Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN DALAM PEMENUHAN

KEBUTUHAN DASAR DENGAN GANGGUAN SISTEM


PERNAFASAN : PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF
KRONIK (PPOK)

Dosen Pembimbing :
Bu ai setyowati

Disusun Oleh :

Atik (2720227197)
Nunuk Febriyanti (2720220150)
Febryana Eka Kurniasih (2720227219)
Citra safitri (2720227218)
Nurapipah (2720227206)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
2022 - 2023
1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, hanya karena
rahmat dan hidayahnya penulis mampu menyelesaikan tugas asuhan keperawatan dengan
gangguan sistem pernafasan Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dalam upaya memenuhi
tugas mata kuliah keperawatan medikal bedah (KMB). Laporan ini berisi tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, walaupun penulis
telah berusaha semaksimal mungkin. Hal ini semata-mata karena ketidaktahuan penulis,
namunkarena dorongan keluarga, teman-teman dan bimbingan dari dosen-dosen sehingga
tulisan inidapat terwujud dengan memberikan kebanggaan bagi penulis. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini perkenankanlah penulis memohon rasa hormat dan terima kasih yang tulus
kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membutuhkannya.
Semoga Allah SWT selalu berkenan memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.
Amin.

Bekasi, Oktober 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar belakang .......................................................................................................... 4
b. Tujuan penulisan .......................................................................................................5
c. Lingkup masalah ...................................................................................................... 5
d. Metode penulisan....................................................................................................... 5
e. Sistematika penulisan............................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORI
1. KONSEP DASAR
a. Pengertian......................................................................................................... 6
b. Etiologi.............................................................................................................. 7
c. Manifestasi...................................................................................................... 8
d. Klasifikasi ....................................................................................................... 9
e. patofisiologi .....................................................................................................12
f. komplikasi....................................................................................................... 12
g. penatalaksanaan............................................................................................... 13
h. pencegahan ......................................................................................................15
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian keperawatan.................................................................................. 16
b. Diagnosa keperawatan.................................................................................... 21
c. Intervensi keperawatan....................................................................................22
d. Implementasi keperawatan............................................................................. 25
e. Evaluasi keperawatan..................................................................................... 25
BAB III TINJAUAN KASUS
a. Pengkajian keperawatan.............................................................................................. 26
b. Diagnosa keperawatan ............................................................................................. 36
c. Intervensi keperawatan.......................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 38

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bernafas merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk kelangsungan hidup
manusia. Dalam bernafas terdapat organ-organpernafasan yang berperan penting untuk
proses pertukaran oksigen dan karbondioksida salah satunya adalah paru – paru. Apabila
terjadi gangguanpada pernafasan baik berupa obstruksi, restriksi dan lain-lain akan dapat
menyebabkan terganggunya proses bernafas contoh salah satunya adanya gangguan
pernafasaan yaitu Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
adanya hambatan aliran udara di saluran nafas yang menghambat ventilasi.Penyakit ini
merupakan penyakit progresif, yangartinya penyakit ini akan semakin memburuk seiring
berjalannya waktu. Pada PPOK, bronkitis kronik dan emfisema sering ditemukan bersama.
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang diakibatkan
oleh adanya perubahan yang khas pada bagian proksimal, perifer, parenkim, dan vaskularisasi
paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru.
Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel
limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran nafas mengakibatkan restriksi
pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurang akibat penebalan mukosa yang
mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesui berat sakit. Penyebab utama PPOK yang
paling sering yaitu merokok. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit radang
saluran nafas utama ditandai dengan keterbatasanaliran udara sebagian besar ireversibel yang
menghasilkan hypoxemia dan hiperkapnia (Huang, et al., 2013).
Data WHO (World Health Organization) tahun 2015 menyebutkan pada tahun
2012 bahwa lebih dari dari 3 juta orang meninggal dikarenakan oleh PPOK,yaitu 6% dari
semua kematian di seluruh dunia dan lebih dari 90% kematian akibat PPOK tersebut
terjadi di negara dengan penghasilan rendah dan menengah (WHO, 2015). Sedangkan
data di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 (RISKESDAS) dalam
Kementerian Kesehatan RI, prevalensi PPOK adalah sebesar 3,7%. Didapatkan data dari
33 propinsi di Indonesia, propinsi DKI Jakarta menempati urutan ke 10 besar sebagai
penyumbang angka kesakitan PPOK sebesar 2,7% sementara yang menduduki peringkat
pertama adalah propinsi Aceh dengan prevelensi sebesar 4,3% dan peringkat kedua adalah

4
propinsi Sumatera Utara sebesar 3,6%. Ditemukan kejadian PPOK lebih tinggi pada jenis
kelamin laki-laki disbanding perempuan dengan kelompok usia diatas 30 tahun dan

5
wilayah pedesaan lebih banyak ditemukan PPOK dibanding wilayah perkotaan dengan
masyarakat yang berpendidikan rendah (Riskesdas, 2013).
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal nafas kronik,gagal nafas
akut, infeksi berulang, dan kor pulmonal. Gagal nafas kronis ditunjukkan oleh hasil
analisis gas darah berupa PaO2<60 mmHg dan PaCO2>50 mmHg, serta Ph dapat normal.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum
Setelah proses pembelajaran ini diharapkan mahasiswa mampu memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pernafasan secara benar.

2. Tujuan khusus
2.1 memahami pengkajian pada klien dengan gangguan sistem pernafasan
2.2 memahami diagnosa keperawatan pada klien dengan sistem pernafasan
2.3 memahami intervensi dan implementasi pada klien dengan gangguan sistem
pernafasan
2.4 memahami evaluasi pada klien dengan gangguan sitem pernafasan.

C. Lingkup masalah
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis memberikan Asuhan Keperawatan
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar.

D. Metode penulisan
Metode dalam penulisan makalah ini menggunakan studi kepustakaan yaitu dengan
mempelajari literature-literature pada sistem pernafasan. Dan deskriptif yaitu suatu
metode dimana penulis menguraikan hasil Asuhan Keperawatan melalui
pengkajian,menentukan diagnose,perencanaan,pelaksanaan dan evaluasi. Dalam
metode deskriptif pendekatan yang digunakan adalah studi kasus, dimana penulis
mengelola satu kasus menggunakan proses keperawatan dan hasil Asuhan
Keperawatan di deskripsikan dengan menggunakan kaidah penulisan ilmiah.

E. Sistematika penulisan
Dalam Karya Tulis Ilmiah Ini meliputi:

BAB I PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang,tujuan penulisan, yang terdiri dari tujuan
umum dan tujuan khusus,lingkup masalah,metodepenulisan dan
sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI


Meliputi konsep dasar yang terdiri dari
(pengertian,klasifikasi,etiologi/faktor risiko, gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar, manifestasi klinik, komplikasi, penatalaksanaan dan
terapi antaranya: penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan
kolaboratif). Konsep dasar keperawatan yang terdiri dari pengkajian
6
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan.

7
BAB III TINJAUAN KASUS
Meliputi pengkajian keperawatan yang terdiri dari: identitas,
resume kasus, data dasar, data fokus, dan Analisa data. Diagnosa
keperawatan
BAB IV PEMBAHASAN
Membandingkan antara teori dan praktek, Analisa dari faktor – faktor
pendukung dan penghambat serta alternative pemecahan masalah salam
memberikan asuhan keperawatan. di tiap-tiap tahapan, yaitu: Pengkajian
keperawatan, diagnose keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan
keperawatan, evaluasi keperawatan.
BAB V PENUTUP
Meliputi kesimpulan yaitu yang dibuat berdasarkan pembahasan
yang tertulis pada bab IV sesuai dengan tahp/langkah proses keperawatan
yang ditulis secara alinea dan saran disesuaikan dengan kesimpulan,
ditunjukankepada pengembangan pelayanan keperawatan, Pendidikan dan
masyarakat, berdasarkan hal-hal yang telah dimuat padapembahasan dan
bersifat operasional.

8
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP PENYAKIT PPOK

1. DEFINISI PPOK

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit radang saluran nafas
utama ditandai dengan keterbatasanaliran udara sebagian besar ireversibel yang
menghasilkan hypoxemia dan hiperkapnia (Huang, et al., 2013).
PPOK adalah penyakit yang ditandai oleh keterbatasan aliran udara didalam
saluran napas yang tidak sepenuhnya dapat dipulihkan. PPOK adalah penyakit paru
kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif
nonvrsible atau reversible parsial (Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia,
2017).
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)/ Penyakit obstruksi menahun(PPOM)/
COPD adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara disaluran nafas
yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan
berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau
berbahaya ( RISKESDAS, 2013).

2. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Berikut ini ppok menurut black & hawk ( 2014 )
a) Merokok
Merupakan penyebab utama terjadinya PPOK dengan risiko 30 kali lebih besar pada perokok
dan merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan risiko 30 kali lebih besar pada perokok
dibanding dengan bukan perokok , dan merupakan penyebab dari 85-90% kasus PPOK . kurang
lebih 15-20% perokok akan mengalami PPOK.
b) Factor lingkungan
a. Polusi udara
Pasien yang mempunyai disfungsi paru akan semakin membruk gejalanya dengan adanya
polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar seperti asap pabrik, asap kendaraan maupun polusi dari
rumah misalnya asap dapur.
b. Tempat kerja/pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara . industry gelas dan keramik yang terpapar debu
gandum dan abses , mempunyai risiko yang lebih besar daripada yang bekerja di tempat selain yang
disebutkan diatas.
c) Factor genetic

9
Ini dikaitkan dengan kejadian emfisema, yang disebabkan hilangnya elastisitas jaringan dalam
paru-paru secara progresif karena adanya ketidakseimbangan antara enzim proteolitik dan protektif.

10
d) Factor usia dan jenis kelamin
Semakin bertambah usia, semakin besar resiko menderita PPOK . pada pasien yang didiagnosa
PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar dia menderita gangguan genetic berupa
defisiensi a1 antitripsin.
e) Adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi
Adanya gangguan fungsi paru-paru merupakan factor risiko terjadinya ppok misalnya defisensi
immunoglobulin atau infeksi pada masa anak-anak seperti TBC dan bronkiektasis .

f) Infeksi
Kolonisasi bakteri pada saluran pernafasan secara kronis merupakan suatu pemicu
inflamasi neutrofilik pada saluran nafas, terlepas dari paparan rokok. Adanya kolonisasi
bakterimenyebabkan penigkatan kejadian inflamasi yang dapat diukur dari peningkatan
jumlah sputum, peningkatan frekuensi eksaserbasi, dan percepatan penurunan fungsi
paru, yang semua ini meningkatkan risiko kejadian PPOK.

g) Bronchitis kronis

Dalam studi minal oleh Fletcher dan rekannya, kehadiran bronchitis kronis telah
dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan pengembangan PPOK. Bronkitis kronis juga
telah dikaitkan dengan peningkatan risiko dalam jumlah totalserta keparahan eksaserbasi.

h) Status social ekonomi

Status sosial ekonomi yang lebih rendah dikaitkan dengan peningkatan risiko
pengembangan PPOK. Dengan status ekonomi yang rendah bisa menyebabkan faktor
penyebab PPOK bisa terjadi. Misalnya seperti keadaan lingkungan rumah yang tidak
sehat, biasanya polusi dari luar rumah bisa dengan mudah masuk kedalam rumah,
kepadatan penduduk,gizi buruk, dan lainnya.

3) Manifestasi klinis
a. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin
b. Batuk kronik dengan pembentukan sputum purulent dan jumlah yang
sangat banyak
c. Dyspnea
d. Nafas pendek dan cepat
e. Anoreksia
f. Penurunan berat badan
g. Takikardia
h. Hypoksia
i. Sianosis
11
4) Klasifikasi
Berdasarkan global initative for chronic obstruktif lung disease ( GOLD ) tahun 2017 ,
PPOK klasifikasikan berdasarkan derajat , yaitu :
a. Derajat 0 ( berisiko )
Gejala klinis memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis , produksi sputum dan
dyspnea, terdapat paparan terhadap factor resiko , spirometri : normal.
b. Derajat I ( PPOK ringan )
Gejala klinis : dengan atau tanpa batuk , dengan atau tanpa produksi
sputum,sesak nafas derajat 0 sampai sesak derajat I, spirometri : FEV1/FVC <70
, FEV 1 >80% . spirometri merupakan tes fungsi paru yang mengukur persentase
dan derajat beratnya ostruksi aliran udara. Spirometri mengukur volume udara
ketika ekspirasi dari inspirasi maksimal (force vital capacity, FVC )dan volume
udara ketika ekspirasi selama satu detik pertama ( forced expiratory volume in
one second, FEV1).
c. Derajat II ( PPOK sedang )
Gejala klinis : dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi sputum,
sesak nafas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas). Spirometri FEV 1
< ,70% ; 50% < fev 1< 80%.
d. Derajat III ( PPOK berat )
Gejala klinis : sesak nafas derajat sesak 3 dan 4 , eksaserbasi lebih sering terjadi
, spirometri : FEV 1<70%;30%<fev1<50%
e. Derajat IV ( PPOK sangat berat )
Gejala klinis :pasien derajat 3 dengan gagal nafas kronik disertai komplikasi kor
pulmonal atau gagal jantung kanan , spirometri; FEV1/FVC<70%;FEV1<30%
Skala sesak berdasarkan gold tahun 2017 :
1. 0 = tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat
2. 1 = sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1
tingkat
3. 2 = berjalan lebih lambat karena merasa sesak
4. 3 = sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit
5. 4 = seak bila mandi atau berpakaian
(saftarina, anggraini, & ridho 2017 )

Table 2.1 klasifikasi penyakit PPOK menurut berbagai sumber.


Menurut keparahan Menurut kombinasi Menurut eksaserbasi akut
keterbatasan aliran penyakitnya
udara

12
1. GOLD 1 1. Asma penyakit jalan 1. Tipe I (eksaserbasi
(ringan): nafas obstruktif berat), memiliki 3
VEP1 ≥80% dimana trakea dan gejala yaitu, sesak
nilai prediksi bronkus berespon bertambah, produksi
dalam secara sputum meningkat,
hiperaktif terhadap perubahan warna
stimulasi tertentu. sputum (sputum
menjadi purulent)
2. Bronchitis kronis
2. GOLD 2 merupakan batuk 2. Tipe II (eksaserbasi
(sedang): produktif dan sedang), memiliki 2
50% ≤ VEP1 menetap minimal 3 dari 3 gejala
<80% nilai bulan secara eksaserbasi yaitu
prediksi berturut-turut dalam sesak
kurun waktu bertambah,produksi
sekurang-kurangnya sputum meningkat,
selama 2 tahun. perubahan warna
Bronkhitis kronis sputum (sputum
adalah batuk yang menjadi purulent)
hampir terjadi setiap
hari dengan disertai 3. Tipe III (eksaserbasi
3. GOLD 3 dahak selama tiga ringan), memiliki 1
(berat): bulan dalam stahun gejala ditambah
30% VEP1 dan terjadi minimal infeksi saluran napas

13
<50% nilai selama dua tahun atas lebih dari 5 hari,
prediksi berturut – turut. demam tanpa sebab
lain, peningkatan
3. Emfisema dalah batuk, peningkatan
perubahan struktur mengi atau
anatomi prenkim peningkatan
paru yang ditandai frekuensi
oleh pembesaran pernapasan > 20%
alveolus, tidak baseline, atau
4. GOLD 4 (sangat normalnya ductus frekuensi nadi >
berat): alveolar dan 20% baseline.
VEP1 <30% destruksi pada
nilai pediksi dinding alveolar.

Sumber GOLD(2020); Jackson(2014); PDPI(2016)

Klasifikasi dari penyakit PPOK lain :


A) Bronkitis kronik
Suatu kelainan saluran pernafasan yang digejalai oleh batuk berdahak yang kronik selama minimal 3
bulan dalam 1 tahun , minimal 2 tahun berturut-turut dan gejala tersebut bukan disebabkan oleh penyakit
lain.
B) Emfisema
keadaan anatomis paru yang mengalami kelainan ditandai dengan pelebaran jalan udara bagian distal
dari bronkiolus terminal dan disertai dengan kerusakan pada dinding alveoli (kapita selekta)
C) Asma bronkial
Asma bronkial adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai
ciri bronkospasme periodic (kontraksi spasme pasa saluran napas) terutama pada percabangan
trakeonronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor biochemial, endokrin,
infeksi, otonomik dan psikologi. Pada individu rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing,
sulit bernapas, dada sesak, dan batuk secara berulang, khususnya pada malam hari dan di pagi hari.

Skala sesak berdasarkan GOLD 2017 :


a. Skala 0 : tidak ada sesak terkecuali dengan aktivitas berat
b. Skala I : sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat
c. Skala II : berjalan lebih lambat karna merasa sesak
d. Skala III :sesak timbul bila berjalan 100m atau setelah beberama menit
e. Skala IV : sesak bila mandi atau berpakaian .

14
5) Patofisiologi

6) Komplikasi
a. Hipoksemia ( penurunan nilai PaO2 < 55 mmHg dengan nilai saturasi oksigen <85%)

b. Asidosis Respiratori (timbul akibat peningkatan PaCo2/ hyperkapnea)

c. Infeksi Respiratori ( infeksi peradangan akut disebabkan karena peningkatan produksi


mukus dan rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa )

d. Gagal jantung

e. Cardiac disritmia (timbul karena hypoksemia, efek obat atau asidosis respiratori)

f. Status asmatikus ( komplikasi mayor berhubungan dengan asma).

15
7) Penatalaksanaan dan terapi
a. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Rehabilitasi
Pada pasien PPOK dapat dilakukan rehablitasi, ada beberapa teknik lebih afektif
dari lainnya tetapi semuanyaberpotensi membantu, teknik control pernapasan, fisioterapi
dada, terapi okupasional, latihan olahraga, latihan otot pernapasan. Program aktivitas
olahraga yang dapat dilakukan oleh penderita PPOK antara lain: sepeda ergometri, latihan
treadmill atau berjalan diatur dengan waktu, dan frekuensinya dapat berkisar dari setiap
hari sampai setiap minggu. Latihan bertujuan untuk meningkatkan kebugaran dan 14
melatih fungsi otot skeletalagar lebih efektif, dilaksanakan jalan sehat.
2. Konseling nutrisi
Malnutrisi adalah umum pada pasien PPOK dan terjadi pada lebih dari 50% pasien
PPOK yang masuk rumah sakit. Insiden malnutrisi bervariasi sesuai dengan derajat
abnormalitas pertukaran gas. Perlu diberikan hidrasi secukupnya (minum air cukup : 8-10
gelas sehari), dan nutrisi yang tepat, yaitu diet kaya protein dan mencegah makanan berat
menjelang tidur. Susu dapat menyebabkan sekresi bronkus meningkat, sebaiknya dicegah
3. Penyuluhan
Penyuluhan tentang bahaya merokok merupakan penyuluhan yang tepat pada
kasus ini, dikarenakan faktor penyebab yang sering terjadi dari PPOK. Berhenti merokok
adalah metode tunggal yang paling efektif dalam mengurangi resiko terjadinya PPOK dan
memperlambat kemajuan tingkat penyakit .
4. Aktivitas fisik
Rehabilitasi paru, termasuk pendekatan dengan bukti manfaat yang jelas berbasis
masyarakat masyarakat dan rumah dengan bukti manfaat yang jelas. Ada bukti bahwa
aktivitas fisik menurun pada pasien PPOK, hal ini disebabkan karna ketidakefektifan pola
nafas yang menjadi faktor predisposisi. Komponen rehabilitasi paru dapat bervariasi
meliputi pelatihan olahraga terstrukturdan terawasi, penghentian merokok, konseling gizi
dan Pendidikan manajemen diri.
5. Perawatan paliatif
Tujuan dari perawatan paliatif ini adalah untukmeringankan penderitaan pasien dan
keluarga mereka dengan penilaian komprehensif dan pengobatan gejala fisik,psikososial,,
dan spiritual yang dialami oleh pasien.

16
6. Dukungan nutrisi
Untuk pasien mal nutrisi dengan suplementasi nutrisi pasien PPOK
direkomendasikan. Ini didasarkan pada temuan tinjauan sistematis efek positif pada berat
badan, massa lemak, dan massa bebas lemak ketika suplementasinutrisi diberikan sendiri
kepada pasien PPOK (terutama jika kurang gizi).

7. Vaksinasi

Vaksinasi influenza, vaksinasi pneumokokus, PPSV23 .


b. Penatalaksanaan kolaboratif
Berikut merupan penatalaksanaan kolaboratif dari beberapa sumber GOLD(2020);
Maranatha Daniel(2010):
1) Bronkodilator
Merupakan obat yang meningkatkan FEV1 dan atau mengubah variable
spirometri lainnya.Bronkodilator bekerja dengan cara melebarkan bronkus
(saluran pernapasan) dan merelaksasi otot-otot pada saluran pernapasan
sehingga proses bernapas menjadi lebihringan dan lancar. Obat ini sering
diberikan pada orang yang memiliki keluhan napas berat. Bronkodilator
yang sering digunakan untuk pengobatan PPOK adalah :
a) Agonis beta 2: salbutamol, terbutaline, fenoterol
b) Antikolinergis: ipratropium bromide, tiotropiumbromide
c) Derivate santin : aminofilin, teofilin
Berdasarkan waktu kerjanya, bronkodilator dibagi menjadidua, yaitu reaksi
cepat dan reaksi lambat. Bronkodilator reaksi cepat diberikan untuk
seseorang yang mengalami gejala sesak napas secara tiba-tiba. Sedangkan
bronkodilator reaksi lambat biasanya ditujukan untuk mengontrol gejala
sesak napas pada penderita penyakitparu-paru kronis atau asma.
2) Kortikosteroid
Pengobatan regular (teratur) dengan inhaled corticosteroid (ICS) tidak
mempengaruhi penurunan janga Panjang FEV1 pada pasien PPOK.
Namun pengobatan regular dengan ICS sudah tepat untuk pasien PPOK
simptomatik dengan FEV1 <50% prediksi (stadium III dan IV).
Pengobatan ini terbukti mengurangi frekuensi eksaserbasi dan
memperbaiki status kesehatan.

17
3) Mukolitik
Beberapa pasien dengan sputum yang kental mukolitik sangat
bermanfaat.Obat ini bekerja dengan cara menghambat kerja sel yang
menghasilkan dahak atau
mukus, sehingga menghasilkan dahak yang tidak kental dan mudah untuk
dikeluarkan.
4) Anti oksidan
Anti oksidan khususnya N-acetylcysteine telah menunjukkan manfaatnya
menurunkan frekuensi eksaserbasi dan mempunyai peran dalam terapi
pada penderita dengan eksaserbasi berulang.
5) Antibiotik
Tidak dianjurkam kecuali untuk terapi eksaserbasi infeksius dan infeksi
bakteri lain.
6) Antiinflamasi
Keterbatasan aliran udara tersebut umumnya bersifat progresif dan
dikaitkan dengan respons inflamasi abnormal oleh paruterhadap gas dan
partikel berbahaya.5 Patogenesisterbaru menyatakan bahwa inflamasi
yang terjadipada PPOK tidak hanya terbatas pada saluran napasdan
parenkim paru, namun merupakan inflamasisistemik yang melibatkan
sistem lain, terutamasistem kardiovaskular. Oleh karena itu,
pendekatanterapi PPOK saat ini mencakup dua aspek. Pertama,supresi
inflamasi paru untuk mencegah penyakitsistemik akibat “spillover”
mediator inflamasi dariparu ke sirkulasi sistemik. Kedua,
mengobatipenyakit sistemik dan mengamati apakah hal tersebut mampu
mengurangi gambaran penyakitparu PPOK.6 Salah satu agen terapi yang
didugamampu memengaruhi kedua hal tersebut adalah statin.
7) Terapi oksigen
Pada eksaserbasi akut PPOK, hiperkapnia lebih seringterjadi diabndingkan
dengan hipoksemia, tetapi keduanya dapat terjadi bersamaan. Terapi
oksigen jangka Panjang diindikasikan untuk pasien stabil yang memiliki:
a) PaO2 pada atau < 7,3 kPa(60mmHg), atau SaO2 sebesar 88%, dengan
atau tanpa hiperkapnia yangdikonfirmasi dua kali selama periode tiga
minggu; atau

18
b) PaO2 antara 7,3 kPa(55mmHg) dan 8,0 kPa(60 mmHg), atau SaO2
sebesar 88%, jika ada bukti hipertensi paru, edema perifer yang
menunjukkan gagal jantung kongestif, atau polisitemia (hematokrit
>55%)
Setelah ditempatkan pada terapi oksigen jangka Panjang, pasien harus dievaluasi kembali
setelah 60 hingga 90hari dengan gas darah arteri berulang atau saturasi oksigen sambal
menginspirasi tingkat oksigen atau udararuangan yang sama untuk menentukan apakah
oksigen merupakan terapi.

8) PENCEGAHAN
a.mencegah terjadinya PPOK dengan menghindari asap rokok, hindari polusi udara,
hindari infeksi saluran pernafasan berulang.
b.mencegah perburukan PPOK dengan berhenti merokok , gunakan obat-obatan
adekuat. Strategi yang dianjurkan oleh public health service report USA adalah :
 Ask, lakukan identifikasi perokok pada setiap kunjungan
 Advice , terangkan tentang keburukan / dampak merokok sehingga pasien di
desak mau berhenti merokok
 Assess , yakinkan pasien untuk berhenti merokok
 Assist , bantu pasien dalam berhenti merokok
 Arrange, jadwalkan kontak usaha berikutnya yang lebih intensif bila usaha
pertama masih belum memuaskan.

B. Konsep dasar keperawatan


a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien. Tahap pengekajian merupakan dasar utama
dalam memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh
karena itu pengkajian yang benar, akurat, lengkap, dan sesuai dengan kenyataan sangat
penting dalam merumuskan suatu diagnosis keperawatan dan dalam memeberikan
asuahn keperawatan sesuai dengan responsindividu, sebagaimana yang telah ditentukan
dalam standar praktikkeperawatan dari American Nursing Association (ANA) menurut
(Effendy 1995, dalam Dermawan, 2012)
a. Identitas klien
Pada klien penderita PPOK penyakit ini banyak diderita pada klien laki laki dari
pada wanita, diantara usia> 40 tahun. Klien PPOK biasanya bekerja sebagai

19
karyawan pabrik rokok dan karyawanpabrik furniture.
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama: keluhan yang sering pada klien Penyakit Paru Obstruktif
Kronis yaitu: batuk, dahak dan sesak nafas merupakan keluhan yang sering
dilaporkan penderita PPOK. Batuk biasanya timbul sebelum atau bersamaan
dengan sesak nafas. Dahak umumnya tidak banyak hanya beberapa sendok
teh per hari., bersifat mukoid namun menjadi purulent pada keadaan infeksi.
Sesak nafas terutama waktu mengerahkan tenaga, bila penyakit progresif
bergerak sedikit sudah sesak. Sesak pada penderita PPOK terjadi akibat
hiperinflasi dinamik yang bertambah berat dengan peningkatan jumlah nafas
(respiration rate), sebagai konsekuensinya untuk menghindari sesak banyak
pasien menghindari pengerahan tenaga dan menjadi terpaku di tempat tidur
atau duduk.
2. Tanda-tanda vital: suhu badan, frekuensi pernafasan, pola pernafasan, frekuensi
nadi,berat badan, tekanan darah.
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat sebelumnya seperti bronchitis
kronis,asma,TBC, riwayat penggunaan obat-obatan.
d. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pasien biasanya di dapatkanpeningkatan
tubuh secara signifikan,frekuensi nafas meningkat disertai sesak nafas dan
terdapat sputum pada jalan nafas, denyut nadi meningkat, dan tekanan darah
biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.
2. Breathing
a. Inspeksi
Pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatanusaha dan
frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot
bantu napas (sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya dapat
terlihat klien mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang
terperangkap, penipisanpenipisan massa otot, bernapas dengan bibir yang
dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut,
dispnea terjadi pada saat beraktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan

20
sehari-hari seperti makandan mandi.Pengkajian batuk produktif dengan
sputum purulen disertai dengan demam mengindikasikan adanya tanda
pertama infeksi pernafasan.
a) Palpasi
Pada palpasi ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun
b) Perkusi
Pada pasien PPOK biasanya didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma mendatar atau menurun
c) Auskultasi
 Suara nafas vesikuler normal atau melemah
 Terdapat bunyi ronchi atau wheezing pada waktubernafas atau saat
ekspirasi biasa
2) Brain
Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu, perlu
pemeriksaan GCS untuk menentukan tingkat kesadaran pasien apakah
komposmentis, somnollen, ataukoma.
3) Blood
Perawat perlu memonitor dampak PPOK pada status kardiovaskuler meliputi
keadaan hemodinamik seperti nadi,tekanan darah dan CRT.
4) Bledder
Pengukuran output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria, karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok.
5) Bowel
Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri dan tanda-tanda infeksi, mengingat hal
tersebut dapat merangsang serangan PPOK. Pengkajian tentang status nutrisi
paisen meliputi jumlah, frekuensi dan kesuliatn-kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan nutrisinya.
6) Bone
Dikaji adanya edema pada ekstermitas, tremor, dan tanda- tanda infeksi pada
ekstermitas karena dapat merangsang serangan PPOK. Pada integument perlu
dikaji adanya permukaan yang kasar,kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan

21
adanya bekas atau tanda urtikaria ataudermatitis. Perlu dikaji tentang bagaimana
tidur dan istirahat
pasien yang meliputi berapa lama istirahat dan tidur pasien, serta berapa besar
akibat kelelahan yang pasien alami.
b. Pemeriksaan penunjang
Menurut Maranatha Daniel(2010);Muttaqin (2014) pemeriksaan penunjang pada
pasien PPOK meliputi:
1) Uji fungsi paru
Pada pasien PPOK uji fungsi paru dapat menunjukkan keterbatasan alira udara
yang merupakan hal yang paling penting secara diagnostik. Hal ini biasanya
dilakukanmenggunakan laju aliran ekspresi puncak (peak expiratory flow PEF).
Pada beberapa kasus diaman PPOK dicurigai, perlu dipertimbangakan untuk
menggunakan peak expiratory flow pediatrik.Ini bermanfaat untuk mencatat
volume keluaran yang lebih kecil dengan menyediakan skala tepat untuk akurasi
yang lebih baik.Hal ini sangat berguna jika sebelumnya peak expiratory flow
dewasa menunjukkan angka 15 lebih rendah danberubah-ubah atau jika pasien
mengalami kesulitan mendapatkan mulut disekitar mouthpiece pada peak
expiratory flow dewasa. Penting untuk dicatat bahwa, sementara nilai laju aliran
ekspirasinpuncak yang normal saja tidak dapat menyingkirkan diagnosis PPOK,
nilai FEV1 normal yang diukurdengan spirometer akan menyingkirkan diagnosis
PPOK (Francis, 2008). Pengukuran fungsi paru pada pasien PPOK diantaranya
akan terdapat kapasitas inspirasi menurun, volume residu meningkat pada
emfisema, bronchitis kronis, dan asma, FEV1 selalu menurun, FCV awal normal
dan menurun pada bronchitis serta asma.
2) Spirometri
Merupakan alat kuantitatif yang kuat saat uji reversibilitas digunakan untuk
mematstikan diagnosis yang tepat. Spirometri merupakan gold standard diagnosis
PPOK. FEV1/FVC > 70% pasca bronkodilator menunjukkan hambatan aliran
udara yang tidak reversible sempurna.
3) Analisa gas darah
Di rumah sakit pemeriksaan gas darah penting sekali untuk menilai berat-ringan
(severity) eksaserbasi. PaO2 < 60 mmHg dan atau SaO2<90% dengan atau tanpa
PaCO2 > 50 mmHg waktu bernafas dengan udara kamar menunjukkan gagal

22
nafas. Penderita dengan PaO2 < 50 mmHg, PaO2 > 70 mmHg dengan Ph < 7,30
mengarah pada episode eksaserbasi yang mengancam jiwa dan perlu monitoring
yang baik atau penatalaksanaan di ruang perawatan intensif.
4) Pemeriksaan Laboraturium
a) Hemoglobin dan hematokrit meningkat pada polisitemiasekunder
b) Jumlah sel darah merah meningkat
c) Eosinofil dan total IgE serum meningkat.
d) Pulse oksimetri : SaO2 oksigenasi menurun.
e) Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretic
5) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan gram kuman atau kultur adanya infeksi campuran. Kuman pathogen
yang biasa ditemukan adalah Strepcocus pneumoniae,Haemophylus influenza,
dan Moraxella catarrhali
.Pewarnaan dan biakan sputum berguna untuk mendiagnosis bronchitis kronis
dan untuk mengevaluasi eksaserbasi akut PPOK
6) Pemeriksaan radiologi
a) Foto thoraks
PPOK merupakan diagnosis fungsional sehingga foto thoraks hanya dapat
memberi arah diagnosis PPOK. Trias overinflasi,oligemia, bula merupakan
pola arterial defisiensi paling sering berhubungan dengan emfisema dan
peningkatan pulmonary marking yang menyerupai dirty chest dijumpai
pada bronchitis kronis. Tanda overinflasi terbaik adalah diafragma mendatar
dengan permukaan superior konkaf, tanda lain yaitu peningkatan lebar ruang
retrosternal, tetapi ini kurang sensitive.
b) CT scan
Dapat memberikan gambaran parenkrim paru lebih baik dari foto thoraks.
Resolusi tinggi yang dipakai dengan lebar irisan1,0-2,0 mm dapat memberi
gambaran langsug area emfisematus.

23
2. Diagnosa keperawatan
Berikut ini merupakan diagnosa keperawatan yang muncul dari pasien PPOK dari
berbagai sumber; Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia (2017); wartonah
(2011):
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan sekresi,
merokok/perokok pasif,, spasme jalan nafas ditandai dengan:
Ds: klien mengatakan “batuk berdahak, susah mengeluarkan dahak”
Do: klien terlihat batuk, suara serak, pemeriksaan auskultasi paru terdengar suara
ronchi
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perkusi, perubahan membrane kapiler alveolar ditandai dengan:
Ds: klien mengatakan “sesak nafas, nafas terasa berat,susah tidur, batuk-batuk”
Do: klien terlihat sesak, takipnea, menggunakan otot bantu pernafasan, nafas
menggunakan cuping hidung.

24
3. Perencanaan Keperawatan
Tabel 2.2 Perencanaan Keperawatan

NO Diagnosa keperawatan SDKI Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan SIKI
SLKI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan Manajemen
penyebab :
intervensi keperawatan jalan napas:
Fisiologis :
1. Spasme jalan nafas selama 1 x 24 jam Observasi :
2. Hipersekresi jalan nafas diharapkan bersihan jalan - Monitor pola nafas (
3. Disfungsi neuromuskuler nafas menjadi efektif frekuensi, kedalaman,
4. Proses infeksi
5. Benda asing dalam jalan nafas dengan kriteria hasil : usaha nafas )
6. Respon alergi a.batuk efektif dari skala 2 - Monitor bunyi nafas

Situasional : menjadi 4 tambahan


1.merokok aktif b. produksi sputum dari - Monitor sputum
2.merokok pasif.
skala 3 menjadi 5 Terapeutik :
c. frekuensi nafas dari a.posisikan semi fowler atau
skala 3 menjadi 5. fowler
b.berikan minuman hangat
c.lakukan fisioterapi dada
jika perlu
d. berikan oksigen
edukasi :
a.anjurkan asupan cairan
2000ml./hr
b.ajarkan batuk efektif
kolaborasi :
pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik

25
NO Diagnosa keperawatan SDKI TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI KEPERAWATAN
HASIL SLKI SIKI
Setelah dilakukan intervensi Pemantauan respirasi
2 Gangguan pertukaran gas selama 2 x 24 jam diharapkan
. penyebab Observasi :
1.Ketidakseimbangan ventilasi perfusi gangguan pertukaran gas
a. Monitor frekuensi, irama,
- Perubahan membran berkurang dengan kriteria hasil :
a.tingkat kesadaran dari skala 5 kedalaman dan upaya
kapiler alveolar.
tetap pada skala 5 nafas
b. nafas cuping hidung dari b. Monitor pola nafas
.
skala 3 menjadi skala 5 c. Monitor adanya produksi
c. takikardi dari skala 5 menjadi sputum
3 d. Monitor adanya sumbatan jalan
d. pola nafas dari skala 3 nafas
menjadi 5 e. Auskultasi bunyi nafas
f. Monitor saturasi oksigen
g. Monitor AGD

Terapeutik :
a. Atur pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi :
a. jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b. informasi hasil pemantauan.

26
27
4. Pelaksanaan keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai
tujuan yang spesifik.Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi
disusun dan ditujukan pada nursing orders untukmembantu klien mencapai
tujuan yang diharapkan.Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang memengaruhi masalah
kesehatan klien
Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi :
1) Tindakan mandiri (independent)
Adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan dan
keputusan sendiri bukan merupakan petunjuk atau perintah petugas
kesehatan lain
2) Tindakan kolaborasi
Adalah tindakan yang dilakukan atas dasar hasil keputusan
bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain.

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi dapat dialkukan pada tahap proses dan tahap akhir. Evaluasi
menilai perubahan status kesehatan pasien sebagai hasil dari intervensi
keperawatan. Indicator evaluasi tahap proses diantaranya tidak ada
sesak, ronchi, perubahan kualitas makan.

28
BAB III
TINJAUAN KASUS
Dalam bab ini penulis akan menyelesaikan sebuah laporan kasus “Asuhan
Keperawatan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pada klien Tn.D Dengan
Gangguan Sistem Pernafasan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Paviliun
Marwah Atas Rs. Islam Jakarta Cempaka Putih”. Proses pelaksanaan Asuhan
Keperawatan selama tiga hari pada tanggal 07 – 09 Maret 2020. Dalam melengkapi
data ini penulis melakukan wawancara dengan pasien, keluarga pasien, tim perawat
ruangan, selain itu juga memperoleh data-data dari catatan medis,catatan
keperawatan dan didapatkan hasil observasi langsung serta pemeriksaan fisik.

A. Pengkajian
1. Idenditas
Nama Pasien :Tn.D
No.RM : 0115330
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Diponegoro, Gg IV No 3, Batu Malang
Care Giver : istri
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal MRS : 7 Oktober 2022
Tanggal Pemeriksaan : 8 Oktober 2022

2. Resume kasus
Tn. D usia 33 th. datang ke IGD dengan keluhan sesak. Pasienmengatakan,
sesak yang dirasakan seperti memenuhi seluruh bagian dada dan bertambah
berat saat pasien berjalan selama beberapa menit. Keluhan tetap tidak membaik
meskipun dilakukan perubahan posisi tubuh. Sesak dirasakan sampai
mengganggu aktivitas pasien. Sekala sesak yang dirasakan mencapai skala II.
Selain sesak, pasien juga mengeluh batuk yang terus menerus disertai dahak
berwarna putih, pasien juga mengeluh demam saat menjelang malam hari. Dari
hasil pemeriksaan TTV TD : 130/80 mmHg, N : 102 x/menit, RR : 28 x/menit,

29
Sh : 38,50 C, Spo2 : 96%. Data penunjang yang di dapatkan pada tanggal 7
oktober 2022 dari igd, dari hasil Lab menunjukkan Leu 20 rb , Ht

30
39,1 , Tr 250 rb , SGOT 20,5 U/L , SGPT 34,2 U/L, Ur 13 mg/dl , Cr 0,82 mg/dl.
Gds 184 mg/dl, Na 142 mmol/L, K 3,8 mmol /L, cl 97mmol/L, terpasang O2 5
Lpm terdengar ronchi saat di auskultasi. Pasien memiliki kebiasaan merokok
selama 10 tahun terakhir . Hasil rontgent thorax kesan : atelektasis lobus atas
paru kanan, ppok eksaserbasi akut .
3. Data dasar
Riwayat keperawatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan pasien tanggal 07 oktober 2022 adalah pasien sesak. Pasien
mengatakan sesak yang dirasakan seperti memenuhi seluruh bagian dada
dan bertambah berat saat pasien berjalanselama beberapa menit. Keluhan
tidak membaik meskipun sudah dilakukan perubahan posisi tubuh. Sesak
dirasakan sampai mengganggu aktifitas pasien.skala sesak yang dirasakan
sampai skala II. Sealain sesak pasien juga mengeluh batuk yang terus
menerus disertai dahak berwarna putih, pasien juga mengeluh demam saat
menjelang malam hari. Data penunjang yang di dapatkan pada tanggal 7
oktober 2022 dari igd, dari hasil Lab menunjukkan Leu 20 rb , Ht 39,1 , Tr
250 rb , SGOT 20,5 U/L , SGPT 34,2 U/L, Ur 13 mg/dl , Cr 0,82 mg/dl. Gds
184 mg/dl, Na 142 mmol/L, K 3,8 mmol /L, cl 97mmol/L, terpasang O2 5
Lpm terdengar ronchi saat di auskultasi. Hasil rontgent thorax kesan
: atelektasis lobus atas paru kanan, ppok eksaserbasi akut .
2) Riwayat penyakit masa lalu
Pasien mengatakaan memiliki Riwayat merokok 10 tahun.
3) Riwayat Kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini.

31
4) Pola kebiasaan
1) Pola nutrisi
- Sebelum sakit:
Tn.D makan 3 kali sehari dengan porsi yang dihabiskan
1 porsi tidak ada makanan yang tidak disukai, serta tidak
ada alergi terhadap makanan, nafsu makan baik. Pasien
makan dengan komposisi nasi, lauk pauk, sayur mayur setiap
hari
- Setelah sakit
Pasien makan 3 kali sehari disediakan dari rumah sakit dengan
porsi yang dihabiskan hanya ½ porsi.
2) Pola eliminasi
- Sebelum sakit:
Pasien BAK 5 kali sehari dengan konsistensi kuning jernih,
tidak ada keluhan dalam berkemih. Pasien BAB 1 kali sehari
dengan warna kuning konsistensi setengah padat dan tidak ada
keluhan
- Setelah sakit
Pasien BAK 6 KALI sehari dengan warna kuning pekat, tidak
ada keluhan saat berkemih, tidak menggunakan alat bantu
berkemih. Pasien BAB 1 kali sehari dengan warna kuning
konsistensi setengah padat
3) Personal hygne
- Sebelum sakit
Pasien mandi 2 kali sehari setiap pagi dan sore hari,
menggosok gigi 2 kali sehari, mencuci rambut 2 hari sekali.
- Setelah sakit
Pasien mandi 1 hari sekali setiap sore, menggosok gigi 2 kali
sehari,belum cuci rambut selama dirawat.Pasien melakukan
mandi dan menggosok gigi secara mandiri.

4) Pola istirahat dan tidur


- Sebelum sakit
Lama tidur siang pasien 3 jam/ hari . lama tidur malam 6-7
32
jam/hari, dan tidak ada pola kebiasaan khusus pasien saat tidur

33
- Setelah sakit
Lama tidur siang pasien 3 jam/hari. Lama tidur malam 5-6
jam/hari. Dan pasien bisa tidur nyenyak karena batuk tidak
terlalu aktif
5) Pola kebiasaan
- Sebelum sakit
Pasien merokok 10 thn terakhir ini. Tidak minum-minuman
keras, dan tidak menggunakan narkoba. Apabila saaat batuk,
pasien menutupnya dengan tissue atau kain kecil.
- Sesudah sakit
Pasien tidak merokok. Tidak minum-minuman keras, dan tidak
menggunakan narkoba. Apabisa saat batuk pasien menutupnya
dengan tissue.
6) Pengkajian fisik
a) Pemeriksaan umum
Kesadaran komposmetis, GCS 15 E4M6V5 keadaan umum
sakit sedang, Data penunjang yang di dapatkan pada tanggal 7
oktober 2022 dari igd, dari hasil Lab menunjukkan Leu 20 rb , Ht
39,1 , Tr 250 rb , SGOT 20,5 U/L , SGPT 34,2 U/L, Ur 13 mg/dl ,
Cr 0,82 mg/dl. Gds 184 mg/dl, Na 142 mmol/L, K 3,8 mmol /L, cl
97mmol/L, terpasang O2 5 Lpm terdengar ronchi saat di
auskultasi. Pasien memiliki kebiasaan merokok selama 10 tahun
terakhir . Hasil rontgent thorax kesan : atelektasis lobus atas paru
kanan, ppok eksaserbasi akut .
b) Sistem penglihatan
Posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan bola
mata normal, konjungtiva anemis, kornea normal, sklera
ananemis,fungsi penglihatan kurang baik, pasien
menggunakan kaca mata plus 2 dan tidak memakai lensa
kontak, reaksi terhadap cahaya baik atau normal. Tidak
ditemukan tanda-tanda peradangan pada 41uscul penglihatan

34
c) Sistem pendengaran
Daun telinga pasien normal, telinga bersih, kondisi telinga
pasien normal tidak ada cairan yang keluar ditelina pasien,
perasaan penuh ditelinga tidak ada, fungsi pendengaran
normal, tidak terjadi gangguan keseimbangan dan pasien tidak
menggunakan alat bantu dengar.
d) Sistem wicara
Pasien berbicara dengan normal dan tidak mengalami
gangguan.
e) Sistem pernafasan
Hasl pemeriksaan fisik RR: 28 x/menit, terdengar suara ronchi,
jalan nafas tidak bersih, ada sumbatan sputum, pasien sesak.
Pasien nafas menggunakan nasal kanul 5 Lpm, ada batuk
produktif, disertai dahak berwarna putih. Hasil pemeriksaan
Rotgen thorax kesan atelektasis lobus atas paru kanan, PPOK
eksaserbasi akut.
f) Sistem kardiovaskuler
- Sirkulasi perifer:
Nadi pasien 102 x/menit, tekanan darah 130/80 mmHg tidak
ada distensi vena jugularis, dengan temperature hangat, warna
kulit pucat.
- Sirkulasi jantung
tidak terdapat kelainan jantung, tidak ada nyeri dada.
g) Sistem hematologi
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 12,7 g/Dl, Ht
39,1%, Leukosit 20.000 trombosit 250.000, ur 13 cr 0,82mg/dl,
gds 184 mg/dl, Na 142 mmol/l kalium 3,8 mmol/l, clorida 97
mmol/l pucat dan tidak ada perdarahan.

h) Sistem saraf
Pasien tidak ada keluhan pusing, tingkat kesadaran
komposmentis GCS : 15, E : 4, M : 6, V : 5, tidak ada tanda-
tanda peningkatan TIK
i) Sistem pencernaan

35
Keadaan umum pasien gigi tidak caries, tidak menggunakan
gigi palsu, tidak ada stomatitis, lidah terlihat bersih, abdomen

36
lembek, hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan Hb 12,7
g/Dl, GDS 184 mg/Dl.
j) Sistem endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, nafas pasien tidak
berbau keton dan tidak ada luka ganggren.
k) Sistem urogenital
Pola eliminasi tidak ada gangguan, kebiasaan buang air kecil
5-6 kali/ hari dalam batas normal, warna kuning pekat, tidak
ada distensi kandung kemih, tidak ada nyeri pinggang.
l) Sistem integumen
Turgor kulit baik tetapi tempratur hangat, warna kulit sedikit
pucat, keadaan kulit utuh, tidak ada kelainan pada kulit pasien,
keadaan rambut baik dipenuhi dengan rambut uban, bersih.
Pada daerah pemasangan infus tidak ada tanda-tanda infeksi,
tetesan infus lancar.
m) Sistem musculoskeletal
Pasien tidak mengalami gangguan gerak, tidak ada kelainan
struktur tulang belakang, keadaan tonus otot baik. Ketika
beraktifitas seperti berjalan pasien terkadang masih dibantu
oleh keluarganya.

37
7) Pemeriksaan penunjang
a) Hasil pemeriksaan rotgen thorax pada tanggal 07 oktober
2022 kesan atelectasis lobus atas paru kanan
b) Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 07 oktober 2022

Table 3.1 Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 07 oktober 2022

No Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan


1. Hb 12,7 11,7-15,5 g/Dl
2. Leukosit 20 3,60-11,00 10³/µL
3. Hematokrit 39,1 35-47 %
4. Trombosit 250 150-440 10³/µL
5. Ureum darah 13 10-50 mg/dl
6. Kreatinin Darah 0,85 <1,5 Mg/dl
7. Natrium (Na) Darah 142 135-145 Mmol/
8. Kalium (K) Darah 3,8 3,5-4,5 mmol/
9. Klorida © Darah 97 100-106 mmol/
10. Glukosa Darah Sewaktu 184 100-185 mEq/L

4. Data fokus
Tabel 3.5 Data Fokus
Data Objektif Data Subjektif Masalah
- Kesadaran composmentis Klien mengatakan: sesak, Gangguan
- GCS 15 E4M6V5 nafas terasa berat, riwayat
pertukaran
- Terpasang O2 5 Lpm merokok selama 10 tahun
- Leukosit 20.000 gas
- RR 28 x/mnt
- SPO2 96%
- Hasil Rontgen thoraks
AP : atelektasis lobus
atas paru kanan, PPOK
eksaserbasi akut

38
- Tampak batuk Klien mengatakan: batuk Bersihan
- Rr 28 x/mnt terus menerus , pada saat jalan nafas
- Saat diauskultasi
terdengar suara ronchi, batuk dahak berwarna putih tidak efektif
sputum tampak berwarna
putih

39
5. Analisa data
Tabel 3.6 Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1. Ds: Gangguan Ventilasi perfusi
Klien mengatakan: sesak, pertukaran gas
nafas terasa berat, riwayat
merokok selama 10 tahun
Do:
- Kesadaran
composmentis
- GCS 15 E4M6V5
- Terpasang O2 5 Lpm
- Leukosit 20.000
- RR 28 x/mnt
- SPO2 96%
- Hasil Rontgen thoraks
AP : atelektasis lobus
atas paru kanan, PPOK
eksaserbasi akut
-

2. Bersihan jalan Sekresi yang tertahan


Ds :
nafas tidak
Klien mengatakan: batuk
efektif
terus menerus , pada saat
batuk dahak berwarna
putih

Do:
- Tampak batuk
- Rr 28 x/mnt
Saat diauskultasi
terdengar suara ronchi,
sputum tampak berwarna
putih.

40
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat di tegakkan pada pasien Tn. D berdasarkan data
meliputi:

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perfusi

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan

C. Perencanaan Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan, maka rencana
keperawatan yang dirumuskan adalah:
Tabel 3.7 intervensi bersihan jalan nafas
Diagnosa keperawatan (SLKI) Tujuan dan (SIKI) Rencana Tindakan
(SDKI ) kriteria hasil

41
1. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Observasi :
1. monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
gas b.d tindakan keperawatan
upaya napas /3jam
ketidakseimbangan kepada Tn.D selama 2. monitor adanya sumbatan napas/3jam
3. aukskultasi bunyi napas
ventilasi perfusi. 3x24 jam diharapkan
4. monitor saturasi oksigen
Dibuktikan dengan : pertukaran gas Terapeutik:
1. pertahankan kepatenan jalan napas
a. Sesak bertambah meningkat dengan
2. berikan oksigen tambahan
b. RR 28 x/ mnt kriteria hasil : Kolaborasi :
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
c. Nd 102 x/mnt a. Sesak berkurang
- Kaji kemampuan
d. Spo2 96 % b. RR 20 x/mnt
e. Terdengar suara c. Suara nafas normal
ronchi saat d. Spo2 99%-100%
diauskultasi e. Skala sesak 0
f. Skala sesak II

2. bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Observasi :


1. monitor pola nafas/6jam
tidak efektif b.d sekresi tindakan keperawatan 2. monitor bunyi nafas/6jam
yang tertahan selama 1x 24 jam 3. identifikasi kemampuan batuk/6jam
4. monitor sputum ( jumlah, warna,
Dibuktikan dengan : aroma)
diharapkan bersihan
a. batuk disertai sesak 5. monitor tanda dan gejala
jalan nafas teratasi Infeksi saluran nafas
b.sputum berlebih Terapeutik :
dengan kriteria hasil :
c. saat di auksultasi 1. posisikan semi fowler
1. produksi sputum 2. berikan minuman air hangat
terdengar ronchi 3. berikan oksigen jika perlu
menurun Edukasi :
d. Rr 28x/menit
2. Rr 20-22x/mnt Ajarkan tekhnik batuk efektif
Kolaborasi:
3. sesak berkurang Kolaborasi pemberian obat

42
4. skala sesak 0-1

43
DAFTAR PUSTAKA

Black J.M & Hawks J.H. (2014). Keperwatan Medikal Bedah. Edisi 8-Buku 3. Jakarta: Salemba
Medika.

Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia.(2017). Rencana Asuhan Keperawatan Medical Bedah


: Diagnosis NANDA-1 2015 – 2017 INTERVENSI NIC hasil NOC. Jakarta : EGC

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). (2020).Global Strategy forthe
Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
GOLD. USA.

PDPI.( 2016). Penyakit Paru Obstruktif Kronik Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia
2016

WHO World Health Statistics 2015: World Health Organization; 2015.Wibisono, Jusuf, dkk.(2010).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair.

Buku SLKI, SDKI dan SIKI PPNI

44
45

Anda mungkin juga menyukai