Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

PATOFISIOLOGI DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


HIDROCEPHALUS, MENINGITIS, DAN KEJANG

Fasilitator

Luthfiah Nur Aini, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

Andika Rahmat (0118048)

Iqbal Kholidi (0118064)

Moh Boby Yasir (0118067)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA

MOJOKERTO

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas izin, rahmat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah dengan judul
“patofisiologi dan asuhan keperawatan anak hidrocephalus, meningitis, dan kejang” makalah ini
disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Anak 1. Melalui
makalah ini, saya berharap agar saya dan pembaca mampu memahami dengan baik tentang
patofisiologi dan asuhan keperawatan anak hidrocephalus, meningitis, dan kejang.

Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan banyak bimbingan dan dukungan dari
Ibu Luthfia Nur Aini, S.Kep., Ns., M.Kep selaku fasilitator dalam materi yang dibahas pada
makalah ini. Dan tidak lupa anggota kelompok yang ikut serta dalam penyelesaian makalah ini.
Saya berharap agar makalah yang telah saya susun ini dapat memberikan pengetahuan
serta perkembangan wawasan yang cukup bagi pembaca dan penulis yang lain. Saya juga
berharap agar makalah ini menjadi acuan yang baik dan berkualitas.

Mojokerto, 19 Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................................2
Daftar Isi..........................................................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................5
BAB II. PEMBAHASAN
1. Hydrochepalus pada anak....................................................................................................6
2. Meningitis pada anak.........................................................................................................23
3. Kejang pada anak...............................................................................................................38
BAB III. PENUTUP
A. Simpulan............................................................................................................................54
B. Saran..................................................................................................................................54

3
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur tetapi paling banyak pada bayi yang
ditandai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran normal. Meskipun banyak ditemukan
pada bayi dan anak, sebenarnya hydrosephalus juga biasa terjadi pada oaran dewasa, hanya
saja pada bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas sehingga lebih mudah dideteksi dan
diagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi ubun2nya masih terbuka, sehingga adanya
penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan melebarnya tulang2 tengkorak. Sedang
pada orang dewasa tulang tengkorak tidak mampu lagi melebar.

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan
dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan
otak dan medula spinalis yang superfisial.
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet
infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok
penderita. Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada penularan penyakit ini.

Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak mengalami demam
akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang perlu diwaspadai
karena dapat terjadi berulang dan dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak (Tikoalu J.R,
2009).

Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan Kejang demam adalah


kejadian pada bayi atau anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh diatas rentang
normal yaitu ≥ 38,8°C dan disertai dengan kejang

B. Rumusan Masalah
A. Apa pengrtian dari Hidrosefalus, meningitis, dan kejang?
B. Bagimana Etiologi dan Patofisiologi dari Hhidrosefalus, meningitis, dan kejang?
C. Apa Tanda dan Gejala Hidrosefalus, meningitis, dan kejang?
D. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dan Komplikasi pada Hidrosefalus, meningitis,
dan kejang?
E. Bagaimana Penatalaksanaan dari Hidrosefalus, meningitis, dan kejang?
F. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Hidrosefalus, meningitis, dan kejang?

4
C.Tujuan Penulisan
A. Mengetahui pengrtian dari Hidrosefalus meningitis, dan kejang
B. Mengetahui Etiologi dan Patofisiologi dari Hhidrosefalus meningitis, dan kejang
C. Mengetahui Tanda dan Gejala Hidrosefalus meningitis, dan kejang
D. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik dan Komplikasi pada Hidrosefalus meningitis,
dan kejang
E. Mengetahui Penatalaksanaan dari Hidrosefalus meningitis, dan kejang
F. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien Hidrosefalus meningitis, dan kejang

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. HIDROCHEPALUS PADA ANAK


A. DEFINISI

Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya


cairan cerebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi sehingga
terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal (Ngatisyah, 1997).

Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang
subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi daan Yuliani, 2001).

Hydrochepalus yaitu timbul bila ruang cairan serebro spinalis interna atau eksternal
melebar ( Mumenthaler, 1995).

Hydrocephalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat pada tempa sepanjang
perjalanannya, timbulnya hydrocephalus akibat produksi berlebihan cairan serebrospinal
dianggap sebagai proses yang intermitten setelah suatu infeksi atau trauma. Ini dapat terjadi
kelainan yang progresif pada anak – anak yang disebabkan oleh papyloma pleksus dapat diatasi
dengan operasi (Mumenthaler, 1995). Pembagiaan hydrocephalus pada anak dan bayi.

Hydrocephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Kongenital

Merupakan hydrocphalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan sehingga pada saat lahir
keadaan otak bayi terbentuk kecil, terdesak oleh banyaknya cairan dalam kepala dan tingginya
tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu

2. Non Kongenital

Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar dengan penyebabnya yaitu penyakit –
penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak
tuntas.Pada hydrocephalus didapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian teganggu
oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial sehingga perbedaan antara hydrocephalus
kongenital dan hydrocephalus non kongenital terletak pad pembentukan otak dan kemungkinan
prognosanya.

6
Berdasarkan letak obstruksi CSF hydrocephalus pada bayi dan anak ini juga dalam 2 bagian,
terbagi yaitu;

1. Hydrocephalus Komunikan (kommunucating hydrocephalus)

Pada hydrocephalus Komunikan obstruksinya terdapat pada rongga subarachnoid, sehingga


terdapat aliran bebas CSF dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan

2. Hydricephalus Non komunukan (nonkommunican hydrocephalus)

Pada hydrocephalus nonkomunikan obstruksinya terdapat dalam system ventrikel sehingga


menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang terjadi pada hydrocephalus
kongenital adalah pada sistem ventikel sehingga terjadi bentuk hydrocephalus nonkomunikan.

B. ETIOLOGI

Etiologi Hidrosefalus menurut L.Djoko Listiono (1998 );

1. Sebab-sebab Prenatal

Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus
kongenital yang timbul in- utero ataupun setelah lahir. Seabb-sebab ini mencakup malformasi
( anomali perkembangan sporadis ), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada sebagian besar pasien
banyak yang etiologi tidak dapat diketahui dan untuk ini diistilahkan sebagai hidrosefalus
idiopatik

2. Sebab-sebab Postnatal

a. Lesi masa menyebabkan peningkatan resistensi aliran liquor serebrospinal dan


kebanyakan tumor berlokasi di fosa posterior.Tumor lain yang menyebabkan hidrosefalus
adalah tumor di daerah mesencephalon. Kista arachnoid dan kista neuroepitalial
merupakn kelompok lesi masa yang menyebabkan aliran gangguan liquor berlokasi di
daerah supraselar atau sekitar foramen magmum.
b. Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur, cedera kepala,
ruptura malformasi vaskuler.
c. Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat dari fibrosis
leptomeningeal. Hidrosefalus yang terjadi biasanya multi okulasi, hal ini disebabkan
karena keikutsertaan adanya kerusakan jaringan otak

7
d. Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan fungsional seperti
akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase vena pada basis krani, trombosis
jugularis

Penyebab sumbatan aliran CSF, Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada
bayi dan anak – anak. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi adalah.

1. Kelainan bawaan
1. Stenosis Aquaductus sylv

Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus dapat berubah
saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit dari biasanya. Umumnya gejala
Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.

2. Spina bifida dan cranium bifida

Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan
medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum
sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.

3. Sindrom Dandy-Walker

Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat Hidrocefalus
obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV sehingga merupakan krista
yang besar di daerah losa posterior.

4. Kista Arachnoid

Dapat terjadi conginetal membai etiologi menurut usi

5. Anomali Pembuluh Darah

2. Infeksi

Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi obliterasi ruang
subarakhnoid,misalnya meningitis.

3. Perdarahan
4. Neoplasma

Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap aliran
CSS. Neoplasma tersebut antara lain:

8
 Tumor Ventrikel kiri
 Tumorfosa posterior
 Pailoma pleksus khoroideus
 Leukemia, limfoma
5. Degeneratif.

Histositosis incontentia pigmenti dan penyakit krabbe.

6. Gangguan Vaskuler
• Dilatasi sinus dural
• Thrombosis sinus venosus
• Malformasi V. Galeni
• Ekstaksi A. Basilaris
C. PATOFISIOLOGI

Hidrocephalus ini bisa terjadi karena konginetal (sejak lahir), infeksi (meningitis,
pneumonia, TBC), pendarahan di kepala dan faktor bawaan (stenosis aquaductus sylvii) sehingga
menyebabkan adanya obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid,
ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis
ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang
tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel
telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat
merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan
penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency.

Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi
peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan
terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut
seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini
menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan
(dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada
foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol
memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klien dengan tipe hidrosephalus diatas akan
mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara
disproporsional.

Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi
masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikjel cerebral

9
menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus
tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan
absorbsi total akan menyebabkan kematian.

Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada
didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk mencegah
dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi.

D. TANDA DAN GEJALA

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan
menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi
ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak
orbital tertekan kebawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih
mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi
tipis serta rapuh.

Uji radiologis terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah pisah
dan pelebaranvontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT
scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada
ruangan Occuptional.

Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe
communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik,
spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi
retardasi mental dan fisik.

E. MANIFESTASI KLINIK

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan
menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi
ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak
orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih
mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi
tipis serta rapuh.

Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah –
pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel .
CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa
pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal.
10
Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan
menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak
hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.

a) Bayi
 Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
 Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras,
sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
 Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
 Muntah
 Gelisah
 Menangis dengan suara ringgi
 Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan
tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
 peningkatan tonus otot ekstrimitas
 Dahi menonjol atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas
 Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera terlihat seolah – olah diatas iris
 Bayi tidak dapat melihat ke atas, ‘‘Sunset Eyes”
 Strabismus, nystagmus, atropi optic
 Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas
b) Anak yang telah menutup suturanya;

Tanda – tanda peningkatan intarakranial

 Nyeri kepala
 Muntah
 Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
 Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
 Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
 Strabismus
 Perubahan pupil
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan
psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang
yaitu;

11
1. Rontgen foto kepala

Dengan prosedur ini dapat diketahui:

a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura,


tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi
prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen
kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
2. Transimulasi

Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan
dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai
lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar
akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

3. Lingkaran kepala

Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala
melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam
kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan
oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional.

Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura
tidak akan terjadi secara menyeluruh.

4. Ventrikulografi

Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang
ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk
memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis.
Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah
memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

5. Ultrasanografi

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat
menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada
penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem

12
ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem
ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.

6. CT Scan Kepala

Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari


ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns
pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas
oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.

Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari


semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan

7. MRI ( Magnetic Resonance Image )

Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan
teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

G. PENATALAKSANAAN

Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang
berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah
secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip
pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:

1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan


tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang
menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat
absorbsi yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter
yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan
serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun,

13
kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai
terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.

4. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis
lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan
dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang.
Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam
selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan selang
yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
5. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis
silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.

Ada 2 macam terapi pintas/ “ shunting “:

a. Eksternal

CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya:
pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal

b. Internal
1. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
 Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
 Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
 Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
 Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
 Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.
2. Lumbo Peritoneal Shunt”

CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi
terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.

Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak diperlukan
adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang. Komplikasi yang sering terjadi pada
shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi, keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS,
kraniosinostosis.

Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari
infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis bacterial,
infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius
14
lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan
ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal,
perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia,
dan ilius.

H. KONDISI FISIK

Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau tidaknya
anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus yang bersama
dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis hidrosefalus infatil mengalami
perbaikan bermakna namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-
60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Skitar 40% bayi
yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan bedah saraf dan penatalaksanaan
medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan intelek
normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus
dengan meningomilokel lebih buruk.

Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis
serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena
penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun
bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang
normal (Allan H. Ropper, 2005).

ASUHAN KEPERAWATAN HIDROCHEFALUS

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat
b. Riwayat Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah apatis,
penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
c. Riwayat Penyakit dahulu
a) Antrenatal : Perdarahan ketika hamil
b) Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
c) Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Pengkajian persiste

15
a) B1 ( Breath ) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
b) B2 ( Blood ) : Pucat, peningkatan systole tekanan darah, penurunan nadi
c) B3 ( Brain ) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan mengkilat,
pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan
perifer, strabismus ( juling ), tidak dapat melihat keatas “ sunset eyes ”, kejang
d) B4 ( Bladder ) : Oliguria
e) B5 ( Bowel ) : Mual, muntah, malas makan
f) B6 ( Bone ) : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstrimitas

2. Observasi tanda – tanda vital


1. Peningkatan systole tekanan darah
2. Penurunan nadi / bradikardia
3. Peningkatan frekuensi pernapasan

3. Pemeriksaan Fisik
a) Masa bayi :

kepala membesar , Fontanel Anterior menonjol, Vena pada kulit kepala dilatasi dan
terlihat jelas pada saat bayi menangis, terdapat bunyi Cracked- Pot ( tanda macewe),Mata
melihat kebawah (tanda setting – sun ) , mudah terstimulasi, lemah, kemampuan makan
kurang, perubahan kesadaran, opistotonus dan spatik pada ekstremitas bawah.pada bayi
dengan malformasi Arnold- Chiari, bayi mengalami kesulitan menelan, bunyi nafas stridor,
kesulitan bernafas, Apnea, Aspirasi dan tidak reflek muntah.

b) Masa Kanak-Kanak

Sakit kepala, muntah, papil edema, strabismus, ataxsia mudah terstimulasi , Letargy
Apatis, Bingung, Bicara inkoheren.

4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Lingkar Kepala pada masa bayi
b. Translumiasi kepala bayi, tampak pengumpulan cairan serebrospinalis yang abnormal
c. Perkusi pada tengkorak bayi menghasilkan "suara khas"
d. Opthalmoscopi menunjukan papil edema
e. CT Scan
f. Foto Kepala menunjukan pelebaran pada fontanel dan sutura serta erosi tulang intra
cranial

16
g. Ventriculografi ( jarang dipakai ) : Hal- hal yang Abnormal dapat terlihat di dalam
system ventrikular atau sub – arakhnoid.
5. Perkembangan Mental/ Psikososial
a. Tingkat perkembangan
b. Mekanisme koping
c. Pengalaman di rawat di Rumah Sakit

6. Pengetahuan Klien dan Keluarga


a. Hidrosephalus dan rencana pengobatan
b. Tingtkat pengetahua
B. Diagnosa KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah cairan
serebrospinal
2. Nyeri yang berhubunngan dengan peningkatan tekanan intracranial
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
perubahan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolism.
4. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan meningkatnya volume
cairan serebrospinal, meningkatnya tekanan intra karnial
5. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurang informasi dalam
keadaan krisis.
6. Resiko tinggi terjadinya kerusakn intregasi kulit sehubungan dengan penekanan
7. dan ketidakmampuan untuk menggerakan kepala.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Dx 1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah cairan


serebrospinal.

Tujuan: Setelah dilakukan atau diberikan asuhan keperawatan 2 x 24 jam klien tidak
mengalami peningkatan TIK.

Kriteria hasil: Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS 4,5,6
tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal.

1. Intervensi
a. Kaji factor penyebab dari keadaan individu/penyebab koma/penurunan perfusi
jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.

17
R/: deteksi dini untuk memperioritaskan intervensi , mengkaji status neurologi/tanda-
tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.

b. Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam

R/: Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi
ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari autoregulator kebanyakan
merupakan tanda penurunan difusi local vaskularisasi darah serebral. Adanya
peningkatan tekanan darah, bradhikardi, distritmia, dispnia merupakan tanda
terjadinya peningkatan TIK.

c. Evaluasi pupil

R/: Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari
gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak.

d. Monitor temperature dan pengaturan suhu lingkungan

R/: Panas merupakan refleks dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan mertabolisme


dan oksegen akan menunjang peningkatan TIK.

e. Pertahankan kepala / leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal.
Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala

R/: perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada vena
serebral), untuk itu dapat meningkatkan TIK

f. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.

R/: tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan
komulatif.

g. Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti massase punggung,
lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana atau pembicaraan yang
tidak gaduh.

R/: memberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat mengurangi respons
psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahan TIK yang rendah.

h. Cegah atau hindari terjadinya valsava maneuver.

18
R/: mengurangi tekanan intra torakal dan intraabdominal sehingga menghindari
peningkatan TIK.

i. Bantu pasien jika batuk, muntah.

R/: aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak atau tekanan dalam thorak dan
tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan TIK.

j. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku oada opagi hari.

R/: tingkat non verbal ini meningkatkan indikasi peningkatan TIK atau memberikan
refleks nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal,
nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan Tik

k. Palpasi pada pembesaran atau pelebaran blader, peertahgankanb drainase urine secara
paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.

R/: dapat meningkatkan respon automatic yang potensial menaikan Tik

l. Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan orangtua tentang sebab akibat TIK
meningkat.

R/: meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan perawatan klien dan m engurangi
kecemasan

2. Dx2: Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya tekanan


intracranial, terpasang shunt .

Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah, kepala
membesar

Tujuan :Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan nyeri kepala klien
hilang.

Kriteria hasil: pasien mengatakan nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri 0), dan
tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal dan RR normal.

1. Intervensi :
a. Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan area yang sakit dan
menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak nyeri, 5 = nyeri sekali)

R/: Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.

19
b. Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian kepada anak untuk
ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah ditangani dengan baik.

R/: Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan diri anak untuk mengatasi
nyeri dan kontinuitas anak untuk terus berusaha menangani nyerinya dengan baik.

c. Pantau dan catat TTV.

R/: Perubahan TTV dapat menunjukkan trauma batang otak.

d. Jelaskan kepada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras bila mereka ada,
tetapi kehadiran mereka itu penting untuk meningkatkan kepercayaan.

R/: Pemahaman orang tua mengenai pentingnya kehadiran, kapan anak harus
didampingi atau tidak, berperan penting dalam menngkatkan kepercayaan anak.

e. Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang dongeng menggunakan


boneka, nafas dalam, dll.

R/: Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian anak dari rasa nyeri yang
dirasakan.

3. Dx.3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
perubahan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme.

Tujuan: Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 1x 24 jam diharapkan


ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan

Kriteria hasil: tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal, tidak
adanya mual-muntah.

1. Intervensi :
a. Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah mengunyah
makanan.

R/: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan meninbulkan
mual.

b. Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi perasaan tegang pada
lambung.

R/: Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi beban saluran
pencernaan. Saluran pencernaan ini dapat mengalami gangguan akibat hidrocefalus.
20
c. Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang disajikan pada saat
individu ingin makan.

R/: Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat.

d. Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah berkemih pertama.

R/: Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih untuk mengetahui
berat badan mula-mula sebelum mendapatkan nutrient

e. Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang realistis dan
adekuat.

R/: Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai indikasi dan
kebutuhan kalorinya

f. Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infuse dekstrosa 5% 2-3 hari
kemudian diberikan makanan lunak.

4. DX4: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan meningkatnya volume


cairan serebrospinal, meningkatnya tekanan intra karnial.

Tujuan : perfusi jaringan serebral adequat.

1. Intervensi:
Observasi TTV
a. Kaji data dasar neurologi
b. Hindari pemasangan infuse pada vena kepala jika terjadi pembedahan
c. Tentukan posisi anak :
 tempatkan pada posisi terlentang
 tinggikan kepala
d. Hindari penggunaan obat – obat penenang

5. DX5: Resiko tinggi terjadinya kerusakn intregasi kulit sehubungan dengan penekanan
dan ketidakmampuan untuk menggerakan kepala.

Tujuan : klien akan menunjukan intregasi kulit yang baik

1. Intervensi :
a. Berikan perawatan kulit

21
b. Laporkan segera bila terjadi perubahan TTV ( tingkah laku ).
c. Monitor daerah sekitar operasi terhadap adanya tanda – tanda kemerahan atau
pembengkakan.
6. DX6: Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurang informasi dalam
keadaan krisis.

Tujuan : keluarga klien akan menerima support dengan adekuat

1. Intervensi :
a. Jelaskan tentang penyakit tindakan dan prosedur yang akan dilakukan.
b. Berikan kesempatan pada orang tua atau anggota keluarga untuk mengekspresikan
perasaan.
c. Berikan dorongan pada orang tua untuk membantu perawatan anak.

D. PELAKSANAAN /IMPLEMENTASI

Pelaksanaan tindakan keperawatan anak dengan hydrosefhalus didasarkan pada rencana


yang telah ditentukan dengan prinsip :

Mempertahankan perfusi jaringan serebral tetap adequat:

a. Mencegah terjadinya injuri dan infeksi


b. Meminimalkan terjadinya persepsi sensori
c. Mengatasi perubahan proses keluarga dan antisipasi berduka

E. EVALUASI

Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu pada
kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa keperawatan sehingga :

• Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)


• Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
• Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian ulang &
intervensi dirubah).

22
2. MININGITIS PADA ANAK

1. Definisi
Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari
pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran
darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga
menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak.
2. Penyebab/faktor predisposisi
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan protozoa.
Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri
berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan
dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.
Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur
tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus
dan Listeria monositogenes. Golongan umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh
H.influenzae, Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan
oleh Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan
pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus,
Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.
Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman
Tuberculosis dan virus. Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang
lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling
sering ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes
simplex, Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptic (viral).

3. Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak,
misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan
Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan
organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media,
Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi
akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-
kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS
(Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.

23
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi;
dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke
dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi
pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua selsel plasma. Eksudat yang
terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan
fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuronneuron. Trombosis
serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan kraniales.
Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih
dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.

24
4. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada
cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai
dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih.
Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis
purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan
eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis
Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.

5. Gejala Klinis
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi,
muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal
(CSS) melalui pungsi lumbal.
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa
sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh
Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh
pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis
yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit
tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak
gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada
meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah
dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku leher, dan
nyeri punggung.
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan
gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas
tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan
konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami
lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus
pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-
anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas,
penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri
otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau stadium
prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi biasa.
Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam, muntah-muntah,

25
nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi,
pola tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat
panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri
punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu dengan gejala
penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan kadang
disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai
nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial,
ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai
dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita
dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan
sebagaimana mestinya.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Umumnya terjadi penurunan kesadaran, nadi 100-140 x/mnt, suhu 37-39°C, pernafasan
20-40 x/mnt teratur.
b. Kepala dan Leher
 Kepala berbentuk simetris, rambut bersih, hitam dan penyebarannya merata, ubun-
ubun besar masih belum menutup, teraba lunak dan cembung, tidak tegang. Lingkar
kepala 36 cm.
 Reaksi cahaya +/+, mata nampak anemi, ikterus tidak ada, tidak terdapat sub
kunjungtival bleeding.
 Telinga tidak ada serumen.
 Hidung tidak terdapat pernafasan cuping hidung.
 Mulut bersih, tidak terdapat moniliasis.
 Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar, tidak ada kaku kuduk.
c. Dada dan Thoraks
Pergerakan dada simetris, Wheezing -/-, Ronchi -/-, tidak terdapat retraksi otot bantu
pernafasan. Pemeriksaan jantung, ictus cordis terletak di midclavicula sinistra ICS 4-5,
S1S2 tunggal tidak ada bising/ murmur.
d. Abdomen
Bentuk supel, hasil perkusi tympani, tidak terdapat meteorismus, bising usus+ normal 5
x/ mnt, hepar dan limpa tidak teraba. Kandung kemih teraba kosong.
e. Ekstremitas

26
Tidak terdapat spina bifida pada ruas tulang belakang, tidak ada kelainan dalam segi
bentuk, uji kekuatan otot tidak dilakukan. Klien mampu menggerakkan ekstrimitas
sesuai dengan arah gerak sendi. Ekstrimitas kanan sering terjadi spastik setiap 10 menit
selama 1 menit.
f. Reflek
Pada saat dikaji refleks menghisap klien +, refleks babinsky +
g. Tanda Rangsang Meningeal
a. Tanda rangsang meningeal kaku kuduk
Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tekuk. Bila hebat,
terjadi opistotonus yaitu tekuk kaku dalam sikap kepala tertengdah dan pungguang
dalam sikap hiperekstensi. (Mansjoer, Arif, 2000; 437-439)
Cara pemeriksaan : Pasien berbaring terlentang singkirkan penyangga kepala lakukan
gerakan anterofleksi leher secara pasif sampai dagu menyentuh dada. Bila terasa ada
tekanan sehingga dagu tidak bisa menyentuh dada bahkan badan atas ikut terangkat
berarti kaku kuduk positif.
Gambar opistotonus :

b. Tanda rangsang meningeal Brudzinski


- Brudzinski sign, tanda leher
Cara pemeriksaan : Pasien berbaring terlentang kemudian gerakan antreofleksi
leher secara pasif. Positif bila disusul secar reflektorik oleh gerakan fleksi pada
kedua tungkai sendi lutut dan panggul
Gambar :

27
- Brudzinski sign, tanda tungkai kontralateral
Cara pemeriksaan : pasien berbaring terlentang salah satu tungkai diangkat dalam
sikap lutut lurus di sendi lutut, dan fleksi di sendi panggul. Positif bila tungkai
kontralateral timbul gerakan reflektorik fleksi di sendi lutut dan panggul.
- Brudzinski sign, tanda pipi
Cara pemeriksaan : dilakukan penekanan pada kedua pipi tepat dibawah os
zigomatikum. Positif bila disusul gerakan reflektorik fleksi kedua sikudan
gerakan reflektorik keatas sejenak kedua lengan.
- Brudzinski sign, tanda simfisis pubis
Cara pemeriksaan : dilakukan penekana pada simfisis pubis. Positif bila disusul
gerakan reflektorik fleksi pada kedua tungkai di sendi lutut dan panggul.
c. Tanda rangsang meningeal Kernig
Cara pemeriksaan : pasien berbaring terlentang satu tungkai difleksikan pada sendi
lutut dan panggul hingga 900, kemudian ekstensikan tngkai bawah pada sendi lutut
sampai membentuk sudut > 1350 trehadap paha. Positif bila pada tungkai kontralateral
timbul gerakan reflektorik fleksi di sendi lutut dan panggul.
Gambar :

7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
 Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
 Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED),
kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
 Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, ada
Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
 Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
 Pemeriksaan Radiologis

28
 Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT
Scan.
 Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal,
gigi geligi) dan foto dada.

8. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis meningitis bakteri tidak dapat dibuat berdasarkan gejala klinis. Diagnosis
pasti hanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan serebrospinal melalui lumbal pungsi.
Tekanan cairan diukur dan cairannya diambil untuk kultur, pewarnaan gram, hitung jenis,
serta menetukan kadar glukosa dan protein. Diagnostik kultur dan pewarnaan gram
seringkali dibutuhkan untuk menentukan kuman penyebab. Tekanan cairan serebrospinal
biasanya meningkat, tetapi interpretasinya seringkali sulit bila anak sedang menangis.
Umumnya dijumpai leukositosis dengan predominan leukosit PMN, tetapi bisa sangat
bervariasi. Warna cairan biasanya opalesen dan keruh, reaksi nonne dan paddy biasanya
akan positif. Kadar klorida biasanya menurun, kadar glukosa akan berkurang sesuai lama
dan beratnya infeksi. Hubungan antara glukosa dalam cairan serebrospinal dengan glukosa
dalam darah sangat penting dalam mengevaluasi kadar glukosa dalam cairan serebrospinal,
oleh karena itu sampel glukosa darah diambil kira-kira 30 menit sebelum lumbal pungsi.
Konsentrasi protein biasanya meningkat.
Kultur darah dilakukan pada anak-anak yang dicurigai menderita meningitis. Biasanya
dijumpai leukositosis yang bergeser ke kiri dan anemia megaloblastik.
9. Komplikasi
Komplikasi dari Meningitis adalah sebagai berikut;
o Retardasi mental
o Iritabel
o Ganguan motorik
o Epilepsi
o Emosi tidak stabil
o Sulit tidur
o Halusinasi
o Enuresis
o Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain (Kapita Selekta Kedokteran,
2000).
o Selain itu meningitis juga menimbulkan komplikasi berupa edema otak dan perdarahan
serebral (Erny, Darto Saharso, 2006).
29
10. Prognosis
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang
menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama
penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua
mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan
kematian.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis
purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa).
Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian,
keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 5 – 10% penderita
mengalami kematian.
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya tinggi.
Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian meningitis TBC dipengaruhi oleh
umur dan pada stadium berapa penderita mencari pengobatan. Penderita dapat meninggal
dalam waktu 6-8 minggu.
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada klien adalah :
a) Data diri
 Merupakan identitas diri pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal masuk
rumah sakit dan dokumentasi pengkajian.
b) Keluhan utama
 Merupakan dorongan penyebab klien masuk rumah sakit. Keluhan utama pada
penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan kesadaran, demam
dan kejang.
c) Riwayat kehamilan dan kelahiran
 Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal. Riwayat
prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu terutama
penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir dalam usia kehamilan
aterm atau tidak karena mempengaruhi sistem kekebalan terhadap penyakit pada anak.
Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban
untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah
lahir contohnya BBLR.
d) Pemeriksaan fisik.

30
Pada klien meningitis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada pemeriksaan neurologis.
Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi:
 Keadaan umum penderita
Biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami perubahan atau penurunan
tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan
metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat
prosses peradangan otak.
 Gangguan sistem pernafasan.
Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabakan
kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila
tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan.
 Gangguan sistem kardiovaskuler.
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada daerah
tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah
meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmitter
rangsang parasimpatis ke jantung.
 Pengkajian tumbuh dan kembang
Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronis atau mengalami
hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan sangat besar. Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak ini
menjadi penting sebagai langkah awal penanganan dan antisipasi. Pengkajian dapat
dilakukan dengan menggunakan format DDST dan pengukuran antropometri.

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada selaput otak
b. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan pada selaput otak.
c. Perfusi Jaringan Serebral tidak Efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
d. Resiko injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan
penurunan tingkat kesadaran
3. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada selaput otak
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24 jam diharapkan nyeri dapat
berkurang.

31
NOC : kontrol nyeri
Skala :
1. Tidak pernah dilakukan.
2. Jarang dikakukan.
3. Kadang-kadang dilakukan.
4. Sering dilakukan.
5. Selalu dilakukan.
Dengan kriteria :
 Mengetahui faktor penyebab
 Mengetahui peningkatan nyeri
 Gunakan cara pencegahan
 Gunakan cara non analgetik
 Gunakan obat analgetik
 Kenali nyeri untuk perawatan professional
 Gunakan sumber yang tersedia
 Catat control nyeri
 Pasien dapat tidur dengan tenang
 Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.

Intervensi dan Rasional :


Manajemen nyeri
1) Kaji karakteristik nyeri, letak, durasi, kualitas dan kuantitas nyeri.
Rasional : Untuk menentukan tindakan penanganan yang tepat pada pasien tersebut.
2) Berikan pengetahuan mengenai nyeri pada pasien.
Rasional : Untuk menambah pengetahuan pasien
3) Evaluasi pengalaman nyeri pasien.
Rasional : Untuk mengetahui apakah nyeri yang dirasakan pernah dirasakan
sebelumnya atau tidak.
4) Awasi faktor lingkungan yang dapat menyebabkan nyeri.
Rasional : Dengan mengendalikan faktor lingkungan yang dapat menyebabkan nyeri
diharapkan nyeri pasien dapat berkurang. Menurunkan reaksi terhadap rangsangan
ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan pasien untuk
beristirahat.
5) Ajarkan teknik relaksasi pada pasien

32
Rasional : Dengan teknik relaksasi diharapkan nyeri dapat berkurang. Teknik
relaksasi dapat berupa teknik nafas dalam, teknik distraksi, guided imaginary, dan
sebagainya.
6) Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada mata
Rasional : Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak
7) Berikan obat analgesic
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit

b. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan pada selaput otak.


Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24 jam suhu dapat kembali normal.
NOC : Pengaturan Suhu
Skala :
1. Extremely compromize
2. Substantially compromise
3. Moderately compromise
4. Mildly compromise
5. Not compromise
Dengan kriteria hasil :
 Suhu kulit normal
 Suhu tubuh dalam rentang normal
 Tidak menunjukkan sakit kepala
 Tidak menunjukkan nyeri otot
 Tidak terdapat iritasi
 Tidak tampak ngantuk
 Warna kulit tidak berubah
 Berkeringat ketika panas
 Nadi dalam rentang yg diinginkan
 Pernapasan normal
 Hidrasi yang adekuat
Intervensi dan Rasional :
Regulasi suhu
1) Monitor suhu tiap 2 jam sekali.
Rasional : Dengan memonitor suhu setiap 2 jam sekali, maka perubahan suhu dapat
segera diketahui.
33
2) Monitor tekanan darah.
Rasional : Monitor tekanan darah pasien ketika duduk, berbaring dan berdiri untuk
mengetahui perbedaannya.
3) Auskultasi bunyi paru.
Rasional : Untuk mengetahui adanya suara nafas tambahan.
4) Monitor perubahan warna kulit pada diri pasien.
Rasional : Pada pasien yang hipertermi dapat terjadi perubahan warna kulit
(kemerahan)
5) Monitor adanya sianosis pada pasien.
Rasional : Pada pasien demam biasanya sering terjadi sianosis yang ditunjukkan
dengan adanya warna kebiru-biruan pada ujung-ujung ekstremitas dan pada mukosa
bibir.
6) Monitor kelembaban kulit pasien.
Rasional : Pasien dengan demam tinggi harus dianjurkan untuk banyak minum untuk
menghindari terjadinya dehidrasi.
c. Perfusi Jaringan Serebral tidak Efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
Tujuan dan Kriteria hasil:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan tercapai keefektifan
perfusi jaringan serebral, dengan kriteria hasil:
Tissue perfusion : Cerebral (Perfusi jaringan serebral)
- Tekanan darah sistolik normal (120 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal
range)
- Tekanan darah diastolik normal (80 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal
range)
- Tidak ada sakit kepala (skala 5 = none)
- Tidak ada agitasi (skala 5 = none)
- Tidak ada syncope (skala 5 = none)
- Tidak ada muntah (skala 5 = none)
Seizure Control
- Pasien tidak mengalami kejang (skala 5 = Consistenly Demonstrated)
- Lingkungan sekitar pasien dalam keadaan aman (skala 5 = Consistenly
Demonstrated)

34
Intervensi :
Cerebral Perfusion Promotion
1) Pantau tingkat kerusakan perfusi jaringan serebral, seperti status neurologi dan
adanya penurunan kesadaran.
Rasional: kegagalan perfusi jaringan serebral dapat mempengaruhi status neurologi
dan tingkat kesadaran klien.
2) Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan posisi kepala yang tepat (0, 15, atau
30 derajat) dan monitor respon klien terhadap posisi tersebut.
Rasional : posisi yang tepat dapat membantu memperlancar aliran darah ke otidak
sehingga nutrisi dan O2 ke otidak adekuat.
3) Monitor status respirasi (pola, ritme, dan kedalaman respirasi; PO 2, PCO2, PH, dan
level bikarbonat)
Rasional : status respirasi dapat menjadi indikator keadekuatan perfusi oksigen ke
otidak.
4) Monitor nilai lab untuk perubahan dalam oksigenasi
Rasional: oksigenasi yang tidak adekuat dapat menurunkan perfusi oksigen ke
otidak.
Oxygen Therapy
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas.
Rasional: mempertahankan kepatenan jalan napas bertujuan untuk mencegah
terputusnya aliran oksigen ke otidak sehingga mencegah terjadinya hipoksia jaringan
otidak.
2) Monitor aliran oksigen.
Rasional: untuk mempertahankan masukan oksigen adekuat sesuai dengan
kebutuhan.
Vital Signs Monitoring
1) Monitor tanda-tanda vital
Rasional: memonitor tanda-tanda vital penting untuk mengetahui keadaan umum dan
status keefektifan perfusi jaringan.
2) Ukur tekanan darah setelah klien mendapatkan medikasi/terapi.
Rasional: pengukuran tekanan darah setelah mendapatkan terapi/medikasi penting
untuk mengetahui keefektifan terapi.
Seizure management
1) Monitor secara langsung mata dan kepala selama kejang

35
Rasional: pada stroke hemoragik pemantaun mata dan kepala penting apa adanya
perburukan kondisi pasien
2) Monitor status neurologik
Rasional: satus neurologik pasien membrikan gamabran seizure dan dapat
memberikan intervensi yang tepat
3) Monitor TTV
Rasional: perubahan TTV menunjukan adanya perbaikan atau perburukan kondisi
pasien
4) Dokumentasikan informasi tentang kejadian kejang
Rasional: pendokumentasian penting untuk memantau status perkembangan
neurologi pasien
5) Berikan antikonvulsan Phenytoin 3x100 mg/IV dan neuroprotektor Citicolin 3x250
mg/IV
Rasional: Phenytoin cenderung menstabilkan ambang kejang terhadap kepekaan
yang berlebihan yang disebabkan oleh rangsangan berlebihan atau perubahan-
perubahan lingkungan yang dapat mengurangi derajat membran terhadap Natrium
termasuk pengurangan potensiasi pasca tetanik pada sinap. Citicolin juga
memperbaiki fungsi kognitif dengan cara meningkatkan kadar kolin.
Seizure Precaution
1) Hindarkan barang-barang yang berbahaya dari sekitar pasien
Rasional: arang-barang yang berbahaya bisa digunakan untuk mencederai diri pasien
2) Jaga ikatan di samping tempat tidur
Rasional: memberikan keamanan bagi pasien dan tidak menimbulkan risio jatuh
3) Pasang tiang pengaman
Rasional: memberikan pengaman sehingga pasien tidak cedera
4) Gunkan paddle pada sisi tempat tidur
Rasional: menghidari timbulnya cedera pada pasien

d. Resiko injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan
penurunan tingkat kesadaran
Tujuan dan Kriteria Hasil:
Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
Intervensi dan Rasional :

36
1) Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya
Rasional : Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai
dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
2) Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat
suction selalu berada dekat pasien.
Rasional : Melindungi pasien bila kejang terjadi
3) Pertahankan bedrest total selama fase akut
Rasional : Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia
4) Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, Phenobarbital
Rasional : Untuk mencegah atau mengurangi kejang

37
3. KEJANG PADA ANAK
1. Pengertian
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari
38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak
berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam
dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks (Schwartz, 2005). Di Asia sekitar 70% - 90% dari seluruh kejang demam
merupakan kejang demam sederhana dan sisanya merupakan kejang demam kompleks
(Karemzadeh, 2008).
Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak mengalami demam
akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang perlu diwaspadai
karena dapat terjadi berulang dan dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak (Tikoalu J.R,
2009).

2. Anatomi Fisiologi Sistem Persyarafan


Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan-jalinan saraf yang kompleks, sangat khusus
dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan
dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya.
a. Otak
Otak dibagi 2 yaitu otak besar (serebrum) dan otak kecil (serebelum). Otak besar
terdiri dari lobus frontalis, lobus parientalis, lobus oksipitalis dan lobus temporalis.
Permukaan otak bergelombang dan berlekuk-lekuk membentuk seperti sebuah lekukan
yang disebut girus.
1) Otak besar (serebrum)
Otak besar merupakan pusat dari :
 Motorik : impuls yang diterima diteruskan oleh sel-sel saraf kemudian
menuju ke pusat kontraksi otot
 Sensorik : setiap impuls sensorik dihantarkan melalui akson sel-sel saraf yang
selanjutnya akan mencapai otak antara lain ke korteks serebri.
 Refleks : berbagai kegiatan refleks berpusat di otak dan batang otak sebagian
lain dibagian medulla spinalis.
 Kesadaran : bagian batang otak yang disebut formasio retikularis bersama
bagian lain dari korteks serebri menjadi pusat kesadaran utama
 Fungsi luhur : pusat berfikir, berbicara, berhitung dan lain-lain.

38
2) Otak Kecil (Serebelum)
Otak kecil yang merupakan pusat keseimbangan dan koordinasi gerakan.Pada
daerah serebelum terdapat sirkulus willisi, pada dasar otak disekitar kelenjar
hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian arteri carotis interna
dan vertebral, lingkaran inilah yang disebut sirkulus willisi yang dibentuk dari
cabang-cabang arteri carotis interna, anterior dan arteri serebral bagian tengah dan
arteri penghubung anterior dan posterior. Arteri pada sirkulus willisi memberi
alternative pada aliran darah jika salah satu aliran darah arteri mayor tersumbat.
b. Cairan Serebrospinal
Merupakan cairan yang bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis 1,007 diproduksi
didalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan medulla spinalis melalui sistem
ventrikular. Cairan Serebrospinal atau Liquor Cerebro Spinalis (LCS) diproduksi di
pleksus koroid pada ventrikel lateral ketiga dan keempat, secara organik dan non
organik LCS sama dengan plasma tetapi mempunyai perbedaan konsentrasi. LCS
mengandung protein, glukosa dan klorida, serta immunoglobulin.Secara normal LCS
hanya mengandung sel darah putih sedikit dan tidak mengandung sel darah
merah.Cairan LCS didalam tubuh diserap oleh villiarakhnoid.
c. Medula Spinalis
 Merupakan pusat refleks-refleks yang ada disana
 Penerus sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik
 Penerus impuls motorik dari otak ke saraf motorik
 Pusat pola gerakan sederhana yang telah lama dipelajari contoh melangkah.
d. Saraf Somatik
Merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan saraf motorik dari
pusat ke perifer. Berdasarkan tempat keluarnya dibagi menjadi saraf otak dan saraf
spinal.
e. Saraf Spinal
Dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra :
 Saraf servikal 8 pasang
 Saraf torakal 12 pasang
 Saraf lumbal 5 pasang
 Saraf sacrum/sacral 5 pasang
 Saraf koksigeal 1 pasang
Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik masuk
medula spinalis melalui akar belakang dan serat motorik keluar dari medula spinalis

39
melalui akar depan kemudian bersatu membentuk saraf spinal. Saraf-saraf ini sebagian
berkelompok membentuk pleksus (anyaman) dan terbentuklah berbagai saraf (nervus)
seperti saraf iskiadikus untuk sensorik dan motorik daerah tungkai bawah. Daerah
torakal tidak membentuk anyaman tetapi masing-masing lurusdiantara tulang kosta
(nervus inter kostalis). Umumnya didalam nervus ini juga berisi serat autonom,
terutama serat simpatis yang menuju ke pembuluh darah untuk daerah yang sesuai.
Serat saraf dari pusat di korteks serebri sampai ke perifer terjadi penyeberang (kontra
lateral) yaitu yang berada di kiri menyeberang ke kanan, begitu pula sebaliknya. Jadi
apabila terjadi kerusakan di pusat motorik kiri maka yang mengalami gangguan
anggota gerak yang sebelah kanan.
f. Saraf Otonom
Sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti jantung, paru, serta
alat pencernaan. Sistem otonom dipengaruhi saraf simpatis dan parasimpatis.
Peningkatan aktifitas simpatis memperlihatkan :
- Kesiagaan meningkat
- Denyut jantung meningkat
- Pernafasan meningkat
- Tonus otot-otot meningkat
- Gerakan saluran cerna menurun
- Metabolisme tubuh meningkat
Saraf simpatis ini menyiapkan individu untuk bertempur atau lari, semua itu
tampak pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja, olahraga, cemas, dan
lain-lain.
Peningkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan :
- Kesiagaan menurun
- Denyut jantung melambat
- Pernafasan tenang
- Tonus otot-otot menurun
- Gerakan saluran cerna meningkat
- Metabolisme tubuh menurun
g. Saraf kranial :
1) Saraf Olfaktorius
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan
olfaktorius. Sistem ini terbagi dari bagian berikut : mukosa olfaktorius pada bagian
atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis.

40
Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari
membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal
untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini traktus olfaktorius berjalan dibawah
lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.
2) Saraf Optikus
Saraf optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di
retina.Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri
optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk
membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian
fundus maih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan
pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina)
menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak
menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum
berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf
okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan
penglihatan dan berjalan didalam trakus optikus menuju korpus genikulatum
lateralis.
3) Saraf Okulomotorius
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea
periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea
(Nukleus otonom). Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot
rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator
palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin
sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot
siliaris.
4) Saraf Troklearis
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan
substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius.
Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang
otak.Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata
bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.
5) Saraf Trigeminus
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan
serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot

41
temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang
utama yaitu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya
mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar
dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga
luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.
6) Saraf Abdusens
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian
bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf
abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.
7) Saraf Fasialis
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi
motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari
tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari
Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf
vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri
dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot
stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut
sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.
8) Saraf Vestibulokoklearis
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut
aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengndung serabut-
serabut aferen yang mengurusi keseimbangan.
Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan
menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus
genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis.
9) Saraf Glosofaringeus
Saraf glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius
pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus
mempunyai dua ganglion, yaitu gonglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis
inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan
vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Diantara otot ini dan otot stiloglosal,
saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga
posterior lidah.
10) Saraf Vagus

42
Saraf Vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau
jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah
foramen ugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan
menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.
11) Saraf Asesorius
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis.Radiks kranialis
adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari
saraf vagus. Saraf aksesorius adalah saraf motorik yang mempersarafi otot
sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius
memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
12) Saraf Hipoglosus
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi
garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum
hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan
mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.
h. Aktivitas Saraf
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan
refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
1 = Tidak ada respon
2 = Hypoactive/penurunan respon, kelemahan (+)
3 = Normal (++)
4 = Lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
5 = Hyperaktif, dengan klonus (++++)
i. Refleks-refleks pada sistem persyarafan
1) Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat keatas sampai fleksi kurang
lebih 30°. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul
dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu,
ekstensi dari lutut.
2) Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90°, supinasi dan lengan
bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada
tendon, biceps (diatas lipatan siku) kemudian dipukul dengan refleks hammer.

43
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi
fleksi sebagian dengan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi
penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3) Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900, tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon)
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila
ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai
otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4) Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini
kaki yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
5) Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus.
Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah yang digores.
6) Refleks babinski
Merupakan refleks yang paling penting. Refleks ini hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat
bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian
melintasi bagian jantung kaki. Respon babinski timbul bila ibu jari kaki melakukan
dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar.Respon yang normal adalah fleksi plantar
semua jari kaki.
j. Pemeriksaan Khusus Sistem Persarafan
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan
pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada berarti kaku kuduk positif (+).
2) Tanda brudzinski I
Letakan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain
didada klien untuk mencegah badab tidak terangkat. Kemudian kepala klien
difleksikan dedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah
akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.

44
3) Tanda brudzinski II
Tanda brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi
panggung secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul
dan lutut.
4) Tanda kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada
sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 135° terhadap tungkai
atas. Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan
5) Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang m. Ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
a. Kejang pada posisi Dekortikasi (Decorticate posturing), terjadi jika ada
lesi pada traktus corticospinal. Nampak kedua lengan atas menutup
kesamping, kedua siku, kedua pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua
kaki ekstensi dengan memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.
b. Kejang pada posisi Deserebrasi (Decerebrate posturing), terjadi jika ada
lesi pada midbrain, pons atau diencephalon.
c. Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi
dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.
3. Etiologi
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian besar
anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan peningkatan suhu tubuh.
Biasanya suhu demam diatas 38,8°C dan terjadi disaat suhu tubuh naik dan bukan pada
saat setelah terjadinya kenaikan suhu tubuh (Dona Wong L, 2008).
4. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1º C akan menyebabkan kenaikan
kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat sebanyak 20%.
Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan dari membran sel
neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium
melalui membran tadi, akibatnya terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan muatan
listrik ini dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan

45
neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang
berbeda dan tergantung pada tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak pada
kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu 38ºC, anak tersebut
mempunyai ambang kejang yang rendah, sedangkan pada suhu 40º C atau lebih anak
tersebut mempunyai ambang kejang yang tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah
(Latief et al., 2007).

Bagan 2.1
Proses Penyakit (Pathway)

Suhu Tubuh Meningkat

Gangguan Keseimbangan Membran Sel

Pelepasan Ion Na dan K

Pelepasan Muatan Listrik Oleh Seluruh Sel Sangat Besar

Gangguan Muatan Listrik

KEJANG
(Sumber: Nugroho, 2011)

5. Manifestasi Klinis
Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik
bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan
sadar kembali tanpa defisit neurologis. Adapun tanda- tanda kejang demam meliputi :
a. Demam yang biasanya di atas (38,9 º C)
b. Jenis kejang (menyentak atau kaku otot)
c. Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke atas)
d. Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang
b. Penurunan kesadaran
c. Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus
d. Muntah

46
e. Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang dalam waktu
yang singkat (Lyons, 2012)
6. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi kejang
demam, diantaranya sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan
lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium
yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit, gula darah dan urinalisis
(Saharso et al., 2009). Selain itu, glukosa darah harus diukur jika kejang lebih lama
dari 15 menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung ketika pasien dinilai
(Farrell dan Goldman, 2011).
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasein kejang demam
pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk bayi kurang dari 12 bulan, bayi
antara 12 - 18 bulan dianjurkan untuk dilakukan dan bayi > 18 bulan tidak rutin
dilakukan pungsi lumbal. Pada kasus kejang demam hasil pemeriksaan ini tidak
berhasil (Pusponegoro dkk, 2006).
c. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam sederhana
namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien kejang yang kompleks atau
dengan faktor risiko lain untuk epilepsi. EEG pada kejang demam dapat
memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris
dan kadang-kadang unilateral (Jonston, 2007).
d. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan dan dilakukan
jika ada indikasi seperti kelainan neurologis fokal yang menetap (hemiparesis) atau
kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastisitas), terdapat tanda
peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, UUB
membonjol, paresis nervus VI, edema papil) (Saharso et al., 2009).

47
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan klien dengan Kejang Demam Sederhana
1. Pengkajian
Berdasarkan tanda dan gejala penyakit kejang demam, maka asuhan keperawatan
yang prioritas ditegakkan adalah pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi, perencanaan pemulang yaitu :
Riwayat Keperawatan
Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam hari, terjadinya
kejang dan penurunan kesadaran.
a. Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS, diagnose
medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga
dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.

d. Riwayat kesehatan keluarga


Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
e. Riwayat psikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
f. Pola Fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme :
Pola nutrisi klien perlu dikaji untuk menentukan terjadinya gangguan
nutrisi atau tidak pada klien
2) Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien
merasakan demam terutama pada malam hari
g. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar (composmentis-
coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
2) Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki

48
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari
keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari
kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip (inspeksi,
auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB untuk
mengetahui adanya penurunan BB karena peningkatan gangguan nutrisi
yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
(Wijaya,2013).

2. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis
b. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu tubuh
c. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus
d. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat
(Doengoes, 2007)
3. Perencanaan
Perencanaan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam sederhana
adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Rencana Tindakan keperawatan
N Diagnosa Perencanaan
O Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Peningkatan suhu Tupan: 1. Pantau suhu 1. Suhu 38,9-41,1
0
tubuh Setelah pasien (derajat C menunjukkan
berhubungan dilakukan dan pola): proses penyakit
dengan proses tindakan perhatikan infeksius akut.
patologis keperawatan menggigil?
selama 4 x 24 diaforesi.
suhu tubuh 2. Pantau suhu 2. Suhu ruangan,
normal. lingkungan, jumlah selimut harus
Tupen: batasi/tambahkan dirubah untuk
Setelah linen tempat tidur mempertahankan
dilakukan sesuai indikasi. suhu mendekati
tindakan normal
perawatan
selama 3 x 24 3. Berikan kompres 3. Dapat
jam proses hangat: hindari membantu
49
patologis teratasi penggunaan mengurangi demam,
dengan kriteria: kompres alkohol. penggunaan air
TTV stabil es/alkohol mungkin
Suhu tubuh menyebabkan
dalam batas 4. Berikan selimut kedinginan
normal pendingin 4. Digunakan untu
kengurangi demam
umumnya lebih besar
dari 39,5-40 0C pada
waktu terjadi
Kolaborasi: gangguan pada otak.
5. Berikan antipiretik
sesuai indikasi 5. Digunakan
untuk mengurangi
demam dengan aksi
sentral

2 Resiko tinggi Tupan: setelah 1. Ukur/catat haluaran 1. Penurunan haluaran


kekurangan volume dilakukan urin. urin dan berat jenis
cairan berhubungan tindakan akan menyebabkan
dengan perawatan selama hipovolemia.
peningkatan suhu 3 x 24 jam 2. Pantau tekanan 2. Pengurangan dalam
tubuh kekurangan darah dan denyut sirkulasi volume
volume cairan jantung cairan dapat
tidak terjadi mengurangi tekanan
darah/CVP,
Tupen: setelah mekanisme
dilakukan kompensasi awal dari
tindakan takikardia untuk
perawatan selama meningkatkan curah
2 x 24 jam jantung dan
peningkatan suhu meningkatkan
tubuh teratasi, 3. Palpasi denyut tekanan darah
dengan kriteria: perifer. sistemik.
Tidak ada tanda- 3. Denyut yang lemah,
tanda dehidrasi 4. Kaji membran mudah hilang dapat
Menunjukan mukosa kering, menyebabkan

50
adanya turgor kulit yang hipovolemia.
keseimbangan tidak elastis 4. Hipovolemia/cairan
cairan seperti ruang ketiga akan
output urin memperkuat tanda-
adekuat Kolaborasi: tanda dehidrasi.
Turgor kulit baik
5. Berikan cairan
Membran mukosa
intravena, misalnya
mulut lembab
kristaloid dan
koloid
5. Sejumlah besar cairan
mungkin dibutuhkan
untuk mengatasi
hipovolemia relatif
(vasodilasi perifer),
menggantikan
6. Pantau nilai
kehilangan dengan
laboratorium
meningkatkan
permeabilitas kapiler.
6. Mengevaluasi
perubahan didalam
hidrasi/viskositas
darah.
3. Tidak efektifnya Tupan: setelah 1. Anjurkan pasien 1. Menurunkan risiko
bersihan jalan nafas dilakukan untuk aspirasi atau
b.d peningkatan tindakan mengosongkan masuknya sesuatu
sekresi mucus perawatan selama mulut dari benda asing ke faring.
4 x 24 jam jalan benda/zat tertentu.
nafas kembali 2. Letakkan pasien 2. Meningkatkan aliran
efektif pada posisi miring, (drainase) sekret,
permukaan datar, mencegah lidah jatuh
Tupen: setelah miringkan kepala dan menyumbat jalan
dilakukan selama serangan nafas.
tindakan kejang.
perawatan selama 3. Tanggalkan pakaian 3. Untuk memfasilitasi
2 x 24 jam pada daerah usaha
peningkatan leher/dada dan bernafas/ekspansi
sekresi mukus abdomen. dada.
teratasi, dengan 4. Masukan spatel 4. Jika masuknya di
kriteria: lidah/jalan nafas awal untuk membuka

51
Suara nafas buatan atau rahang, alat ini dapat
vesikuler gulungan benda mencegah tergigitnya
lunak sesuai dengan lidah dan
Respirasi rate
indikasi. memfasilitasi saat
dalam batas
melakukan
normal
penghisapan
lendiratau memberi
sokongan terhadap
pernafasan jika di
perlukan.

5. Lakukan 5. Menurunkan risiko


penghisapan sesuai aspirasi atau asfiksia.
indikasi

Kolaborasi :

6. Berikan tambahan 6. Dapat menurunkan


oksigen/ventilasi hipoksia serebral
manual sesuai sebagai akibat dari
kebutuhan pada sirkulasi yang
fase posiktal. menurunkan atau
oksigen sekunder
terhadap spasme
vaskuler selama
serangan kejang.

4 Resiko perubahan Tupan: setelah 1. Buat tujuan berat 1. Malnutrisi adalah


nutrisi kurang dari dilakukan badan minimum dan kondisi gangguan
kebutuhan tubuh tindakan kebutuhan nutrisi minat yang
b.d intake yang perawatan selama harian. menyebabkan depresi,
tidak adekuat 5 x 24 jam agitasi dan
perubahan nutrisi mempengaruhi fungsi
kurang dari kognitif/pengambilan
kebutuhan tidak keputusan.
terjadi 2. Gunakan 2. Pasien mendeteksi
pendekatan pentingnya dan dapat
Tupen: setelah konsisten, duduk beraksi terhadap
dilakukan dengan pasien saat tekanan, komentar
tindakan makan, sediakan apapun yang dapat

52
perawatan selama dan buang makanan terlihat sebagai
3 x 24 jam intake tanpa persuasi paksaan memberikan
nutrisi adekuat, dan/komentar. fokus padad makanan.
dengan kriteria: 3. Berikan makan 3. Dilatasi gaster dapat
Makan klien habis sedikit dan makanan terjadi bila pemberian
BB klien normal kecil tambahan, makan terlalu cepat
yang tepat. setelah periode puasa.
4. Buat pilihan menu 4. Pasien yang
yang ada dan meningkat
izinkan pasien untuk kepercayaan dirinya
mengontrol pilihan dan merasa
sebanyak mungkin. mengontrol
lingkungan lebih suka
menyediakan
makanan untuk
makan.
5. Pertahankan jadwal 5. Memberikan catatan
bimbingan berat lanjut penurunan
badan teratur. dan/atau peningkatan
berat badan yang
akurat.

4. Evaluasi
Fase terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan masalah klien sehingga dapat
diketahui tingkatan-tingkatan keberhasilan intervensi. Evaluasi hasil perencanaan
keperawatan dari masing-masing diagnosa keperawatan dapat dilihat pada kriteria hasil
intervensi keperawatan.

53
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya


cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang meninggi
sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS.

Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada sistem
ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi
CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat
berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan
terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor.

Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari
pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran
darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga
menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak.
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari

38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak

berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam

dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang

demam kompleks (Schwartz, 2005). Di Asia sekitar 70% - 90% dari seluruh kejang demam

merupakan kejang demam sederhana dan sisanya merupakan kejang demam kompleks

(Karemzadeh, 2008).

B. Saran
Sebaiknya, para perawat maupun keluarga memahami bagaimana asuhan keperawatan pada.
Serta dapat menguasai materi KEPERAWATAN ANAK HIDROCEPHALUS,
MENINGITIS, DAN KEJANG dan menerapkan dalam tindakan nyata di Rumah Sakit.
Diharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai acuan tambahan pembelajaran bagi ilmu
keperawatan.

54
55

Anda mungkin juga menyukai