Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Leukemia mieloid adalah penyakit golongan heterogenus yang ditandai
dengan infiltrasi pada sel darah, sumsum tulang dan jaringan lain oleh sel–sel
neoplastik sistem hematopoesis. Leukemia jenis ini mempunyai spektrum
malignan yang luas sekiranya tidak mendapatkan rawatan. Penyakit ini boleh saja
berkembang dengan cepat dan sangat membahayakan namun begitu ia juga boleh
berkembang secara perlahan. (Kasper et al, 2005)
Insiden penyakit AML ini dianggarkan kira-kira 3,6 per 100.000 orang
setiap tahun dan resiko terjadinya penyakit ini semakin meningkat mengikut
pertambahan usia iaitu dianggarkan 1,7% pada individu < 65 tahun berbanding
16,2% pada individu berusia >65 tahun. (Kasper et al, 2005)
Pasien dengan AML sering mengalami gejala non spesifik dan bermula secara
berperingkat dan biasanya merupakan akibat dari anemia, leukositosis, lekopenia,
atau trombositopenia. Lebih dari 50 % pasien menderita gejala non spesifik kira –
kira ≥ 3 bulan sebelum leukemia di diagnosa. (Kasper et al, 2005)
Sebagian dari penderita menderita kelelahan sebagai gejala pertama.
Anorexia dan penurunan berat badan sangat umum pada penderita. Selain itu lebih
kurang 10% pasien mengalami demam dengan atau tanpa infeksi sebagai gejala
pertama mereka. Tanda –tanda menunjukkan ada gangguan hemostasis seperti
perdarahan dan mudah luka dikesan oleh kira-kira 5 % daripada seluruh pasien.
Selain itu, kadang kala turut ditemukan nyeri tulang, limfadenopati, pusing dan
batuk sebagai gejala penyerta. (Kasper et al, 2005).
Selain itu turut ditemukan adanya pembesaran pada kelenjar getah bening
serta limfa. Hal ini juga mengakibatkan rasa tidak nyaman di abdomen akibat
adanya pembesaran hati dan limfa. Pasien juga turut mengalami gejala hematuria.
(Goldman L, 2007)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Leukemia adalah penyakit akibat terjadinya proliferasi sel darah
putih yang abnormal dan ganas yang disertai dengan adanya leukosit
dalam jumlah yang berlebihan sehingga menimbulkan anemia dan
trombositopenia (Reeves, 2001).
Acute Nonlymphoid (myelogenous) Leukemia (ANLL atau AML)
adalah salah satu jenis leukemia; dimana terjadi proliferasi neoplastik dari
sel mieloid (ditemukannnya sel mieloid : granulosit, monosit imatur yang
berlebihan). AML meliputi leukemia mieloblastik akut, leukemia
monoblastik akut, leukemia mielositik akut, leukemia monomieloblastik,
dan leukemia granulositik akut (Wong, 2000).
Leukimia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel
progenitor dari seri mieloid. LMA merupakan jenis leukemia; dimana
terjadi proliferasi neoplastik dari sel mieloid (ditemukannnya sel mieloid :
granulosit, monosit imatur yang berlebihan).
Leukemia mieloid adalah kelompok penyakit heterogen ditandai
dengan infiltrasi sel neoplastik sistem hemopoitik pada darah, sumsum
tulang, dan jaringan lain.

2.2 Etiologi
Sebagian besar kasus, etiologi LMA tidak diketahui. Meskipun
demikian ada beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau
setidaknya menjadi faktor predisposisi LMA, seperti:
 Genetik
 Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan
kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom,
Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis
van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome,
sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis ( Wiernik,
1985; Wilson, 1991 ) . Kelainan-kelainan kongenital ini
dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal
pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom
yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy .
 Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada
kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada
tahun pertama kelahiran . Hal ini berlaku juga pada keluarga
dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi ( Wiernik,1985 ) .
 Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut,
khususnya ANLL ( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ) .
 Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata . Penelitian
pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase
pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan
enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang
menyebabkan leukemia pada hewan ( Wiernik, 1985 ) .
 Bahan Kimia
Paparan kronis dari bahan kimia ( misal : benzen ) dihubungkan
dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu
yang sering terpapar benzen ( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ). Selain
benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari
AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide,
herbisida, pestisida ( Fauci, et. al, 1998 ) .
 Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik ( misal : alkilator dan inhibitor
topoisomere II ) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang
menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan
methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang
yang lambat laun menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ).
 Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia ( ANLL ) ditemukan
pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi
radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia
pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom.
Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat
terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos
radiasi dan para radiologis .
Jeniskemoterapi yang paling sering memicu timbulnya AML adalah
golongan alkylating agent dan topoisomerase II inhibitor

2.3 Klasifikasi AML


Leukemia Mielogenus Akut (AML) menurut FAB (French-American-
British) terbagi menjadi 8 tipe:
 Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia )
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut
sebagai AML dengan diferensiasi minimal .
 M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi )
Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir
seperempat dari kasus AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran
azurophilic granules dan Auer rods. Dan sel leukemik dibedakan
menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2 dengan granula, dimana
tipe 1 dominan di M1.
 M2 ( Akut Myeloid Leukemia )
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara
morfologi berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang
berubah menjadi granulosit matang berjumlah lebih dari 10%. Jumlah
sel leukemik antara 30 – 90%. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-sel
sumsum tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit .
 M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia )
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan
granulasi berat, stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus
bervariasi dalam bentuk maupun ukuran, kadang-kadang berlobul .
Sitoplasma mengandung granula besar, dan beberapa promielosit
mengandung granula berbentuk seperti debu . Adanya Disseminated
Intravaskular Coagulation ( DIC ) dihubungkan dengan granula-
granula abnormal ini .
 M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia )
Terlihat 2 ( dua ) type sel, yakni granulositik dan monositik , serta sel-
sel leukemik lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip
dengan M1, dibedakan dengan cara 20% dari sel yang bukan eritroit
adalah sel pada jalur monositik, dengan tahapan maturasi yang
berbeda-beda. Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL.
Tanda lain dari M4 adalah peningkatan proporsi dari eosinofil di
sumsum tulang, lebih dari 5% dari sel yang bukan eritroit, disebut
dengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien–pasien dengan AML type
M4 mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi standar.
 M5 ( Acute Monocytic Leukemia )
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah
monoblas, promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a
dimana sel monosit dominan adalah monoblas, sedang pada M5b
adalah promonosit dan monosit. M5a jarang terjadi dan hasil
perawatannya cukup baik.
 M6 ( Erythroleukemia )
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat
berbeda dari gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai
gambaran morfologi abnormal berupa bentuk multinukleat yang
raksasa. Perubahan megaloblastik ini terkait dengan maturasi yang
tidak sejalan antara nukleus dan sitoplasma . M6 disebut
Myelodisplastic Syndrome ( MDS ) jika sel leukemik kurang dari 30%
dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang terjadi dan biasanya kambuhan
terhadap kemoterapi-induksi standar.
 M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia )
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit (
Yoshida, 1998; Wetzler dan Bloomfield, 1998 ).

2.4 Patogenesis

Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang sangat


cepat. Normalnya, produksi sel darah tertentu dari prekusor sel stem diatur
sesuai kebutuhan tubuh. Apabila mekanisme yang mengatur produksi sel
tersebut terganggu, sel akan membelah diri sampai ke tingkat sel yang
membahayakan (proliferasi neoplastik). Proliferasi neoplastik dapat terjadi
karena kerusakan sumsum tulang akibat radiasi, virus onkogenik, maupun
herediter.
Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam
sumsum tulang. Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam
berbagai organ limfogen (kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa sel
darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang, khususnya granulosit,
disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka dibutuhkan dalam sirkulasi.
Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan
kimia, maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan dan
imatur. Pada kasus AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada sel
mielogen muda (bentuk dini neutrofil, monosit, atau lainnya) dalam sumsum
tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh sehingga sel-sel darah putih
dibentuk pada banyak organ ekstra medula.
Sedangkan secara imunologik, patogenesis leukemia dapat diterangkan
sebagai berikut. Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik
yang mempunyai struktur antigen tertentu), maka virus tersebut dengan
mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia dan merusak mekanisme
proliferasi. Seandainya struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen
manusia tersebut, maka virus mudah masuk. Bila struktur antigen individu
tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut akan
ditolaknya. Struktur antigen ini terbentuk dari struktur antigen dari berbagai
alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh
atau HL-A (Human Leucocyte Locus A). Sistem HL-A diturunkan menurut
hukum genetik, sehingga etiologi leukemia sangat erat kaitannya dengan
faktor herediter.
Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen
darah yang lain tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses
metabolisme (terjadi granulositopenia, trombositopenia). Sel-sel leukemia
juga menginvasi tulang di sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang dan
cenderung mudah patah tulang. Proliferasi sel leukemia dalam organ
mengakibatkan gejala tambahan : nyeri akibat pembesaran limpa atau hati,
masalah kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemia meningeal.

2.5 Tanda dan Gejala


Pasien dengan AML seringkali menunjukkan gejala tidak spesifik yang
dimulai dengan anemia, leukositosis, leucopenia atau disfungsi leukosit, atau
trombositopeni baik secara berangsur-angsur maupun tiba-tiba. Hampir
sebagian besar menunjukkan gejala tersebut selama + 3 bulan sebelum
didiagnosis leukemia.
Sebagian besar menyebutkan gejala awal adalah fatigue (kelemahan)
atau anoreksia dan penurunan berat badan. Demam dengan atau tanpa infeksi
merupakan gejala awal pada 10% pasien. Tanda perdarahan abnormal
(berdarah, mudah lebam) terjadi pada 5% pasien. Selain itu juga didapatkan
nyeri tulang, limfadenopati, sakit kepala non spesifik atau diaphoresis.
Tanda dan gejala utama AML, adalah:
 Rasa lelah, perdarahan, dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom
kegagalan sumsum tulang
 Perdarahan biasanya dalam bentuk purpura/petekia yang sering
dijumpai di ekstremitas bawah, atau berupa epistaksis, perdarahan
gusi dan retina
 Pada pasien dengan leukosit yang sangat tinggi (> 100.000/mm3),
sering terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang
menyumbat aliran pembuluh darah vena maupun arteri
 Leukosit yang tinggi juga sering menimbulkan gangguan
metabolisme, seperti hiperurisemia dan hipoglikemia
 Infiltrasi sel-sel blast di kulit dapat menyebabkan: leukimia kutis
(benjolan yang tidak tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit)
 Infiltrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di
bawah kulit (kloroma)
 Infiltrasi sel-sel blast di dalam tulang akan menimbulkan nyeri
tulang yang spontan atau dengan stimulasi ringan
 Infiltrasi sel-sel blast ke gusi menyebabkan pembengkakan gusi

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Hitung darah lengkap
Anak dengan leukosit kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosis, memiliki
prognosis paling baik. Jumlah leukosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda
prognosis kurang baik pada anak sembarang umur.
Rata-rata pada hitung leukosit didapatkan 15.000/SL. Sekitar 25-40%
pasien didapatkan hitung leukosit < 5000/ SL dan >100.000/ SL. Kurang
dari 5% tidak terdeteksi sel leukemia dalam darahnya. Morfologi sel ganas
bervariasi, pada AML seringkali sitoplasmanya terutama mengandung
granula (nonspesifik), nukleus tajam, kromatinnya kasar dengan satu atau
lebih nukleolus yang menandakan sel immature. Granula rod-shaped
abnormal disebu auer rods tidak selalu ada, namun jika ada hampir selalu
merupakan mieloid yang diturunkan.

2. Pungsi lumbal, untuk mengkaji keterlibatan SSP.


3. Foto thoraks, untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum
4. Aspirasi sumsum tulang, ditemuakannya 25% sel blast memperkuat
diagnosis.
5. Pemindaian tulang atau survei kerangka, mengkaji keterlibatan tulang.
6. Pemindaian ginjal, hati, dan limpa, mengkaji infiltrat leukemik
7. Jumlah trombosit, menunjukkan kapasitas pembekuan.

2.7 Penatalaksanaan
1. Kemoterapi
Pada umumnya pengobatan pasien yang baru didiagnosis AML terdiri
dari dua fase, yaitu fase induksi dan penatalaksanaan postremisi. Tujuan
utama pengobatan adalah tercapainya remisi lengkap. Sekali diperoleh remisi
lengkap, selanjutnya terapi pasti dapat membuat pasien bertahan lama dan
mencapai penyembuhan. Terapi induksi awal dan terapi postremisi seringkali
dipilih berdasarkan usia. Pengaruh terapi secara intensif menggunakan agen
kemoterapi tradisional seperti sitarabin antrasiklins pada pasien usia muda
(<60 tahun) menunjukkan peningkatan penyembuhan AML. Pada pasien
yang lebih tua, keuntungan diberikan pengobatan yang teratur masih
kontroversial.
a. Fase induksi. Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada
fase ini diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-
asparaginase. Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit
berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel
muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat. Pada fase ini diberikan terapi
methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk
mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan
hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf
pusat.
c. Konsolidasi. Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk
mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang
beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan
pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang
terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka
pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
2. Terapi Biologis
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi
untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini
diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien
dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan
adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel
leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita
dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah
bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel
leukemia.
3. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar
berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar
pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa,
otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia
ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh
tubuh.
4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).
Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat
yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan
sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang.
Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat
melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di
daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel
induk (stem cell) hasil transplantasi ini.
Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap
di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi
pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi
mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.
2.8 Komplikasi
1. Gagal sumsum tulang
2. Infeksi
3. Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID/DIC)
4. Splenomegali
5. Hepatomegali
BAB III
KESIMPULAN

1. Acute Nonlymphoid (myelogenous) Leukemia (ANLL atau AML) adalah salah


satu jenis leukemia; dimana terjadi proliferasi neoplastik dari sel mieloid
(ditemukannnya sel mieloid : granulosit, monosit imatur yang berlebihan).
2. Tanda dan gejala AML adalah fatigue, anoreksia, penurunan berat badan,
perdarahan, peningkatan leukosit, dan pembengkakan gusi
3. Pemeriksaan penunjang: hitung darah lengkap, gambaran darah tepi, pungsi
lumbal,dan aspirasi sumsum tulang
4. Diagnosis kasus ini adalah AML M4 peralihan ke M5b dan anemia gravis
5. Penatalaksanaan: kemoterapi, terapi biologis, terapi radiasi, dan stem cell
DAFTAR PUSTAKA

Betz, CL & Sowden, LA. 2002.Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Brunner& Suddarth. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 2.
Jakarta: EGC.
ES Jaffe et al.2001.World Health Organization Classification of Tumours. Lyon,
ARC Press,
Fauci, Anthony S.; Kasper, Dennis L. ; Longo, Dan L.; Braunwald,
Eugene;Hauser, Stephen L.; Jameson, J. Larry; Loscalzo, Joseph;. 2008.
Harrison's Principles of Internal Medicine 17th edition. USA: McGraw-hill,
Guyton.1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi III. Jakarta :
EGC.
Joyce Engel. 1999. Pengkajian Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Kurnianda, Johan. 2007. Leukimia Mieloblastik Akut dalam buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan FK UI
Price, S A dan Wilson, L M. 2006.Patofisiologi , Konsep klinis proses-proses
penyakit . Jakarta : EGC, .
Whaley’s and Wong. 2001.Clinical Manual of Pediatric Nursing. Edisi 4. USA :
Mosby

Anda mungkin juga menyukai