Anda di halaman 1dari 27

BAB I

LAMPORAN PENDAHULUAN
AKUT LIMFOBLASTIK LEUKEMIA (ALL)

A.    PENGERTIAN
1.  Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang
didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah
keganasan yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh
keganasan pada anak), anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak
perempuan, dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor risiko terjadi leukimia
adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi faktor hormonal,infeksi
virus (Ribera, 2009).
2. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel
prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi
limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%,
sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA
adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah keganasan pada sel B.
Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan  didominasi oleh anak-anak usia < 15
tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun (Landier dkk, 2004)

   
B.     KLASIFIKASI
            1.      Leukemia secara umum
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi
sel dan tipe sel asal yaitu :
1)    Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit)
yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki
perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata
dalam 4-6 bulan.
a)   Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan
akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan
organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%).
Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan
sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama
diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang. (gambar 1. hapusan sumsum
tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).
b)      Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang akan
berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik
yang paling sering terjadi. LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih
sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-anak (15%).
Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan
durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6
bulan. (gambar 2. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran
1000x).
2.      Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik
dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.
a)      Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T).
Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang
berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu yang
berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki. (gambar 3. a
dan b. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran
b)      Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi
berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK mencakup
20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan
(40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia
ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki fase akhir
yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit,
biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan
sel darah merah yang amat kurang. (gambar 4. hapusan sumsum tulang dengan
pewarnaan giemsa a. perbesaran 200x, b. perbesaran 1000x).
 2.      Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
FAB (French-American-British) dibuat klasifikasi LLA berdasarkan
morfologik untuk lebih memudahkan pemakaiannya dalam klinik, antara lain
sebagai berikut:
a.       L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen,
nucleus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
b.      L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi, kromatin
lebih besar dengan satu atau lebih anak inti
c.       L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak,
banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi

C.    ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1.  Genetik
a.    keturunan
1.  Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma
Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy
sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-
kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen,
misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak
stabil, seperti pada aneuploidy.
2.  Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik
dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini
berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi
b.   Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom
dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan
insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ALL ,
2.   Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia
menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi
tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang
merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik,
1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia
adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute
T- Cell Leukemia.
3.      Bahan Kimia dan Obat-obatan
a.   Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering
terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko
tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide,
herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
b.   Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II)
dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan
AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
4.   Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus
lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat
dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien
yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang
terekspos radiasi dan para radiologis .
D.     PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan
leukosit atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel
darah normal diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh
sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang darah
(myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi
sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan
terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang
dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan
lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang.
Biasanya dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum
tulang mulai dari yang sangat mentah hingga  hampir menjadi sel normal. Derajat
kementahannya merupakan petunjuk untuk menentukan/meramalkan
kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limfoblas dan
biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit
neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil
pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan.
Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem
limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan
sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten, berkembang menjadi
sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi
sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat
ekstramedular sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan
hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada
susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah, “seizures” dan gangguan
penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah
yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk
sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur
berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu
perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat,
akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit.
Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa,
limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan
jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit
mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.).
Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat
menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami
infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan
makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani,
2001, Betz & Sowden, 2002).

E. PATWAY
F.    MANIFESTASI KLINIS
leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan
tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal
(kegagalan sumsum tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia.
Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsumtulang menyebabkan berkurangnya
sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi utama berupa infeksi,
perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:
1.  Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel
leukemia), biasanya terjadi pada anak
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering
adalah gramnegatif usus
6. stafilokokus, streptokokus, serta jamur 
7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
9. Massa di mediastinum (T-ALL)
10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial
naik, muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik
fokal, dan perubahan statusmental.
G.    PEMERIKSAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah :
2) Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
3)  Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
4) Retikulosit : jumlah biasanya rendah
5) Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
6) SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang
imatur (mungkin menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
7) PT/PTT : memanjang
8) LDH : mungkin meningkat
9) Asam urat serum/urine : mungkin meningkat
10) Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut
dan mielomonositik.
11) Copper serum : meningkat
12) Zinc serum : meningkat/ menurun
13) Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau
lebih dari SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan
prekusor eritroid, sel matur, dan megakariositis menurun.
14) Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat
keterlibatan
H.    KOMPLIKASI
1.    Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah
ditandai  dengan:
a) Memar (ekimosis)
b) Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum
dipermukaan kulit) Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000
mm3 darah. Demam dan infeksi dapat memperberat perdarahan
2.   Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat
netropenia dan disfungsi imun.
3.    Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar asam
urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4.    Anemia
5.    Masalah gastrointestinal.
a) mual
b) muntah
c) anoreksia
d) diare
e) lesi mukosa mulut
Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal, selain akibat
kemoterapi.
I.    PENATALAKSANAAN MEDIS
      Leukemia Limfoblastik Akut :
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan
menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di
dalam sumsum tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di
rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada
respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin
memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi
trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi.
Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang
selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari
prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin
atau asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di otak, biasanya
diberikan suntikan metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan terapi
penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah pengobatan
awal yang intensif untuk menghancurkan sel leukemik, diberikan pengobatan
tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik.
Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik bisa kembali
muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan kembali
sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang sangat serius. Penderita
harus kembali menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan
kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul
di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2
kali/minggu. Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar, biasanya diatasi
dengan kemoterapi dan terapi penyinaran.

Penatalaksanaan lain:
      1.   Pelaksanaan kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan
kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia.
Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau
kombinasi dari dua obat atau lebih.

Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua


fase yang digunakan untuk semua orang.
a.   Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi
biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat
menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia.
Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin,
vincristin, prednison dan asparaginase.
b.   Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang
bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan
juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6
bulan kemudian.
c.   Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan
yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah.
Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang
dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak
dan sistem saraf pusat

d.   Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)


Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini
biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik
dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai
remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai
remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang
dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.
2.   Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan
melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia
limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal
yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan
sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum
tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang
digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat
pertumbuhan sel-sel leukemia.
3.   Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi
tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah
mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain
dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien
mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh
biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.)
5.   Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
     
A.  Pengkajian keperawatan
a.    Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di bawah 15
tahun  (85%) , puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun. Rasio lebih sering terjadi
pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
b.   Riwayat Kesehatan
1)   Keluhan Utama : Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah demam,
lesudan malas makan atau nafsu makan berkurang, pucat (anemia) dan
kecenderungan terjadi perdarahan.
2)  Riwayat kesehatan masa lalu : Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat
keluarga yang erpapar oleh chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus
(epstein barr, HTLV-1), kelainan kromosom dan penggunaan obat-obatann seperti
phenylbutazone dan khloramphenicol, terapi radiasi maupun kemoterapi.
3)   Pola Persepsi - mempertahankan kesehatan : Tidak spesifik dan berhubungan
dengan kebiasaan buruk dalam mempertahankan kondisi kesehatan dan
kebersihan diri. Kadang ditemukan laporan tentang riwayat terpapar bahan-bahan
kimia dari orangtua.
4)   Pola Nurisi : Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia, muntah,
perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan menelan, serta
pharingitis. Dari pemerksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen,
penurunan bowel sounds, pembesaran limfa, pembesaran hepar akibat invasi sel-
sel darah putih yang berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi
oal, dan adanya pmbesaran gusi  (bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic
leukemia)
5)   Pola Eliminasi : Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal, nyeri
abdomen, dan ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah dalam urin,
serta penurunan urin output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal, serta
adanya hematuria.
6)  Pola Tidur dan Istrahat : Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan lebih
banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah mengalami
kelelahan.
7)   Pola Kognitif dan Persepsi : Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami
penurunan kesadaran (somnolence) , iritabilits otot dan “seizure activity”, adanya
keluhan sakit kepala, disorientasi, karena sel darah putih yang abnormal
berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
8)  Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi yang lemah
dengan pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapt ditemukan
adanya depresi, withdrawal, cemas, takut, marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan
peerubahan suasana hati, dan bingung.
9)   Pola Seksual : Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji
10) Pola Hubungan Peran : Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan kesempatan
bermain dan berkumpul bersama teman-teman serta belajar.
11)  Pola Keyakinan dan Nilai : Anak pra sekolah mengalami kelemahan umum dan
ketidakberdayaan melakukan ibadah.
12)  Pengkajian tumbuh kembang anak.
c.    Pemeriksaan Diagnostik
1) Count Blood Cells : indikasi normocytic, normochromic anemia
2) Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gr%
3) Retikulosit : menurun/rendah
4) Platelet count :   sangat rendah (<50.000/mm)
5) White Blood cells : > 50.000/cm dengan peningkatan immatur WBC (“kiri ke
kanan”)
6) Serum/urin uric acid : meningkat
7) Serum zinc : menurun
8) Bone marrow biopsy : indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan erythroid
9)  prekursor, sel matur dan penurunan megakaryosit
10) Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukkan tingkat kesulitan
tertentu
B.   DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3) Resiko terhadap cedera: perdarahan berhubungan dengan penurunan
jumlah trombosit
4) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah
5) Perubahan membran mukosa mulut: stomatitis berhubungan dengan efek
samping , agen kemoterapi
6) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau
stomatitis
7) Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
8) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens
kemoterapi, radioterapi, imobilitas.
C.     RENCANA KEPERAWATAN

N DIAGNOSA
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
O KEPERAWATAN
1 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
b/d fatigue Energy conservation Energy Management
Definisi : Self Care : ADLs   Observasi adanya
Ketidakcukupan pembatasan klien dalam
energu secara Kriteria Hasil : melakukan aktivitas
fisiologis maupun  Berpartisipasi dalam  Dorong anak untuk
psikologis untuk aktivitas fisik tanpa mengungkapkan perasaan
meneruskan atau disertai peningkatan terhadap keterbatasan
menyelesaikan tekanan darah, nadi   Kaji adanya factor yang
aktifitas yang diminta dan RR. menyebabkan kelelahan
atau aktifitas sehari  Mampu melakukan   Monitor nutrisi  dan
hari. aktivitas sehari hari sumber energi
(ADLs) secara tangadekuat
Batasan mandiri   Monitor pasien akan
karakteristik : adanya kelelahan fisik
a.       melaporkan secara dan emosi secara
verbal adanya berlebihan
kelelahan atau   Monitor respon
kelemahan. kardivaskuler  terhadap
b.      Respon abnormal aktivitas
dari tekanan darah   Monitor pola tidur dan
atau nadi terhadap lamanya tidur/istirahat
aktifitas pasien
c.       Perubahan EKG    
yang menunjukkan Activity Therapy
aritmia atau iskemia   Kolaborasikan dengan
d.      Adanya dyspneu Tenaga Rehabilitasi
atau Medik
ketidaknyamanan saat dalammerencanakan
beraktivitas. progran terapi yang tepat.
  Bantu klien untuk
Faktor factor yang mengidentifikasi aktivitas
berhubungan : yang mampu dilakukan
         Tirah Baring atau   Bantu untuk memilih
imobilisasi aktivitas konsisten
         Kelemahan yangsesuai dengan
menyeluruh kemampuan fisik,
         Ketidakseimbang psikologi dan social
an antara suplei   Bantu untuk
oksigen dengan mengidentifikasi dan
kebutuhan mendapatkan sumber
         Gaya hidup yang yang diperlukan untuk
dipertahankan. aktivitas yang diinginkan
  Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
  Bantu untu
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
  Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
  Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
  Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
  Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
  Monitor respon fisik,
emoi, social dan spiritual
2 Defisit Volume NOC: NIC :
Cairan   Fluid balance Fluid management
Definisi : Penurunan   Hydration          Timbang
cairan intravaskuler,   Nutritional Status : popok/pembalut jika
interstisial, dan/atau Food and Fluid diperlukan
intrasellular. Ini Intake          Pertahankan catatan
mengarah ke Kriteria Hasil : intake dan output yang
dehidrasi, kehilangan  Mempertahankan akurat
cairan dengan          Monitor status hidrasi
urine output sesuai
pengeluaran sodium dengan usia dan BB, ( kelembaban membran
BJ urine normal, HT mukosa, nadi adekuat,
Batasan normal tekanan darah ortostatik ),
Karakteristik :   Tekanan darah, nadi, jika diperlukan
-    Kelemahan          Monitor vital sign
suhu tubuh dalam
-    Haus batas normal          Monitor masukan
-    Penurunan turgor   Tidak ada tanda makanan / cairan dan
kulit/lidah  tanda dehidrasi, hitung intake kalori harian
-    Membran Elastisitas          Kolaborasikan
turgor
mukosa/kulit kering kulit baik, membran pemberian cairan IV
-    Peningkatan denyut mukosa          Monitor status nutrisi
lembab,
nadi, penurunan          Berikan
tidak ada rasa haus cairan IV
tekanan darah, yang berlebihan pada suhu ruangan
penurunan          Dorong masukan oral
volume/tekanan nadi          Berikan penggantian
-    Pengisian vena nesogatrik sesuai output
menurun          Dorong keluarga
-    Perubahan status untuk membantu pasien
mental makan
-    Konsentrasi urine          Tawarkan snack ( jus
meningkat buah, buah segar )
-    Temperatur tubuh          Kolaborasi dokter
meningkat jika tanda cairan berlebih
-    Hematokrit muncul meburuk
meninggi          Atur kemungkinan
-    Kehilangan berat tranfusi
badan seketika          Persiapan untuk
(kecuali pada third tranfusi
spacing)

Faktor-faktor yang
berhubungan:
-    Kehilangan volume
cairan secara aktif
-    Kegagalan
mekanisme
pengaturan

3 Ketidakseimbangan NOC : NIC :


nutrisi kurang dari   Nutritional Status : Nutrition Management
kebutuhan tubuh b/d food and Fluid   Kaji adanya alergi
pembatasan cairan, Intake makanan
diit, dan hilangnya Kriteria Hasil :   Kolaborasi dengan ahli
protein   Adanya peningkatan gizi untuk menentukan
Definisi : Intake berat badan sesuai jumlah kalori dan nutrisi
nutrisi tidak cukup dengan tujuan yang dibutuhkan pasien.
untuk keperluan   Berat badan ideal   Anjurkan pasien untuk
metabolisme tubuh. sesuai dengan tinggi meningkatkan intake Fe
Batasan badan   Anjurkan pasien untuk
karakteristik :   Mampu meningkatkan protein dan
-    Berat badan 20 % mengidentifikasi vitamin C
atau lebih di bawah kebutuhan nutrisi   Berikan substansi gula
ideal   Tidak ada tanda   Yakinkan diet yang
-    Dilaporkan adanya tanda malnutrisi dimakan mengandung
intake makanan yang  Tidak terjadi tinggi serat untuk
kurang dari RDA penurunan berat mencegah konstipasi
(Recomended Daily badan yang berarti   Berikan makanan yang
Allowance) terpilih ( sudah
-    Membran mukosa dikonsultasikan dengan
dan konjungtiva pucat ahli gizi)
-    Kelemahan otot   Ajarkan pasien bagaimana
yang digunakan untuk membuat catatan
menelan/mengunyah makanan harian.
-    Luka, inflamasi   Monitor jumlah nutrisi
pada rongga mulut dan kandungan kalori
-    Mudah merasa   Berikan informasi tentang
kenyang, sesaat kebutuhan nutrisi
setelah mengunyah   Kaji kemampuan pasien
makanan untuk mendapatkan
-    Dilaporkan atau nutrisi yang dibutuhkan
fakta adanya
kekurangan makanan Nutrition Monitoring
-    Dilaporkan adanya   BB pasien dalam batas
perubahan sensasi normal
rasa   Monitor adanya
-    Perasaan penurunan berat badan
ketidakmampuan   Monitor tipe dan jumlah
untuk mengunyah aktivitas yang biasa
makanan dilakukan
-    Miskonsepsi   Monitor interaksi anak
-    Kehilangan BB atau orangtua selama
dengan makanan makan
cukup   Monitor lingkungan
-    Keengganan untuk selama makan
makan   Jadwalkan pengobatan 
-    Kram pada abdomen dan tindakan tidak selama
-    Tonus otot jelek jam makan
-    Nyeri abdominal   Monitor kulit kering dan
dengan atau tanpa perubahan pigmentasi
patologi   Monitor turgor kulit
-    Kurang berminat   Monitor kekeringan,
terhadap makanan rambut kusam, dan mudah
-    Pembuluh darah patah
kapiler mulai rapuh   Monitor mual dan muntah
-    Diare dan atau   Monitor kadar albumin,
steatorrhea total protein, Hb, dan
-    Kehilangan rambut kadar Ht
yang cukup banyak   Monitor makanan
(rontok) kesukaan
-    Suara usus   Monitor pertumbuhan dan
hiperaktif perkembangan
-    Kurangnya   Monitor pucat,
informasi, kemerahan, dan
misinformasi kekeringan jaringan
konjungtiva
Faktor-faktor yang   Monitor kalori dan intake
berhubungan : nuntrisi
Ketidakmampuan   Catat adanya edema,
pemasukan atau hiperemik, hipertonik
mencerna makanan papila lidah dan cavitas
atau mengabsorpsi oral.
zat-zat gizi   Catat jika lidah berwarna
berhubungan dengan magenta, scarlet
faktor biologis,
psikologis atau
ekonomi.
4 Nyeri NOC : NIC :
Definisi :   Pain Level, Pain Management
Sensori yang tidak   Pain control,   Lakukan pengkajian nyeri
menyenangkan dan   Comfort level secara komprehensif
pengalaman Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
emosional yang   Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
muncul secara aktual nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan
atau potensial nyeri, mampu faktor presipitasi
kerusakan jaringan   Observasi reaksi
menggunakan tehnik
atau menggambarkan nonfarmakologi nonverbal dari
adanya kerusakan untuk mengurangi ketidaknyamanan
(Asosiasi Studi Nyeri nyeri,   Gunakan
mencari teknik
Internasional): bantuan) komunikasi terapeutik
serangan mendadak   Melaporkan bahwa untuk mengetahui
atau pelan nyeri berkurang pengalaman nyeri pasien
intensitasnya dari dengan   Kaji kultur yang
ringan sampai berat menggunakan mempengaruhi respon
yang dapat manajemen nyeri nyeri
diantisipasi dengan   Mampu   Evaluasi
mengenali pengalaman
akhir yang dapat nyeri (skala, nyeri masa lampau
  Evaluasi bersama pasien
diprediksi dan dengan intensitas, frekuensi
durasi kurang dari 6 dan tanda nyeri) dan tim kesehatan lain
bulan.   Menyatakan rasa tentang ketidakefektifan
Batasan nyaman setelah nyeri kontrol nyeri masa
karakteristik : berkurang lampau
          Laporan secara   Tanda vital dalam
  Bantu pasien dan keluarga
verbal atau non verbal rentang normal untuk mencari dan
          Fakta dari menemukan dukungan
observasi   Kontrol lingkungan yang
          Posisi antalgic dapat mempengaruhi
untuk menghindari nyeri seperti suhu
nyeri ruangan, pencahayaan dan
          Gerakan kebisingan
melindungi   Kurangi faktor presipitasi
          Tingkah laku nyeri
berhati-hati   Pilih dan lakukan
          Muka topeng penanganan nyeri
          Gangguan tidur (farmakologi, non
(mata sayu, tampak farmakologi dan inter
capek, sulit atau personal)
gerakan kacau,   Kaji tipe dan sumber
menyeringai) nyeri untuk menentukan
          Terfokus pada diri intervensi
sendiri   Ajarkan tentang teknik
          Fokus menyempit non farmakologi
(penurunan persepsi   Berikan analgetik untuk
waktu, kerusakan mengurangi nyeri
proses berpikir,   Evaluasi keefektifan
penurunan interaksi kontrol nyeri
dengan orang dan   Tingkatkan istirahat
lingkungan)   Kolaborasikan dengan
          Tingkah laku dokter jika ada keluhan
distraksi, contoh : dan tindakan nyeri tidak
jalan-jalan, menemui berhasil
orang lain dan/atau   Monitor penerimaan
aktivitas, aktivitas pasien tentang manajemen
berulang-ulang) nyeri
          Respon autonom
(seperti diaphoresis, Analgesic
perubahan tekanan Administration
darah, perubahan   Tentukan lokasi,
nafas, nadi dan karakteristik, kualitas, dan
dilatasi pupil) derajat nyeri sebelum
          Perubahan pemberian obat
autonomic dalam   Cek instruksi dokter
tonus otot (mungkin tentang jenis obat, dosis,
dalam rentang dari dan frekuensi
lemah ke kaku)   Cek riwayat alergi
          Tingkah laku   Pilih analgesik yang
ekspresif (contoh : diperlukan atau kombinasi
gelisah, merintih, dari analgesik ketika
menangis, waspada, pemberian lebih dari satu
iritabel, nafas   Tentukan pilihan
panjang/berkeluh analgesik tergantung tipe
kesah) dan beratnya nyeri
          Perubahan dalam   Tentukan analgesik
nafsu makan dan pilihan, rute pemberian,
minum dan dosis optimal
  Pilih rute pemberian
Faktor yang secara IV, IM untuk
berhubungan : pengobatan nyeri secara
Agen injuri (biologi, teratur
kimia, fisik,   Monitor vital sign
psikologis) sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
  Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
  Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC;
2001.2. Tucke

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan).


Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Ribera JM, Oriol A. Acute lymphoblastic leukemia in adolescents and young adults.
Hematol Oncol Clin North Am. Oct 2009;23(5):1033-42.2.
Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. Acute lymphoblastic leukemia. In: Pizzo PAPoplack
DG, eds. Principles and Practice of Pediatric Oncology. 15th ed. 2006:538-90.3.

Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et al.Development of risk-
based guidelines for pediatric cancer survivors: the Children'sOncology Group
Long-Term Follow-Up Guidelines from the Children's OncologyGroup Late
Effects Committee and Nursing Discipline. J Clin Oncol. Dec 152004;22(24):4979-
90.

Aster, Jon.2007.Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006.At a Glance Hematologi.Edisi 2. Jakarta:


Erlangga

Baldy, Catherine M.2006.Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam


Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih


Bahasa Peter Anugrah. Ed.Jakarta : EGC; 19945.

Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I.
Jakarta : Salemba Medika; 2001.

Anda mungkin juga menyukai