Anda di halaman 1dari 11

RINGKASAN MATERI LEUKEMIA

LEUKEMIA AKUT

EPIDEMOLOGI
Insidensi Leukemia di Amerika adalah 13 per 100.000 penduduk /tahun (Wilson,
1991). Leukemia pada anak berkisar pada 3 – 4 kasus per 100.000 anak / tahun.
Untuk insidensi ANLL di Amerika Serikat sekitar 3 per 200.000 penduduk pertahun.
Sedang di Inggris, Jerman, dan Jepang berkisar 2 – 3 per 100.000 penduduk pertahun
(Rahayu, 1993, cit Nugroho, 1998). Pada sebuah penelitian tentang leukemia di
RSUD Dr. Soetomo/FK Unair selama bulan Agustus-Desember 1996 tercatat adalah
25 kasus leukemia akut dari 33 penderita leukemia. Dengan 10 orang menderita ALL
( 40% ) dan 15 orang menderita AML (60 %) (Boediwarsono, 1998).

ETIOLOGI
Penyebab leukemia sampai sekarang belum jelas, tapi beberapa faktor diduga menjadi
penyebab, antara lain :
1. Genetik
a. keturunan
a.1. Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya
pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-
Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy
sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis (Wiernik, 1985;
Wilson, 1991). Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya
perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau
pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
a.2. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik
dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini
berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi
(Wiernik,1985).

b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom
dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan
insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL (Wiernik,1985;
Wilson, 1991).
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan
leukemia pada hewan termasuk primata.
Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada
sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari
virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan.
(Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada
manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah
Acute T- Cell Leukemia. Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk (Kumala, 1999).

3. Bahan Kimia dan Obat-obatan


a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan peningkatan
insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen.
(Wiernik,1985; Wilson, 1991)
Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML,
antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan
ladang elektromagnetik (Fauci, et. al, 1998).

b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol,
fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum
tulang yang lambat laun menjadi AML (Fauci, et. al, 1998).

4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-
pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain
seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari
ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang
mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos
radiasi dan para radiologis .

5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut
Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk
diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini
disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif
selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .

KLASIFIKASI LEUKEMIA AKUT


Berdasarkan klasifikasi French American British (FAB), leukemia akut terbagi
menjadi 2 (dua), Acute Limphocytic Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous
Leukemia (AML).
ALL sendiri terbagi menjadi 3, yakni :
- L1
Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak
menyerang anak-anak.

- L2
Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan dengan
L1. ALL jenis ini sering diderita oleh orang dewasa.

- L3
Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa sel Burkitt.
Terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang
buruk.
AML terbagi menjadi 8 tipe :
- Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia )
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai
AML dengan diferensiasi minimal.

- M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi )


Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari
kasus AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan
Auer rods. Dan sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula
dan tipe 2 dengan granula, dimana tipe 1 dominan di M1.

- M2 ( Akut Myeloid Leukemia )


Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi
berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi
granulosit matang berjumlah lebih dari 10 % . Jumlah sel leukemik antara 30
– 90 %. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah
mielosit dan promielosit.
- M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia )
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat,
stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun
ukuran, kadang-kadang berlobul . Sitoplasma mengandung granula besar, dan
beberapa promielosit mengandung granula berbentuk seperti debu . Adanya
Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) dihubungkan dengan
granula-granula abnormal ini .

- M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia )


Terlihat 2 (dua) type sel, yakni granulositik dan monositik, serta sel-sel
leukemik lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1,
dibedakan dengan cara 20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel pada jalur
monositik, dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda.
Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4
adalah peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5%
darisel yang bukan eritroit, disebut dengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien–
pasien dengan AML type M4 mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi
standar.

- M5 ( Acute Monocytic Leukemia )


Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas,
promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit
dominan adalah monoblas, sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit.
M5a jarang terjadi dan hasil perawatannya cukup baik.

- M6 ( Erythroleukemia )
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari
gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi
abnormal berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik
ini terkait dengan maturasi yang tidak sejalan antara nukleus dan sitoplasma .
M6 disebut Myelodisplastic Syndrome ( MDS ) jika sel leukemik kurang dari
30% dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang terjadi dan biasanya kambuhan
terhadap kemoterapi-induksi standar.

- M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia )


Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit.
( Yoshida, 1998; Wetzler dan Bloomfield, 1998 )
MANIFESTASI KLINIS LEUKEMIA AKUT
Gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah :AnemiaDemamPerdarahan ,
purpura, epistaksis ( sering ), hematoma, infeksi oropharingeal, pembesaran nodus
limfatikus, lemah ( weakness ), faringitis, gejala mirip flu ( flu like syndrome ) yang
merupakan manifestasi klinis awal, splenomegali, hepatomegali, limfadenopati,
ikterus (Cawson 1982; De Vita Jr,1985, Archida, 1987, Lister, 1990, Rubin,1992).
Manifestasi dalam mulut penderita leukemia akut akan dibahas pada II.2.

PATOGENESA LEUKEMIA AKUT


Manifestasi klinis penderita leukemia akut disebabkan adanya penggantian sel
pada sumsum tulang oleh sel leukemik , menyebabkan gangguan produksi sel darah
merah . Depresi produksi platelet yang menyebabkan purpura dan kecenderungan
terjadinya perdarahan . Kegagalan mekanisme pertahanan selular karena penggantian
sel darah putih oleh sel lekemik, yang menyebabkan tingginya kemungkinan untuk
infeksi . Infiltrasi sel-sel leukemik ke organ-organ vital seperti liver dan limpa oleh
sel-sel leukemik yang dapat menyebabkan pembesaran dari organ-organ tersebut.
(Cawson, 1982).

DIAGNOSA LEUKEMIA AKUT


Penegakan diagnosa leukemia akut dilakukan dengan berdasarkan pada
anamnesa , pemeriksaan klinis , pemeriksaan darah dan pemeriksaan sumsum tulang
pada beberapa kasus . Pada pemeriksaan darah, sel darah putih menunjukkan adanya
kenaikan jumlah, penurunan jumlah, maupun normal, pemeriksaan trombosit
menunjukkan penurunan jumlah, pemeriksaan hemoglobin menunjukkan penurunan
nilai ( De Vita Jr, 1993 ), pemeriksaan sel darah merah menunjukkan penurunan
jumlah dan kelainan morfologi ( Cawson, 1982 ;De Vita Jr, 1993 ), adanya sel
leukemik sejumlah 5 % cukup untuk mendiagnosa kelainan darah sebagai leukemia,
tapi sering dipakai nilai yang mencapai 25 % atau lebih (Altman J.A.,1988 cit De
Vita Jr, 1993). Pemeriksaan dengan pewarnaan Sudan Black, PAS, dan
mieloperoksidase untuk pembedaan AML dan ALL, ( De Vita Jr, 1993 ;
Boediwarsono, 1996 ; Yoshida, 1996 ) .
KELAINAN RONGGA MULUT YANG BERHUBUNGAN DENGAN
LEUKEMIA AKUT
Kelainan rongga mulut disini adalah kelainan – kelainan yang timbul pada
rongga mulut penderita leukemia akut, diantaranya adalah :

PEMBENGKAKAN GUSI
Pembengkakan gusi berupa pembengkakan papila dan margin gusi.
Pembengkakan ini terjadi akibat infiltrasi sel leukemik di dalam lapisan retikular
mukosa mulut , di buktikan dari hasil biopsi dan FNAB mukosa rongga mulut
(Nugroho, 1991 ; Berkovitz 1995). Mukosa mulut yang mengalami infiltrasi sel
leukemik adalah mukosa yang sering mengalami trauma minor, misal mukosa
sepanjang garis oklusi, palatum, lidah dan sudut mulut (Rusliyanto, 1986; Glickman,
1958 cit Berkovitz 1995 ) . Gejala ini ditemukan pada 14,28 % penderita leukemia
(Archida, 1987) dan khas pada leukemia monositik dan mielomonositik akut
(Rusliyanto, 1980; Wiernik, 1985 ; Berkovitz, 1995). Pembesaran gusi ini juga
diduga diakibatkan oleh inflamasi kronis yang disebabkan oleh plak, berupa inflamasi
karena gingivitis kronis derajat ringan yang juga ditemui pada gusi yang sehat secara
klinis (Widjaja, 1992; Moughal et al, 1991 cit Berkovitz 1995).

PERDARAHAN
Perdarahan pada kasus leukemia bisa berupa petekie, ekimosis maupun
perdarahan spontan ( Lister, 1990 ) . Sering terjadi pada kasus-kasus leukemia akut
yang disertai penurunan jumlah trombosit ( trombositopeni ) serta keabnormalan
morfologi dan fungsi trombosit ( Widmann, 1995 ) . Trombosit merupakan komponen
penting dalam proses pembekuan darah, yaitu berfungsi untuk membentuk sumbat
trombosit . Sumbat trombosit berasal dari agregrasi trombosit yang menutup
robekan pembuluh darah . Trombosit juga berperan terhadap aktivasi fibrinogen
menjadi fibrin yang merupakan sumbat tetap dalam proses pembekuan darah .
Penurunan jumlah trombosit ( trombositopeni ) serta keabnormalan morfologi dan
fungsi trombosit akan mengakibatkan kecenderungan perdarahanan ( Guyton, 1994;
Ganiswara, 1995). Perdarahan diakibatkan juga karena kerusakan pembuluh darah .
Kerusakan pembuluh darah diakibatkan oleh rupturnya kapiler. Darah meningkatnya
viskositasnya akibat adanya sel leukemik dengan konsentrasi tinggi . Kondisi ini
menyebabkan tekanan intra kapiler darah meningkat . aliran darah yang seharusnya
ke sisi bertekanan rendah terhalang karena infiltrasi sel leukemik yang membentuk
emboli . Penghentian aliran darah dengan viskositas dan tekanan tinggi ini
menyebabkan pembuluh darah kapiler ruptur ( Wiernik, 1985 ) . Kebersihan rongga
mulut yang buruk, jaringan periodontal yang tidak sehat dan iritasi lokal diduga
menjadi penyebab lain dari perdarahan rongga mulut ( Wezler, 1991; Nugroho 1998).
Kondisi lokal rongga mulut yang buruk, dapat menyebabkan keradangan dan
berakibat mudah terjadi perdarahan .

ULSERASI
Ulserasi pada rongga mulut penderita leukemia akut diduga disebabkan
karena adanya kegagalan mekanisme pertahanan tubuh. Neutrofil mengalami
penurunan fungsi berupa kegagalan fagositosis dan migrasi . Pada kondisi ini trauma
yang kecil pun dapat menyebabkan terjadinya ulser ( Rusliyanto, 1986 ).
Jumlah sel leukemik yang banyak pada darah tepi dapat menyebabkan statis
pembuluh darah kecil sehingga terjadi anemia (Burket, 1940 cit Berkovitz , 1995,
Sinrod, 1957 cit Berkovitz , 1995 ; Bodey, 1971 cit Berkovitz , 1995 ; Segelman dan
Doku, 1977, cit Berkovitz , 1995) selanjutnya terjadi nekrosis dan ulkus (Rusliyanto,
1986).

LIMFADENOPATI
limfadenopati berupa pembesaran kelenjar limfe, terjadi akibat adanya
infiltrasi sel leukemik ke dalam kelenjar limfe (Lister, 1990; Rusliyanto, 1986;
Berkovitz, 1995) dan juga diduga adalah limfadenitis reaktif sebagai proses
pertahanan tubuh terhadap tubuh terhadap radang yang merupakan proses fisiologis
tubuh (Rubbins dan Khumar, 1992). Menurut Guyton et. al. (1994) limfadenopati ini
juga terjadi akibat adanya proses hematopoeisis ekstra medular pada nodus
limfatikus. Hematopoesis yang pada usia dewasa seharusnya terjadi pada sumsum
tulang, terganggu karena sel leukemik dari proses multiplikasi sel prekursor leukemik
mempunyai masa hidup yang lebih lama, menginfiltasi sumsum tulang serta
mendesak sel-sel normal. Pernyataan Guyton ini didukung oleh W.F. Ganong (1995)
yang menyatakan bahwa hematopoesis ekstra medular dapat terjadi pada usia dewasa
akibat adanya penyakit yang menyebabkan fibrosis atau kerusakan sumsum tulang .
Pembesaran ini mampu mencapai ukuran sebesar telur ayam (Pitojo S, 1992) .

INFEKSI
Infeksi sangat sering terjadi pada penderita leukemia akut, baik infeksi jamur,
bakteri maupun infeksi virus . Kondisi ini diakibatkan oleh kegagalan mekanisme
pertahanan tubuh untuk menanggulangi infeksi . Pada penderita leukemia akut terjadi
neutropenia (Barret, 1986) dan neutrofil itu sendiri mengalami penurunan fungsi
berupa kegagalan fagositosis dan migrasi (Rusliyanto, 1986; Berkovitz, 1995).
Infeksi jamur yang paling banyak dijumpai adalah infeksi jamur Candida Albicans
yang mencapai 60 % pada penderita ALL (Reskiasih, 2000 ) . Infeksi jamur kandida
secara klinis dapat dijumpai berupa lesi putih maupun lesi merah . Lesi putih berupa
warna yang lebih putih dari jaringan disekelilingnya, lebih tinggi dari sekitarnya,
lebih kasar atau memiliki tekstur yang berbeda dari jaringan normal yang ada di
sekelilingnya . Lesi putih -ini bisa merupakan lesi yang keratotik atau non keratotik
berdasarkan kemudahan diangkat dengan gosokan atau kerokan lembut. Lesi yang
sulit / tidak bisa diangkat dengan gosokan atau kerokan lembut dianggap sudah
melibatkan penebalan epitel mukosa dan mungkin sebagai akibat dari mengangkatnya
ketebalan lapisan yang berkeratosis (hiperkeratosis) dan disebut lesi keratotik. Lesi
yang mudah diangkat dan seringkali menimbulkan suatu daerah yang kasar atau
sedikit kemerahan dari mukosa bisa berupa debris atau peradangan pada
pseudomembranous mukosa mulut yang disebut lesi non keratotik. Lesi akibat infeksi
jamur Kandida seringkali dikaitkan dengan keradangan pada pseudomembranous
mukosa atau ikut berperan dalam etiologi lesi hiperkeratotik walaupun dapat berupa
lesi putih yang disertai lesi hipokeratotik. Infeksi jamur yang lain dapat berupa
angular cheilitis, dan median rhomboid glossitis (Brightment,1993). Infeksi bakteri
gram negatif yang menyebabkan pneumonia sangat sering terjadi. Dan satu-satunya
tanda klinis yang biasa dijumpai adalah demam (Wiernik; 1985). Infeksi virus yang
sering ditemui adalah infeksi Herpes Zoster yang mempunyai prosentase cukup tinggi
yaitu 40 % pada penderita leukemia akut jenis AML dan 30 % leukemia akut jenis
ALL (Barret,1986). Salah satu komplikasi infeksi, yaitu sepsis merupakan penyebab
kematian terbesar pada penderita leukemia akut yang mencapai 52,63 % (Archida,
1987).
Penatalaksanaan
Penderita baru dengan kemungkinan leukimia harus dirawat inap untuk kepentingan
diagnostik maupun terapeutik.
- Tatalaksana penderita rawat inap
- Protokol pengobatan
- Ada protokol untuk normal risk dan high risk
Catatan:
Kriteria high risk :
a. Saat terdiagnosis
 Angka leukosit 50.000/mm3
 Pada foto rontgen dada tampak masa mediastinal
 Ada meningeal leukemia
b. Setelah 1 minggu pemberian deksamethason
 Jumlah blast > 1000 /mm3

Kriteria remisi :
a. Remisi total :
- Perbaikan keadaan klinis
- Tak ada tanda-tanda infiltrasi
- Tak ada leukemia meningeal
- Darah tepi normal
- Sumsum tulang mengandung blas  5%
b. Remisi parsial:
- Klinik dan darah tepi normal
- Sumsum tulang dengan blas >5% tetapi <20%
- Relaps: bila muncul dalam sumsum tulang >20% blas per 2000sel yang
berinti dan atau
- Blas di darah tepi
- Leykemia meningeal dan atau
- Infiltrat leukemia dimana saja,khususnya di testis pada anak laki-laki
Tatalaksana penderita rawat jalan
Penderita lama (yang sudah terdiagnosis)dan mencapai terapi tahap rumatan di
rumah dikelola sebagai berikut:
Protokol pengobatan: dipantau keadaan klinis dan pemeriksaan laboratorium
seperti di atas dan mungkin dirawat inap bilamana ada indikasi: infeksi, tanda-
tanda relaps, terapi intratekal, dll.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan.


Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan).


Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume


2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).


Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Lumbantobing SM. (1989). Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak. Gaya


Baru. Jakarta.

Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.

Matondang, Corry S. (2000) Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi ke 2, PT. Sagung
Seto. Jakarta.

Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Rendle John. (1994). Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6. Binapura Aksara. Jakarta.

Santosa NI. (1989). Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan). Depkes RI. Jakarta.


Santosa NI. (1993). Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarg. Depkes RI. Jakarta.

Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI.
Jakarta.

Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC,


Jakarta.

Suharso Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga.
Surabaya.

Sumijati M.E, dkk, (2000). Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim
Terjadi Pada Anak. PERKANI. Surabaya.

Wahidiyat Iskandar (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Info Medika, Jakarta.

(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.


Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya

Anda mungkin juga menyukai