengolahan yang tidak benar sehingga kadar HCN pada singkong masih melebihi
kadar aman yang dapat dikonsumsi manusia. Gejala keracunan yang muncul
antara lain respirasi cepat, penurunan tekanan darah, denyut nadi cepat, pusing,
sakit kepala, sakit perut, muntah, diare, kebingungan mental, berkedut dan kejang-
kejang. Jika hidrogen sianida melebihi batas toleransi kemampuan individu untuk
detoksifikasi / mentolerir, kematian dapat terjadi akibat keracunan sianida. Dosis
oral HCN yang mematikan bagi manusia yang dilaporkan 0.5-3.5mg/kg berat
badan.

Penatalaksanaan keracunan

Penatalaksanaan pasien keracunan sianida oleh petugas medis adalah


1. Stabilisasi pasien melalui penatalaksanaan jalan nafas, fungsi pernafasan
dan sirkulasi
2. Rangsang muntah dan kumbah lambung dilakukan tidak boleh dari 4 jam
setelah mengkonsumsi singkong beracun.
3. Pemberian arang aktif dengan dosis 1 g/kg atau 30-100 gram dan anak-
anak 15 – 30 gram
4. Antidotum : antidotum diberikan jika pasen mengalami penurunan
kesadaran atau koma.
 Natrium siosulfat 25% melalui intravena
 Amyl nitrit
 Natrium nitrit 3%
 Larutan hydroxocobalamin 40%
 Dimethylaminophenol (4-DMAP) 5%
 Larutan Dicobalt edetat 1,5%

Daftar pustaka

1. Cyanogenic Glycosides in Cassava and Bamboo Shoots a Human Health


Risk Assessment Technical Report Series No.28, Food Standards Australia
New Zealand, New Zaeland, 2004.
2. Sentra Informasi Keracunan, Badan POM. Pedoman Penatalaksanaan
Keracunan untuk Rumah Sakit. Jakarta. 2001.
3. Amfetamin

Menurut Undang-undang RI No. 5/1997 tentang psikotropika adalah zat


atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibedakan dalam
4 golongan sebagai berikut :
• Psikotropika golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan
Contoh : MDMA, ecstasy, LSD, ST
• Psikotropika golongan II : Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan
dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Contoh : amfetamin, fensiklidin, sekobarbital, metakualon, metilfenidat
(ritalin).
• Psikotropika golongan III : Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom
ketergantungan. Contoh : fenobarbital, flunitrazepam.
• Psikotropika golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat untuk
pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom
ketergantungan. Contoh: diazepam, klobazam, bromazepam, klonazepam,
khlordiazepoxide, nitrazepam

Amphetamine merupakan salah satu obat dari golongan psikotropika


golongan II. Istilah amphetamine digunakan untuk sekelompok obat yang secara
struktural mempunyai keterbatasan dalam penggunaan klinis tetapi sangat
potensial untuk menjadi toksik adiksi dan disalah gunakan. Golongan
betafenilisopropilamin adalah bentuk dasar dari golongan amfetamin dan pertama
kali disintesa pada tahun 1887.

Ectasy adalah nama yang populer digunakan untuk Methylenedioxy


methamphetamine (MDMA) sedangkan shabu-shabu adalah nama populer yang
digunakan untuk methamphetamine. Maka kedua jenis zat tersebut merupakan
derivat yang sama yaitu golongan Amfetamine. Di negara Barat terutama di
Hawaii dan Amerika methamphetamine dikenal dengan nama ice, di Korea dan
Filipina glass, sedangkan di Jepang dikenal dengan nama Shabu.

Gejala klinis

Amfetamine merupakan stimulan kuat terhadap susunan saraf pusat


dengan aksi alfa dan beta adrenergik di perifer yang meyerupai obat-obat
simpatomimetik tak langsung. Pada susunan saraf pusat amphetamine
menstimulasi korteks serebri, striatum, sistim limbik dan batang otak.

Pada manusia dengan dosis kecil atau sedang (5-15mg) akan


mempengaruhi susunan saraf pusat dengan gejala:

- Meningkatkan kewaspadaan
- Meningkatkan aktivitas lokomotor
- Meningkatkan mood
- Menurunkan nafsu makan
- Euforia
- Hiperthermi
Kadar plasma yang dicapai pada dosis tersebut adalah 5-10μg/100 ml.
Pada penggunaan dosis tinggi secara tunggal (≥ 20-30 mg) atau pemakaian yang
terus menerus dengan dosis kecil selama beberapa hari amfetamine dapat
menginduksi keadaan psikosa toksik yang ditandai oleh:
- Pemikiran delusional
- Halusinasi dengar
Gejala-gejala tersebut sangat erat berhubungan dengan suatu Skizofrenia
paranoid akut.
Dikatakan pula bahwa pada pemakaian dengan dosis 10-30 mg dekstro
amfetamine menimbulkan gejala:
- Mengurangi rasa lelah
- Meningkatkan inisiatif
- Menigkatkan daya konsentrasi
- Insomnia
Pada penggunaan dengan dosis tinggi akan menimbulkan:
- Kejang-kejang
- Gerakan stereotipik
- Psikosis
Pada percobaan binatang dikatakan pemberian amfetamine dengan dosis
1,0-2,5 mg/kg menghasilkan peningkatan aktivitas lokomotor, tetapi dosis ≥ 2,5
mg/kg menimbulkan pola prilaku stereotipik. Efek perifer amfetamine
ditimbulkan oleh karena pelepasan norepinefrin, efek tersebut yaitu:
- Meningkatnya sistolik dan diastolik
- Meningkatnya denyut jantung
- Aritmia jantung
Dosis toksik dari amfetamine sangat bervariasi. Kadang-kadang
manifestasi toksik dapat terjadi sebagai idiosinkrasi setelah dosis sedikitnya 2 mg.
Tetapi sangat jarang terjadi dengan dosis dibawah 15 mg. Reaksi yang berat dapat
terjadi pada penggunaan yang kronis. Beberapa peneliti telah membagi gambaran
klinik dari toksisitas sublethal dalam beberapa kategori berdasarkan pada beratnya
gejala.
Efek Sistemik
• Sistem kardiovaskuler
Terhadap jantung amfetamine menimbulkan sinus takhikardi. Selain itu juga
dapat menyebabkan:
- hipertensi
- sinus takikardia
- iskemi miokard
• Rhabdomiolisis
Koppel membedakan rhabdomiolisis primer akibat toksin dan sekunder akibat
iskemia atau hipokalemi. Pada gangguan amfetamine rhabdomiolisis disebabkan
sekunder akibat iskemia otot pada overdosis dari obat. Hal ini dapat merupakan
akibat dari kompresi otot lokal saat koma, kejang yang terjadi terus menerus dan
mioklonos, pemakaian kronis dari amfetamine yang menyebabkan hipokalemi.
• Kerusakan ginjal
Amfetamine mengakibatkan myoglobinuric tubular necrosis, sedangkan
metamfetamine dapat menyebabkan Proliferatif Glomerulonephritis akibat dari
suatu systemic necrotizing vasculitis. Biasanya terjadi bila amfetamine digunakan
secara intravena, Merupakan keadaan yang jarang terjadi, dan timbul bila terjadi
overdosis. Yang paling sering adalah derivat metamfetamin.
• Gangguan GIT
Amfetamine dapat menyebabkan toksisitas pada kolon akibat iskemi
• Fungsi seksual
Amfetamine menyebabkan ejakulasi spontan
• Sistem endokrin
Fenfluramin menyebabkan hiperprolaktiemia
• Hiperthermia
Mekanisme hiperthemia akibat amfetamine biasanya akibat gangguan
thermoregulasi. Selain itu sind hiperthermi sentral dapat diakibatkan oleh drug
induce amfetamine yang menimbulkan hiperrefleksi otonom (meningkatkan
produksi panas). Peningkatan suhu khas berkisar 39o – 40 o. Biasanya suhu
kembali normal dalam 48-72 jam bila obat dihentikan, tetapi dapat menetap
beberapa hari sampai minggu bila disertai rash makulopapulaer akibat reaksi obat.
Hiperthermi biasanya berhubungan dengan intoksikasi. Merupakan gejala yang
paling sering ditemukan dan keadaan ini dapat reversible
Efek Psikiatris
• Psikosa
Psikosa akibat amfetamine sebagian besar berupa skizofrenia paranoid
• Depresi
Derivat amfetamine yang dapat menimbulkan depresi terutama adalah
enfluramin
• Agresif
Violence adalah tingkah laku khas ditandai dengan menyerang secara agresif atau
membunuh. Hal ini dapat dipresipilasi oleh gangguan mental, situasi frustasi atau
penyakit organik.
Efek Neurologis
• Gangguan kesadaran
Gangguan kesadaran dapat terjadi pada penggunaan amfetamine. Koma pada
amfetamine biasanya terjadi setelah kejang, tetapi pada pengguna narkotika koma
dapat terjadi berhubungan dengan:
- overdosis, murni (jarang), campuran dengan sedatif
- hipoksia, edema paru, aspirasi pneuminitis,pneumoni
- hipoglikemia
- postanoksik ensefalopati
- trauma
- kejang
- sepsis
- hepatik ensefalopati
Gambaran klinis dibagi menjadi beberapa stadium:
- agitasi
- agresif
- paranoid
- halusinasi
Gejala fisik:
- pireksia
- hipertensi
- takikardi
- aritmia
- dilatasi pupil
- tremor
- kejang
• Movement disorders
Chorea merupakan gangguan yang sering ditemukan. Hal ini ditemukan sebagai
reaksi toksik setelah pemakaian kronis. Pada dosis kecil kadang-kadang
menimbulkan chorea pada tungkai dan orofasial yang reversibel. Pada
penggunaan kronis dapat timbul chorea generalisata
• Efek pertumbuhan
Pada anak-anak amfetamine dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Hal ini
terjadi pada pemakaian kronis. Anak-anak hanya dapat tumbuh sampai 60-75%
dari normal, tetapi bila obat dihentikan maka tampak pertumbuhan anak akan
kembali berlangsung bahkan sangat cepat.
• Stroke
Vaskulitis sistemik ditemukan setelah pemakaian kronis intravena dan oral dari
amfetamine. Pada usia muda proses vaskulitis terbatas pada sirkulasi serebri
sehingga dapat menimbulkan sindroma stroke akut. Mekanisme terjadinya
vaskulitis ini tidak jelas.
• Stroke perdarahan
Amfetamine dapat menyebabkan perdarahan intraserebral melalui mekanisme
vaskulopati ataupun hipertensi akut. Perdarahan otak dapat terjadi setelah
pemakaian amfetamine biasanya secara injeksi. Perdarahan intraserebral ataupun
subarakhnoid dapat terjadi pada pengguna amfetamine
• Kejang
Pada pengguna amfetamine kejang dapat timbul baik pada pemakaian pertama
kali ataupun pada pemakaian kronis, biasanya akibat intoksikasi akut. Kejang
dapat berupa kejang fokal, umum, tonik klonik ataupun status epilepsi. Seluruh
kasus kejang pada pemakai amfetamine terjadi pada pemakai secara intravena.
Sindroma toksik dari amfetamine: Memberikan gambaran sindroma
simpatomimetik. Gejala yang sering ditemukan:
- defusi
- paranoid
- takikardi (atau bradikardi bila obat murni alfa adrenergik agonis)
- hipertensi
- diaphoresis
- piloereksi
- midriasis
- hiperrefleksi
- kejang, hipotensi dandisritmia dapat terjadi pada kasus yang berat

Tatalaksana
 Bilas lambung
 Klorpromazin 0,5-1 mg/kg BB, dapat diulang tiap 30 menit

Daftar pustaka :
1. Sudarso Y. Tentang Napza. Narasi Anjuran Presentasi Fasilitasi untuk
Topik Napza [Online] 2008 [cited 2008 April 23]; Available from:
URL:http://webmaster.sman1ciawigebang.com
2. Japardi I. Efek Neurologi Dari Ecstasi dan shabu-shabu. Fakultas
Kedokteran Bagian Bedah [Online] 2002 [cited 2008 April 23]; Available
from: URL:http://www.usu.ac.id
3. Anonyma. NAPZA [Online] 2001 [cited 2008 April 24]; Available from:
URL:http://www.bkkbn.go.id.
4. Idries AM. Keracunan. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. edisi
1. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. Hal 329 – 46

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Ii Minipro
    Bab Ii Minipro
    Dokumen14 halaman
    Bab Ii Minipro
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • MR 11 April 19
    MR 11 April 19
    Dokumen3 halaman
    MR 11 April 19
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • Dr. Arif - Kul - Pengantar KV
    Dr. Arif - Kul - Pengantar KV
    Dokumen9 halaman
    Dr. Arif - Kul - Pengantar KV
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • Dr. Arif - Kul - Pengantar KV
    Dr. Arif - Kul - Pengantar KV
    Dokumen9 halaman
    Dr. Arif - Kul - Pengantar KV
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • MR 12 Maret 19
    MR 12 Maret 19
    Dokumen3 halaman
    MR 12 Maret 19
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • MR 16 April 2019
    MR 16 April 2019
    Dokumen3 halaman
    MR 16 April 2019
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • BPKM KV 14
    BPKM KV 14
    Dokumen14 halaman
    BPKM KV 14
    Andri Hendratno
    Belum ada peringkat
  • MR 17 April 2019
    MR 17 April 2019
    Dokumen3 halaman
    MR 17 April 2019
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • MR 4 Maret 19
    MR 4 Maret 19
    Dokumen3 halaman
    MR 4 Maret 19
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • MR 4 Maret 19
    MR 4 Maret 19
    Dokumen4 halaman
    MR 4 Maret 19
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • MR 17 Maret 19
    MR 17 Maret 19
    Dokumen4 halaman
    MR 17 Maret 19
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen29 halaman
    Refer at
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen18 halaman
    Refer at
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • Referat Hemoptisis
    Referat Hemoptisis
    Dokumen29 halaman
    Referat Hemoptisis
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen29 halaman
    Refer at
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen1 halaman
    Refer at
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • Tambahan Referat
    Tambahan Referat
    Dokumen20 halaman
    Tambahan Referat
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • Tambahan Referat
    Tambahan Referat
    Dokumen13 halaman
    Tambahan Referat
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • Referat
    Referat
    Dokumen36 halaman
    Referat
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • Genitouri
    Genitouri
    Dokumen22 halaman
    Genitouri
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • Pembekalan Koas 9-15
    Pembekalan Koas 9-15
    Dokumen18 halaman
    Pembekalan Koas 9-15
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • MR 7 Maret 19
    MR 7 Maret 19
    Dokumen4 halaman
    MR 7 Maret 19
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • Referat ALL
    Referat ALL
    Dokumen67 halaman
    Referat ALL
    Riko Kuswara
    100% (1)
  • Rangkuman Pertanyaan
    Rangkuman Pertanyaan
    Dokumen3 halaman
    Rangkuman Pertanyaan
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • MR 4 Maret 19
    MR 4 Maret 19
    Dokumen3 halaman
    MR 4 Maret 19
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • Slide Lapkas Fix
    Slide Lapkas Fix
    Dokumen109 halaman
    Slide Lapkas Fix
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Fawaid Akbar Alfaizi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen8 halaman
    Bab I
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Riko Kuswara
    Belum ada peringkat