KEGAWATDARURATAN
“Asuhan Keperawatan Kronik Anak dan Keluarga dengan Ganggaun pada Sistem
Neurologi (Hidrosefalus, Kejang Demam dan Cerebral Palsy)”
Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak Anak Kasus Kronis Dan
Kegawatdaruratan
Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh:
Mariana Meilania Galis (132111123040)
Titien Mulyaningsih (132111123041)
Natasya Nadia Nandari (132111123051)
Guguk Sedyofiatno (132111123052)
Clara Felicia Regina F (132111123053)
Erna Dwi Nur'aini (132111123074)
Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Kronik Anak dan Keluarga dengan Ganggaun pada Sistem Neurologi
(Hidrosefalus, Kejang Demam dan Cerebral Palsy”. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Anak Kasus Kronis dan Kegawatdaruratan.
Makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari beberapa pihak oleh karena itu,
pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Praba Diyan Rachmawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing.
2. Teman-teman kelompok 2 atas semangat dan kerja sama dalam menyelesaikan
makalah ini.
3. Teman-teman angkatan B25 kelas AJ2 atas motivasi yang diberikan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif. Kami berharap
makalah ini bermanfaat bagi pembaca terutama yang berkecimpung di dunia pendidikan.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Manfaat Penulisan 3
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1. Konsep Penyakit Hidrosefalus
2.1.1. Definisi Penyakit
2.1.2. Anatomi dan Fisiologi Aliran CSS (Cairan Serebrospinal)
2.1.3. Etiologi
2.1.4. Manifestasi Klinis
2.1.5. Patofisiologi
2.1.6. Penatalaksanaan Keperawatan
2.1.7. Komplikasi
2.1.6. Konsep Asuhan Keperawatan
2.2. Konsep Penyakit Kejang Demam
2.2.1. Definisi Penyakit
2.2.2. Etiologi
2.2.3. Manifestasi Klinis
2.2.4. Patofisiologi
2.2.5. Pathway
2.2.6. Klasifikasi
2.2.7. Konsep Asuhan Keperawatan
2.3. Konsep Penyakit Cerebral Palsy
2.3.1. Definisi Penyakit
2.3.2. Etiologi
2.3.3. Manifestasi Klinis
2.3.4. Patofisiologi
2.3.5. Pathway
2.3.6. Klasifikasi
2.3.7. Konsep Asuhan Keperawatan
BAB III PEMBAHASAN KASUS
BAB IV PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sistem persarafan berfungsi sebagai pengatur berbagai aktivitas tubuh.Sistem
persarafan terdiri atas saraf pusat dan saraf perifer.Dalam pengkajian sistem
persarafan,pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan fungsi kesadaran,mental,dan
gerakan sensasi.Pengkajian terhadap riwayat cedera kepala,pembedahan pada
persarafan,pingsan,maupun stroke perlu ditanyakan. Gangguan persarafan dapat
menyebabkan gangguan dalam beraktivitas. Dalam rangka menegakkan diagnosis
penyakit saraf diperlukan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
mental dan laboratorium (penunjang). Pemeriksaan neurologis meliputi : pemeriksaan
kesadaran, rangsang selaput otak, saraf otak, sistem motorik, sistem sensorik refleks
dan pemeriksaan mental (fungsi luhur).
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering terjadi pada
anak, 1 dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam. Hal ini dikarenakan,
anak yang masih berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap berbagai penyakit
disebabkan sistem kekebalan tubuh belum terbangun secara sempurna (Harjaningrum,
2011). Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
mengakibatkan akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik
serebral yang berlebihan. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron
secara tiba-tiba yang suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang
bersifat sementara. Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°c) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.
Hydrocephalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu hydrocephalus
dikenal sebagai penyebab penyakit ayan. Di saat ini dengan teknologi yang semakin
berkembang maka mengakibatkan polusi didunia semakin meningkat pula yang pada
akhirnya menjadi factor penyebab suatu penyakit, yang mana kehamilan merupakan
keadaan yang sangat rentan terhadap penyakit yang dapat mempengaruhi janinnya,
salah satunya adalah Hydrocephalus. Saat ini secara umum insidennya dapat
dilaporkan sebesar tiga kasus per seribu kehamilan hidup menderita hydrocephalus.
Dan hydrocephalus merupakan penyakit yang sangat memerlukan pelayanan
keperawatan yang khusus.
Hidrosefalus adalah suatu penyakit dengan ciri-ciri pembesaran pada sefal
atau kepala yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal (CSS) dengan
atau karena tekanan intrakranial yang meningkat sehingga terjadi pelebaran ruang
tempat mengalirnya cairan serebrospinal (CSS) (Ngastiah). Bila masalah ini tidak
segera ditanggulangi dapat mengakibatkan kematian dan dapat menurunkan angka
kelahiran di suatu wilayah atau negara tertentu sehingga pertumbuhan populasi di
suatu daerah menjadi kecil. Menurut penelitian WHO untuk wilayah ASEAN jumlah
penderita Hidrosefalus di beberapa negara adalah sebagai berikut, di Singapura pada
anak 0-9 th : 0,5%, Malaysia: anak 5-12 th 15%, India: anak 2-4 th 4%, di Indonesia
berdasarkan penelitian dari Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia terdapat
3%. Berdasarkan pencatatan dan pelaporan yang diperoleh dari catatan register dari
ruangan perawatan IKA 1 RSPAD Gatot Soebroto dari bulan oktober-desember tahun
2007 jumlah anak yang menderita dengan gangguan serebral berjumlah 159 anak dan
yang mengalami Hidrosefalus berjumlah 69 anak dengan persentase 43,39%.
Di Negara Indonesia, cerebral palsy termasuk jenis kelainan yang mendapat
perhatian khusus karena termasuk dari delapan jenis kecacatan yang di data oleh
pemerintah. Sejak tahun 2007 data penyandang disabilitas di Indonesia dikumpulkan
melalui Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar). Berdasarkan hasil survei Riskesdas (Riset
Kesehatan Dasar) yang diselenggarakan oleh kementrian kesehatan, prevalensi anak
dengan cerebral palsy di Indonesia adalah 0,09% dari jumlah anak berusia 24-59
bulan pada tahun 2013 (Buletin jendela data dan informasi, 2014).
Keterbatasan yang dialami penderita cerebral palsy membuat anak tidak dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri dan harus mendapatkan bantuan dari orang lain
(Graham, et al., 2016). Keluarga merupakan kelompok sosial yang memiliki
hubungan paling dekat dan memiliki fungsi perawatan, sosialisasi pada anak,
dukungan emosi dan materi, sehingga memiliki kewajiban serta tanggung jawab
untuk membantu dan menyediakan kebutuhan antara anggotanya (Lestari, 2012).
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalahnya
yaitu Bagaimanakah asuhan keperawatan kronik anak dan keluarga dengan gangguan
pada sistem neurologi : Hidrosefalus, Kejang Demam dan Cerebral Palsy ?
3. Tujuan
Untuk mengidentifikasi asuhan keperawatan kronik anak dan keluarga dengan
gangguan pada sistem neurologi : Hidrosefalus, Kejang Demam dan Cerebral Palsy.
4. Manfaat penelitian
1. Bagi Institusi
Diharapkan dapat menjadi bahan dalam pengembangan ilmu
keperawatan dan memberikan asuhan keperawatan anak dan keluarga dengan
kejang demam.
2. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan sebagai sarana
pengaplikasian dalam proses pembelajaran terutama pada kejang demam.
3. Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan membantu dalam
mengatasi masalah kesehatan serta penanganan kejang demam terutama pada
anak dan keluarga.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang
berarti kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan CSS yang secara aktif
dan berlebihan pada satu atau lebih ventrikel otak atau ruang subarachnoid
yang dapat menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak (Dwita, 2017).
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel
serebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural (Suriadi, 2010) Hidrosefalus
adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan maupun
gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang
meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan
serebrospinalis (Darto Suharso,2009)
1. Komposisi
Cairan Serebrospinalis menyerupai plasama darah dan cairan
intertisial tetapi tidak mengandung protein
2. Produksi
Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh
a. Pleksus Koroid yaitu jaringan kapilar berbentuk bunga kol
yang menonjol dari pia mater ke dalam dua ventrikel otak
b. Sekresi oleh sel-sel ependeimal yang mengitari pembuluh
darah serebral dan melapisi kanal sentral medulla spinalis.
3. Sirkulasi Cairan Serebrospinalis adalah sebagai berikut :
a. Cairan bergerak dari ventrikel lateral melalui foramen
interventricular (munro) menuju ventrikel ketiga otak, tempat
cairan semakin banyak karena ditambahkan oleh pleksus
kororid ventrikel ketiga.
b. Dari Ventrikel ketiga cairan mengalir melalui akuaduktus
serebral(sylvius) menuju ventrikel keempat,tempat cairan
ditambahkan kembali dari pleksus koroid.
c. Cairan mengalir melalui tiga lubang pada langit-langit
ventrikel keempat kemudian bersirkulasi melalui ruang
subaraknoid di sekitar otak dan medulla spinalis.
d. Cairan kemudian direabsobsi di vili araknodi(granulasi) ke
dalam sinus vena pada dura mater dan kembali ke aliran darah
tempat asal produksi cairan tersebut.
e. Reabsorbsi cairan serebrospinal berlangsung secepat
produksinya dan hanya menyisakan sekitar 125 ml pada
sirkulasi. Reabsorbsi normal berada di bawah kanan ringan
(10 mmHg sampai 20 mmHg) tetapi jika ada hambatan saat
reabsorbsi berlangsung maka cairan akan bertambah dan
tekanan intracanal akan semakin besar.
2. Fungsi cairan serebrospinalis adalah sebagai bantalan untuk
jaringan lunak otak dan medulla spinalis,juga berperan sebagai
media pertukaran nutrient dan pembuangan za tantara darah dan
otak serta medulla spinalis. Ruangan cairan serebrospinal (CSS)
terdiri dari sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan
ruangan subaraknoid. Ruangan ini mulai terbentuk pada minggu
kelima masa embrio. Sistem ventrikel dan ruang subarachnoid
dihubungkan melalui foramen Magendi di median dan foramen
Luschka di sebelah lateral ventrikel IV. Sekitar 70% cairan
serebrospinal dihasilkan oleh pleksus koroidideus, dan sisanya di
hasilkan oleh pergerakan dari cairan transepidermal dari otak
menuju sistem ventrikel. Bagi anak- anak usia 4-13 tahun rata-rata
volume cairan liqour adalah 90 ml dan 150 ml pada orang dewasa.
Tingkat pembentukan adalah sekitar 0,35 ml /menit atau 500 ml /
hari. Sekitar 14% dari total volume tersebut mengalami absorbsi
setiap satu jam.
3. Etiologi
Pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang
normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat
jarang terjadi, misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada
adenomata pleksus koroidalis. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering
terdapat pada bayi dan anak yaitu kelainan bawaan, infeksi, neoplasma dan
perdarahan.
a. Kelainan bawaan
1. Stenosis Akuaduktus Sylvius- merupakan penyebab terbanyak.
60%-90% kasus hidrosefalus terjadi pada bayi dan anak-anak.
Umumnya terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada
bulan-bulan pertama setelah lahir.
2. Spina bifida dan cranium bifida – berhubungan dengan
sindroma Arnord-Chiari akibat tertariknya medulla spinalis,
dengan medulla oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah
dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan
sebagian atau total.
3. SindromDandy-Walker-atresiakongenitalforamenLuschka dan
Magendi dengan akibat hidrosefalus obstruktif dengan
pelebaran system ventrikel, terutama ventrikel IV yang dapat
sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar
di daerah fossa posterior.
4. Kista arachnoid - dapat terjadi congenital maupun didapat
akibat trauma sekunder suatu hematoma.
5. Anomali pembuluh darah – akibat aneurisma arterio-vena yang
mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau
sinus tranversus dengan akibat obstruksi akuaduktus.
b. InfeksiTimbul perlekatan menings sehingga terjadi obliterasi ruang
subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis
purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik
eksudat purulen di akuaduktus Sylvius atau sisterna basalis.
Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai
beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara
patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan arakhnoid
sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa
tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah
basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis,
sedangkan pada meningitis purulenta lokasinya lebih tersebar.
1. CMV (Cytomegalovirus) Merupakan virus yang menginfeksi
lebih dari 50% orang dewasa Am erika pada saat mereka
berusia 40 tahun. Juga dikenal sebagai virus yang paling
sering ditularkan ke anak sebelum kelahiran.Virus ini ber
tanggung jawab untuk demam kelenjar.
2. Campak Jerman(rubella)Merupakan suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh virusrubella.Virus ditularkan dari orang
keorang melalui udara yang ditularkan ketika orang terinfeksi
batuk atau bersin,virusjuga dapat ditemukan dalam air seni,
kotoran dan pada kulit. Ciri gejala dari beberapa rubella
merupakan suhu tubuh tinggi dan ruam merah muda.
3. MumpsMerupakan sebuah virus (jangka pendek) infeksi akut
dimana kelenjar ludah, terutama kelenjar parotis (yang
terbesar dari tiga kelenjar ludah utama) membengkak. d.
Sifilis Merupakan PMS (Penyakit Menular Seksual) yang
disebabkan oleh bakteri Treponemapallidum.
4. ToksoplasmosisMerupakan infeksi yang disebabkan oleh
parasit bersel- tunggal yaitu Toxoplasmagondii. (Ropper,
2005)
c. NeoplasmaHidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi
di setiap tempat aliran CSS. Pada anak, kasus terbanyak yang
menyebabkan penyumbatan ventrikel IV dan akuaduktus Sylvius
bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum,
sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya
disebabkan suatu kraniofaringioma.
d. PerdarahanPerdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen pada daerah basal otak,
selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu
sendiri.(Allan H. Ropper, 2005).
4. Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat
ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Tanda
– tanda awal :
1. Mata juling
2. Sakit kepala
3. Lekas marah
4. Lesu
5. Menagis jika digendong dan diam bila berbaring
6. Mual muntah yang proyektil
7. Melihat kembar
8. Ataksia
9. Perkembangan yang berlansung lambat
10. Pupil edema
11. Respon pupil terhadap cahaya lambat dan tidak sama
12. Biasanya diikuti dengan perubahan tingkat kesadaran, opistotunus, dan
spatik pada ekstremitas bawah
13. Kesulitan dalam pemberian dan penelanan makanan
14. Gangguan kardiopulmonel (Darsono, 2005).
a. Bayi
Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
Keterlambatan penutupan fontanela anterior
Vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas pada saat bayi
menangis
Terdapat bunyi creckedpod (tanda macewen)
Mata melihat kebawah (tanda setting sun)
Lemah
Kemampuan makan kurang
Perubahan kesadaran
Opishtotonus
Spatik pada ekktremitas bawah
Kesulitan bernafas, apnea, aspirasi dan tidak ada reflek muntah
Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
Strabismus, nystagmus, atropi optic
Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
b. Anak-anak
Nyeri kepala
Muntah
Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10
tahun
Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
Strabismus
Perubahan pupil
5. Patofisiologi
Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam sistem
ventrikel. Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus koroidalis di
ventrikel lateral, yaitu kurang lebih sebanyak 80% dari total cairan
serebrospinalis. Kecepatan pembentukan cairan serebrospinalis lebih kurang
0,35- 0,40 ml/menit atau 500 ml/hari, kecepatan pembentukan cairan tersebut
sama pada orang dewasa maupun anak-anak. Dengan jalur aliran yang dimulai
dari ventrikel lateral menuju ke foramen monro kemudian ke ventrikel 3,
selanjutnya mengalir ke akuaduktus sylvii, lalu ke ventrikel 4 dan menuju ke
foramen luska dan magendi, hingga akhirnya ke ruang subarakhnoid dan
kanalis spinalis.Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus,
yaitu:
(wong, 2008)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
2. Penurunan kesadaran
3. Resiko infeksi
4. Gangguan mobilisasi fisik b.d gangguan neuromuscular
5. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d perubahan
kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme
6. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan sputum,
peningkatan sekresi secret dan penurunan volume batuk sekunder
akibat ketidak mampuan batuk/batuk produktif
7. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
pembesaran kepala
(Diagnosis Keperaawatan NANDA)
C. Intervensi Keperawatan
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Oleh
karena itu, jika intervensi keperawatan yang telah dibuat dalam
perencanaan dilaksanakan atau diaplikasikan pada pasien, maka tindakan
tersebut disebut implementasi keperawatan (Februanti, 2019 dikutip dari
Meda Susheta, 2020).
E. Evaluasi Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan sirkulasi otak
Mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan
sirkulasi.
Menunjukkan toleransi terhadap aktivitas.
Tidak menunjukkan pemburukan / pengulangan defisit lebih
lanjut.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang
asupan makan
BB Meningkat
Tidak mengalami malnutrisi
Ada peningkatan fungsi pengecapan dan menelan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan sirkulasi otak
3. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi
4. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional
. Keperawatan
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Oleh
karena itu, jika intervensi keperawatan yang telah dibuat dalam
perencanaan dilaksanakan atau diaplikasikan pada pasien, maka tindakan
tersebut disebut implementasi keperawatan (Februanti, 2019 dikutip dari
Meda Susheta, 2020).
E. Evaluasi Keperawatan
3. Hipertermia bd peningkatan laju metabolism :
a. Pasien mempertahankan suhu tubuh di bawah 39 ° C (102,2 °
F).
b. Pasien mempertahankan BP dan HR dalam batas normal.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan sirkulasi
otak
a. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan
sirkulasi.
b. Menunjukkan toleransi terhadap aktivitas.
c. Tidak menunjukkan pemburukan / pengulangan defisit lebih
lanjut.
2. Etiologi
Cerebral palsy bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab.
Cerebral palsy merupakan group penyakit dengan masalah mengatur gerakan,
tetapi dapat mempunyai penyebab yang berbeda. Untuk menentukan penyebab
cerebral palsy, harus digali mengenai hal : bentuk cerebral palsy, riwayat
kesehatan ibu dan anak, dan onset penyakit. Di USA, sekitar 10 – 20 %
disebabkan karena penyakit setelah lahir (prosentase tersebut akan lebih tinggi
pada negara – negara yang berkembang).
Cerebral palsy dapat juga merupakan hasil dari kerusakan otak
pada bulan-bulan pertama atau tahun-tahun pertama kehidupan yang
merupakan sisa dari infeksi otak, misalnya meningitis bakteri atau enchepalitis
virus, atau merupakan hasil dari trauma kepala yang sering akibat kecelakaan
lalu lintas, jatuh atau penganiayaan anak. Sebab-sebab yang dapat
menimbulkan Cerebral palsy pada umumnya secara kronologis dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Prenatal :
a. Infeksi
b. Gangguan pertumbuhan otak
c. Penyakit metabolisme
d. Penyakit plasenta
e. Penyakit ibu : toksemia gravidarum, toksopiasmosis, rubella, sifilis dan
radiasi
2. Natal :
a. Partus lama
b. Trauma kelahiran dengan perdarahan subdural
c. Prematuritas
d. Penumbungan atau lilitan tali pusat
e. Atelektasis yang menetap
f. Aspirasi isi lambung dan usus
g. Sedasi berat pada ibu
h. Meningitis purulenta
i. Ikterus
j. Anoxia/hipoxia
3. Post natal :
a. Penyakit infeksi : ensefalitis
b. Lesi oleh trauma, seperti fraktur tengkorak
c. Hiperbilirubinemia/kernikterus
d. Gangguan sirkulasi darah seperti emboli/trombosis otak
m.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b/d ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d factor
biologis, disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut/
kesukaran menelan dan meningkatnya aktivitas
3. Gangguan aktivitas b/d kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak
progresif
4. Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakaan kemampuan untuk
mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot
fasial sekunder adanya rigiditas.
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional
. Keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b/d ketidakefektifan bersihan jalan nafas :
Mampu mempertahankan pola pernafasan yang efektif
Mampu bernapas santai pada tingkat normal dan kedalaman
dan tidak adanya dispnea.
Tingkat pernafasan tetap berada dalam batas yang ditetapkan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang asupan makan
BB Meningkat
Tidak mengalami malnutrisi
Ada peningkatan fungsi pengecapan dan menelan
BAB III
1. Kasus
An. D, usia 19 bulan, jenis kelamin laki - laki, dibawa oleh Ny, B ke
RS Dr. Soetomo Surabaya karena anak demam sejak 2 hari sebelum masuk
RS. Klien kejang di rumah 2 kali selama 5 menit setiap kejang. Saat
pengkajian, klien mengalami kejang 1 kali. Suhu tubuh : 40 ˚C. Saat kejang
otot-otot seluruh tubuhnya tampak kaku, lidah tergigit dan gigi tampak
terkatup tutup, klien demam sejak 2 hari sebelum masuk RS. Klien kejang di
rumah 2 kali selama 5 menit setiap kejang, klien tampak mengantuk, lemah,
kulit teraba panas dan tampak kebiruan. Ny. B membawa klien ke Instalasi
Gawat Darurat tanggal 15 September jam 14.00 WIB. Saat di lakukan
pengakjian pada klien yaitu pada tanggal 15 September pukul 14.30, hasil
pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa TD : 120/90 mmHg, Nadi : 124
x/menit, Suhu : 40˚C, dan RR : 26 x/menit. Pemeriksaan laboratorium terdapat
jumlah sel leukosit yang abnormal dengan hasil 10^3/UI.
I. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama : An. D
Umur : 19 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Alamat : Gubeng, Surabaya
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. B
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Gubeng, Surabaya
Hubungan dengan Klien : Ibu Klien
2. KELUHAN UTAMA
1. Keluhan Utama Saat MRS
Keluhan utama klien yaitu demam tinggi dengan kejang
2. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Klien mengeluh demam tinggi
3. DIAGNOSA MEDIS
Kejang demam
4. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu klien (Ny. B) mengatakan An. D (19 bulan) demam sejak 2
hari. Klien kejang di rumah 2 kali selama 5 menit setiap kejang,
kemudian oleh ibunya diperiksakan di bidan, menurut hasil dari
pemeriksaan, klien harus menjalani penanganan segera dan bidan
menganjurkan agar klien dibawa ke RS. Pada tanggal 15
September 2021 pukul 14.30 WIB oleh keluarga klien dibawa ke
IGD RSUD dr. Soetomo. Ibu klien mengatakan klien demam dan
kejang. Klien demam sejak 2 hari sebelum masuk RS. Klien
kejang di rumah 2 kali selama 5 menit setiap kejang. Di IGD
TTV ; TD : 120/90 mmHg, Nadi : 124 x/menit, Suhu : 40˚C, dan
RR : 26 x/menit. Terapi : oksigen 5 liter/menit sungkup muka, inf
RL 20 tpm. Saat dikaji pada tanggal 15 September 2021 pukul
14.30 WIB Klien mengalami kejang 1 kali, Saat kejang otot-otot
seluruh tubuhnya tampak kaku, lidah tergigit dan gigi
tampak terkatup tutup, klien tampak mengantuk, lemah, kulit
teraba panas dan tampak kebiruan.
2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Klien belum pernah dirawat di RS dan tidak ada riwayat
penyakit kronis.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu klien mengatakan keluarga tidak ada yang mengalami sakit
seperti klien. Dan keluarga tidak ada yang mengalami penyakit
seperti TBC, DM, hipertensi maupun penyakit serius lainnya.
4. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Tinggal Serumah
: Meninggal
: Pasien
8. KESEHATAN KELUARGA
1. Penyakit yang pernah / masih diderita keluarga
Ibu klien mengatakan keluarga tidak ada yang mengalami sakit
seperti klien. Dan keluarga tidak ada yang mengalami penyakit seperti
TBC, DM, hipertensi maupun penyakit serius lainnya.
2. Pengkajian keluarga
a. PengetahuanKeluarga : Keluarga mengetahui tentang penyakit kejang demam tetapi
tidak mengetahui cara pencegahannya
b. Psikologi keluarga : Keluarga merasa cemas karena anaknya sakit.
9. RIWAYAT HOSPITALISASI
1. Pengalaman Keluarga tentang sakit dan rawat inap
a. Ibu membawa anaknya ke RS karena : Anak demam tinggi sejak 2 hari
yang lalu, dan disertai dengan kejang selama 5 menit
b. Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak : Dokter menjelaskan
kepada orang tua tentang apa itu kejang demam, dan cara pencegahannya.
c. Perasaan Orang tua saat ini : Cemas dan khawtir dengan keadaan anaknya
d. Orang tua selalu berkunjung ke RS : Tidak karena jika anak sakit hanya di
bawa ke bidan atau puskesmas
e. Yang akan tinggal dengan anak : Kedua orang tua
2. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap : Ibu klien mengatakan
anaknya masih umur 1 tahun 1 bulan belum mengerti tentang sakit dan
rawat inap
10. RIWAYAT POLA FUNGSI KESEHATAN KLIEN
Pola Aktifitas Sehari-hari (ADL)
ADL Di Rumah Di Rumah Sakit
Pola persepsi - Pola persepsi kesehatan Pola persepsi kesehatan Ibu An. D
manajemen Ibu An. D mengatakan mengatakan anaknya belum mengetahui
kesehatan anaknya belum tentang penyakitnya, tetapi anak selalu
mengetahui tentang ingin ditemani ibunya setiap saat karena
penyakitnya, tetapi anak takut dengan orang asing (terutama dokter
selalu ingin ditemani dan perawat).
ibunya. Ibu pasien juga
mengatakan bahwa
kesehatan anaknya
sangatlah utama,
apabila anak sakit
langsung dibawa ke
puskesmas terdekat.
Pola nutrisi - An. D nutrisi makan An. D nutrisi makan dan minum
metabolik dan minum didapatkan didapatkan dari ASI karena An. D masih
dari ASI karena An. D dalam program ASI Ekslusif. Pada malam
masih dalam program hari klien batuk dan muntah.
ASI Ekslusif. Pada Pemeriksaan :
malam hari klien batukAntropometri didapatkan berat badan 9,4
dan muntah. kg, tinggi badan 98 cm, IMT klien 9,78
(berat badan ideal)
Biochemical di dapatkan hemoglobin 12,0
gr/dl dan hematokrit 38%.
Clinical sign didapatkan mukosa bibir kering
dan untuk
Diit yang diberikan yaitu diit ASI.
Pola eliminasi Pengkajian pola eliminasi
Pengkajian pola eliminasi saat sakit BAK
sebelum sakit BAK 3- menggunakan diapers ±200cc warna
5x/hari, sebanyak ±80cc kuning jernih. An. G
setiap BAK, warna
BAB 1 hari sekali dengan warna feces kuning
kuning jernih kecoklatan, agak lembek, sedikit cair,
BAB 1 hari sekali dengan sebanyak ±30cc.
warna feces kuning
kecoklatan, agak
lembek, sedikit cair,
sebanyak ±30cc.
Pola latihan – Ibu klien mengatakan Pengkajian pola aktivitas An. D hanya
aktivitas aktivitas sehari – hari tidur di tempat tidur dan terpasang infus.
klien aktif sudah mulai Klien dibantu oleh ibu klien dalam
berjalan, untuk aktivitas memenuhi kebutuhannya seperti makan,
makan, minum, minum, mandi, toileting.
toileting di bantu orang
tua
Pola kognitif Pengkajian pola Pengkajian pola kognitif dan sensori tidak
perseptual kognitif dan sensori ada keluhan/gangguan pada penglihatan,
tidak ada penciuman, pendengaran, pengecapan,
keluhan/gangguan pada perabaan, klien berumur 1 tahun 1 bulan
penglihatan, dan kemampuan kognitifnya baik,
penciuman,
pendengaran,
pengecapan, perabaan,
klien berumur 1 tahun 1
bulan dan kemampuan
kognitifnya baik.
Pola istirahat tidur An. G biasanya tidur Pola istirahat dan tidur klien mengalami
malam rata-rata 8 jam perubahan pola tidur saat sakit. Selama
perhari dan tidur siang sakit An. D kualitas tidurnya
3-5 jam perhari. terngganggu karena demam tinggi,
sering terbangun, tidur rata-rata hanya 8-9
jam perhari.
Pola konsep diri – Pola konsep diri dan Pola konsep diri dan persepsi diri klien
persepsi diri persepsi diri klien anak anak usia 19 bulan, keluarga sangat
usia 19 bulan, keluarga mengerti keadaan klien dan
sangat mengerti memperhatikan status kesehatannya,
keadaan klien dan keluarga tampak cemas, sedih dan gelisah
memperhatikan status saat klien dirawat di rumah sakit.
kesehatannya, keluarga
tampak cemas, sedih
dan gelisah saat klien
dirawat di rumah sakit.
Pola peran dan Pola hubungan dan Pola hubungan dan peran klien memiliki
hubungan peran klien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga.
hubungan yang baik Orang terdekat pasien saat ini adalah
dengan keluarga. Orang ibunya
terdekat pasien saat ini
adalah ibunya.
Pola Pola Pengkajian Pola Pengkajian seksualitas dan
reproduksi/seksual seksualitas dan reproduksi An. D berjenis kelamin laki-
reproduksi An. D laki.
berjenis kelamin laki-
laki.
Pola pertahanan diri Pola koping terhadap Pola koping terhadap stress dan koping
(koping toleransi stress dan koping klien klien biasanya juga menangis apabila
stress) biasanya juga menangis merasakan sakit ataupun sesak nafas yang
apabila merasakan sakit dirasakannya
ataupun sesak nafas
yang dirasakannya
Pola keyakinan dan Pola keyakinan dan Pola keyakinan dan nilai An. D beragama
nilai nilai An. D beragama Islam dan keluarga klien selalu berdoa
Islam dan keluarga untuk kesembuhan klien.
klien selalu berdoa
untuk kesembuhan
klien
( )
ANALISA DATA
No DATA ETIOLOGI MASALAH
DS : Hipertermi
- Ibu klien mengatakan klien badannya panas
- Klien demam sejak 2 hari sebelum masuk RS
- Klien kejang di rumah 2 kali selama 5 menit setiap
kejang
DO :
- S: 40˚C
- Kulitnya teraba panas
DS : Resiko
- Saat dikaji klien mengalami kejang 1 kali Cidera
Klien demam sejak 2 hari sebelum masuk RS
- Klien kejang di rumah 2 kali selama 5 menit setiap
kejang
DO :
Saat kejang otot-otot seluruh tubuhnya tampak kaku,
lidah tergigit dan gigi tampak terkatup tutup
RUMUSAN DIAGNOSIA KEPERAWATAN
1. Hipertermi b.d efek dari sirkulasi endotoksin pd hipotalamus
2. Risiko cidera b.d aktivitas kejang
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Kiteria Hasil Intervensi
Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Hipertermi b.d efek Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor suhu tubuh
dari sirkulasi keperawatan 2x24 jam masalah 2. Monitor warna dan
endotoksin pd hipertermia dapat teratasi. suhu kulit
hipotalamus Kriteria Hasil : 3. Monitor tekanan
1. Suhu tubuh dalam batas darah, nadi dan RR
normal 37 C. 0
4. Monitor WBC, Hb,
2. Kebutuhan cairan dan Hct
terpenuhi. 5. Monitor intake dan
3. Tanda-tanda vital dalam output
batas normal. 6. Berikan anti piretik:
4. Kesadaran anak 7. Kolaborasi pemberian
Composmentis. Antibiotik
8. Pakai baju yang tipis
9. Berikan cairan
intravena, RL 30 tpm
10. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
11. Tingkatkan sirkulasi
udara
12. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
13. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
14. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
15. Monitor hidrasi
seperti turgor kulit,
kelembaban membran
mukosa).
3 Resiko cidera b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau TTV.
aktivitas kejang keperawatan 2x24 jam resiko 2. Pantau tingkat
cidera dapat teratasi. kesadaran.
Kriteria Hasil : 3. Berikan tongue spatel
1. Tidak terjadi trauma fisik yang dilapisi kassa
selama perawatan. diantara gigi bawah
2. Mempertahankan tindakan dan gigi atas.
yang mengontrol aktivitas 4. Letakkan klien
kejang. ditempat yang lembut.
3. Tidak terjadi serangan 5. Catat tipe kejang
kejang berulang. (lokasi,lama) dan
frekuensi kejang.
6. Jelaskan faktor
predisposisi kejang .
7. Jaga klien dari trauma
dengan memberikan
pengaman pada sisi
tempat tidur.
8. Tetap bersama klien
saat fase kejang.
9. Kolaborasi pemberian
obat anti kejang.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Diagnosa
No. Tanggal Tindakan Evaluasi
Keperawatan
1. Rabu Hipertermi 1. Memonitor suhu S : Ibu klien mengatakan
15 b.d efek dari tubuh An. B demam sejak 2 hari
September sirkulasi 2. Memonitor warna yang lalu
2021 endotoksin pd dan suhu kulit O : Badan terasa panas
hipotalamus 3. Memonitor tekanan wajah dan bibir tampak
darah, nadi dan RR pucat, mukosa bibir
4. Memonitor WBC, kering, badannya lemas,
Hb, dan Hct dan wajah gelisah
5. Memonitor intake - S: 40 ˚C
dan output - N : 124 x/menit
6. Memberikan anti - RR :26 x/menit
piretik: - TD : 120/90 mmHg
7. Berkolaborasi A : Masalah belum teratasi
pemberian P : Intervensi dilanjutkan
Antibiotik
8. Memnganjurkan
klien memakai baju
yang tipis
9. Memberikan cairan
intravena, RL 30
tpm
10. Mengompres
pasien pada lipat
paha dan aksila
11. Meningkatkan
sirkulasi udara
12. Meningkatkan
intake cairan dan
nutrisi
13. Memonitor TD,
nadi, suhu, dan RR
14. Mencatat adanya
fluktuasi tekanan
darah
Monitor hidrasi seperti
turgor kulit,
kelembaban membran
mukosa).
Diagnosa
No. Tanggal Tindakan Evaluasi
Keperawatan
2. Kamis Hipertermi 1. Memonitor suhu S : Ibu klien
16 b.d efek dari tubuh mengatakan An. B
September sirkulasi 2. Memonitor warna dan demam menurun
2021 endotoksin pd suhu kulit O : Akral terasa
hipotalamus 3. Memonitor tekanan hangat, wajah dan
darah, nadi dan RR bibir tampak lembab,
4. Memonitor WBC, Hb, mukosa bibir basah,
dan Hct badannya lemas, dan
5. Memonitor intake dan wajah gelisah
output - S : 39 ˚C
6. Memberikan anti - N : 120 x/menit
piretik : Berkolaborasi - RR : 24 x/menit
pemberian Antibiotik - TD : 100/90 mmHg
7. Memnganjurkan klien A : Masalah belum
memakai baju yang teratasi
tipis P : Intervensi
8. Memberikan cairan dilanjutkan
intravena, RL 30 tpm
9. Mengompres pasien
pada lipat paha dan
aksila
10. Meningkatkan
sirkulasi udara
11. Meningkatkan intake
cairan dan nutrisi
12. Memonitor TD, nadi,
suhu, dan RR
13. Mencatat adanya
fluktuasi tekanan dara
14. Monitor hidrasi
seperti turgor kulit,
kelembaban membran
mukosa).
EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi
Diagnosa
No. Kamis, 16 September
Keperawatan Rabu, 15 September 2021
2021
1. Hipertermi S : Ibu klien mengatakan An. B S : Ibu klien
b.d efek dari demam sejak 2 hari yang lalu mengatakan An. B
sirkulasi O : Badan terasa panas wajah dan demam menurun
endotoksin pd bibir tampak pucat, mukosa bibir O : Akral terasa hangat,
hipotalamus kering, badannya lemas, dan wajah wajah dan bibir tampak
gelisah lembab, mukosa bibir
- S: 40 ˚C basah, badannya lemas,
- N : 124 x/menit dan wajah gelisah
- RR :26 x/menit - S : 39 ˚C
- TD : 120/90 mmHg - N : 120 x/menit
A : Masalah belum teratasi - RR : 24 x/menit
P : Intervensi dilanjutkan - TD : 100/90 mmHg
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
2. Resiko cidera b.d S : Ibu klien mengatakan An. B S : Ibu klien
aktivitas kejang demam sejak 2 hari yang lalu disertai mengatakan An. B
kejang selama 5 menit, saat kejang demam menurun dan
otot-otot seluruh tubuhnya tampak tidak ada kejang
kaku, lidah tergigit dan gigi tampak O :
terkatup tutup - klien tidak tampak
O : kejang
- klien tampak kejang dengan lidha - S : 38 ˚C
tergigit dan gigi tampak terkatup - N : 120 x/menit
- kejang terjadi selama 6 menit - RR : 24 x/menit
- S: 40 ˚C - TD : 110/90 mmHg
- N : 124 x/menit - GCS : E:4, V:4, M:5
- RR : 26 x/menit (apatis)
- TD : 120/90 mmHg A : Masalah belum
- GCS : E:3, V:4, M:5 teratasi
A : Masalah belum teratasi P : Intervensi
P : Intervensi dilanjutkan dilanjutkan
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kejang demam merupakankelainan neurologis yang paling sering terjadi pada anak, 1
dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam. Hal ini dikarenakan, anak yang
masih berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap berbagai penyakit disebabkan
sistem kekebalan tubuh belum terbangun secara sempurna.
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi,
sehingga terdapat pelebaran ventrikel
Cerebral palsy ialah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun
waktu dalam perkembangan anak,mengenai sel-sel motorik didalam susunan saraf
pusat,bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak
yang belum selesai pertumbuhannya.
Dari ketiga penyakit diatas, kami mengambil kasus penyakit kejang demam dengan
mengambil beberapa poin, yakni :
1. Seorang anak penderita kejang dan demam berumur 19 bulan memiliki keluhan utama
demam tinggi disertai kejang. klien mengalami demam selama 2 hari dan kejang
berlangsung sleama 5 menit.
2. Setelah dilakukan pengkajian, terdapat rumusan diagnosis keperawatan yakn
hipertemi berhubungan dengan efek dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus,
perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan reduksi aliran darah ke otak dan
resiko cidera berhubungan dengan aktivitas kejang.
3. Intervensi hipertemi berhubungan dengan efek dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan reduksi aliran darah
ke otak dan resiko cidera berhubungan dengan aktivitas kejang menggunakan NIC
NOC
4. Implementasi dilakukan selama 2 hari sesuai dengan intervensi namun pada diagnosa
hipertemi, perfusi jaringan tidak efektif dan resiko cidera belum teratasi sehingga
intervensi tetap dilanjutkan.
2. Saran
1. Bagi keluarga klien
Diharapkan bagi keluarga pasien meningkatkan pengetahuan dan menambah
wawasan serta menerapkan ilmu terkait penyakit yang diderita klien.
2. Bagi institusi pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pendidikan yang berkualitas dan dapat menciptakan
perawat yang profesional yang mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional.
3. Bagi pembaca
Diharapkan bagi pembaca untuk menambahkan dan mengembangkan
pengetahuan dan ilmu dari makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA