Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum
tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).

Insidensi Leukemia di Amerika adalah 13 per 100.000 penduduk /tahun ( Wilson, 1991 ) .
Leukemia pada anak berkisar pada 3 – 4 kasus per 100.000 anak / tahun . Untuk insidensi ANLL
di Amerika Serikat sekitar 3 per 200.000 penduduk pertahun. Sedang di Inggris, Jerman, dan
Jepang berkisar 2 – 3 per 100.000 penduduk pertahun ( Rahayu, 1993, cit Nugroho, 1998 ) .

Pada sebuah penelitian tentang leukemia di RSUD Dr. Soetomo/FK Unair selama bulan
Agustus-Desember 1996 tercatat adalah 25 kasus leukemia akut dari 33 penderita leukemia.
Dengan 10 orang menderita ALL ( 40% ) dan 15 orang menderita AML (60 %) ( Boediwarsono,
1998 ). Berdasarkan dari beberapa pengertian mengenai Leukemia maka penulis berpendapat
bahwa leukemia merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh prolioferasi abnormal dari sel-
sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Leukemia, asal berasal dari bahasa yunani leukos-putih dan haima-darah. Leukemia
adalah  jenis kanker yang mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan getah bening. Semua
kanker bermula di sel, yang membuat darah dan jaringan lainnya. Biasanya, sel-sel akan tumbuh
dan membelah diri untuk membentuk sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh. Saat sel-sel semakin
tua, sel-sel tersebut akan mati dan sel-sel baru akan menggantikannya.
Tapi, terkadang proses yang teratur ini berjalan menyimpang, Sel-sel baru ini terbentuk meski
tubuh tidak membutuhkannya, dan sel-sel lama tidak mati seperti seharusnya. Kejanggalan ini
disebut leukemia, di mana sumsum tulang menghasilkan sel-sel darah putih abnormal yang
akhirnya mendesak sel-sel lain.

Beberapa pengertian menurut para ahli:

a. Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).

b. Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum
tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G,
2002 : 248 )

c. Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio
patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang
dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain.
(Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495)

d. Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).

Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas maka penulis berpendapat bahwa leukemia
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang
menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.
B. Etiologi

Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :

a. Genetik

Adanya Penyimpangan Kromosom Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang


tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama
kelahiran . Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi
( Wiernik,1985 ) .
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada
sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma
Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen,
dan neurofibromatosis ( Wiernik, 1985; Wilson, 1991 ) . Kelainan-kelainan kongenital ini
dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-
group Trisomy, atau, seperti pada aneuploidy.

b. Saudara kandung

dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana
kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran . Hal ini berlaku juga pada
keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi ( Wiernik,1985 ) .

c. Faktor lingkungan

Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom


dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang
meningkat pada leukemi a akut, khususnya ANLL ( Wiernik,1985; pola kromosom
yang tidak stabil Wilson, 1991 ).

d. Virus

Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan
leukemia pada hewan termasuk primata . Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA
dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal
dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan
leukemia pada hewan. ( Wiernik, 1985 ) . Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan
adalah Acute T- Cell Leukemia . Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk ( Kumala, 19990).

e. Bahan kimia

Paparan kromis dari bahan kimia ( misal : benzen ) dihubungkan dengan peningkatan
insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen.
( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ) Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan
resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida,
pestisida, dan ladang elektromagnetik ( Fauci, et. al, 1998 ) .
f. Obat-obatan

 Obat-obatan anti neoplastik ( misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II ) dapat


mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML . Kloramfenikol,
fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang
lambat laun menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ).

C. Klasifikasi

Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam
sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di hati,
limpa dan nodus limfatikus, dan infasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus
gastrointestinal, ginjal, dan kulit.

Leukemia sering diklasifikasikan sesuai galur sel yang terkena, seperti limfositik atau
mielositik, dan sesuai maturitas sel ganas tersebut, seperti akut (sel imatur) atau kronis (sel
terdeferensiasi).

a. Leukemia mielogenus akut

Leukemia mielogenus akut (AML) mengenai sel stem hematopoetik yang kelak
berdiferensiasi kesemua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit,
dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia. Merupakan leukemia non limfositik yang paling sering terjadi.

a) Manifestasi klinis

Kebanyakan tanda dan gejala terjadi akibat berkurangnya produksi sel darah normal.
Kepekaan terhadap infeksi terjadi akibat granulositopenia, kekurangan granulosit; kelelahan
dan kelemahan yang terjadi karena anemia; dan keccendrungan perdarahan terjadi akibat
trombositopenia, kekurangan jumlah trombosit. Proliferasi sel leukemi dalam organ
mengakibatkan berbagai gejala tambahan; nyeri akibat pembesaran limpa atau hati; masalah
kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemia meningeal (sering terjadi pada
leukemia limfositik); dan nyeri tulang akibat penyebaran sumsum tulang.

Kelainan ini terjadi tanpa peringatan, dengan gejala terjadi dalam periode 1-6 bulan.
Hitung sel darah menunjukan penurunan baik eritrosit maupun trombosit. Meskipun jumlah
leukosit total bisa rendah, normal atau tinggi, namun presentase sel yang normal biasanya
sangat menurun. Specimen sumsum tulang merupakan penegak diagnose, menunjukan
kelebihan sel blast imatur. Adanya batang Auer didalam sitoplasma menunjukan adanya
leukemia mielogenus akut (AML).

b) Penatalaksanaan

Kemoterapi merupakan bentuk terpi utama dan pada beberapa kasus dapat
menghasilkan perbaikan yang berlangsung sampai setahun atau lebih. Obat yang biasanya
digunakan meliputi daunorobicin hydrochloride (cerubidine), cytarabin (cytosar-U), dan
mercaptopurine (purinethol). Asuhan pendukung terdiri atas pemberian produk darah dan
penanganan infeksi dengan segera. Apabila dapat diperoleh jaringan yang cocok dari kerabat
dekat, maka dapat dilakukan transplantasi sumsum tulang untuk memperoleh sumsum tulang
normal, setelah terlebih dahulu dilakukan penghancuran sumsum lekemik dengan kemotrapi.

c) Prognosis

Pasien yang mendapatkan penanganan dapat bertahan hanya sampai 1 tahun, dengan
kematian yang biasanya terjadi akibat infeksi atau perdarahan. Schiller (1992) melaporkan bahwa
pasien yang berusia dibawah 40 tahun, angka ketahanan hidup 5 tahunnya sekitar 2-5 bulan.
Percobaan dengan kombinasi baru obat kemoterapi masih terus dilakukan diberbagai pusat
onkologi diseluruh dunia.

b. Leukimia Mielogenus Kronis

Leukemia mielogenus kronis (CML) juga dimasukkan dalam keganasan sel stem
myeloid. Namun, lebih banyak terdapat sel normal di banding pada bentuk akut, sehingga
penyakit ini lebih ringan. Abnormalitas genetic yang dinamakan kromosom Philadelphia
ditemukan pada 90% sampai 95% pasien dengan CML. CML jarang menyerang individu
berusia di bawah 20 tahun, namun insidensinya menignkat sesuai pertambahan usia.

a) Manifestasi

Gambaran klinis CML mirip dengan gambaran AML, tetapi tanda dan gejalanya lebih
ringan. Banyak pasien yang menunjukkan tanda gejala selama bertahun-tahun. Terdapat
penignkatan leukosit, kadang sampai jumlah yang luar biasa. Limpa sering membesar.

b) Penatalaksanaan dan Prognosis

Tetapi pilihan leukemia mielogenus kronis adalah buslfan (Myleran), hydroxyurea, dan
chlorambucil (Leukeran) sendiri atau dengan kortikosteroid. Ketahanan hidup meningkat secara
bermakna dengan transplantasi sumsum tulang pada pasien yang berusia di bawah 50 tahun
dengan donor HLA yang sesuai. Interferon alfa merupakan alternative pilihan penanganan,
namun sangat mahal, mempunyai efek samping yang tidak menyenangkan dan tidak terbukti
memperpanjang ketahanan hidup. Fludarabin (Fludar) efektif bagi pasien yang penyakitnya tidak
berespons terhadap penanganan yang telah dilakukan atau terus memberat setelah penanganan.
Pada kebanyakan pasien, kelak akan mengalami leukemia mielogenus akut dan biasanya resisten
terhadap terapi apapun. Secara keseluruhan, pasien dapat bertahan selama 3 sampai 4 tahun.
Kematian biasanya akibat infeksi atau perdarahan.

c. Leukimia Limfositik Akut.

Leukemia limfositik akut (ALL) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas limfoblas.
Paling sering terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih banyak disbanding perempuan,
dengan puncak insidensi pada usia 4 tahun. Setelah usia 15, ALL jarang terjadi.

a) Manifestasi

Limfosit imatur berproliferasi dalan sumsum tulang dan jaringan perifer dan menganggu
perkembangan sel normal. Akibatnya, hematopoesis normal terlambat, mengakibatkan penurunan
jumlah leukosit, sel darah merah, dan trombosit. Eritrosit dan trombosit jumlahnya rendah dan
leukosit jumlahnya dapat rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur. Manifestasi infiltrasi
leukemia ke organ-organ lain lebih sering terjadi pada ALL dari pada bentuk leukemia lain dan
mengakibatkan nyeri karena pembesaran hati atau limpa, sakit kepala, muntah karena keterlibatan
meninges, dan nyeri tulang.

b) Penatalaksanaan dan Prognosis

Terapi ALL telah mengalami kemajuan, sekitar 60% anak mencapai ketahanan hidup
sampai 5 tahun. Bentuk terapi utama adalah kemoterapi dengan kombinasi vincristine,
prednisone, daunorubicin, dan asparaginase untuk terapi awal dan dilanjutkan dengan kombinasi
mercaptopurine, methotrexate, vincristine, dan prednisone untuk pemeliharaan. Radiasi untuk
daerah kraniospinal dan injeksi intratekal obat kemoterapi dapat membantu mencegah
kekambuhan pada sistem saraf pusat.

d. Leukimia Limfositik Kronis

Leukimia limfosit kronis (CLL) cenderung merupakan kelainan ringan yang terutama
mengenai individu antara usia 50-70 tahun. Negara- Negara barat melaporkan penyakit ini
sebagai leukemia yang umum terjadi.

a) Manifestasi klinis

Kebanyakan pasien tidak menunjukan gejala dan baru terdiagosa pada saat pemeriksaan
fisik atu penanganan untuk penyakit lain. Manifestasi yang mungkin terjadi adalah sehubungan
dengan adanya anemia, infeksi, atau pembesaran nodus limfe. Dan organ abdominal. Jumlah
eritrosit dan trombosit mungkin normal atau menurun. Terjadi penurunan jumlah limfosit.
(limfositopenia).

Penatalaksanaan medis dan prognosis. Apabila ringan, CLL tidak memerlukan


penanganan. Kemoterapi dengan kortikosteroid dan chlorambucil (leukeran) sering digunakan
apabila gejalanya berat. Banyak pasien yang tidak berespon terhadap terapi ini dapat mencapai
perbaikan dengan pemberian fludarabine monofospat, 2-chorodeoxyadenosien (2-CBA), atau
pentostatin. Efek samping utama obat ini adalah penekanan sumsum tulang, yang termanifestasi
dengan adanya infeksi seperti pneumocystis carinii, listeria, mikobakteria, virus herpes dan
sitomegalovirus. Penanganan intra vena dengan immunoglobulin cukup efektif mencegah
masalah ini pada pasien tertentu. Ketahanan hidup rata-rata pasien dengan CLL adalah 7 tahun.

b) Komplikasi

Komplikasi leukemia meliputi perdarahan dan infeksi, yang merupakan penyebab utama
kematian. Pembentukan batu ginjal, anemia, dan masalah gastrointestinal merupakan komplikasi
lain.

Risiko perdarahan berhubungan dengan tingkat defisiensi trombosit (trombositopenia)


angka trombosit rendah ditandai dengan memar (ekimosis) dan petekia (bintik perdarahan-
perdarahan atau keabuan sebesar ujung jarum dipermukaan kulit). Pasien juga dapat mengalami
perdarahan berat jika jumlah trombositnya turun sampai di bawah 20.000 per mm3 darah. Dengan
alas an yang tidak jelas, demam dan infeksi dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan.

Karena kekurangan granulosit matur dan normal, pasien selalu dalam keadaan terancam
infeksi. Kemungkinan terjadinya infeksi meningkat sesuai derajat netropenia, sehingga jika
granulosit berada di bawah 100/ml darah sangat mungkin terjadi infeksi sistemik. Disfungsi imun
mempertinggi resiko infeksi.
Penghancuran sel besar-besaran yang terjadi selama pemberian kemoterapi atau
meningkatkan kadar asam urat dan membuat pasien rentan mengalami pembentukan batu ginjal
dan kolik ginjal. Maka pasien memerlukan asupan cairan yang tinggi untuk mencegah kristalisasi
asam urat dan pembentukan batu.

Masalah gastrointestinal dapat terjadi akibat infiltrasi leukosit abnormal ke organ


abnominal selain akibat toksisitas obat kemoterapi. Sering terjadi anoreksia, mual, muntah, diare,
dan lesi mukosa mulut.

D. Patofisiologi

Leukemia akut dan kronis merupakan suatu bentuk keganasan atau maligna yang muncul
dari perbanyakan klonal sel-sel pembentuk sel darah yang tidak terkontrol mekanisme kontrol
seluler normal mungkin tidak bekerja dengan baik akibat adanya perubahan pada kode genetik
yang seharusnya bertanggung jawab atas pengaturan pertumbuhan sel dan diferensiasi.

Sel-sel leukemia menjalani waktu daur ulang yang lebih lambat dibandingkan sel
normal. Proses pematangan atau maturasi berjalan tidak lengkap dan lambat serta bertahan hidup
lebih lama dibandingkan sel normal.

a. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut:

a) Pilek tidak sembuh-sembuh& sakit kepala.


b) Pucat, lesu, mudah terstimulasi, Merasa lemah atau letih.
c) Demam, keringat malam dan anorexia
d) Berat badan menurun
e) Ptechiae, memar  tanpa sebab, Mudah berdarah dan lebam (gusi berdarah, bercak keunguan di
kulit, atau bintik-bintik merah kecil di bawah kulit)
f) Nyeri pada tulang dan persendian
g) Nyeri abdomen, Pembengkakan atau rasa tidak nyaman di perut (akibat pembesaran limpa).

b. Pemeriksaan Penunjang

a) Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik


b) Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
c) Retikulosit : jumlah biasaya rendah
d) Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
e) SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immatur
f) PTT : memanjang
g) LDH : mungkin meningkat
h) Asam urat serum : mungkin meningkat
i) Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik
j) Copper serum : meningkat
k) Zink serum : menurun
l) Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan.
c. Penatalaksanaan
a) Kemoterapi

Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini
menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis
leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau lebih.

Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:

1) Melalui mulut
2) Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena).
3) Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh darah
balik besar, seringkali di dada bagian atas – Perawat akan menyuntikkan obat ke dalam
kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak
nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah balik/kulit.
4) Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi menemukan sel-sel
leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa
memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam
cairan cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV
atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.

Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi :

1) Fase Induksi Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini
diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase
induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan
dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
2)   Fase Profilaksis Sistem saraf pusatPada fase ini diberikan terapi methotrexate,
cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel
leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia
yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
3) Konsolidasi pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk
mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar
dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan
darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika
terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis
obat dikurangi.

b) Terapi Biologi

Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui suntikan
di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi
biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel
leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di
dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi
biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat
pertumbuhan sel-sel leukemia.

 
c) Terapi Radiasi

Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi
untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar akan
mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya
sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh.
(Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.)

d) Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)

Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi
sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau
keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah
normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell)
yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah
dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi ini.

Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah
sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-
sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah
yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA

Brtunner, Sudadarth. 2002.  Keperawatan Medikal-Bedah, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran


EGC.

Reeves, Charlene J et al. 2001. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I.
Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, Susanne, RN, dkk. 2000, Medical Surgical Nursing, Amerika : Lippincott.

Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal. 177, Cawson 1982; De Vita Jr.,1985, Archida, 1987; Lister,
1990; Rubin,1992.

http://keperawatanadil.blogspot.com/2007/11/askep-leukemia.html

Anda mungkin juga menyukai