Anda di halaman 1dari 39

1

BAB I

PENDAHULUAN

Multiple myeloma merupakan keganasan tulang yang paling umum terjadi


dengan frekuensi yang meningkat pada orang tua. Gejala yang khas adalah nyeri
tulang, malaise, anemia, gangguan ginjal, dan hiperkalsemia. Penemuan yang tidak
sengaja pada pemeriksaan laboratorium sering ditemukan. Penyakit ini didiagnosis
dengan serum atau protein urine electrophoresis atau immunofixation dan analisis
aspirasi sumsum tulang. Radiografi tulang yang penting dalam staging multiple
myeloma berupa adanya lesi litik , fraktur kompresi vertebral, dan osteoporosis.
Magnetic resonance imaging dan positron emission tomography atau computed
tomography digunakan sebagai alat yang berguna dalam evaluasi pasien myeloma;
magnetic resonance imaging lebih disukai untuk mengevaluasi kompresi tulang
belakang akut. Nuclear bone scans and dual energy x-ray absorptiometry tidak
memiliki peran dalam diagnosis dan staging myeloma. Diagnosis banding
gammopathies monoklonal termasuk monoclonal gammopathy of uncertain
significance (MGUS), smoldering (asimtomatik) dan myeloma, amiloidosis, B-cell
non-Hodgkin lymphoma, Waldenstrom macroglobulinemia, dan jarang pada
leukemia sel plasma dan heavy chain diseases. Pasien dengan MGUS atau
smoldering multiple myeloma harus diikuti, tapi tidak diobati. Symptomatic multiple
myeloma diobati dengan kemoterapi diikuti oleh transplantasi sel induk autologus,
jika memungkinkan. Melphalan, prednisolon, deksametason, vincristine, doxorubicin,
bortezomib, dan thalidomide dan analog nya lenalidomide telah digunakan dengan
sukses. Adalah penting bahwa dokter keluarga mengenali dan tepat mengobati
beberapa komplikasi myeloma. Nyeri tulang diobati dengan opiat, bifosfonat,
radioterapi, vertebroplasti, atau kyphoplasty; obat anti-inflamasi nonsteroid
nefrotoksik harus dihindari. Hiperkalsemia diperlakukan dengan infus isotonik
garam, steroid, furosemide, atau bifosfonat. Karena kerentanan terhadap infeksi,
2

pasien memerlukan antibiotik spektrum luas untuk penyakit demam dan imunisasi
terhadap influenza, pneumokokus, dan Haemophilus influenzae B. tingkat
kelangsungan hidup lima tahun mendekati 33 persen, dan tingkat kelangsungan hidup
rata-rata adalah 33 bulan.1
3

BAB II

MULTIPLE MYELOMA

2.1 DEFINISI

Myeloma secara harfiah "oma," atau tumor, yang melibatkan "myelo," atau
sel yang memproduksi darah dalam sumsum tulang2. Multiple myeloma adalah
keganasan primer tulang yang paling banyak dijumpai, merupakan neoplasma Plasma
Cell Dyscrasia (PCD) yang berasal dari klon tunggal dan menghasilkan sejumlah
disfungsi organ dan gejala klinis yang ditandai dengan 5 tanda klinis: (a) anemia, (b)
protein monoklonal dalam serum atau urin atau keduanya, (c) radiografi tulang yang
abnormal dan nyeri tulang, (d) hiperkalsemia , dan (e) insufisiensi atau gagal
ginjal1345 . Manifestasi klinis dari MM heterogen oleh karena adanya massa tumor,
produksi immunoglobulin monoclonal, penurunan sekresi immunoglobulin oleh sel
plasma normal yang mengakibatkan terjadinya hipogamaglobulinemia, gangguan
hematopoesis dan penyakit osteolitik pada tulang, hiperkalsemia dan disfungsi
organ6.

2.2 INSIDENSI

Multiple myeloma menyumbang 1% dari semua kanker dan sekitar 10% dari
semua keganasan hematologi. Setiap tahun lebih dari 20.000 kasus baru di diagnosis
di Amerika Serikat. Insidensi berdasarkan usia di Amerika Serikat tetap stabil selama
beberapa dekade sekitar 4 per 100.000 orang. Multiple myeloma lebih umum terjadi
pada pria dibandingkan pada wanita, dan dua kali lebih umum di Afrika-Amerika
dibandingkan dengan Caucasian. Usia rata-rata pasien pada saat diagnosis adalah
sekitar 65 tahun 8. Diperkirakan terdapat 24.050 kasus dan 11.090 yang meninggal
pada tahun 2014. Kelangsungan hidup selama 5 tahun telah meningkat secara
substansial (45% di 2004-2010 vs 28% di 1987-1989) karena terdapatnya regimen
baru9. The American Cancer Society memperkirakan bahwa multiple myeloma akan
4

didiagnosis pada 21.700 orang selama tahun 2012. Terjadi lebih sering dengan
bertambahnya usia dan dua kali pada individu hitam daripada individu putih6. Faktor
lingkungan mungkin terdapat hubungan selain faktor genetik untuk meningkatkan
risiko multiple myeloma. Paparan radiasi pengion, pestisida, atau mungkin
petrokimia juga meningkatkan risiko.10. Data kematian Internasional
mengungkapkan bahwa tingkat tertinggi myeloma terjadi di Eropa Utara, Amerika
Utara, Australia, dan Selandia Baru, dan rata-rata terendah adalah di Jepang,
Yugoslavia, dan Yunani.2

2.3 ETIOLOGI

Penyebab myeloma masih belum diketahui dengan pasti. Myeloma terjadi


dengan meningkatnya frekuensi pada orang yang terkena radiasi dari ledakan nuklir
pada Perang Dunia II setelah 20 tahun. Myeloma lebih umum terjadi pada petani,
pekerja kayu, pekerja kulit, dan mereka yang terkena produk minyak bumi.4.
Kejadian keganasan sel plasma mungkin merupakan suatu proses multi langkah.
Faktor genetik mungkin berperan pada orang-orang yang rentan untuk terjadinya
perubahan yang menghasilkan proliferasi sel plasma sebagai prekursor, membentuk
klon yang stabil dari sel plasma yang memproduksi protein M seperti pada MGUS.
Dalam sel mana terjadi transformasi maligna tepatnya terjadi belum jelas.6
Penelitian terbaru menunjukan bahwa kemungkinan berhubungan dengan penurunan
sistem kekebalan tubuh, beberapa pekerjaan, paparan bahan kimia tertentu dan
paparan radiasi. Namun, tidak ada hubungan yang kuat, dan dalam kebanyakan kasus,
multiple myeloma berkembang pada individu yang telah ada faktor risiko.7

2.4 PATOGENESIS

Myeloma muncul dari proliferasi premalignant asimtomatik monoklonal sel


plasma yang berasal dari sel post-germinal-center B. Multistep genetik dan perubahan
lingkungan mikro menyebabkan transformasi sel-sel ini menjadi neoplasma ganas.
Myeloma diduga berevolusi paling umum dari gammopathy monoklonal yang belum
5

ditentukan (dikenal sebagai MGUS) yang berkembang menjadi smoldering myeloma


dan, akhirnya, menjadi simptomatik myeloma (Gbr. 1). Beberapa kelainan genetik
yang terjadi pada sel-sel plasma tumor memainkan peran utama dalam patogenesis
myeloma.

Translokasi awal primer kromosom terjadi pada tempat immunoglobulin regio


kromosom 14 (q32.33), yang paling sering disandingkan ke MAF (T [14; 16]
[q32.33; 23]) dan MMSET pada kromosom 4p16.3. Proses ini menghasilkan
deregulasi dua gen yang berdekatan, MMSET dalam semua kasus dan FGFR3 di 30%
kasus. Secondary late onset translokasi dan mutasi gen yang terlibat dalam
perkembangan penyakit termasuk kelainan kariotipe kompleks dalam MYC, yang
mengaktivasi NRAS dan KRAS, mutasi FGFR3 dan TP53, dan inaktivasi cyclin-
dependent kinase inhibitor CDKN2A dan CDKN2C. Kelainan genetik lain nya
melibatkan disregulasi epigenetik, seperti perubahan dalam ekspresi microRNA dan
metilasi gen modifikasi. Gene-ekspresi profiling memungkinkan klasifikasi multiple
myeloma menjadi subkelompok yang berbeda atas dasar kelainan genetik

Kelainan genetik mengubah ekspresi molekul adhesi pada myeloma sel, serta
respon terhadap rangsangan pertumbuhan dalam lingkungan mikro (Gbr. 2).Interaksi
antara sel myeloma dan sel sumsum tulang atau protein matriks ekstraselular
dimediasi melalui reseptor permukaan sel (misalnya, integrin, cadherin, selectins, dan
molekul sel adhesi) meningkatkan pertumbuhan tumor, kelangsungan hidup, migrasi,
dan resistensi obat. Adhesi sel myeloma untuk hematopoietik dan stroma sel
menginduksi sekresi sitokin dan faktor pertumbuhan, termasuk interleukin-6,
vascular endothelial growth factor (VEGF), insulin-like growth factor 1, superfamili
tumor necrosis factor, transformasi pertumbuhan β1 faktor, dan interleukin-10.
Sitokin dan faktor pertumbuhan yang diproduksi dan disekresi oleh sel dalam
lingkungan mikro sumsum tulang, termasuk sel-sel myeloma, dan diatur oleh loop
autokrin dan parakrin.
6

Adhesi sel myeloma dengan protein matriks ekstraselular (misalnya, kolagen,


fibronectin, laminin, dan vitronektin) memicu up-regulasi siklus sel protein regulator
dan protein anti apoptosis. Lesi tulang disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam
fungsi osteoblas dan osteoklas. Penghambatan jalur Wnt menekan osteoblas,
sedangkan amplifikasi dari jalur RANK dan aksi makrofag inflamasi protein 1 α
(MIP1α) mengaktifkan osteoklas. Induksi molekul proangiogenic (misalnya, VEGF)
meningkatkan kepadatan mikrovaskuler dari sumsum tulang dan menyumbang untuk
struktur abnormal tumor myeloma.

Aktivitas anti myeloma inhibitor proteasome dan obat imunomodulator


muncul dari gangguan beberapa jalur sinyal yang mendukung pertumbuhan,
proliferasi, dan kelangsungan hidup sel myeloma. Penghambatan proteasome
merangsang beberapa jalur apoptosis, termasuk induksi retikulum endoplasma respon
stres, dan melalui penghambatan nuclear factor κB (NF-kB) sinyal down-regulasi
faktor angiogenesis, sitokin signaling, dan adhesi sel di lingkungan mikro. obat
imunomodulator merangsang apoptosis dan menghambat angiogenesis, adhesi, dan
sirkuit sitokin; mereka juga merangsang peningkatan kekebalan tubuh terhadap sel
myeloma oleh sel T dan natural killer cells dalam host.10
7

Gambar 1. Patogenesis multipel myeloma10


8

Gambar 2. Interaksi antara plasma sel dan tulang belakang pada multipel myeloma10
9

2.5 GAMBARAN KLINIS

MM harus dipikirkan pada pasien di atas 40 tahun dengan anemia yang sulit
diketahui penyebabnya, disfungsi ginjal atau adanya lesi tulang (hanya < 2%
penderita MM berusia < 40 tahun). Penderita MM biasanya dengan gejala anemia,
nyeri tulang, fraktur patologik, tendensi perdarahan, dan atau neuropati perifer.
Kelainan ini akibat dari tekanan masa tumor atau sekresi protein atau sitokin oleh
sel tumor, atau sel-sel dari produk tumor. Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak
ditemukan kelainan spesifik. Kadang-kadang terdapat nyeri lokal bagian-bagian
tulang. Panjang tubuh pederita MM yang lanjut dapat banyak menurun karena
infraksi vertebra.

 Nyeri : terutama nyeri tulang karena fraktur kompresi pada tempat


osteopenia atau karena lesi litik tulang, biasanya tulang punggung.
Keadaan ini disebabkan oleh aktifitas yang berlebihan dari faktor pengaktif
osteoklast (OAF) seperti IL-1p, TNF-p dan atau Li-6. Faktor-faktor ini
juga menghambat aktivitas osteoblastik kompensatori. Nyeri lokal dapat
juga disebabkan oleh tekanan tumor pada medulla spinalis dan saraf-saraf
yang keluar dari medulla spinalis.
 Gejala anemia : letargi, kelemahan, dispnea, pucat, takhikardia, dst.
 Infeksi berulang : ini berkaitan dengan kekurangan produksi antibodi, dan
pada penyakit lanjut, karena netropenia
 Nefropati : Fungsi ginjal terganggu bila kapasitas absorpsi dari rantai berat
haus (lelah) yang akan menyebabkan nefritis interstisiil dengan rantai berat.
Penyebab kedua nefropati adalah hiperkalsemia dengan hiperkalsiuria, yang
menyebabkan azotemia pre-renal. Hiperkalsemia dapat menyebabkan
penimbunan ditubulus renal, yang juga menyebabkan nefritis interstisiil.
Penyebab lain gagal ginjal pada MM adalah seringnya menggunakan
antiinflamasi nonsteroid untuk mengatasi nyeri pada MM
10

 Kecenderungan perdarahan abnormal : protein mieloma mengganggu


fungsi trombosit dan faktor pembekuan : trombositopenia terdapat pada
penyakit lanjut.
 Kadang - kadang terdapat makroglossia, "carpal turnel syndrome" dan diare
yang disebabkan penyakit amiloid.
 "Sindrom hiperviskositas" terjadi pada kurang lebih 10% pasien MM di
mana viskositas plasma meningkat 4 kali viskositas plasma normal yang
menyebabkan kelainan pada sirkulasi sehingga mengakibatkan disfungsi
organ serebral, paru, ginjal, mata dan organ-organ lain, biasanya berupa
trombosis dengan purpura, perdarahan, kelainan penglihatan, gejala SSP dan
neuropati, dan payah jantung.
 Neuropati : umumnya disebabkan oleh kompresi pada medulla spinalais
atau saraf kranial. Polineuropati dapat terjadi oleh karena adanya endapan
amiloid pada perineuronal atau perivaskular (vasa nervorum), tetapi dapat
juga karena osteosklerotik mieloma. Kadang-kadang merupakan bagian
dari sindrom POEMS {polineuropati, organomegali, endokrinopati,
monoklonal gammopati dan perubahan kulit).6 11 12

2.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Anemia normokromik normositik terjadi pada sekitar 75% pasien dan


memberikan gejala berupa kelelahan. Jumlah leukosit normal. Trombositopenia
ditemuka sekitar 15 % pasien. Adanya sel plasma dalam apusan darah tepi jarang,
proporsi plasma sel jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel
plasma. Formasi Rouleux pada 60% pasien. Hiperkalsemia ditemukan pada 30%
pasien. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami
gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menujukan proteinuria, sekitar 50%
proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau
imunofiksasi.4 13
11

Lesi tulang osteolitik dapat terdeteksi di sekitar 80% dari pasien. Temuan lain
nya berupa peningkatan kreatinin serum ( ≥ 2 mg / dL) (20%). Sekitar 1% - 2% dari
pasien dengan MM terjadi extramedullary disease (EMD) pada saat diagnosis awal,
dan 8% berkembang menjadi EMD lanjut di kemudian hari. Monoklonal (M) protein
dalam serum atau urine merupakan tanda utama dari MM terlihat pada 82% pasien
pada elektroforesis protein serum. Sensitivitas meningkat menjadi 93% ketika serum
immunofixation ditambahkan dan 97% dengan penambahan baik serum free light
chain (FLC) assay atau urin 24 jam . Jadi, jika pasien diduga MM, strategi skrining
yang dianjurkan adalah elektroforesis serum protein, serum immunofixation, dan baik
serum FLC assay atau 24 jam elektroforesis protein urin dengan immunofixation.
Jenis M protein adalah IgG pada sekitar 50%, IgA di 20%, immunoglobulin light
chain hanya dalam 20%, IgD di 2%, dan IgM pada 0,5%. Sekitar 2% hingga 3% dari
MM tidak terdeteksi protein M dan disebut sebagai Non Secretory MM.12

Pemeriksaan Serum Elektroforesa.9 :

Gambar 3. Serum elektroferasa pada multipel myeloma


12

Pemeriksaan Gambaran Darah Tepi 11 :

Gambar 4. Gambaran darah tepi multipel myeloma

Pemeriksaan Bone Marraow Punction (BMP) 4 13 :


13

Gambar 5. Biopsi sumsum tulang pada multipel myeloma

2.7 PEMERIKSAAN RADIOLOGI

2.7.1 Foto polos x-ray

Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi multiple,


berbatas tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan
pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya
berawal di rongga medulla, mengkikis tulang cancellous, dan secara progresif
menghancurkan tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien
myeloma, dengan sedikit pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada
beberapa pasien, ditemukan gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan difus
pada pemeriksaan radiologi. 4 13 14

Saat timbul gejala sekitar 80-90% diantaranya telah mengalami kelainan


tulang. Film polos memperlihatkan 15 16 :

 Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekuler tulang,


terutama tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada
jaringan myeloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan
tanda radiologis satu-satunya pada multiple myeloma. Fraktur patolgis sering
dijumpai.
14

 Fraktur kompresi pada badan vertebra, tidak dapat dibedakan dengan


osteoporosis senilis.
 Lesi-lesi litik “punch out” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi
yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.
 Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks, menghasilkan
massa jaringan lunak.

Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada


suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga
44%, tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavikula 10% dan scapula
10%.14

2.7.2 CT-scan

CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada myeloma. Namun,


kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT scan tidak
dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional
menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi. 14

2.7.3 MRI

MRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas ini


baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit
myeloma berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran
T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.

Sayangnya, hampir setiap tumor muskoloskelatal memiliki intensitas dan


pola menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit
namun tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple myeloma
seperti pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang
untuk meniali plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraoseus, MRI dapat
15

berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi


kompresi tulang. 14

2.7.4 Radiologi Nuklir

Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada


osteoklas. Scan tulang radiolgi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik
(formasi tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin. Tingkat false negatif
skintigrafi tulang untuk mendiagnosis multiple myeloma tinggi. Scan dapat
positif pada radiografi normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk
konfirmasi.14

2.7.5 Angiografi

Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer


dari peningkatan vaskulariasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk
mendiagnosis multiple myeloma.14

2.8 KRITERIA DIAGNOSIS

Kriteria CRAB yang mendefinisikan MM termasuk hiperkalsemia (> 11,5 mg


/ dL), insufisiensi ginjal (kreatinin> 2 mg / dL), anemia (hemoglobin <10 g / dLatau 2
g / dL <normal), dan adanya lesi tulang. The IMWG baru saja memperbarui definisi
MM untuk memasukkan biomarker di samping persyaratan yang ada pada kriteria
CRAB . Biomarker untuk mengidentifikasi MM diidentifikasi oleh IMWG mencakup
satu atau lebih hal berikut: 60% atau lebih sel plasma klonal di sumsum tulang, yang
terlibat / tidak terlibat rasio light chain 100 atau lebih, dan / atau MRI dengan lebih
dari satu lesi fokal (melibatkan tulang atau sumsum tulang). Selain itu, IMWG
menjelaskan bahwa kehadiran satu atau lebih lesi osteolitik terlihat pada radiografi
tulang, MRI whole body, atau PET / CT memenuhi kriteria untuk penyakit tulang.
Kriteria yang ditetapkan oleh IMWG untuk pasien dengan smoldering penyakit
(asimtomatik) termasuk serum monoklonal protein (IgG atau IgA) dari 30 g / L atau
16

lebih dan / atau sel plasma klonal sumsum tulang 10% sampai dengan 60%, dan tidak
adanya kejadian myeloma atau amiloidosis. Kriteria diagnostik IMWG terbaru
membantu untuk memulai terapi sebelum terjadinya kerusakan end-organ
berdasarkan kehadiran biomarker spesifik, dan juga memungkinkan penggunaan
kriteria pencitraan sensitif untuk mendiagnosis MM, termasuk PET / CT dan MRI.
Pasien dengan risiko tinggi smouldering myeloma yang memenuhi kriteria di atas
dapat memulai terapi tanpa menunggu kriteria CRAB muncul.12 17

Menurut ESMO Pocket Guidlines 2017, diagnosis Multiple Myeloma


berdasarkan pada sebagai berikut 18 :

 Deteksi dan evalusi komponen monoklonal (M-) pada serum dan atau urin
protein elektroforesis ( konsentrasi pengumpulan urin 24 jam); kuantifikasi
nephelometrik imunoglobulin IgG, IgA dan IgM; karakteristik dari hevy dan
light chain oleh immunofiksasi, pengukuran serum free light chain (FLC)
 evaluasi sumsum tulang infiltrasi sel plasma: BM aspirasi dan atau biopsi
adalah pilihan standar untuk mengevaluasi jumlah dan karakteristik. sampel
BM harus digunakan untuk sitogenetik / fluorosence in situ hibridisation
(FISH) studi dan berpotensi untuk penyelidikan immunophenotypic dan
molekul.
 evaluasi lesi tulang litik: Sebuah survei tulang kerangka radiologi termasuk
tulang belakang, panggul, tengkorak, humeri, dan femurs. Sebuah pencitraan
resonansi magnetik (MRI) atau computed tomography (CT) scan mungkin
diperlukan untuk mengevaluasi situs tulang gejala, bahkan jika survei
kerangka negatif dan gejala sugestif dari lesi tulang. MRI dianjurkan setiap
kali kompresi tulang belakang dicurigai. tomografi emisi positron
fluorodeoxyglucose tidak boleh digunakan secara sistematis.
 jumlah sel darah lengkap dengan kreatinin serum diferensial dan tingkat
kalsium
17

Menurut Buku Hematologi Klinik ringkas, Diagnosis Multiple myeloma


dapat ditegakan dengan beberapa kriteria 5 :

A. Kriteria klinik
1. Jika sel plasma sumsum tulang lebih dari 10 % dengan “ malignant
looking plasma cell”
2. Jika sel plasma menunjukan gambaran mendekati normal, untuk diagnosis
diperlukan tambahan :
a. Hipergamaglobulinemia (> 2 g/dl) dengan spike pada daerah gamma
b. Protein Bence Jones positif dalam urine
c. Lesi osteolitik pada tulang
B. Wintrobe membuat kriteria diagnosis sebagai berikut :
1. Kriteria sitologik
a. Sumsum tulang : sel plasma/sel mieloma > 10%
b. Biopsi sumsum tulang/jaringan lain menunjukan plasmacytoma
2. Kriteria klinik dan laboratorik terdiri atas :
a. Protein mieloma yang dibuktikan secara elektroforesis dalam plasma
b. Protei mieloma yang dibuktikan secara elektroforesis dalam plasma
c. Lesi osteolitik pada tulang
d. Ditemukan sel plasma dari 2 sedian hapus darah tepi

Diagnosis dibuat jika berikut :

a. Ia dan Ib positif
b. Ia atau Ib + salah satu dari II positif
c. Sel plasma atau sel mieloma tulang > 30% yang disertai lesi osteolitik
C. Kriteria menurut Durie dan Salmon
Kriteria mayor :
1. Plasmasitoma pada biopsi jaringan
2. Plasmasitosis pada sumsum tulang dengan sel plasma > 30%
18

3. Spike pada globulin monoklonal pada elektroforesis : IgG > 35 g/l, IgA >
20g/l, ekskresi light chain urine ( elektroforesis ) > 1 g/24 jam tanpa
adanya amiloidosis

Kriteria minor :

1. Plasmasitosis sumsum tulang dengan sel plasma 10-30%


2. Terdapat Spike globulin monoklonal, tetapi nilainya kurang dari nilai
diatas
3. Lesi osteolitik
4. IgM normal < 0,5 g/l, IgA < 1 g/l atau IgG < 6 g/l

Diagosis ditegakkan jika : 1 mayor dan 1 minor (tidak boleh 2+1) positif, atau
3 minor posistif termasuk 1+2

2.9 KLASIFIKASI DAN STAGING

Classification Characteristics Management


Monoclonal • Considered a precursor • Close follow-up (also
gammopathy to myeloma known as “observation”)
of undetermined • Blood M protein <3 g/dL
significance (MGUS) and
• Bone marrow plasma cells
<10% and
• No evidence of other B-
cell disorders
• No related organ or
tissue impairmenta

• Risk of progression to
malignancy:
19

1% per year (about 20%-


25% of
individuals during their
lifetime)
Asymptomatic, or  Blood M protein >3 g/dL • Observation, with
smoldering, myeloma and/or treatment beginning at
• Bone marrow plasma cells disease progression
>10% • Participation in a clinical
• No related organ or tissue trial
impairment or symptoms • Treatment with
• Risk of progression to bisphosphonates for
malignancy: 10% per year individuals
with bone loss (osteoporosis
or osteopenia) similar to
that
used for the treatment of
osteoporosis in general

Symptomatic myeloma • M protein in blood and/or • Immediate treatment


urine • Treatment with
• Bone marrow plasma cells bisphosphonates for
or plasmacytoma individuals
• Related organ or tissue with osteolytic lesions,
impairment osteoporosis, or osteopenia
• Participation in a clinical
trial
Tabel 1. Klasifikasi Multipel Myeloma10 21
20

Subtype Gene(s)/chromosomes Percentage of


affecteda myeloma
patients
Trisomic multiple myeloma Trisomies of one or more 42
odd-numbered
chromosomes

gH translocated multiple 30
myeloma CCND1 (cyclin D1) 15
t(11;14) (q13;q32) FGFR3 and MMSET 6
t(4;14) (p16;q32) C-MAF 4
t(14;16) (q32;q23) MAFB <1
t(14;20) (q32;q11) CCND3 (cyclin D3) in 5
Other IgH translocationsa t(6;14) multiple
myeloma
Combined IgH Trisomies plus any one IgH 15
translocated/trisomic translocation
multiple myeloma
Isolated monosomy 14 4.5
Other cytogenetic 5.5
abnormalities in
absence of IgH translocations
or
trisomy or monosomy 14
Normal 3
Tabel 2. Klasifikasi molekular pada multipel myeloma 12

Stage β2M (mg/L) Albumin (g/L) Median survival


(months)

I < 3,5 And ≥ 35 62


II >3,5 to < 5,5 And /or < 35 44
III β2M ≥ 5,5 29
Tabel 3. International Staging System (ISS) 9 19 17
21

Stage Criteria Myeloma Cell Mass


(x 1012 celss/m2)
I All of the following : < 0,6
 Hgb > 100
 Calcium normal
 No lytic bone lesion
 IgG < 50 g/L
 IgA < 30 g/L
 Urine M-protein < 4 g/24 h
II Neither I nor III 0,6 – 1,2
III One or more of the following : >1,2
 Hgb < 85
 Calcium > 3 mmol
 IgG > 70 g/L
 IgA > 50 g/L
 Urine M-protein > 12 g/24 h
Sub-classification : ‘A’ Creatinin Normal / ‘B’ Creatinin Elevated
Tabel 4. Staging Durie-Salmon 9 19 17

2.10 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis multiple myeloma seringkali jelas karena kebanyakan pasien


memberikan gambaran klinis khas atau kelainan hasil laboratorium, termasuk trias
berikut13 :

 Protein M serum atau urin (99% kasus)


 Peningkatan jumalah sel plasma sumsum tulang
 Lesi osteolitik dan kelainan abnormal lain pada tulang
22

Monoclonal Incidence Serum findings Bone marrow findings Clinical clues


gammopathy
MGUS3 1 to 2 per 100 M protein level of less Less than 10 percent Absence of myeloma-
adults older than 3 g per dL (30 g plasma cells related organ and tissue
than 50 years per L) impairment
Smoldering 5 to 7 per M protein level of 3 g 10 percent or more Absence of myeloma-
(asymptomatic) 1,000,000 per dL or greater plasma cells related organ and tissue
multiple myeloma (IgG, impairment
IgA, IgM, IgD, or free
light chains)
Symptomatic multiple 5 to 7 per M proteins (40 Plasma cells (5 percent Presence of at least one
Myeloma 100,000 percent of myeloma-related organ
of patients with patients with multiple and tissue impairmen
multiple myeloma myeloma
have have fewer than 10
a level less than 3 g percent
per dL) plasma cells)
Waldenström 7 to 10 per IgM Biopsy findings are Epistaxis; vision,
Macroglobulinemia 1,000,000 hypercellular retinal,
with lymphocytes, or neurologic problems
plasma cells,
and
lymphoplasmacytoid
cells
Amyloidosis 5 to 13 per Ig light chains Less than 10 percent Congestive heart
1,000,000 plasma failure,
cells, Congo red gastrointestinal
amyloid bone symptoms, peripheral
marrow deposits (60 neuropathy
23

percent
of patients)
B-cell non-Hodgkin 19 per 100,000 May have elevated Variable abnormal Lymphadenopathy,
Lymphoma adults M protein levels lymphocytes fever,
pruritus
Plasmacytoma Rare Extramedullary, IgA Solitary bone or soft Bone pain (spine or
M protein tissue long
plasmacytoma shows bone), extramedullary
plasma (80 percent of cases are
cells in the tumor; located in the upper
otherwise, respiratory tract)
there is no evidence of
multiple
myeloma in the bone
marrow
Plasma cell leukemia Rare Low M protein levels, More than 10 percent Lymphadenopathy,
but more than 20 plasma hepatosplenomegaly
percent plasma cells cells (occurs de novo or
in with
peripheral blood known multiple
smear myeloma)
Heavy chain diseases Very Rare Incomplete heavy Variable lymphocytes, Variable, depending
chains plasma on disease type (γ, α,
without light chains cells, or µ); autoimmune
lymphoplasmacytoid disease, malabsorption,
cells lymphadenopathy,
uvula or palatal edema
Tabel 5. Diagnosis banding 3
24

BAB III

PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan adalah untuk memaksimalkan respons dan dengan


demikian memaksimalkan progression-free survival dan overall survival. Fase
pengobatan yang dapat digunakan untuk mencapai hal ini meliputi20:

 Induksi
 Konsolidasi pra-transplantasi
 Stem cell harvesting
 Melphalan dosis tinggi dan autologous stem cell transplantation (ASCT)
 Konsolidasi pasca-transplantasi
 Perawatan berkelanjutan.

Pilihan pengobatan tergantung pada:

 Performance status pasien


 Frailty index dan adanya co-morbiditas
 Paparan sebelumnya dengan Systemic Anti-Cancer Treatment (SACT)
 Apakah mempunyai resiko standar, tinggi atau ultra-tinggi

Pengobatan awal yang dilakukan berupa terapi non farmakologis yaitu :

1. Aktifitas fisik : seperti berjalan atau berenang, latihan fleksibilitas dan


kekuatan , dan / atau program yoga pribadi.
2. Diet : Tidak ada diet khusus untuk pasien myeloma
 Vitamin C : Dosis tinggi lebih dari 1000 mg / hari mungkin menjadi
kontra-produktif dalam myeloma dan meningkatkan risiko kerusakan
ginjal
25

 suplemen herbal dan vitamin: Beberapa suplemen dapat mencegah


efikasi pengobatan. Interaksi Obat / suplemen juga dapat membuat
masalah medis.
3. Kesehatan mental : kesehatan mental Anda adalah penting saat Anda bergerak
dengan pengobatan yang direncanakan. Pastikan Anda merasa nyaman dengan
rencana pengobatan.
4. Tidur cukup : sangat penting bagi sistem imun.
5. Penyesuaian diri : Sebanyak mungkin, mengurangi atau menghilangkan stres
dalam pekerjaan, keluarga, atau situasi sosial. Hindari kontak dengan usia
sekolah anak-anak. Hindari kerumunan orang sebanyak mungkin. Sering cuci
tangan.

3.1 Indikasi Terapi Myeloma Multipel

Untuk memulai terapi, pasien harus memenuhi kriteria myeloma multipel


seperti yang dipaparkan pada tabel 7. Pada percobaan-percobaan permulaan,
penatalaksanaan pasien asimtomatik dengan SMM terasosiasi dengan keuntungan
dalam daya tahan hidup bebas progresi (progression free survival (PFS)) namun tidak
pada daya tahan hidup keseluruhan. Namun, salah satu percobaan terandomisasi yang
terbaru menunjukkan bahwa terapi awal dengan lenalidomid dan dexamethason pada
pasien dengan risiko tinggi SMM dapat memperpanjang daya tahan hidup
keseluruhan. Meskipun hasil-hasil tersebut membutuhkan konfirmasi lebih lanjut, ia
mengindikasikan bahwa terdapat potensi manfaat dari intervensi awal pada pasien-
pasien asimtomatik tertentu.22
26

Tabel 6. Sistem Staging Myeloma Internasional yang Terrevisi 22

Stage Keterangan
I Keseluruhan kriteria berikut :
- Serum albumin >3,5g/Dl
- Serum beta-2-mikroglobulin <3,5mg/L
- Tak ada sitogenetik risiko tinggi
- Kadar laktat dehidrogenase serum normal
II Tidak memenuhi stage I atau III

III Kedua kriteria berikut :


- Kadar serum beta-2-mikroglobulin >5,5mg/L
- Sitogenetik risiko tinggi [t(4;14), t(14;16) atau del(17p)] atau peningkatan kadar laktat
dehidrogenase serum

Tabel 7. Stratifikasi Mayo Clinic untuk Myeloma Multipel 22

Kelompok risiko Persentase terdiagnosis dengan abnormalitas


Risiko standar 75%
Trisomi
t(11;14)
t(6;14)
Risiko sedang 10%
t(4;14)
Gain(tq)
Risiko tinggi 15%
t(14;16)
t(14;20)
del(17p)
27

3. 2 Strategi Penanganan Myeloma Multipel

Penyakit myeloma multipel yang simtomatik (aktif) perlu ditangani segera,


sedangkan myeloma asimtomatik hanya membutuhkan observasi klinis, karena
penatalaksanaan awal dengan kemoterapi konvensional tidak menunjukkan
kebermanfaatan pada myeloma asimtomatik. Peneliti-peneliti sedang mengevaluasi
kemampuan obat-obatan imunomodulator untuk menunda progresi dari myeloma
asimtomatik menjadi simtomatik. Strategi penatalaksanaan utamanya terkait usia.
Data saat ini mendukung memulai terapi induksi dengan thalidomid, lenalidomid atau
bortezomib dengan transplantasi sel punca untuk pasien-pasien di bawah 65 tahun
yang tidak memiliki disfungsi jantung, paru, ginjal atau hepar. Transplantasi sel
punca autolog dengan regimen kondisioner pengurangan-intensitas perlu
dipertimbangkan untuk pasien-pasien lebih tua atau pada mereka dengan penyakit
atau kondisi komorbid. Terapi konvensional yang digabungkan dengan thalidomid,
lenalidomid atau bortezomib perlu diberikan untuk pasien-pasien lebih tua dari 65
tahun. Pendekatan-pendekatan kurang intensif yang membatasi dampak-dampak
toksik perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien di atas 75 tahun atau pada pasien
lebih muda dengan penyakit penyerta. Usia biologis, yang mungkin berbeda dengan
usia kronologis, dan keberadaan penyakit penyerta perlu menentukan pilihan terapi
dan dosis pengobatan.22
28

Regimen Cara pemberian Tingkat Progression Overall Efek-efek toksik


respon Free Survival survival serius pada >= 10%
sempurna pasien
setelah
induksi (%)
Bortezomib - Bortezomib : 1,3 mg/m2 IV bolus hari 21* Median, 36 3 tahun, 81% Infection (10%)
dexametason 1, 4, 8, 11 setiap 3 minggu selama 4-8 bulan
siklus; Dexametasone : 40 mg/hari
oral hari 1-4 dan 9-12 setiap 3 minggu
selama 4-8 siklus
Bortezomib – Bortezomib : 1,3 mg/m2 IV bolus hari 46* Tidak Tidak Trombositopenia
dexametason – 1, 4, 8, 11 setiap 4 minggu selama 4- dilaporkan dilaporkan (25%), neutropenia
cyclophosphamide 12 siklus; Dexametasone : 40 mg/hari (13%), anemia
oral hari 1-4, 9-12 dan 17-20 hari 1, 2, (12%),
4, 5, 8, 9, 11, 12 setiap 4 minggu hiperglikemia (13%)
selama 4-12 siklus, cyclofosfamide :
300mg/m2 oral hari 1, 8, 15, 22 setiap
4 minggu selama 4-12 siklus
Bortezomib – Bortezomib : 1,3 mg/m2 IV bolus hari 29 18 bulan, 75% 18 bulan, 97% Limfopenia (14%)
dexametason – 1, 4, 8, 11 setiap 3 minggu selama 4-8
lenalidomide siklus; Dexametasone : 20 mg/hari
oral hari 1, 2, 4, 5, 8, 9, 11, 12 setiap
29

3 minggu selama 4-8 siklus;


lenalidomide : 25 mg/hari oral hari 1-
14 setiap 3 minggu selama 4-8 siklus
Lenalidomide - lenalidomide : 25 mg/hari oral hari 1- 24+ Median, 25 1 tahun, 96% Neutropenia (20%),
dexametason 21 setiap 4 minggu selama 4 siklus bulan deep vein trombosis
sampai progresi atau intolreran; (12%)
Dexametasone : 40 mg/hari oral hari
1, 8, 15, 22 setiap 4 minggu selama 4
siklus atau sampai progresi atau
intolreran
Mephalan – predinison – Mephalan : 0,15 mg/hari oral hari 1-7 13 -26 Median, 22-28 Median, 45- Neutropenia (16-
thalidomide setiap 4 minggu selama 4 siklus atau bulan 52 bulan 50%), deep vein
0,25 mg/kg hari 1-4 setiap 6 minggu trombosis (12%),
selama 12 siklus; prednison : 1,5 peripheral
mg/kg oral hari 1-7 setiap 4 minggu neuropathy (6-10%),
selama 6 siklus atau 2 mg/kg hari 1-4 infection (10-13%)
setiap 6 minggu selama 12 siklus;
thalidomide : 100 mg/hari oral
continus sampai progresi atau
intolreran atau 200 mg/hari continus
selama 12 siklus setiap 6 minggu
Mephalan – predinison – Mephalan : 9 mg/m2 oral hari 1-4 24-30 Median, 22-27 2 tahun, 85- Trombositopenia
30

bortezomib setiap 5-6 minggu selama 9 siklus; bulan 87% (20-37%),


prednison : 60 mg/m2 oral hari 1-4 neutropenia (28-
setiap 5-6 minggu selama 9 siklus; 40%), anemia (10-
Bortezomib : 1,3 mg/m2 IV bolus hari 19%), peripheral
1, 4, 8, 11, 22, 25, 29, 32 (siklus 1-4) sensory neuropathy
dan hari 1, 8, 22, 29 (siklus 5-9) (5-14%)
setiap 6 minggu selama 9 siklus atau
1,3 mg/m2 IV bolus hari 1, 8, 15, 22
setiap 5 minggu selama 9 siklus
Mephalan – predinison – Mephalan : 0,18 mg/hari oral hari 1-4 16 2 tahun, 55% 2 tahun, 82% Neutropenia (71%),
lenalidomide setiap 4 minggu selama 9 siklus; trombositopenia
prednison : 2 mg/kg oral hari 1-4 (38%), anemia
setiap 4 minggu selama 9 siklus; (24%), infection
lenalidomide : 10 mg/hari oral hari 1- (10%)
21 setiap 4 minggu selama 9 siklus,
setelah 10 siklus, maintenen dengan
lenalidomide : 10 mg/hari oral hari 1-
21 setiap 4 minggu sampai progresi
atau intolreran
Tabel 8. Regimen-regimen terapi yang umum digunakan untuk kasus Myeloma Multipel baru 10
31

Strategi penatalaksanaan perlu mencakup penggunaan regimen-regimen


induksi yang terasosiasi dengan tingkat respon sempurna yang tinggi, diikuti
dengan penatalaksanaan maintenans. Pendekatan ini menggabungkan reduksi
tumor maksimal dengan penatalaksanaan kontinu, di mana hal tersebut esensial
dalam menunda pertumbuhan ulang tumor. Tingkat respon, dan khususnya
pencapaian respon sempurna, terasosiasi dengan perbaikan pada hasil jangka-
panjang. Respon sempurna didefinisikan sebagai eliminasi dari penyakit yang
dapat dideteksi dengan pemeriksaan rutin. Kriteria yang lebih ketat, seperti
kuantifikasi dari rantai ringan imunoglobulin bebas pada serum, kuantifikasi sel-
sel myeloma dalam sumsum tulang pada pemeriksaan sitometri flow
multiparameter dan identifikasi residu sel-sel tumor pada assay polimerase reaksi-
berantai, telah dieksplorasi untuk mendifinisikan penyakit residual minimal, di
mana hal tersebut adalah salah satu dari faktor-faktor prognostik terpenting untuk
daya tahan hidup. Pasien-pasien yang lebih muda yang memiliki respon sempurna
setelah transplantasi autolog dapat memiliki masa bebas-progresi yang lebih lama
dan daya tahan hidup keseluruhan yang lebih tinggi. 12
32

Pamidronat (30-90mg) atau Zoledronat (4mg) IV setiap bulan selama dua tahun

Memenuhi syarat Memenuhi syarat untuk


untuk transplantasi transplantasi (risiko tinggi) Tidak memenuhi syarat untuk
(risiko standar) [delesi 17p dari t(4;14)) transplantasi

CyBorD (4-6 siklus) atau VRD


(4-6 siklus)
CyBorD (4-6 siklus) Lenalidomi
- Lenalidomid 25mg PO d (25mg
- Siklofosfamid CyBorD
300mg/m2 PO setiap setiap hari selama 21-28 or PO setiap
(9-12 hari
minggu selama 4 hari
minggu
siklus) selama 21-
- Bortezomib 1,5mg/m2
- Dexamethason 40mg 28 haridan
PO setiap minggu
IV/sc setiap minggu Dexameth
selama 4 minggu selama 4 minggu ason 40mg
- Bortezomib 1,5mg/m2 - Dexamethason 40mg PO setiap
IV/sc setiap minggu setiap minggu selama 4 minggu
selama 4 minggu
minggu hingga
-
perbaikan

Mobilisasi sel punca : dosis tinggi siklofosfamid dan GCSF Bortezomib


1,3mg/m2 setiap
Dosis tinggi Melphalan, Bortezomib dan transplantasi sel punca autolog dua minggu
selama dua
tahun
VRD x 2 siklus

TIDAK YA
Delesi 7p atau t(4;14)

Lenalidomid 10mg setiap hari Bortezomib 1,3mg/m2 IV/sc


selama 21-28 hari hingga setiap dua minggu selama dua
progresi tahun

Gambar 6. Diagram terapi awal untuk Multiple Myeloma yang baru terdiagnosis10
19
33

3.3 Terapi Pasien Myeloma Multipel yang Memenuhi Syarat Transplantasi


Sel Punca

3.3.1 Terapi Inisial

Pasien yang merupakan kandidat transplantasi sel punca autolog


(autologous stem cell transplantation (ASCT) ditangani dengan terapi
induksi untuk tiga sampai empat siklus regimen triplet mencakup
bortezomib dan dexamethason digabungkan dengan lenalidomid, thalidomid
atau siklofosfamid, diikuti dengan pemanenan sel punca. Setelah
pemanenan, pasien melalui ASCT diikuti dengan terapi maintenans selama
paling tidak satu hingga dua tahun 23.

3.3.2 Penatalaksanaan Myeloma Relaps

Hampir seluruh pasien dengan myeloma akan relaps setelah terapi


inisial, dengan durasi median empat tahun setelah ASCT dan maintenans
atau sekitar 2,5 tahun tanpa ASCT. Penyakit dikarakterisasi dengan relaps
multipel dan remisi, dengan jumlah remisi bergantung pada pilihan
tatalaksana yang memungkinkan. Dalam lima tahun terakhir, beberapa obat
telah diperkenalkan dalam terapi klinis yang sangat memperluas pilihan
terapi. Obat-obatan ini mencakup carfizomib, pomalidomid, panobinostat,
elotuzumab, daratumumab dan ixazomib. Keseluruhan obat tersebut telah
diakui oleh FDA dan dapat diperoleh di Amerika Serikat. 23
3.4 Terapi Pasien Myeloma Multipel yang Tidak Memenuhi Syarat untuk
Transplantasi Sel Punca

Myeloma multipel mencakup satu persen dari keseluruhan kanker dan


sekitar 13% dari keseluruhan keganasan darah. Sekitar 86.000 kasus baru dari
MM terjadi tiap tahunnya di seluruh dunia. Neoplasma ganas ini mempengaruhi
terutama pasien lanjut usia dengan usia median pada waktu diagnosis sekitar 70
tahun. Sekitar dua pertiga pasien ditemukan lebih tua dari 65 tahun dan sepertiga
lebih tua dari 75 tahun. Pasien-pasien yang lebih tua dari 65 tahun yang
merepresentasikan kebanyakan dari kasus simtomatik umumnya dianggap tidak
34

memenuhi syarat untuk menerima terapi transplantasi sel punca autolog


(autologous stem cell transplantation (ASCT)). Selama satu dekade terakhir,
perkembangan telah diperoleh dalam tatalaksana MM. Pada kelompok pasien
lanjut usia, regimen-regimen dan terapi-terapi baru yang meningkatkan respon
keseluruhan dan bahkan tingkat remisi sempurna telah dievaluasi dalam trial fase
II dan III. Sebelum perkenalan dari agen-agen baru, kombinasi akan kemoterapi
dengan melphalan dan prednison telah menjadi pendekatan terapi standar untuk
pasien myeloma lanjut usia sejak tahun 1960. Penambahan akan thalidomid pada
regimen ini merupakan langkah pertama yang membawa pada perkembangan
pertahanan hidup. Selanjutnya, bortezomib ditambahkan pada regimen melphalan
dan prednison dan regimen ini juga menunjukkan keuntungan pertahanan hidup
dibandingkan melphalan dan prednison itu sendiri. Kombinasi Rd telah
dibandingkan dengan melphalan-prednison-thalidomid pada trial terandomisasi
prospektif internasional yang besar, dan regimen ini akan menjadi standar baru
penanganan dalam waktu dekat.

Regimen-regimen berbasis Thalidomid

1. Thalidomid-Dexamethason
Thalidomid yang digabungkan dengan dexamethason (TD) telah
dibandingkan secara prospektif dengan dexamethason dosis tinggi dan
ditemukan lebih baik dalam hal respon parsial (63% dibanding 41%) dan
progresi waktu (TTP) (22,6 bulan dibanding 6,5 bulan), namun ditemukan
lebih toksik. Mirip dengannya, TD ditemukan superior dibanding MP
untuk respon, namun pertahanan hidup bebas progresi ditemukan mirip,
dan pertahanan hidup secara garis besar lebih pendek. Maka, regimen TD
tidak dipertimbangkan sebagai pilihan utama untuk terapi pada pasien
lanjut usia.
2. Melphalan-Prednison-Thalidomid
Regimen ini dapat dipertimbangkan sebagai standar terapi pada pasien
lanjut usia.
3. Siklofosfamid-Thalidomid-Dexamethason
35

Regimen ini tidak direkomendasikan secara rutin sebagai terapi garis


depan pada pasien lanjut usia.

Regimen-regimen berbasis Bortezomib

1. Bortezomib-Melphalan-Prednison
Regimen ini dapat dipertimbangkan sebagai standar terapi pada pasien
lanjut usia dan direkomendasikan dalam panduan Amerika Serikat dan
Eropa, serta konsensus IMWG.
2. VMP Termodifikasi
3. Bortezomib-Siklofosfamid-Dexamethason, Bortezomib-Lenalidomid-
Dexamethason
Meskipun regimen ini kurang memiliki data fase III, regimen ini
direkomendasikan oleh panduan IMWG dan AS, di mana VCD adalah
pilihan yang paling hemat.

Regimen-regimen berbasis Lenalidomid

1. Lenalidomid dosis rendah dengan Dexamethason


Kombinasi oral Rd digunakan secara luas di AS dan direkomendasikan
dalam panduan AS serta oleh para ahli dari IMWG, namun tidak disetujui
di Eropa. Memperhatikan perbaikan yang signifikan pada daya tahan
hidup, toksisitas yang relatif dapat diterima dan mudahnya pemberian Rd
yang kontinu, kombinasi ini dapat menjadi protokol yang sering digunakan
dan standar baru pada pasien lanjut usia dalam waktu dekat.
2. Melphalan-Prednison-Lenalidomid
Pada regimen ini, maintenans lenalidomid dapat ditoleransi dengan baik
tanpa bukti toksisitas yang kumulatif dan rendahnya efek samping. Efek-
efek samping mencakup neutropenia (35%), trombositopenia (11%),
infeksi (9%) dan trombosis vena dalam (1%). Regimen ini sekarang
dipertimbangkan sebagai pilihan yang masuk akal pada pasien lanjut usia
dengan MM de novo oleh para ahli IMWG, namun regimen ini tidak
disetujui di Eropa dan tidak umum digunakan di AS.23
36

BAB IV

RINGKASAN

Multiple myeloma, keganasan tulang yang paling umum, terjadi dengan


meningkatnya frekuensi pada orang tua. Gejala yang khas adalah nyeri tulang,
malaise, anemia, gangguan ginjal, dan hiperkalsemia. Penemuan insidental di
laboratorium sering terjadi. Penyakit ini didiagnosis dengan serum atau protein
urine electrophoresis atau immunofixation dan analisis aspirasi sumsum tulang.
radiografi tulang yang penting dalam staging multiple myeloma dan penemuan
lesi litik, fraktur kompresi vertebral, dan osteoporosis. Magnetic resonance
imaging dan tomografi emisi positron atau computed tomography sebagai alat
yang berguna dalam evaluasi pasien dengan myeloma; pencitraan resonansi
magnetik lebih disukai untuk mengevaluasi kompresi tulang belakang akut. Nuklir
scan tulang dan absorptimetri tidak memiliki peran dalam diagnosis dan staging
myeloma. Diagnosis banding gammopathies monoklonal termasuk monoclonal
gammopathy of uncertain significance, smoldering (asimtomatik) dan symtomatic
myeloma, amiloidosis, B-cell non-Hodgkin lymphoma, Waldenstrom
macroglobulinemia, dan jarang pada leukemia sel plasma dan heavy chain
diseases. Pasien dengan monoclonal gammopathy of uncertain significance atau
smoldering multiple myeloma harus diikuti, tapi tidak diobati. Symptomatic
multiple myeloma diobati dengan kemoterapi diikuti oleh transplantasi sel induk
autologus, jika memungkinkan. Melphalan, prednisolon, deksametason,
vincristine, doxorubicin, bortezomib, dan thalidomide dan analog nya
lenalidomide telah digunakan dengan sukses. Adalah penting bahwa dokter
keluarga mengenali dan tepat mengobati beberapa komplikasi myeloma. nyeri
tulang diobati dengan opiat, bifosfonat, radioterapi, vertebroplasti, atau
kyphoplasty; obat anti-inflamasi nonsteroid nefrotoksik harus dihindari.1
37

DAFTAR PUSTAKA

1. Nau KC, Lewis WD. Multiple Myeloma: Diagnosis and Treatment. Am


Fam Physician. 2008 October 1; 78(7):853-859.
2. IMF. Multiple Myeloma, Cancer of The Bone Marrow. In : Durie BGM
(editor). Patient Handbook. North Hollywood USA : International
Myeloma Foundation; 2016 edition. Page 2-3.
3. Dispenzieri A, Lacy MQ, Greipp PR . Multiple Myeloma. In : Gretz MA,
(editor). Hematologic malignancies : Multiple Myeloma and Related
Plasma Disorder. X : Springer; 2004. 53-100
4. Munshi NC, Longo DL, Anderson KC. Plasma Cell Disorders. In : Kasper
Dl, Hauser SL, Jameson JL, Fauci AS, Longo DL, Loscalzo J (editors).
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 19th ed. New York : Mc Graw
Hill Education. 2015. page 712-715
5. Bakta IM. Gamopati Monoklonal : Mieloma Multipel. In : Kastrifah,
editor. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2003. Hal 220-231
6. Syahrir M. Multipel Myeloma dan Penyakit Gamopati lain. In : Setiati S,
Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata A, Setiyohadi B, Syam AF (editor).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi VI. Jakarta : Interna Publishing ;
2012. Hal 2700-2708
7. Guisty K, Andrews K. Multiple Myeloma : Disease overview. Norwalk :
Multiple Myeloma Reseach Foundation ; 2012. Page 2-23
8. Rajkumar SV. CME Information: Multiple Myeloma: 2016 update on
Diagnosis, Risk-stratification and Management. American Jounal of
Hematology. 2016 July; 91 (7) : page 719-734
9. Zimmerman TM. Evolving Management of Multiple Myeloma: 2015. The
University of Chicago Medicine & Biological Sciences. 2016 : Page 2-10
10. Palumbo A, Anderson K. Medical Progress Multiple Myeloma.The New
England Journal of Medicine. 2011 March ; 364(11) : page 1046-1060
38

11. Smith D, Yong K. Multiple Myeloma. BMJ. 2013 june ; vol 346 : page 30-
35
12. Rajkumar SV, Kumar S. Multiple Myeloma : Diagnosis and Treatment.
Mayo clinic. 2016 : page 101-115
13. Paul R, Hideshima T, Anderson K. Multiple Myeloma and Related
Disorders. In : Clinical Oncology 3rd ed. Philadelpia : Elsevier Churcill
livingstone. Page 977-982
14. Patel, Pradip R. 2005. Lecture Notes Radiology. Jakarta : Penerbit
Erlangga. Hal 205-206
15. Kumar V, Ramzi S, Robin S. Multipel Myeloma. Robbins Buku Ajar
Patologi Edisi 7. Jakarta : Penerbit Erlangga. 2008. Hal 481-484
16. Eisenberg R, Johnson NM. Comprehensive Radiographic Pathology. New
York : Mosby Elserver ; 2000. Page 135-136
17. Anderson KC, Alsina M, Atankovick D, Biermann S, Castello C,
Djulbegovic B, et al. Multiple Myeloma, Version 3.2016. featured updates
to the NCCN Guidlines. Journal of the National Comprehensive Cancer
Network. 2016 April ; 14 (4) : page 389-400
18. Moreu P, Miguel S, Ludwig H, Mothy M, Dimopaulus M, Dyreling M.
Multiple Myeloma : ESMO Clinical Practice Guidlines for diagnosis,
treatment and follow-up. Annals Oncology. 2013 August ; 24 (Suplement
6) : page 133-137
19. Alberta Health Services. Multiple Myeloma. Clinical Practice Guidline
LYHE-003. 2015. Page 19-32
20. Anonim. Plasma Cell Disorderders. LCA Haemato-Oncology Clinical
Guidlines. 2015 April. Page 24-39
21. Shead D, Hanisch LJ, Mrlow L, Clarke R, Kidney S. Multiple Myeloma :
NCCN guidline for Patients version 1. 2016. National Comprehensive
Cancer Network. Washington : NCCN Foundation ; 2016. Page 23-40
22. Tefferi A, Rajkumar SV. CME Information: Multiple Myeloma: 2016
update on Diagnosis, Risk-stratification and Management. American
Journal of Hematology. 91(7):719-734.
39

23. Yaqub S, Ballester G, Ballester O. Frontline Therapy for Multiple


Myeloma : A Concise Review of The Evidence Based on Randomized
Clinical Trials. Cancer Investigation. 2013 ; 31-529-537

Anda mungkin juga menyukai