SISTEM RESPIRATORY
HALAMAN JUDUL
“Asuhan Keperawatan Klien Dewasa dengan Pneumonia & PPOK”
Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh:
Sabina Amaral Bianco (132225012)
Hendrik Kondanamu (132225013)
Irma Sri Astuti Henukh (132225015)
Desi Triani Nurramadhani (132225017)
Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Klien Dewasa dengan Pneumonia & PPOK”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klien Dewasa.
Makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari beberapa pihak oleh
karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Lailatun Ni’mah, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku dosen pembimbing.
2. Teman-teman kelompok 2 atas semangat dan kerja sama dalam
menyelesaikan makalah ini.
3. Teman-teman angkatan B25 kelas AJ2 atas motivasi yang diberikan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif. Kami
berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca terutama yang berkecimpung di dunia
pendidikan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
iv
2.2.4 Patofisiologi Penyakit Paru Obstruksi Kronik......................................16
2.2.6 Komplikasi............................................................................................20
2.2.7 Pencegahan............................................................................................21
2.2.9 Penatalaksanaan....................................................................................23
BAB IV KASUS....................................................................................................43
4.1 PENGKAJIAN.............................................................................................43
BAB V PEMBAHASAN.......................................................................................63
BAB VI PENUTUP...............................................................................................64
5.1 Kesimpulan..................................................................................................64
5.2 Saran.............................................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................65
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
yang disertai eksudasi dan konsolidasi (Ratnawati, 2015) Pneumonia hingga saat ini
masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada orang-orang dewasa di negara
berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbilitas dan mortalitas pada
orang-orang dewasa. Pneumonia atau pneumonitis merupakan peradangan akut
parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi, sehingga ditemukannya
infeksi nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotic,
ditemukannya organisme-organisme yang baru (seperti legionella). Terlebih jika
pasien yang lemah daya tahan tubuhnya kemungkinan dapat terjadi pneumonia,
sehingga fenomena yang terjadi pada pneumonia masih sering di dapatkan di rumah
sakit, hal ini menjadi penyebab mengapa pneumonia masih merupakan masalah
kesehatan yang mencolok. (Utomo, 2017) Pneumonia adalah penyakit yang banyak
terjadi yang menginfeksi kira-kira 450 juta orang pertahun dan terjadi di seluruh
penjuru dunia. Penyakit ini merupakan penyebab utama kematian pada semua
kelompok yang 2 menyebabkan jutaan kematian (7% dari kematian total dunia)
setiap tahun. Angka ini paling besar terjadi pada anak-anak yang berusia kurang dari
lima tahun, dan dewasa yang berusia lebih dari 75 tahun. (Langke, Ali, &
Simanjuntak, 2016) Menurut laporan dari International Vacine Access Center At The
Johns Hopkins University Bloomberg School Of Public Health pada bulan
November tahun 2010, penyakit pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 1
di India, nomor 2 di Nigeria dan di Indonesia pada urutan ke – 8. Sedangkan di
Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit
kardiovaskular (CVD) dan tuberculosis (TBC). Menurut Depkes RI 2010 pneumonia
merupakan peringkat ke sepuluh besar rawat inap di seluruh Indonesia 2010, dengan
angka 3 kejadian 17.311 jiwa (53,95%) laki-laki 46,05% perempuan dan terdapat
7,6% pasien meninggal. Menurut data WHO dan UNICEF penyebab utama
pneumonia 50% adalah bakteri streptococcus pneumoniae (bakteri pneumokokus),
20% disebabkan oleh haemophillus influenzaetype B (Hib), sisanya adalah virus dan
penyebab lainnya (Utomo, 2017).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkitis kronis
atau empisema. Obstruksi aliran udara pada umumnya progresif kadang diikuti oleh
hiperaktivitas jalan nafas dan kadangkala parsial reversibel, sekalipun empisema dan
bronkitis kronis harus didiagnosa dan dirawat sebagai penyakit khusus, sebagian
besar pasien PPOK mempunyai tanda dan gejala kedua penyakit tersebut.( Amin,
Hardhi, 2013). Sekitar 14 juta orang Amerika terserang PPOK dan Asma sekarang
2
menjadi penyebab kematian keempat di Amerika Serikat. Lebih dari 90.000
kematian dilaporkan setiap tahunnya. Rata-rata kematian akibat PPOK meningkat
cepat, terutama pada penderita laki-laki lanjut usia. Angka penderita PPOK di
Indonesia sangat tinggi. Banyak penderita PPOK datang ke dokter saat penyakit itu
sudah lanjut. Padahal, sampai saat ini belum ditemukan cara yang efisien dan efektif
untuk mendeteksi PPOK. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyebutkan, pada tahun 2010 diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan ke-
4 sebagai penyebab kematian. "Pada dekade mendatang akan meningkat ke
peringkat ketiga. Dan kondisi ini tanpa disadari, angka kematian akibat PPOK ini
makin meningkat.
Oleh karena itu, untuk menekan angka kematian pada klien dewasa dengan
gangguan respiratory, perlu mendapat perhatian lebih agar perawat dapat
memberikan asuhan keperawatan klien dewasa dengan gangguan respiratory
terutama pada penyakit Pneumonia & PPOK secara komprehensif.
3
Diharapkan dapat menjadi bahan untuk menilai/ mengevaluasi sejauh mana
pemahaman mahasiswa dalam pengembangan Ilmu Keperawatan dan
memberikan Asuhan Keperawatan Klien Dewasa dengan Pneumonia & PPOK
1.4.2 Bagi Penulis
Diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan sebagai sarana
pengaplikasian dalam proses pembelajaran terutama dalam memberikan
Asuhan Keperawatan Klien Dewasa dengan Pneumonia & PPOK.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
dari rumah sakit (nosocomial). Klien dapat menghisap bakteri, virus,
parasit, atau agen iritan, atau klien dapat menghirup cairan atau makanan.
Klien dapat juga memproduksi banyak mukus dan pengentalan cairan
alveolar sebagai akibat pertukaran gas terganggu. Semua ini dapat
mendorong kepada radang jalur udara bagian bawah.
Organisme yang secara umum dikaitkan dengan infeksi meliputi
Staphylococcus aureus, Streptococus pneumoniae, Haemophilus influenza,
Mycoplasma pneumoniae, Legionella pneumonia, Chlamydia pneumoniae
(parasit), dan Pseudomonas aeruginosa (DiGiulio, Jackson, dan Keogh,
2014:118)
Pneumonia bisanya disebabkan karena beberapa faktor,
diantaranya adalah (Riyadi, 2011:117):
1. Bakteri (Pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, H. influenza,
klebsiela mycoplasma pneumonia).
2. Virus (Virus adena, virus para influenza, virus influenza).
3. Jamur atau fungi (Kandida abicang, histoplasma, capsulatum,
koksidiodes).
4. Protozoa (Pneumokistis karinti).
5. Bahan kimia (Aspirasi makan atau susu atau isi lambung, keracunan
hidrokarbon seperti minyak tanah atau bensin).
Merujuk pada kedua pendapat diatas penulis berpedoman pendapat dari
Riyadi sebagai etiologi yang mungkin muncul pada pasien dengan
pneumonia.
2.1.3 Tanda dan Gejala Pneumonia
Menurut DiGiulio, Jackson, dan Keogh (2014:118-119) “tanda dan
gejala pneumonia sebagai berikut”:
1. Napas pendek karena inflamasi pada paru-paru, pertukaran gas
terganggu.
2. Kesulitan bernapas (dyspnea) karena inflamasi dan mukus pada
paru-paru.
3. Demam karena proses infeksi.
4. Kedinginan karena suhu badan naik.
6
5. Batuk karena produksi mukus dan iritasi jalur udara.
6. Terdengar suara serak karena ada cairan di dalam rongga
alveolar dan jalur udara yang lebih kecil.
7. Rhonci karena lendir di dalam jalur udara, mendesis karena
inflamasi di dalam jalur udara yang lebih besar.
8. Dahak tak berwarna, mungkin bercak darah karena iritasi di jalur
udara atau mikroorganisme menyebabkan infeksi.
9. Takikardia dan tachypnea ketika tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen.
10. Sakit katika bernapas karena inflamasi pleuritic, efusi pleural,
atau atelektasis.
11. Sakit kepala, nyeri otot (myalgia), sakit tulang sendi, atau mual
dapat terjadi tergantung pada organisme yang menginfeksi.
Riyadi, (2011:118) “gejala klinis pneumonia adalah sebagai
berikut”:
1. Gejala klinik tergantung dari penyebab pneumonia.
2. Keluhan utama berupa batuk (80%)
3. Nyeri dada (tampak sangat sakit dan berkeringat).
4. Demam tinggi pada 5-10 hari pertama.
5. Sesak napas (lebih-lebih bila ada komplikasi).
6. Produksi sputum mukoid, purulen, warna seperti karat.
7. Pusing, anoreksia, malaise, mual sampai muntah.
Atas dasar uraian di atas peneliti mengambil pendapat DiGiulio,
Jackson, dan Keogh sebagai tanda dan gejala yang muncul pada pasien
pneumonia.
2.1.4 Patofisiologi Pneumonia
Agent penyebab pneumonia masuk ke paru-paru melalui inhalasi
ataupun aliran darah. Diawali dari saluran pernafasan dan akhirnya masuk
ke saluran pernafasan bawah. Kemudian timbul reaksi peradangan pada
dinding bronkhus. Sel menjadi radang berisi eksudat dan sel epitel
menjadi rusak. Kondisi tersebut berlangsung lama sehingga dapat
menyebabkan atelektasis (Manurung dkk, 2009:94-95).
7
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme
di paru banyak disebabkan dari inflamasi yang dilakukan oleh penjamu.
Selain itu, toksin yang dikeluarkan bakteri pada pneumonia, bakteri dapat
secara langsung merusak sel-sel sistem pernafasan bawah, termasuk
produksi surfaktan sel alveolar tipe II. Pneumonia bakteri mengakibatkan
respons imun dan inflamasi yang paling mencolok, yang perjalanannya
tergambar jelas pada pneumonia pneumokokus (Corwin, 2009: 541-542).
Pendapat dari beberapa sumber yang dipaparkan diatas, peneliti
menggunakan pendapat dari penulis Manurung dkk sebagai acuan
pembandingan hasil dengan teori saat membahas data yang dikumpulkan.
2.1.5 Klasifikasi Pneumonia
Riyadi, (2011:118-119) “klasifikasi pneumonia adalah sebagai
berikut”:
1. Berdasarkan klinis dan epidemologi.
a. Pneumonia yang didapatkan dimasyarakat (CAP) disebabkan
pneumokokus.
b. Pneumonia yang di dapat di RS (Hospital Acquaired Pneumonia
atau Nosokomial Pneumonia) biasanya disebabkan bakteri gram
negatif dan angka kematian lebih tinggi.
c. Pneumonia aspirasi, sering pada bayi dan anak.
d. Pneumonia berulang, terjadi bila punya penyakit penyerta.
2. Berdasarkan kuman penyebab.
a. Pneumonia bakterialisatau topikal, dapat terjadi pada semua usia,
beberapa kuman tendensi menyerang seseorang yang peka, misal:
1. Klebsiela pada orang alkoholik.
2. Stapilokokus pada influenza.
b. Pneumonia atipikal, sering mengenai anak dan dewasa muda dan
disebabkan oleh mycoplasma, clamidia dan coxlella.
c. Pneumonia karena virus, sering pada bayi dan anak.
d. Pneumonia karena jamur, sering disertai infeksi sekunder
terutama pada orang dengan daya tahan lemah dan pengobatan
lebih sulit.
8
3. Berdasarkan prediksi infeksi.
a. Pneumonia lobaris mengenal satu lobus atau lebih, disebabkan
karena obstruksi bronkus, misalnya aspirasi benda asing, proses
keganasan.
b. Bronkopneumonia, adanya bercak-bercak infiltrat pada paru-paru
dan disebabkan virus atau bakteri.
Penulis Riyadi klasifikasi pneumonia terdiri dari berbagai jenis,
utamanya diklasifikasikan menurut epidemologi yang dibagi menjadi
empat yaitu pneumonia yang didapat di masyaraikat, pneumonia yang
didapat di rumah sakit, pneumonia aspirasi, dan pneumonia berulang.
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Pneumonia
Somantri (2009:79) “diagnosis studi pneumonia adalah sebagai
berikut”:
1. Chest X-ray: teridektifikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan
bronkial), dapat juga menunjukkan multipel abses atau infiltrat,
empiema (Staphylococcus), penyebaran atau lokasi infiltrasi
(bakterial), atau penyebaran/extensive nodul infiltrat (sering kali
viral), pada pneumonia mycoplasma chest x-ray mungkin bersih.
2. Analisis gas darah (Analysis Blood Gasses-ABGs) dan Pulse
Oximetry: abnormalitas mungkin tergantung dari luasnya kerusakan
paru-paru.
Tabel 2.1 berisi batas normal analisa gas darah pada manusia
No. Indikator Batas Normal
1. Titik jenuh O2 (Sa O2) 97%
2. Tekanan Oksigen (PaO2) 85-100 mmHg
3. Tekanan CO2 (PaCO2) 36-44 mmHg
4. PH darah 7,35-7,45
5. HC O3- 22-26 mEq/L
9
biopsi paru-paru terbuka untuk mengeluarkan orgnisme penyebab.
Lebih dari satu tipe organisme yang dapat ditemukan, seperti
Diplococcus pneumoniae, Staphylococcuc aureus, A. hemolitic
streptococcus, dan Hemophilus influenzae.
2. Periksa Darah Lengkap (Complete Blood Count-CBC): leukositosis
biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan darah putih (white blood
count-WBC) rendah pada infeksi virus.
3. Tes Serologi: membantu dalam membedakan diagnosis pada
organisme secara spesifik.
4. LED (laju endapan darah): meningkat
5. Pemeriksaan Fisik Paru: volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar): tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas
pemenuhan udara menurun, hipoksemia.
6. Elektrolit: sodium dan klorida mungkin rendah.
7. Bilirubin mungkin meningkat.
Somantri pemeriksaan penunjang pada pasien pneumonia meliputi
Chest X-ray, analisa gas darah, Culture Sputum dan Darah, Periksa Darah
Lengkap, Tes Serologi, LED (laju endapan darah), Pemeriksaan Fisik
Paru, Elektrolit, dan Bilirubin.
2.1.7 Penatalaksanaan Medis Pneumonia
DiGiulio, Jackson, dan Keogh (2014:119-120) “penatalaksanaan
medis yang tepat klien dengan pneumonia sebagai berikut”:
Oksigen tambahan diberikan untuk membantu memenuhi
kebutuhan tubuh. Antibiotik diberikan untuk orgasme (secara empiris)
sampai hasil kultur dahak didapatkan. Klien mungkin memerlukan
bronkodilator untuk membantu membuka jalan udara.
1. Memberikan oksigen jika diperlukan.
2. Untuk infeksi bakterial, memberikan antibiotik seperti macrolides
(azithomycin, clarithomicyn), fluoroquinolones (levofloxacin,
moxifloxacin), beta-lactams (amoxilin atau clavulanate, cefotaxime,
ceftriaxone, cefuroxime axetil, cefpodoxime, ampicillin atau
sulbactam), atau ketolide (telithromycin).
10
3. Memberikan antipyrethic jika demam agar klien lebih nyaman:
a. Acitaminophen, ibuprofen
4. Memberikan bronkodilator untuk menjga jalur udara tetap terbuka,
memperkuat aliran udara jika perlu:
a. Albuterol, metaproteranol, levabuterol via nebulizer atau
metered dose inhaler
5. Menambah asupan cairan untuk membantu menghilangkan sekresi
dan mencegah dehidrasi.
6. Menjelaskan kepada klien bagaimana menggunakan spinometer insentif
untuk mendorong napas dalam, monitor kemajuan.
DiGiulio, Jackson, dan Keogh penatalaksanaan utama pada pasien
pneumonia adalah pemberian bantuan oksigen, penulis setuju dengan
pendapat yang dikemukakan DiGiulio, Jackson, dan Keogh karena
menurut penulis pemberian oksigen merupakan penyelamatan awal nyawa
pasien mengingat oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang
utama.
11
PPOK dan kurang lebih 10% orang yang tidak merokok kemungkinan
menderita PPOK. Perokok pasif (tidak merokok tapi sering terkena
asap rokok) juga beresiko menderita PPOK.
b. Pekerjaan
Para pekerja emas atau batu bara, industri gelas dan keramik, yang
terpapar debu silika atau debu katun, debu gandum, dan asbes
mempunyai risiko yang lebih besar daripada yang bekerja di tempat
selain yang disebutkan di atas.
c. Polusi Udara
Pasien yang mempunyai disfungsi paru – paru akan semakin
membentuk gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa
berasal dari luar rumah seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor,
maupun polusi dari dalam rumah misalnya asap dapur.
d. Infeksi
Kolonisasi bakteri pada saluan pernapasan secara kronis
merupakan suatu pemicu inflamasi neutrofilik pada saluran napas.
Adanya kolonisasi bakteri tersebut menyebabkan peningkatan
terjadinya inflamasi yang dapat diukur dari peningkatan jumlah
sputum, peningkatan frekuensi eksaserbasi dan percepatan penurunan
fungsi paru sehingga hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya
PPOK.
Faktor lainnya yaitu berasal dari host atau pasiennya. Faktor tersebut
antara lain :
a. Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar pula resiko seseorang
untuk menderita PPOK.
b. Jenis Kelamin
Laki – laki lebih beresiko terkena PPOK daripada wanita. Hal ini
mungkin terkait dengan kebisaaan merokok pada pria. Bukti – bukti
klinis menunjukkan bahwa wanita dapat mengalami penurunan fungsi
paru yang lebih besar daripada pria dengan status merokok yang
relatif sama. Wanita juga akan mengalami PPOK yang lebih parah
12
dibanding pria karena diduga ukuran paru – paru wanita umumnya
relatif lebih kecil daripada pria, sehingga dengan paparan rokok yang
sama presentase paru yang terpapar pada wanita lebih besar daripada
pria.
c. Adanya Gangguan Fungsi Paru
Individu dengan gangguan fungsi paru mengalami peranan fungsi
paru – paru lebih besar seiring berjalannya waktu dibanding dengan
fungsi paru yang normal, sehingga lebih berisiko terhadap
perkembangan PPOK. Selain itu yang termasuk di dalamnya adalah
orang yang pertumbuhan parunya tidak normal karena lahir dengan
berat badan rendah. Adanya hal tersebut, risiko terhadap PPOK lebih
besar.
d. Presdisposisi Genetik, yaitu defisiensi A1 – Antitripsin (AAT)
Presdisposisi genetik terutama dikaitkan dengan kejadian
emfisema, yang disebabkan oleh hilangnya elastisitas jaringan di
dalam paru secara progresif karena adanya ketidakseimbangan antara
enzim proteolitik dan faktor protektif. Pada keadaan normal, faktor
protektif AAT menghambat encim proteolitik sehingga mencegah
kerusakan. Oleh karena itu, kekurangan AAT menyebabkan
berkurangnya faktor proteksi terhadap kerusakan paru.
Berbagai faktor lainnya menurut Wahid & Suprapto (2013) yaitu :
a. Faktor Genetik
Faktor genetik diantaranya adalah atropi yang ditandai dengan
adannya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE)
serum, adannya hiperesponsif bronkus, riwayat penyakit obstruksi
paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa-1 antitripsin. Infeksi
b. Infeksi
Infeksi menyebakan infeksi paru lebih hebat sehingga gejala yg
timbul lebih berat. Infeksi pernafasan bagian atas selalu menyebabkan
infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru
bertambah. Bakteri yang paling banyak ditemukan adalah mophilus
influenzae dan streptococcus pneumonia.
13
c. Jenis Kelamin
Laki – laki lebih berisiko terkena PPOK dari pada wanita.
Prevalensinya pada laki – laki sebesar 4,2% dan perempuan 3,3%.
Selain itu, wanita lebih rentan terhadap bahaya merokok daripada pria.
Wanita juga akan mengalammi PPOK yang lebih parah daripada pria
karena ukuran paru – paru wanita umumnya relatif lebih kecil
daripada pria, sehingga dengan paparan rokok yang sama presentase
paru yang terpapar pada wanita lebih besar daripada pria.
2.2.3 Tanda dan Gejala Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Tanda dan gejala penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) menurut
Dianasari (2014) adalah sebagai berikut :
a. Kelemahan badan
b. Batuk
c. Sesak nafas
d. Sesak nafas saat aktivitas dan nafas berbunyi
e. Mengi atau wheeze
f. Ekspirasi yang memanjang
g. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
h. Penggunaan otot bantu pernapasan
i. Suara nafas melemah
j. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
k. Edema kaki, asites dan jari tabuh
Beberapa tanda dan gejala seorang mengalami penyakit paru obstruksi
kronik menurut LeMone, Burke, & Bauldoff (2015) antara lain adalah :
a. Dyspnea, takipnea, dan penggunaan otot pernafasan tambahan yang
dikarenakan oleh peningkatan kerja pernafasan disertai peningkatan
produksi mukus berwarna abu – abu, putih hingga kuning.
b. Dada berbentuk tong dengan peningkatan diameter anteroposterior
karena paru mengalami hiperinflasi dan terperangkapnya udara.
c. Ekspirasi memanjang dan mengerang sebagai upaya untuk
mempertahankan jalan napas tetap terbuka.
14
d. Mengi saat inspirasi pada pasien emfisema dan bunyi mengi saat
ekspirasi. Selain itu, ronki kasar dan kering tergantung sumbatan
saluran nafas pada pasien bronchitis kronis.
e. Batuk produktif di pagi hari dikarenakan sekresi terkumpul sepanjang
malam saat tidur.
f. Penurunan pengembangan dada karena udara terperangkap dan paru
yang kaku.
Kemenkes RI (2016), tanda dan gejala PPOK yaitu sebagai berikut :
a. Sesak napas
b. Batuk kronis (batuk 2 minggu)
c. Sputum yang produktif (batuk berdahak)
Pada PPOK eksaserbasi akut terdapat gejala yang bertambah parah
yaitu seperti:
1) Bertambahnya sesak napas
2) Kadang – kadang disertai mengi
3) Bertambahnya batuk disertai meningkatnya sputum (dahak)
4) Sputum menjadi lebih purulen dan berubah warna
d. Gejala non-spesifik : lesu, lemas, susah tidur, mudah lelah, dan depresi
2.2.4 Patofisiologi Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Muttaqin (2012), patofisiologi penyakit paru obstruktif kronis yaitu
sebagai berikut :
Obstruksi jalan napas menyebabkan reduksi aliran udara yang
beragam bergantung pada penyakit. Pada bronchitis kronis dan
bronchiolitis, terjadi penumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak
sehingga menimbulkan sumbatan pada jalan napas. Pada emfisema,
obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat
kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh over ekstensi ruang udara
Dalam paru, lalu pada asma jalan napas bronchial menyempit dan
membatasi jumlah udara yang mengalir ke dalam paru.
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi
genetik dilingkungan. Merokok, polusi udara, dan paparan di tempat kerja
merupakan faktor resiko penting yang menunjang terjadinya penyakit ini.
15
Prosesnya terjadi dalam rentang waktu lebih dari 20 – 30 tahun. PPOK
juga ditemukan terjadi pada individu yang tidak mempunyai enzim yang
normal untuk mencegah penghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu.
PPOK merupakan kelainan dengan kemajuan lambat yang
membutuhkan waktu bertahun – tahun untuk menunjukkan onset gejala
klinisnya seperti, kerusakan fungsi paru. PPOK sering menjadi
simptomatik selama bertahun – tahun mulai dari usia baya, akan tetapi
insidennya meningkat sejalan dengan peningkatan usia. PPOK adalah
penyakit pernapasan yang terjadi karena inflamasi kronik akibat zat –
zat beracun dan polusi yang terinhalasi ke dalam tubuh. Zat – zat beracun
atau berbahaya yang dimaksud dapat berupa asap rokok, asap pabrik,
debu, dan polusi. Dari semua faktor risiko zat berbahaya penyebab
penyakit PPOK tersebut, faktor zat yang paling berbahaya berasal dari
rokok yaitu pada nikotin. Zat nikotin yang terdapat dalam rokok
merupakan pencetus terbesar orang terkena penyakit obtruksi saluran
napas seperti bronchitis maupun emfisema.
Bronchitis kronis dan emfisema biasanya diawali dengan terpajannya
seorang individu terhadap zat – zat berbahaya seperti nikotin atau rokok
secara terus-menerus sehingga bronkus dan brokiolus menjadi teriritasi
(Guyton & Hall, 2014).Iritasi kronis oleh bahan – bahan berbahaya ini
menyebabkan hipertrofi kalenjar mukosa bronkial dan peradangan
peribronkial.
Pelebaran asinus merupakan contoh kelainan akibat dari peradangan
pada bronkial tersebut. Kelainan dan peradangan pada bronkial ini
menyebabkan kerusakan lumen bronkus, silia menjadi abnormal,
hyperplasia otot polos saluran napas dan hiperekresi mukus. Semua
kelainan ini menyebabkan terjadinya obstruksi pada saluran napas, dimana
memiliki sifat kronis dan progresif sehingga masuk ke dalam kategori
PPOK (Djojodibroto, 2016).
2.2.5 Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Klasifikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik menurut Muwarni (2011)
yaitu :
16
a. Bronchitis Kronis
Yaitu penyakit akibat adanya gangguan klinis yang ditandai
hiperproduksi mukus dari pecabangan bronkus dengan pencerminan
batuk yang menahun. Produksi tersebut terdapat setiap hari selama 2
tahun berturut – turut.
b. Emfisema
Yaitu penyakit adanya kelainan paru dengan pelebaran abnormal
dari ruang udara distal dan bronkiolis terminal yang disertai penebalan
dan kerusakan didinding alveoli.
c. Asma Kronis dan Bronchitis Asmatis
Asma kronis adalah asma menahun pada asma bronchial yang
menunjukan adanya obstruksi jalan napas. Sedangkan, bronchitis
asmatia adalah bronchitis yang menahun kemudian menunjukkan
tanda – tanda hiperaktivitas bronkus, yang ditandai dengan sesak nafas
dan wheezing.
Menurut Kemenkes RI (2018), PPOK umumnya merupakan kombinasi
dari dua penyakit pernapasan, yaitu :
a. Bronchitis
Bronchitis adalah infeksi pada saluran udara yang menuju paru –
paru sehingga menyebabkan pembengkakan dinding bronkus dan
berlebihnya produksi cairan di saluran udara.
b. Emfisema
Emfisema adalah kondisi rusaknya kantung udara pada paru – paru
yang terjadi secara bertahap.
Klasifikasi derajat PPOK menurut Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease (GOLD) 2017, yaitu sebagai berikut :
a. Derajat 0 (Berisiko)
Gejala klinis : memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis
produksi sputum, dan dyspnea, serta terdapat paparan terhadap faktor
resiko. Spirometri : normal.
b. Derajat I (PPOK Ringan)
Gejala klinis : ada gejala batuk kronik dan produksi sputum tetapi
17
tidak sering, dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi
sputum. Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1. Pada
derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa menderita PPOK.
Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥80%.
c. Derajat II (PPOK Sedang)
Gejala klinis : gejala dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa
produksi sputum. Gejala sesak mulai dirasakan saat beraktivitas (sesak
napas dengan derajat sesak 2) dan kadang ditemukan gejala batuk dan
produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai
memeriksakan kesehatannya. Spirometri : FEV1 < 70%; 50% <
FEV1 < 80%.
d. Derajat III (PPOK Berat)
Gejala klinis : gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas (sesak
napas dengan derajat sesak 3 dan 4). Rasa lelah dan eksaserbasi lebih
sering terjadi. Spirometri : FEV1 < 70%; 30% < FEV1 < 50%.
e. Derajat IV (PPOK Sangat Berat)
Gejala klinis : pasien derajat III dengan gagal napas kronik, disertai
komplikasi kor pulmonal atau gagal jantung kanan dan
ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien
memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa biasanya
disertai gagal napas kronik. Spirometri : FEV1/FVC < 70%; FEV1 <
30%.
0 Tidak ada sesak napas kecuali dengan aktivitas berat.
1 Sesak napas mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga
1 tingkat.
2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak napas.
3 Sesak napas timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa
menit.
4 Sesak napas timbul bila mandi atau berpakaian.
Tabel 1. Skala Sesak Napas Berdasarkan GOLD Tahun 2017.
2.2.6 Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Komplikasi yang terjadi pada PPOK adalah sebagai berikut :
18
a. Gagal Nafas Kronik
Gagal nafas kronik ditunjukan oleh hasil analisis gas darah berupa
PaO2 < 60 mmHg, PaCO2 > 50 mmHg, dan pH dapat normal
(Soeroto & Suryadinata, 2014).
b. Gagal Nafas Akut
Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik ditandai oleh sesak nafas
dengan atau tanpa sianosis, volume sputum bertambah dan purulent,
demam dan kesadaran menurun (Soeroto & Suryadinata, 2014).
c. Infeksi Saluran Nafas
Infeksi saluran nafas sebagai akibat terganggunya mekanisme
pertahanan normal paru dan penurunan imunitas. Oleh karena itu,
status pernafasan sudah terganggu, infeksi biasanya akan
mengakibatkan gagal nafas akut dan harus segera mendapatkan
perawatan di rumah sakit (Black, 2014).
d. Pneumothoraks Spontan
Pneumothoraks spontan dapat terjadi akibat pecahnya belb
(kantong udara dalam alveoli) pada penderita emfisema. Pecahnya
belb itu dapat menyebabkan pneumothoraks tertutup dan
membutuhkan pemasangan selang dada (chest tube) untuk membantu
paru mengembang kembali (Black, 2014).
e. Dypsnea
Dypsnea dapat memburuk pada malam hari seperti asma,
bronchitis obstruktif kronis, dan emfisema. Pasien sering mengeluh
sesak nafas yang bahkan muncul saat tidur (one set dyspnea) dan
mengakibatkan pasien sering terbangun dan susah tidur kembali
di waktu dini hari. Selama tidur terjadi penurunan tonus otot
pernafasan sehingga menyebabkan hipoventilasi dan resistensi jalan
nafas meningkat, dan akhirnya pasien menjadi hipoksemia (Black,
2014).
f. Cor Pulmonal
PPOK merupakan penyebab utama hipertensi pulmoner yang
terjadi akibat efek langsung asap rokok terhadap pembuluh darah
19
intrapulmoner. Hipertensi pulmoner pada PPOK biasanya disertai
curah jantung normal. Insiden hipertensi pulmoner diperkirakan 2 – 6
per 1.000 kasus (Soeroto & Suryadinata, 2014).
g. Osteoporosis
Osteoporosis yang terjadi pada pasien PPOK disebabkan faktor
malnutrisi yang menetap, merokok, penggunaan steroid dan inflamasi
sistemik (Soeroto & Suryadinata, 2014).
20
Perbedaan dapat dibuat dengan membandingkan hasil spirometri yang
didapat pada penderita PPOK adalah nilai FEV ׀berkurang dan rasio
FEV׀/FVC menjadi rendah.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Muwarni, 2012, pemeriksaan laboratorium pada PPOK yaitu :
1) Leukosit
Pada penderita PPOK didapatkan hasil leukosit meningkat karena
adanya inflamasi pada paru sehingga memicu peningkatan pada
leukosit.
2) Eritrosit
Pada penderita PPOK didapatkan hasil eritrosit mengalami
peningkatan karena adanya kondisi hipoksia yang terjadi pada
perjalanan PPOK, kondisi hipoksia ini memicu respon tubuh untuk
memperbaiki oksigenasi jaringan dengan cara peningkatan eritrosit.
3) Hemoglobin
Pada penderita PPOK didapatkan hasil hemoglobin mengalami
peningkatan.
4) BBS atau LED
Hasil pemeriksaan LED pada penderita PPOK mengalami
peningkatan, normalnya pria 0-20 mm/jam sedangkan wanita 0 – 30
mm/jam.
5) Analisis Darah Arteri (PO2 dan Saturasi Oksigen)
Jika hasil pemeriksaan didapatkan PH < 7,3 menandakan adanya
gangguan pernapasan.
d. Foto Thoraks
Muwarni, 2012, hasil foto thoraks adalah :
1. Bayangan lobus
2. Corakan paru bertambah (bronchitis akut)
3. Defisiensi arterial corakan paru bertambah (emfisiema)
e. TLC (Total Lung Capacity)
Pada pemeriksaan ini didapatkan hasil peningkatan pada luas
bronchitis dan kadang – kadang pada asma, serta penurunan
21
emfisema.
f. Mikrobiologi Sputum
Diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi eksaserbasi.
Hasil pemeriksaan sputum pada penderita PPOK adalah sputum akan
menjadi purulent dan penuh dengan neutrofil.
g. Analisa Gas Darah
Hasil pemeriksan gas darah pada penderita PPOK didapatkan PaO2
menurun dan PCO2 meningkat.
22
dari 50% pasien PPOK yang masuk rumah sakit. Berikan nutrisi yang
terpenuhi bagi pasien agar tidak terjadi malnutrisi.
4) Berhenti Merokok
Satu – satunya intervensi yang paling efektif dalam mengurangi risiko
berkembangnya PPOK dan memperlambat progresivitas penyakit.
Menurut PDPI (2015), strategi untuk membantu pasien berhenti merokok
adalah 5A yaitu :
a) Ask (Tanyakan)
Yaitu mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan.
b) Advise (Nasihati)
Yaitu dorongan kuat pada semua perokok untuk berhenti
merokok.
c) Assess (Nilai)
Yaitu keinginan untuk berusaha berhenti merokok (misal: dalam
30 hari ke depan).
d) Assist (Bimbing)
Yaitu bantu pasien dengan rencana berhenti merokok,
menyediakan konseling praktis, merekomendasikan penggunaan
farmakoterapi.
e) Arrange (Atur)
Yaitu membuat jadwal kontak lebih lanjut.
5) Rehabilitasi
PPOK
a. Terapi Oksigen
Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya.
b. Terapi Oksigen Jangka Panjang
Pemberian oksigen dalam jangka panjang akan memperbaiki
PPOK disertai kenaikan toleransi latihan. Biasannya di berikan
pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu
latihan (Wahid & Suprapto, 2013).
23
Terapi nonfarmakologis lainnya yang perlu diberikan pada
pasien PPOK adalah pemberian vaksinasi influenza. Pemberian
vaksin ini terbukti dapat mengurangi gangguan serius dan kematian
akibat PPOK sampai 50 % (Ikawati, 2016).
c. Penatalaksanaan Farmakologis
Berikut adalah obat-obatan yang sering digunakan untuk
penatalaksanaan PPOK adalah sebagai berikut :
1. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser
tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada
derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow
release) atau obat berefek panjang (long acting) (PDPI, 2015).
Macam – macam bronkodilator yaitu :
1) Golongan Antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lender (PDPI, 2015).
2) Golongan Agonis β-2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet
yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk
mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan
jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat (PDPI, 2015).
3) Kombinasi Antikolinergik dan Agonis β-2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih
sederhana dan mempermudah penderita (PDPI, 2015).
2. Golongan Xantin
24
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk
tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega nafas), bentuk
suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut (PDPI,
2015).
3. Antibiotik
Sebagian besar eksaserbasi akut PPOK disebabkan oleh infeksi,
baik infeksi virus atau bakteri. Data menunjukan bahwa sedikitnya
80 % eksaserbasi akut PPOK disebabkan oleh infeksi. Dari infeksi
ini 40-50% disebabkan oleh bakteri, 30 % disebabkan oleh virus,
dan 5-10 % tidak diketahui bakteri penyebabnya. Karena itu,
antibiotik merupakan salah satu obat yang sering digunkan dalam
penatalaksanaan PPOK. Contoh antibiotik yang sering digunakan
adalah penicillin (Ikawati, 2016).
4. Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) dan Antioksidan
Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai
pengobatan simtomatikbila tedapat dahak yang lengket dan kental.
Contohnya :glycerylguaiacolate, ambroksol, erdostein,
carbocysteine, ionated glycerol dan N-acetylcystein dapat
mengurangi gejala eksaserbasi (PDPI, 2015).
5. Anti Inflamasi
Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk
penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila ujisteroid
positif. Pada eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau
sistemik (PDPI, 2015).
25
Pengkajian terdiri dari dua yaitu pengkajian skrining dan pengkajian
mendalam. Pengkajian skrining dilakukan ketika menentukan apakah
keadaan tersebut normal atau abnormal, jika ada beberapa data yang
ditafsirkan abnormal makan akan dilakukan pengkajian mendalam untuk
menentukan diagnosa yang tepat (NANDA, 2018).
Terdapat 14 jenis subkategori data yang dikaji yaitu respirasi,
sirkulasi, nutrisi dan cairan, eleminasi, aktivitas dan istirahat,
neurosensory, reproduksi dan seksualitas, nyeri dan kenyamanan,
integritas ego, pertumbuhan dan perkembangan, kebersihan diri,
penyuluhan dan pembelajaran, interaksi sosial, serta keamanan dan
proteksi (SDKI, 2017). Pengkajian keperawatan terdiri dari :
1) Identitas
Berisi geografi klien yang mencakup nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, alamat dan tempat tinggal. Keaadaan tempat tinggal
mencakup kondisi tempat tinggal, apakah klien tinggal sendiri atau
dengan orang lain (berguna ketika perawat melakukan perencanaan
pulang/discharge planning pada klien (Mutaqqin, 2012).
2) Keluhan Utama
Biasanya keluhan utama pada klien dengan PPOK yaitu sesak
napas dan batuk dengan produksi sputum berlebih (Mutaqqin, 2012).
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang berisi tentang perjalanan penyakit yang
dialami klien dari rumah sampai ke Rumah Sakit (Mutaqqin, 2012).
Riwayat merupakan penuntun pengkajian fisik yang berkaitan
informasi tentang keadaan fisiologis, psikologis, budaya dan
psikososial untuk membantu pasien dalam mengutarakan masalah –
masalah atau keluhan secara lengkap, maka perawat dianjurkan
menggunakan analisa symptom PQRST. Menurut Mutaqqin (2014),
analisa symptom PQRST meliputi :
a. Provokatif dan Paliatif
Pada penderita PPOK yang memperberat keluhan yaitu saat
melakukan aktifitas dan berbaring seperti bangun dari tidur dan
26
yang meringankan yaitu berbaring dengan posisi semi flower.
b. Kualitatif atau Kuantitatif
Pada penderita PPOK keluhan dirasakan hilang timbul,
kualitas sesak yang dirasakan pada umumnya sedang atau
tergantung berat penyakit serta seberapa parah infeksi yang
terjadi.
c. Region atau Area Radiasi
Lokasi keluhan yang dirasakan dan penyebaranya pada
penderita PPOK keluhan dirasakan di daerah dada.
d. Severity atau Skala
Pada penderita PPOK sangat menggangu aktifitas
keseharianya dimana pernapasan lebih dari 24x/ permenit.
e. Timing
Pada penderita PPOK keluhan dirasakan pada saat melakukan
aktifitas.
4) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada riwayat kesehatan masa lalu, menanyakan tentang riwayat
penyakit sejak timbulnya keluhan hingga klien meminta pertolongan.
Misalnya sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali
keluhan itu terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, apa yang
dilakukan ketika keluhan ini terjadi, apa yang dapat memperberat atau
memperingan keluhan, adakah usaha untuk mengatasi keluhan,
berhasil arau tidakkah usaha tersebut, dan pertanyaan lainnya
(Mutaqqin, 2012).
5) Riwayat Penyakit Dahulu
Tahap ini menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami klien
sebelumnya. Misalnya apakah klien pernah dirawat sebelumnya,
dengan penyakit apa, apakah pernah mengalami penyakit yang berat,
apakah pernah mempunyai keluhan yang sama, adakah pengobatan
yang pernah dijaani dan riwayat alergi obat karena obat yang
dikonsumsi sebelumnya. Serta menanyakan tentang riwayat merokok
(usia ketika mulai merokok, rata – rata jumlah yang dikonsumsi
27
perhari, adakah usaha untuk berhenti merokok, usia berapa ketika
berhenti merokok (Mutaqqin, 2012).
6) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji riwayat merokok anggota keluarga, bertempat tinggal
atau bekerja di area dengan polusi udara berat, adanya riwayat
alergi pada keluarga, danya riwayat asma pada anak – anak
(Mutaqqin, 2012).
7) Riwayat Pekerjaan dan Gaya Hidup
Mengkaji situasi tempat kerja dan lingkungannya, kebiasaan
sosial, kebiasaan dalam pola hidup misalnya minum alkohol atau
obat tertentu. Kebiasaan merokok seperti lamanya merokok, berapa
batang perhari, jenis rokok yang dihisap (Mutaqqin, 2012).
8) Data Biologis
Mutaqqin (2014), data biologis meliputi :
a. Pola Nutrisi
Dikaji tentang frekuensi makan, porsi makan, riwayat alergi
terhadap suatu jenis makanan tertentu dan jenis minuman,
jumlah minuman, adakah pantangan.
b. Pola Eliminasi
Buang Air Besar (BAB), kaji frekuensi BAB, warna, bau,
konsistensi feses dan keluhan klien yang berkaitan dengan
BAB (Doenges 2014). Buang Air Kecil (BAK), biasanya
pada pasien PPOK tidak ada masalah dengan pola eliminasi
BAK.
c. Pola Istirahat Tidur
Waktu tidur, lamanya tidur setiap hari, apakah ada kesulitan
dalam tidur. Pada klien PPOK sering sesak dan hal ini
mungkin akan mengganggu istirahat tidur klien. Pola
istirahat tidur pada lansia dikaji dengan menggunakan
pengkajian istirahat/ tidur yaitu PSQI (Pirtzburg Sleep
Quality Index).
d. Pola Personal Hygiene
28
Dikaji mengenai frekuensi dan kebiasaan mandi, mencuci
rambut, gosok gigi dan memotong kuku. Pada klien PPOK
personal hygiene tidak dibantu atau dibantu sebagian.
e. Pola Aktivitas
Kaji kegiatan dalam beraktivitas yang dilakukan
dilingkungan keluarga dan masyarakat : mandiri/
tergantung. Pola aktivitas sehari – hari dikaji dengan
menggunakan pengkajian pengukuran aktivitas sehari – hari
yaitu Indeks Katz.
9) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dalam keperawatan dipergunakan untuk
memperoleh data objektif dari riwayat keperawatan klien, dalam
pemeriksaan fisik dapat menentukan status kesehatan klien dan
mengambil data dasar untuk menentukan rencana keperawatan.
a. Sistem Pernapasan
Lakukan pemeriksaan dengan cara melihat keadaan umum
sistem pernapasan dan nilai adanya tanda – tanda abnormal
seperti adanya tanda sianosis, pucat, kelelahan, sesak napas,
sifat batuk, penilaian produksi sputum, dan lainnya
(Muttaqin, 2014).
b. Sistem Kardiovaskuler
Klien PPOK dapat terjadi pembengkakan pada ekstrimitas
bawah dan peningkatan tekanan darah yang ditandai dengan
peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau
disritmia. Distensi vena leher atau penyakit berat, edema
dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter
AP dada). Warna kulit atau membran mukosa normal atau
abu – abu atau sianosis, kuku tabuh dan sianosis perifer.
Pucat dapat menunjukkan anemia (Doenges, 2014).
c. Sistem Pencernaan
Klien dengan sesak napas, sangat potensial terjadi
29
kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini terjadi karena dispnea
saat makan, laju metabolisme serta kecemasan yang dialami
pasien (Muttaqin, 2014). Pada sistem pencernaan atau
gastrointestinal dikaji dengan menggunakan pengkajian
status nutrisi yaitu MNA (Mini Nutritional Assessment).
d. Sistem Perkemihan
Pada klien PPOK pengukuran volume output urine perlu
dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan (Muttaqin,
2014).
e. Sistem Endokrin
Pada klien PPOK tidak ada masalah yang terjadi dengan
sistem endokrin (Muttaqin, 2014).
f. Sistem Integumen
Klien PPOK perlu dikaji adanya permukaan yang kasar,
kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan,
menelupas atau bersisik, perdarahan, pruitus, eksim
(Muttaqin, 2014).
g. Sistem Muskuloskeletal
Klien PPOK dikaji adanya edema ekstremitas, tremor
(Muttaqin, 2014). Pada sistem muskuloskeletal dikaji dengan
menggunakan pengkajian resiko jatuh yaitu Get Up And Go
Test dan assesmen risiko jatuh Morse Fall Scale.
h. Sistem Persarafan
Klien PPOK tingkat kesadaran perlu dikaji, diperlukan juga
pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran
klien (Muttaqin, 2014). Pada sistem persarafan dikaji dengan
menggunakan pengkajian status mental yaitu SPMSQ (Short
Portable Mental Status Questioner) dan MMSE (Mini-
Mental State Exam).
i. Sistem Reproduksi
Klien PPOK libido menurun (Doenges, 2014).
Muttaqin (2012), pemeriksaan fisik terdiri dari inspeksi,
30
palpasi, perkusi, dan auskultasi.
1) Inspeksi
Klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernapasan, serta pengunaan otot bantu napas.
Pada saat inspeksi biasanya dapat terlihat adanya bentuk
dada barrel chest akibat udara yang terperangkap,
penipisan masa otot, benapas dengan bibir yang dirapatkan,
dan pernapasan abnormal yang tidak efektif.
Pada tahap lanjut, dyspnea terjadi pada saat beraktivitas pada
saat kehidupan sehari – hari seperti makan dan mandi.
Pengkajian batuk produktif dengan sputum pulurent disertai
dengan demam mengindikasikan adanya tanda pertama
infeksi pernapasan.
2) Palpasi
Klien PPOK palpasi dengan ekspansi meningkat dan taktil
fremitus biasanya menurun. Normalnya, fremitus taktil akan
terasa pada individu yang sehat dan akan meningkat pada
kondisi konsodilatasi. Selain itu, palpasi juga dilakukan
untuk mengkaji temperatur kulit, pengembangan dada,
adanya nyeri tekan, abnormalitas massa dan kelenjar, denyut
nadi, serta sirkulasi perifer.
3) Perkusi
Perkusi pada pasien PPOK didapatkan suara normal sampai
hipersonor sedangkan diafragma mendatar atau menurun.
Normalnya, dada menghasilkan bunyi resonan.
4) Auskultasi
Pasien PPOK sering didapatkan adanya bunyi napas ronki
dan wheezing sesuai tingkat keparahan obstruksi pada
bronkhiolus.
10) Data Psikologis
a. Status Emosional
Dikaji tentang emosi klien. Pada klien PPOK, biasanya
31
terjadi ansietas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang penyakit (Muttaqin, 2014). Pada status emosional lansia
dikaji dengan menggunakan pengkajian tingkat depresi lansia
yaitu Depresi Back dan pengkajian tingkat kesepian yaitu UCLA
Loneliness Scale.
b. Konsep Diri
Untuk mengetahui konsep diri pada lansia, maka dilakukan
pengkajian konsep diri dengan menggunakan pengkajian The
Geriatric Depresion Scale.
11) Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
neurobiologik (Muttaqin, 2014).
12) Data Sosial dan Budaya
Pengkajian ini menyangkut pada pola komunikasi, gaya hidup,
hubungan sosial, faktor sosiokultural (Muttaqin, 2014). Untuk
mengetahui fungsi sosial pada lansia, maka dilakukan pengkajian
penilaian status fungsi sosial lansia yaitu APGAR Keluarga Lansia.
13) Data Spiritual
Menyangkut agama yang dianut klien, kegiatan agama dan
kepercayaan yang dilakukan klien selama ini apakah ada gangguan
aktivitas beribadah selama sakit serta bagaimana sikap klien
terhadap petugas kesehatan dan keyakinan klien terhadap penyakit
yang dideritanya (Muttaqin, 2014).
14) Data Penunjang
Data penunjang meliputi farmakoterapi dan prosedur diagnostik
medik seperti pemeriksaan darah, urine, radiologi, dan USG
(Muttaqin, 2014).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialami baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa
32
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,
keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(SDKI, 2017). Proses penegakan diagnosa merupakan suatu proses yang
sistematis yang terdiri atas tiga tahap yaitu analisa data, identifikasi
masalah dan perumusan diagnosa.
Diagnosa keperawatan memiliki dua komponen yang utama yaitu
masalah (problem) yang merupakan label diagnosis keperawatan yang
menggambarkan inti dari respon klien terhadap kondisi kesehatan, dan
indikator diagnostik yang terdiri atas penyebab, tanda/gejala dan faktor
risiko (SDKI, 2017).
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien PPOK yaitu
sebagai berikut (SDKI, 2017) :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
napas, hipersekresi jalan napas, disfungsi neuromuskuler, benda asing
dalam jalan napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang tertahan,
hyperplasia dinding jalan napas, proses infeksi, respon alergi, dan efek
agen farmakologis.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan, hambatan upaya napas (misal : nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan), deformitas dinding dada, deformitas
tulang dada, gangguan neuromuscular, gangguan neurologis (misal :
elektroensefalogram/EEG positif, cedera kepala, gangguan kejang),
imaturitas neurologis, penurunan energi, obesitas, posisi tubuh yang
menghambat ekspansi paru, sindrom hipoventilasi, kerusakan inervasi
diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas), cedera pada medula spinalis,
efek agen farmakologis, dan kecemasan.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan, imobilitas, dan
gaya hidup monoton.
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
(misal
: kelembaban lingkungan sekitar, suhu lingkungan, pencahayaan,
33
kebisingan, bau tidak sedap, jadwal pemantauan/pemeriksaan
/tindakan), kurang kontrol tidur, kurang privasi, restraint fisik,
ketiadaan teman tidur, dan tidak familiar dengan peralatan tidur.
e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi – perfusi, dan perubahan membran alveolus – kapiler.
f. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan gangguan
metabolisme, dan kelelahan otot pernapasan.
g. Risiko jatuh berhubungan dengan usia lebih dari sama dengan 65
tahun (pada dewasa) atau kurang dari sama dengan 2 tahun (pada
anak), riwayat jatuh, anggota gerak bawah prosthesis (buatan),
penggunaan alat bantu berjalan, penurunan tingkat kesadaran,
perubahan fungsi kognitif, lingkungan tidak aman (misal : licin, gelap,
lingkungan asing), kondisi pasca operasi, hipotensi ortostatik,
penurunan kadar glukosa darah, anemia, kekuatan otot menurun,
gangguan pendengaran, gangguan keseimbangan, gangguan
penglihatan (misal : glaukoma, katarak, ablasio retina, neuritis
optikus), neuropati, dan efek agen farmakologis (misal : sedasi,
alkohol, anestesi umum).
3. Perencanaan Keperawatan atau Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah langkah ketiga yang juga amat
penting untuk menentukan berhasil atau tidaknya proses asuhan
keperawatan (Induniasih & Hendrasih, 2017). Jenis luaran keperawatan
dibagi menjadi luaran positif yaitu menunjukan kondisi, perilaku, yang
sehat dan luaran negatif yaitu kondisi atau perilaku yang tidak sehat.
Komponen dari luaran keperawatan terdiri dari label, ekspetasi, dan
kriteria hasil. Label luaran keperawatan merupakan kondisi, perilaku, dan
persepsi pasien yang dapat diubah, diatasi dengan intervensi keperawatan.
Ekspektasi adalah penilaian terhadap hasil yang diharapkan tercapai
yang terdiri dari tiga kemungkinan yaitu meningkat, menurun, dan
membaik. Kriteria hasil adalah karakteristik pasien yang dapat diamati
atau diukur perawat dan menjadi dasar untuk menilai pencapaian hasil
intervensi.
34
Intervensi keperawatan merupakan segala bentuk pengobatan yang
dikerjakan perawat berdasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis
untuk mencapai luaran (outcome) yang diinginkan. Komponen intervensi
keperawatan tediri atas tiga komponen yaitu label merupakan nama dari
intervensi yang menjadi kata kunci untuk memperoleh informasi terkait
intervensi tersebut. Label terdiri atas satu atau beberapa kata yang diawali
dengan kata benda (nomina) yang berfungsi sebagai deskriptor atau
penjelas dari intervensi keperawatan. Terdapat 18 deskriptor pada label
intervensi keperawatan yaitu dukungan, edukasi, kolaborasi, konseling,
konsultasi, latihan, manajemen, pemantauan, pemberian, pemeriksaan,
pencegahan, pengontrolan, perawatan, promosi, rujukan, resusitasi,
skrining dan terapi. Definisi merupakan komponen yang menjelaskan
makna dari label intervensi keperawatan (SIKI, 2018).
Tindakan – tindakan pada intervensi keperawatan terdiri dari empat
komponen meliputi tindakan observasi, terapeutik, kolaborasi, edukasi
(SIKI, 2018).
4. Pelaksanaan Keperawatan atau Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan merupakan perilaku atau aktivitas spesifik yang
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan (SIKI, 2018).
Aktivitas yang dilakukan pada tahap implementasi dimulai dari
pengkajian lanjutan, membuat prioritas, menghitung alokasi tenaga,
memulai intervensi keperawatan, dan mendokumentasikan tindakan serta
respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan (Debora, 2013).
Implementasi keperawatan yang bisa dilakukan pada pasien dengan
PPOK yaitu :
a. Teknik Relaksasi Napas Dalam
Teknik relaksasi napas dalam merupakan cara bernapas untuk
memperbaiki ventilasi alveoli atau memelihara pertukaran gas,
mencegah atelektaksis, meningkatkan efisiensi batuk, dan mengurangi
stress.
b. Latihan Batuk Efektif
35
Latihan batuk efektif merupakan cara untuk melatih pasien yang
tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk
membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus dari sekret atau benda
asing di jalan napas.
c. Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan dengan
cara memberikan oksigen ke dalam paru melalui saluran
pemapasan dengan menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian
oksigen pada pasien dapat dilakukan melalui tiga cara,yaitu
melalui kanula, nasal, dan masker dengan tujuan memenuhi
kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya hipoksia.
d. Fisioterapi Dada
Fisioterapi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
postural dada gangguan sistem drainase, clapping, dan vibrating pada
pasien dengan efisiensi pola pernapasan. Tindakan ini dilakukan
dengan tujuan meningkatkan pernapasan dan membersihkan jalan
napas.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses
keperawatan. Adapun komponen SOAP yaitu data subjektif (S), data
objektif (O), analisa permasalahan atau assesment yang merupakan
kesimpulan antara data subjektifdan data objektifdengan tujuan dan
kriteria hasil, kemudian mencantumkan diagnosis atau masalah
keperawatan (A), dan menetapkan perencanaan ulang berdasarkan
planning yang sesuai (P).
Dikatakan tujuan tercapai apabila pasien mampu menunjukkan
perilaku sesuai kondisi yang ditetapkan pada tujuan, sebagian tercapai
apabila perilaku pasien tidak seluruhnya tercapai sesuai dengan tujuan,
sedangkan tidak tercapai apabila pasien tidak mampu menunjukkan
perilaku yang sesuai dengan tujuan.
Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi
formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan
36
keperawatan yang disebut dengan evaluasi proses. Evaluasi formatif ini
dilakukan segera setelah tindakan keperawatan dilaksanakan. Evaluasi
sumatif dilakukan setelah perawat melakukan serangkaian tindakan
keperawatan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai kualitas asuhan
keperawatan yang telah diberikan (Induniasih & Hendarsih, 2017).
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan oksigenasi secara umum dapat
dinilai dari adanya kemampuan dalam :
a. Mempertahankan jalan napas secara efektif yang ditunjukkan
dengan adanya kemampuan untuk bernapas, jalan napas bersih,
tidak ada sumbatan, frekuensi, irama, dan kedalaman napas normal,
serta tidak ditemukan adanya tanda hipoksia.
b. Mempertahankan pola pernapasan secara efektif yang ditunjukkan
dengan adanya kemampuan untuk bernapas, frekuensi, irama, dan
kedalam napas normal, tidak ditemukan adanya tanda hipoksia, serta
kemampuan paru berkembang dengan baik.
c. Mempertahankan toleransi aktivitas yang ditunjukkan adanya
peningkatan frekuensi nadi dan saturasi oksigen serta kemudahan
dalam melakukan aktivitas sehari – hari, dispnea saat dan setelah
beraktivitas menurun, tekanan darah dan frekuensi napas membaik.
d. Mempertahankan pola tidur yang ditunjukkan dengan tidak adanya
keluhan sulit tidur, keluhan sering terjaga, keluhan tidak puas tidur,
keluhan pola tidur berubah, dan keluhan istirahat tidak cukup serta
kemampuan beraktivitas meningkat.
e. Mempertahankan pertukaran gas secara efektif yang ditunjukkan
dengan adanya kemampuan untuk bernapas, tidak ditemukan
dispnea pada usaha napas, inspirasi, dan ekspirasi dalam batas
normal, serta siturasi oksigen dan PCO2 dalam keadaan normal.
f. Mempertahankan ventilasi spontan yang ditunjukkan dengan tidak
ada dispnea, penggunaan otot bantu napas dan gelisah serta PCO2
dan PO2 dalam keadaan normal.
37
BAB III
WOC
Hipersekresi jalan nafas Invasi kuman berlanjut lebih lama ke Invasi kuman ke saluran cerna
saluran napas bagian bawah
38
Pola napas tidak efektif
Ketidakseimbangan (D.0005)
Intoleransi aktifitas Mengeluh lelah antara suplay dan Diare (D.0020)
(D.0056) kebutuhan O2
3.2 WOC PPOK
Factor paparan lingkungan (Merokok, Faktor host (Usia, jenis kelamin, gangguan fungsi
pekerjaan, polusi udara, fan infeksi ) paru, predesposisis genetic : defesiansi A1 – AAT)
Bersihan jalan
napas tidak Batuk tidak efektif
efektif (D.0001)
39
BAB IV
KASUS
Jumat, 10 februari 2023 Tn. T mengeluh kesulitan bernapas, semakin memberat disertai banyaknya dahak
yang susah dikeluarkan. Sehingga oleh anak dan istrinya di bawa ke RS karena kondisi Tn. T semakin
memburuk dengan sesak napas, disertai mual, rasa tidak nyaman pada perut, dan perut terasa kembung.
Pada pemeriksaan diketahui :Kesadaran Compos Mentis, pasien tampak lemah &sesak, sesekali tampak
gelisah, Tepasang IVFD RL 12 tpm, Terpasang 02 nasal 5 lpm, saturasi 02 = 95 %,
Tanda Vital : TD= 150/90 mmHg, Nadi= 98 x/mnt, Suhu= 36,5 °C, RR= 28 x/mnt .
PENGKAJIAN
Tanggal MRS : 10 – 02 – 2023 Jam Masuk : 02.00
Tanggal Pengkajian : 11 – 02 – 2023 No. RM : 218XXX
Jam Pengkajian : 07.30 Diagnosa Masuk: PPOK
Hari rawat ke :I
IDENTITAS
1. Nama Pasien : Tn. T
2. Umur : 65 thn
3. Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SMP
6. Pekerjaan : Tukang Tambal Ban
7. Alamat : Mojo, Gubeng
8. Sumber Biaya : BPJS
40
5. Lain-lain:
..............................................................................................................................................................................
................................................................ ..............................................................................................................
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
- Jenis : ………………….........................................................................................................................
- Genogram :
2. Sistem Pernafasan
a. RR:
b. Keluhan: sesak nyeri waktu nafas orthopnea
Batuk produktif tidak produktif
Sekret:…….. Konsistensi :......................
Warna:.......... Bau :..................................
a. Penggunaan otot bantu nafas:
Ada penggunaan otot bantu penrnapasan muskulus interkostalis eksrterna.
.....................................................................................................................................................................
b. PCH: ya tidak
c. Irama nafas teratur tidak teratur
f. Friction rub: ya tidak Lokasi: ….............................................................
g. Pola nafas Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes Biot
h. Suara nafas Vesikuler Bronko vesikuler
Tracheal Bronkhial Masalah Keperawatan :
Ronki Wheezing Bersihan jalan napas tidak efektif
Crackles ( D.0001 )
i. Alat bantu napas ya tidak
Jenis :Nasal Canul.... Flow : 4 lpm
j. Penggunaan WSD:
- Jenis : ......................................................................................................................
- Jumlah cairan : ......................................................................................................................
- Undulasi : ......................................................................................................................
- Tekanan : ......................................................................................................................
k. Tracheostomy: ya tidak
.....................................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
l. Lain-lain:
.....................................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
41
3. Sistem Kardio vaskuler
a. TD: 150/90 mmHg Masalah Keperawatan :
b. N: 98 x/m
c. HR: 28 x/m
d. Keluhan nyeri dada: ya tidak
P :...................................................................
Q :...................................................................
R :...................................................................
S :...................................................................
T :...................................................................
e. Irama jantung: reguler ireguler
f. Suara jantung: normal (S1/S2 tunggal) murmur
gallop lain-lain.....
g. Ictus Cordis: tidak tampak
h. CRT < 3detik detik
i. Akral: hangat kering merah basah pucat
panas dingin
j. Sikulasi perifer: normal menurun
k. JVP :.................................
l. CVP
:.................................
m. CTR :.................................
n. ECG & Interpretasinya:
Sinus Rhythm
.....................................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
..........................................................................
o. Lain-lain :
.....................................................................................................................................................................
............................................................................................... ......................................................................
.....................................................................................................................................................................
4. Sistem Persyarafan
a. S :
b. GCS : E = 4, V = 5, M = 6
c. Refleks fisiologis patella triceps biceps
d. Refleks patologis babinsky brudzinsky kernig
e. Keluhan pusing ya tidak
P :...................................................................
Q :...................................................................
R :...................................................................
S :...................................................................
T :...................................................................
g. Pupil h. Scler a
42
anisokor isokor
anikterus Diameter:
……/......
ikterus
43
i. Konjunctiva ananemis anemis
Sistem perkemihan
b. Kebersihan genetalia: Bersih Kotor
c. Sekret: Ada Tidak
d. Ulkus: Ada Tidak
e. Kebersihan meatus uretra: Bersih Kotor
f. Keluhan kencing: Ada Tidak
Bila ada, jelaskan:
................................................................................................................. ....................................................
.....................................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
g. Kemampuan berkemih:
Spontan Alat bantu, sebutkan: .......................................................................
Jenis :............................................
Ukuran :............................................
Hari ke :............................................
h. Produksi urine : …....... ml/..........jam
Warna : kuning jernih
Bau : amoniak
i. Kandung kemih : Membesar ya tidak
j. Nyeri tekan ya tidak
k. Intake cairan oral : ± 600 cc/hari parenteral : 1000 cc/hari
k. Balance cairan: …………………………………………………………………………………………...
.....................................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
Lain-lain:
.................................................... .................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
44
l. Konsistensi: keras lunak cair lendir/darah
m. Diet: padat lunak cair
n. Diet Khusus:
.....................................................................................................................................................................
.......................................................................................
o. Nafsu makan: baik menurun Frekuensi : 3 x/hari
p. Porsi makan: habis tidak Keterangan: merasa mual dan kembung
q. Lain-lain:
.....................................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
6. Sistem penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior: Masalah Keperawatan :
OD OS
Visus
Palpebra
Conjunctiva
Kornea
BMD
Pupil
Iris
Lensa
TIO
OD OS
Aurcicula
MAE
Membran
Tymhani
Rinne
45
Weber
46
Swabach
8. Sistem muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi: bebas terbatas Masalah Keperawatan :
b. Kekuatan otot: 5 5
5 5
9. Sistem integumen
a. Penilaian risiko dekubitus:
ASPEK YANG KRITERIA PENILAIAN
NILAI
DINILAI 1 2 3 4
PERSEPSI TERBATAS SANGAT KETERBATASAN TIDAK ADA 4
SENSORI SEPENUHNYA TERBATAS RINGAN GANGGUAN
TERUS 4
SANGAT
KELEMBABAN MENERUS KADANG2 BASAH JARANG BASAH
LEMBAB
BASAH
LEBIH SERING 3
AKTIVITAS BEDFAST CHAIRFAST KADANG2 JALAN JALAN
IMMOBILE SANGAT KETERBATASAN TIDAK ADA 3
MOBILISASI SEPENUHNYA TERBATAS RINGAN KETERBATASAN
NUTRISI
SANGAT KEMUNGKINAN
ADEKUAT SANGAT BAIK
2
BURUK TIDAK ADEKUAT
POTENSIAL
TIDAK 3
GESEKAN &
BERMASALAH MENIMBULKAN
PERGESERAN BERMASALAH
MASALAH
NOTE: Pasien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan bahwa pasien berisiko 19
mengalami dekubitus (pressure ulcers). TOTAL NILAI
(15 or 16 = low risk; 13 or 14 = moderate risk; 12 or less = high risk)
b. Warna:..............................................
c. Pitting edema: + / - grade:................ Masalah Keperawatan :
d. Ekskoriasis: ya tidak
e. Psoriasis: ya tidak
f. Pruritus: ya tidak
g. Urtikaria: ya tidak
h. Lain-lain:
.....................................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
48
.....................................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya:
Keluarga dan Tn. T belum tahu apa yang menyebabkannya sakit dan bagaiamana cara merawatnya. Tn. T juga
menanyakan tentang penyakitnya, apakah bisa disembuhkan dan selalu berdoa dan berharap pada Tuhan yang
maha kuasa agar dapat menyembuhkannya
PENGKAJIAN SPIRITUAL
a. Kebiasaan beribadah Masalah Keperawatan :
- Sebelum sakit sering kadang- kadang tidak pernah
- Selama sakit sering kadang- kadang tidak pernah
49
Hari/Tanggal Jenis Pemeriksaan Kesan/Interpretasi
10-02-2023 EKG Sinus rithmis
11-02-2023 Rontgen Thorax Pa View a. Pleural Reaction bilateral
b. Besar cor normal
c. Trachea dan medistinum di
tenggah
d. Tak tampak penebalan hilus
e. Sistema tulang tak
tampak kelainan.
TERAPI
Hari/Tanggal Obat Dosis dan Satuan Rute
11-02-2023 Inf RL 12 Tpm 2x125 IV
Inj Cefotaxcim gram 2x25 gram IV
Inj Methilprednisolon Inj Lasix 1x20 mg 1x80 IV
Valsatran mg 3x300 ml IV
Vectrine kapsul Nebul 2,1/2 ml /8 jam IV
Combivent Oral
Inheler
Surabaya, 11 – 02 – 2023
( Kelompok II)
50
ANALISIS DATA
51
DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
TANGGAL : 11 – 02 – 2023
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d pasien tampak gelisah, batuk
tidak efektif, Suara napas ronchi, Sputum berlebih, RR : 28 x/ menit dan N : 98 x/ menit ( D.
0001 )
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d Pasien tampak lemah, Tampak sesak, TD = 150 / 90
mmhg, N = 98 x/ menit ( D. 0056 )
3. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit d.d Pasien sesekali tampak gelisah mengeluh mual
( D. 0074 )
52
RENCANA INTERVENSI
53
Terapeutik
Atur posisi semi fowler, Pasang perlak dan - Untuk memudahkan pasien bernafas
bengkok di pangkuan pasien, Buang secret pada maka dilakukan posisi semi fowler
tempat sputum dan pembuangan sputum
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif - Agar pasien dan keluarga tau cara
Anjurkan Tarik napas dalam melalui hidung nelakukan batuk efektif
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu selama 8 detik. Anjurkan mengulangi
Tarik napas dalam hingga 3 kali, Anjurkan batuk
dengan kuat langsung setelah Tarik napas dalam
yang ketiga
- agar sputum dapat lebih mudah
Kolaborasi
dikeluarkan.
Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan Manajemen Energi Manajemen Energi
( D. 0056 )
Observasi Observasi:
Setalah dilakukan intervensi - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang - Mengetahui gangguan fungsi tubuh
keperawatan selama 3 x 24 jam maka mengakibatkan kelelahan yang mengakibatkan kelelahan
toleransi aktivitas meningkat dengan - Monitor kelelahan fisik dan emosional - Mengetahui kelelahan isik dan
kriteria hasil: emosional
- Saturasi oksigen meningkat - Monitor lokasi dan ketidak nyamanan selama - Mengetahui lokasi dan ketidak
- Kemudahan dalam aktivitas melakukan aktivitas nyamanan selama melakukan
54
seharihari meningkat aktivitas
- Keluhan lelah menurun
Terapeutik
- Dispnea saat aktivitas menurun Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
- Frekuensi napas membaik - Membuat pasien merasa aman
stimulus (mis: cahaya, suara, kunjungan)
nyaman
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
- Memudahkan pasien dalam
dapat berpindah atau berjalan .
mobilisasi
Edukasi
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Mengurangi jumlah energi yang
-
terbuang
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Melakukan aktivitas sesuai
kemampuan pasien
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
- Mencegah adanya gejala yang
gejala kelelahan tidak berkurang
memburuk
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
- Pasien dan keluarga memahami dan
kelelahan
melakukan strategi koping yang
dipilih .
Kolaborasi
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
Mengetahui kebutuhan gizi/ asupan yang
asupan makanan dibutuhkan pasien
Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Pengaturan Posisi ( I.01019 ) Pengaturan Posisi ( I.01019 )
( D. 0074 )
Observasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah - Untuk mengetahui kesetabilan status
55
selama 2 x 24 jam diharapkan Status mengubah posisi oksigen pasien
Kenyamanan ( L.08064 ) dengan -
kriteria hasil : Terapeutik
- Keluhan tidak nyaman menurun - Atur posisi untuk mengurangi sesak (mis. Semi- - Agar rasa sesak pasien berkurang
- Mual menurun fowler)
- Keluhan sering terjaga meningkat Edukasi
- Informasikan saat akan dilakukan perubahan Agar pasien dan keluarga tidak kaget
posisi saat akan dilakukan perubahan posisi
56
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
57
D. 0056 08.30 1. Menidentifikasi gangguan fungsi 14.00 s. Pasien mengatakan seluruh badan
tubuh yang mengakibatkan kelelahan: masih terasa lemah, sesak berkurang
59
dilakukan perubahan posisi :
Menganjurkan pasien untuk
beristirahat dengan posisi nyaman
yang dirasakan pasien.
5. Mengatur posisi untuk mengurangi
12.00
sesak :
Mengatur posisi pasien semi folwer
6. Menganjurkan istirahat dan tidur yang
14.00
cukup :
Membatasi pengunjung dan
menganjurkan pasien untuk
Rahattirahat.
60
BAB V
PEMBAHASAN
Pasien Tn.T umur 73 thn dibawah ke RS oleh istrinya karena sudah 2 minggu
terakhir menderita baatuk, berdahak sulit dikeluarkan dan 2 hari terakhir ini mengalami
sesak napas, merasa tidak nyaman pada daerah perut dan perut terasa kembung.
Sebelumnya sudah diberikan obat generic yang dibeli di apotik, namun tidak sembuh.
Sehingga pasien segera dibawah ke RS. Sebelumnya pasien adalah perokok aktif dan
baru berhenti merokok setelah 2 minggu treakhir ini. Riwayat penyakit sebelumnya
adalah pasien sering mengalami batuk, pilek dan nyeri sendi. Pekerjaan sehari – sehari
sebagai seorang penambal ban. Dari hasil pengkajian pasien didiagnosis menderita PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial. Menurut Paramitha (2020) manifetasi klinis pasien
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah : Gejala dari Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) adalah seperti susah bernapas, kelemahan badan, batuk kronik, nafas
berbunyi, mengi atau wheezing dan terbentuknya sputum dalam saluran nafas dalam
waktu yang lama. Salah satu gejala yang paling umum dari Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) adalah sesak nafas atau dyosnea. Pada tahap lanjutan dari Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK), dypsnea dapat memburuk bahkan dapat dirasakan ketika
penderita sedang istirahat atau tidur.
Pada kasus ditemukan pasien, menederita PPOK dengan gejala utama sesak
napas yang disebabkan oleh batuk berdahak yang sulit dikeluarkan. Sehingga muncul
masalah keperawatan utamanya yaitu Bersihan jalan tidak efektif berhubungan dengan
sekresi yang tertahan. Oleh karena itu, perlu dilakuakan Tindakan segera untuk
mempertahankan kepatenan jalan napas pasien. Melalui implementasi keperawatan yang
telah di rencanakan sesuai kebutuhan pasien dan di evaluasi untuk melihat efektifitas
asuhan keperawatan pada pasien.
61
BAB VI
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pneumonia adalah proses peradangan parenkin paru yang biasanya
dihubungkan dengan meningkatnya cairan pada alveoli, pneumonia juga adalah
salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan bawah akut sedangkan PPOK adalah
suatu penyakit yang ditandai dengan adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan
oleh bronchitis kronis atau empisema. Kedua penyakit ini merupakan penyakit yang
menyerang system pernapasan dan merupakan penyebab kematian nomor 3 di
Indonesia setelah penyakit kardiovasculer. Penyebab kedua penyakit tersebut
diantaranya karena bakteri, virus, jamur atau fungi, protozoa dan bahan kimia serta
factor lingkungan yang buruk dimana dari hasil anamnesis didapatkan gejala khas
pada kedua pasien ini yaitu dengan adanya sesak napas,batuk dengan sputum
produktif dalam waktu yang lama.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengobatan yang cepat dan tepat,
pengobatan yang tidak dilakukan sejak dini akan membuat komplikasi lebih berat
oleh sebab itu diperlukan pemeriksaan dini dan awereness atau kewaspadaan dari
diri setiap orang serta lingkungan rumah yang bersih yang jauh dari asap rokok.
5.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah sumber pengetahuan pembaca
yang membaca makalah ini, kami juga memerlukan saran yang dapat membangun
makalah ini menjadi lebih baik kedepannya.
62
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta,
PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan
Perawat Indonesia
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba
Medika.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Soeroto, A.Y., dan Suryadinata, H. 2014. Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Ina J chest Crit and Emerg Med
Vol.I No.2.
Djojodibroto, D. (2016). Respirologi (Respiratory Medecine). (J. Suyono & E. Melinda, Eds.) (2nd ed.). Jakarta:
EGC.
63