PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Leukemia adalah penyakit akibat terjadinya proliferasi sel darah
putih yang abnormal dan ganas yang disertai dengan adanya leukosit
dalam jumlah yang berlebihan sehingga menimbulkan anemia dan
trombositopenia (Reeves, 2001).
Acute Nonlymphoid (myelogenous) Leukemia (ANLL atau AML)
adalah salah satu jenis leukemia; dimana terjadi proliferasi neoplastik dari
sel mieloid (ditemukannnya sel mieloid : granulosit, monosit imatur yang
berlebihan). AML meliputi leukemia mieloblastik akut, leukemia
monoblastik akut, leukemia mielositik akut, leukemia monomieloblastik,
dan leukemia granulositik akut (Wong, 2000).
Leukimia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel
progenitor dari seri mieloid. LMA merupakan jenis leukemia; dimana
terjadi proliferasi neoplastik dari sel mieloid (ditemukannnya sel mieloid :
granulosit, monosit imatur yang berlebihan).
Leukemia mieloid adalah kelompok penyakit heterogen ditandai
dengan infiltrasi sel neoplastik sistem hemopoitik pada darah, sumsum
tulang, dan jaringan lain.
2.2 Etiologi
Sebagian besar kasus, etiologi LMA tidak diketahui. Meskipun
demikian ada beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau
setidaknya menjadi faktor predisposisi LMA, seperti:
Genetik
Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan
kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom,
Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis
van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome,
sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis ( Wiernik,
1985; Wilson, 1991 ) . Kelainan-kelainan kongenital ini
dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal
pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom
yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy .
Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada
kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada
tahun pertama kelahiran . Hal ini berlaku juga pada keluarga
dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi ( Wiernik,1985 ) .
Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut,
khususnya ANLL ( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ) .
Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata . Penelitian
pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase
pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan
enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang
menyebabkan leukemia pada hewan ( Wiernik, 1985 ) .
Bahan Kimia
Paparan kronis dari bahan kimia ( misal : benzen ) dihubungkan
dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu
yang sering terpapar benzen ( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ). Selain
benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari
AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide,
herbisida, pestisida ( Fauci, et. al, 1998 ) .
Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik ( misal : alkilator dan inhibitor
topoisomere II ) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang
menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan
methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang
yang lambat laun menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ).
Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia ( ANLL ) ditemukan
pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi
radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia
pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom.
Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat
terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos
radiasi dan para radiologis .
Jeniskemoterapi yang paling sering memicu timbulnya AML adalah
golongan alkylating agent dan topoisomerase II inhibitor
2.4 Patogenesis
2.7 Penatalaksanaan
1. Kemoterapi
Pada umumnya pengobatan pasien yang baru didiagnosis AML terdiri
dari dua fase, yaitu fase induksi dan penatalaksanaan postremisi. Tujuan
utama pengobatan adalah tercapainya remisi lengkap. Sekali diperoleh remisi
lengkap, selanjutnya terapi pasti dapat membuat pasien bertahan lama dan
mencapai penyembuhan. Terapi induksi awal dan terapi postremisi seringkali
dipilih berdasarkan usia. Pengaruh terapi secara intensif menggunakan agen
kemoterapi tradisional seperti sitarabin antrasiklins pada pasien usia muda
(<60 tahun) menunjukkan peningkatan penyembuhan AML. Pada pasien
yang lebih tua, keuntungan diberikan pengobatan yang teratur masih
kontroversial.
a. Fase induksi. Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada
fase ini diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-
asparaginase. Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit
berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel
muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat. Pada fase ini diberikan terapi
methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk
mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan
hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf
pusat.
c. Konsolidasi. Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk
mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang
beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan
pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang
terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka
pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
2. Terapi Biologis
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi
untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini
diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien
dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan
adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel
leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita
dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah
bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel
leukemia.
3. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar
berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar
pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa,
otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia
ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh
tubuh.
4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).
Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat
yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan
sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang.
Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat
melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di
daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel
induk (stem cell) hasil transplantasi ini.
Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap
di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi
pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi
mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.
2.8 Komplikasi
1. Gagal sumsum tulang
2. Infeksi
3. Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID/DIC)
4. Splenomegali
5. Hepatomegali
BAB III
KESIMPULAN
Betz, CL & Sowden, LA. 2002.Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Brunner& Suddarth. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 2.
Jakarta: EGC.
ES Jaffe et al.2001.World Health Organization Classification of Tumours. Lyon,
ARC Press,
Fauci, Anthony S.; Kasper, Dennis L. ; Longo, Dan L.; Braunwald,
Eugene;Hauser, Stephen L.; Jameson, J. Larry; Loscalzo, Joseph;. 2008.
Harrison's Principles of Internal Medicine 17th edition. USA: McGraw-hill,
Guyton.1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi III. Jakarta :
EGC.
Joyce Engel. 1999. Pengkajian Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Kurnianda, Johan. 2007. Leukimia Mieloblastik Akut dalam buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan FK UI
Price, S A dan Wilson, L M. 2006.Patofisiologi , Konsep klinis proses-proses
penyakit . Jakarta : EGC, .
Whaley’s and Wong. 2001.Clinical Manual of Pediatric Nursing. Edisi 4. USA :
Mosby