Anda di halaman 1dari 25

BAB I

KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan
ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak.
(price, A. Sylvia, 1995: 1030).
Tumor ialah Istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan benigna
(jinak) dalam setiap bagian tubuh. Pertmbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit
dan berkembang dengan mengorbankan manusia yang menjadi hospesnya. (Sue
Hinchliff, kamus Keperawatan, 1997).
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun
ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial)
atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak
dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel
tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila
berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate,
ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002).
Tumor otak adalah tumor jinak pada selaput otak atau salah satu otak (Rosa
Mariono, MA, Standard Asuhan Keperawatan, St. Carolus, 2000)
Tumor otak adalah sebuah lesi yang terletak pada intrakranial yang
menempati ruang di dalm tengkorak. Tumor-tumor selalu bertumbuh sebagai
sebuah massa yang berbentuk bola tetapi juga dapat tumbuh menyebar masuk ke
dalam jaringan ( Suzanne c. Smeltzer, 2001 KMB volume 3, Hal 2167 ).
B. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1.1 Anatomi Otak


Susunan saraf adalah sistim yang mengontrol tubuh kita yang terus
menerus menerima, menghantarkan dan memproses suatu informasi dan bersama
sistim hormon, susunan saraf mengkoordinasikan semua proses fungsional dari
berbagai jaringan tubuh, organ dan sistim organ manusia.
1. Susunan saraf sadar (Voluntary nervous system):
Mengontrol fungsi yang dikendalikan oleh keinginan atau kemauan kita.
Saraf ini mengontrol otot rangka dan menghantarkan impuls sensori ke otak.
Melalui saraf ini kita dapat melakukan gerakan aktif dan menyadari keadaan
diluar tubuh kita dan secara sadar mengendalikannya.
2. Susunan saraf otonom/ tak sadar (automatic nervous system):
Saraf ini menjaga organ tubuh bagian dalam supaya berfungsi dengan
baik seperti : hati, paru-paru, jantung dan saluran cerna. Fungsi dasar yang
penting bagi kehidupan seperti makan, metabolisme, sirkulasi darah dan
pernafasan dikendalikan dengan bantuan susunan saraf otonom. Susunan saraf
otonom dibagi menjadi susunan saraf simpatik (menyebabkan tubuh dalam
keadaan aktif) dan susunan saraf para simpatik (sistim pengontrol konstruktif
dan menyenangkan).
3. Serebrum terdiri dari dua hemisfer yaitu kiri dan kanan, empat lobus yaitu:
4. Lobus frontal berfungsi mengontrol perilaku individu, membuat keputusan,
kepribadian dan menahan diri.
5. Lobus parietal merupakan lobus sensori berfungsi menginterpretasikan
sensasi, berfungsi mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak
bagian tubuhnya.
6. Lobus temporal berfungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau, penden-
garan dan ingatan jangka pendek.

7. Lobus oksipital bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.


8. Otak berfungsi sebagai pusat integrasi dan koordinasi organ-organ sensorik
dan sistim efektor perifer tubuh, sebagai pengatur informasi yang masuk,
simpanan pengalaman, impuls yang keluar dan tingkah laku. Dari dalam ke
arah luar otak diselubungi oleh tiga lapisan meningen, lapisan pelindung yang
paling luar adalah tengkorak.
Secara fungsional dan anatomis otak dibagi menjadi empat bagian yaitu:
a). Batang otak yang menghubungkan medulla spinalis dengan serebrum
terdiri dari medulla oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah).
1) Medulla oblongata adalah bagian otak yang langsung menyambung
dengan medulla spinalis. Berkas saraf yang berjalan disini berasal dari
serebrum dan berfungsi untuk pergerakan otot rangka. Di medulla
oblongata berkas ini menyebrang ke sisi yang berlawanan yang disebut
jalan/ traktus poramidalis. Itu sebabnya jika kerusakan otak bagian kiri
akan menyebabkan kelumpuhan bagian kanan tubuh dan sebaliknya.
Selain traktus piramidalis ada kelumpuhan sel-sel saraf yang terdapat di
medulla oblongata yakni pusat otot yang mengontrol fungsi vital seperti
pernafasan, denyut jantung dan tonus pembuluh darah.
2) Pons berupa ninti (neucleus). Pons merupakan switch dari jalur yang
menghubungkan korteks serebri dan serebllum.
3) Mesensefalon merupakan bagian otak yang sempit terletak antara medulla
oblongata dan diensefalon. Pada mesensefalon terdapat formation
retikularis, suatu rangkaian penting yang antara lain mengatur irama tidur
dan bantun, mengontrol refleks menelan dan muntah.
b). Otak kecil (cerebelum)
Cerebellum terletak dibelakang fossa krenialis dan melekat ke
bagian belakang batang otak. Cerebllum berperan penting dalam menjaga
keseimbangan dan mengatur koordinasi gerakan yang diterima dari
segmen posterior medulla spinalis yang memberi informasi tentang
keregangan otot dan tanda serta posisi-posisi sendi.
c). Otak besar (cerebrum)
Cerebrum adalah bagian otak yang paling besar dan terbagi atas dua
belahan yaitu : hemisper kiri dan kanan. Sebagian dari kedua hemisper
dipisahkan oleh pistula longitu- dinal dan sebagian dipersatukan oleh pita
serabut saraf yang melebar (korpus kolosum).
d). Diensefalon
Dibagi menjadi empat wilayah :
1. Thalamus
Thalamus merupakan stasiun pemancar yang menerima impuls
ageren dari seluruh tubuh lalu memprosesnya dan meneruskannya ke
segmen otak yang lebih tinggi. Kapsula interna yang terletak disekitar
thalamus berupa berkas saraf penting yang datang dari serebri dan
dikompres kedalam rongga yang kecil.
2. Hipotalamus
Hypothalamus merupakan pusat pengontrol susunan saraf otonom juga
mempengaruhi metabolisme, observasi makanan dan mengatur suhu
tubuh, karena letaknya sangat dekat dengan kelenjar pitviteri.
3. Subtalamus
Fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus dapat menimbulkan diskenisia diamatis yang disebut
nemibalismus yang ditandai oleh gerakan kaki atau tangan yang
terhempas kuat pada satu sis tubuh. Gerakan infontuler biasanya lebih
nyata pada tangan dan kaki.
4. Epitalamus
Epitalamus dengan sistim limbic dan berperan pada beberapa dorongan
emosi dasar dan integrasi informasi olfaktorius.

Pembuluh darah yang mendarahi otak terdiri dari :


a. Sepasang pembuluh darah karotis : denyut pembuluh darah besar ini
dapat kita raba dileher depan, sebelah kiri dan kanan dibawah
mandibula, sepasang pambuluh darah ini setelah masuk ke rongga
tengkorak akan bercabang menjadi tiga yaitu: sebagian menuju ke
otak depan (arteri serebri anterior). Sebagian menuju ke otak
belakang (arteri serebri posterior). Sebagian menuju otak bagian
dalam (arteri serebri interior). Ketiganya akan saling berhubungan
melalui pembuluh darah yang disebut arteri komunikan posterior.
b. Sepasang pembuluh darah vertebralis : denyut pembuluh darah ini
tidak dapat diraba oleh karna kedua pembuluh darah ini menyusup
ke bagian samping tulang leher, pembuluh darah ini mendarahi
batang otak dan kedua otak kecil, kedua pembuluh darah teersebut
akan saling berhubungan pada permukaan otak pembuluh darah
yang disebut anastomosis.
C. Klasifikasi
1. Tumor yang berasal dari lapisam otak (meningioma dural)
2. Tumor yang berkembang didalam / pada syaraf kranial
3. Tumor yang berasal didalam jaringan otak
4. Lesi metastatik yang berasal dari bagian tubuh mana saja
D. Etiologi
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti,
walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang
perlu ditinjau, yaitu:
1. Herediter
2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
3. Radiasi
4. Virus
5. Substansi-substansi Karsinogenik
6. Trauma
E. Patofisiologi
Tubuh manusia terdiri dari sel-sel. Sel-sel ini tumbuh dan berkembang
dengan cara yang tersusun untuk membentuk sel-sel baru. Apabila sel-sel ini
kehilangan kemampuan untuk mengawal pertumbuhannya, ia akan tumbuh
dengan bebasnya. Sel-sel yang tumbuh berlebihan tanpa dikontrol ini akhirnya
menjadi tumor. Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala
neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan
fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi
apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah akibat
tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan
otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai
kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan
cerebrovaskuler primer. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan
parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.
Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor:
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan
perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan
bertambahnya massa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang
tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan oedema dalam jaruingan otak.
Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak,
semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan
serebrospinal dari ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan
hidrocepalus.

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi secara umum pada tumor otak antara lain:
1. Nyeri kepala
Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya
muncul pada pagi hari setelah bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu,
datang pergi (rekuren) dengan interval tak teratur beberapa menit sampai
beberapa jam. Serangan semakin lama semakin sering dengan interval semakin
pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita batuk, bersin
atau mengejan (misalnya waktu buang air besar atau koitus). Nyeri kepaia juga
bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk. Penyebab
nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure
seperti dura, pembuluh darah atau serabut saraf. Nyeri kepala merupakan gejala
permulaan pada tumor otak yang terletak di daerah lobus oksipitalis.
2. Perubahan Status Mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan
mood dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita
dengan tumor lobus frontal atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika
tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma.
3. Seizure
Gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti
astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada
tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal.
4. Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab
dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada
awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi
edema papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta,
penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur
yang tidak menetap. Penyebab edema papil ini biasanya terjadi bila tumor yang
lokasi atau pembesarannya menekan jalan aliran likuor sehingga mengakibatkan
bendungan dan terjadi hidrocephallus
5. Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa
tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang
pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang proyektil tanpa didahului mual
menambah kecurigaan adanya massa intrakranial.
6. Vertigo
Pasien merasakan pusing yang berputar dan mau jatuh.
7. Kejang
Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang
korteks motorik. Kejang yang sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang
akibat lesi otak lainnya, sedang kejang yang sifatnya umum atau general sukar
dibedakan dengan kejang karena epilepsi. Tapi bila kejang terjadi pertama kali
pada usia dekade III dari kehidupan harus diwaspadai kemungkinan adanya
tumor otak.
Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:
Lobus frontal
 Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
 Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral,
kejang fokal
 Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
 Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy
 Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
Lobus parietal
 Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi
homonym
 Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus
angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s
Lobus temporal
 Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang
didahului dengan aura atau halusinasi
 Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese
 Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala
choreoathetosis, parkinsonism.
Lobus oksipital
 Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan
 Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang
menjadi hemianopsia, objeckagnosia
Tumor di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala
menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan
intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan
penurunan kesadaran
Tumor di cerebello pontin angie
 Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
 Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa
gangguan fungsi pendengaran
 Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin
angel
Tumor Hipotalamus
 Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
 Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan
perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan
cairan dan elektrolit, bangkitan
Tumor di cerebellum
 Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala akan cepat terjadi disertai
dengan papil udem
 Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari
otot-otot servikal
Tumor fosa posterior
 Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan
nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma.
G. Komplikasi
1. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga
menambah efek masa yang mendesak (space-occupying). Edema Serebri dapat
terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel (sitotoksik).
2. Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalamrongga
cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran
cairan serebrospinal akibat massa.
3. Herniasi Otak
Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli.
4. Kematian
Kematian adalah gangguan fungsi luhur. Gangguan ini sering diistilahkan
dengan gangguan kognitif dan neurobehavior sehubungan dengan kerusakan
fungsi pada area otak yang ditumbuhi tumor atau terkena pembedahan maupun
radioterapi.
5. Gangguan kognitif dan neurobehavior
Sehubungan dengan kerusakan fungsi pada area otak yang ditumbuhi tumor
atau terkena pembedahan maupun radioterapi. Neurobehavior adalah
keterkaitan perilaku dengan fungsi kognitif dan lokasi / lesi tertentu di otak.
6. Disartria
Gangguan wicara karena kerusakan di otak atau neuromuscular perifer yang
bertanggung jawab dalam proses bicara.
7. Disfagi
Merupakan komplikasi lain dari penderita ini yaitu ketidakmampuan
menelan makanan karena hilangnya refleks menelan. Gangguan bisa terjadi di
fase oral, pharingeal atau oesophageal. Komplikasi ini akan menyebabkan
terhambatnya asupan nutrisi bagi penderita serta berisiko aspirasi pula karena
muntahnya makanan ke paru.
8. Kelemahan otot
Kelemahan otot terjadi pada pasien tumor otak umumnya dan yang
mengenai saraf khususnya ditandai dengan hemiparesis, paraparesis dan
tetraparesis.

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur
investigasi awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau
tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik
dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari
abses ataupun proses lainnya.
2. Foto polos dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu
metastasis yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple
pada otak.
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor.
Tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan
massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui
pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan
tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
4. Biopsi stereotaktik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
5. Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
6. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan
dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.

I. Penatalaksanaan Medik
1. Surgery
Therapy pre-surgery seperti:
Steroid untuk menghilangkan swelling
Contoh obat: dexamethazone.
Anticonvulsan untuk mencegah dan mengontrol kejang
Contoh obat: carbamazephine
Shunt untuk mengalirkan cairan serebrospinal
2. Pembedahan
Pembedahan pada tumor otak dilakukan untuk mengangkat tumor dan
dikompresi dengan cara mereduksi efek massa sebagai upaya menyelamatkan
nyawa serta memperoleh efek paliasi.
3. Radiotherapy
Merupakan salah satu modalitas penting dalam pelaksanaan proses keganasan.
J. Pencegahan
1. Hindari stress dan terapkan koping yang efektif terhadap stress
2. Terapkan pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi
seimbang dan olahraga secara teratur
3. Hindari menggunakan telepon seluler yang terlalu lama dan penggunaan
headset ketika berkomunikasi dengan orang lain melalui telepon
4. Hindari rokok

K. Prognosis

Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita kanker otak yang bertahan
hidup setelah 2 tahun. Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma dan
oligodendroglioma, dimana kanker biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun
setelah pengobatan. Sekitar 50% penderita meduloblastoma yang diobati bertahan
hidup lebih dari 5 tahun.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, usia, status, agama, alamat, pekerjaan, dan
identitas penanggung jawab.
b. Riwayat Sakit dan Kesehatan
Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala
c. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri kepala, muntah, papiledema, penurunan tingkat
kesadaran, penurunan penglihatan atau penglihatan double, ketidakmampuan
sensasi (parathesia atau anasthesia), hilangnya ketajaman atau diplopia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan kepala
e. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan
tumor otak.
f. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan
mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test
dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.
g. Pemeriksaan Fisik (ROS : Review of System)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan fisik
umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital,
B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6
(Bone), v Pernafasan B1 (breathing)
 Bentuk dada : normal
 Pola napas : tidak teratur
 Suara napas : normal
 Sesak napas : ya
 Batuk : tidak
 Retraksi otot bantu napas; ya
 Alat bantu pernapasan: ya (O2 2 lpm)
 Kardiovaskular B2 (blooding)
 Irama jantung : irregular
 Nyeri dada : tidak
 Bunyi jantung ; normal
 Akral : hangat
 Nadi : Bradikardi
 Tekanan darah Meningkat
 v Persyarafan B3 (brain)
 Penglihatan (mata) : Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman atau
diplopia.
 Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus temporal
 Penciuman (hidung) : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus
frontal
 Pengecapan (lidah) : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau
anasthesia)
 Gangguan neurologi:
1. Afasia: Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata
komprehensif, maupun kombinasi dari keduanya.
2. Ekstremitas: Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak
seimbang, berkurangnya reflex tendon.
3. GCS: Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien,
(apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai
respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1– 6
tergantung responnya yaitu :
a. Eye (respon membuka mata)
(4) : Spontan
(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku
jari)
(1) : Tidak ada respon
b. Verbal (respon verbal)
(5) : Orientasi baik
(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi
tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak
dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon
c. Motor (respon motorik)
(6) : Mengikuti perintah
(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(4) : Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus
saat diberi rangsang nyeri)
(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan
jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : Tidak ada respon
 v Perkemihan B4 (bladder)
 Kebersihan : bersih
 Bentuk alat kelamin : normal
 Uretra : normal
 Produksi urin: normal
 v Pencernaan B5 (bowel)
 Nafsu makan : menurun
 Porsi makan : setengah
 Mulut : bersih
 Mukosa : lembap
 v Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
 Kemampuan pergerakan sendi : bebas
 Kondisi tubuh: kelelahan
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri, hipoksia seebral.
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan pergerakan dan kelemahan.
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi
atau interpretasi, kerusakan sirkulasi verbal.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah dan tidak nafsu makan.
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d
ketidakmampuan mengenai informasi.
3. Intervensi
a. Dx 1: Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan: Nyeri yang dirasakan berkurang
Kriteria Hasil:
 Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi
ditunjukkan penurunan skala nyeri. Skala = 2
 Klien tidak merasa kesakitan.
 Klien tidak gelisah
Intervensi:
1) Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang
memperburuk dan meredakan.
R/ Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh
pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan
merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang
cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
2) Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah,
gelisah, menangis/meringis, perubahan tanda vital.
R/ Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami.
3) Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika
nyeri timbul.
R/ Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi
beratnya serangan.
4) Berikan kompres dingin pada kepala.
R/ Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.
5) Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi
R/ Mengurangi rasa nyeri yang dialami klien.
6) Kolaborasi pemberian analgesic.
R/ Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang
b. Dx 2: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri, hipoksia serebral.
Tujuan: Perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital stabil
Kriteria hasil:
 Tekanan perfusi serebral >60mmHg, tekanan intrakranial <15mmHg,
tekanan arteri rata-rata 80-100mmHg
 Menunjukkan tingkat kesadaran normal
 Orientasi pasien baik
 RR 16-20x/menit
 Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi
Intervensi:
1) Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar.
R/ Mengkaji adanya perubahan pada tingkat kesadran dan potensial
peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan okasi, perluasan dan
perkembangan kerusakan SSP.
2) Pantau tanda vital tiap 4 jam.
R/ Normalnya autoregulasi mempertahankan aliran darah ke otak yang stabil.
Kehilangan autoregulasi dapat mengikuti kerusakan vaskularisasi serebral
lokal dan menyeluruh.
3) Pertahankan posisi netral atau posisi tengah, tinggikan kepala 200-300.
R/ Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan
menghambat aliran darah vena yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.
4) Pantau ketat pemasukan dan pengeluaran cairan, turgor kulit dan keadaan
membran mukosa.
R/ Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi
dengan perfusi jaringan.
5) Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, pengeluaran
feses yang dipaksakan/mengejan.
R/ Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intra toraks dan intra abdomen
yang dapat meningkatkan TIK.
6) Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan dan
tingkah laku yang tidak sesuai lainnya.
R/ Petunjuk non verbal ini mengindikasikan adanya penekanan TIK atau
menandakan adanya nyeri ketika pasien tidak dapat mengungkapkan
keluhannya secara verbal.
7) Kolaborasi:
 Kolaborasi dalam pemberian oksigen
R/ Memenuhi kebutuhan oksigen
 Berikan sedative atau analgetik dengan kolaboratif.
R/ Mengurangi peningkatan TIK
3. Dx 3: Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan pergerakan dan kelemahan
Tujuan : Gangguan mobilitas fisik teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
Pasien mendemonstrasikan tehnik / prilaku yang memungkinkan dilakukannya
kembali aktifitas.
Intervensi:
1) Kaji derajat mobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan
( 0-4 )
R/ Seseorang dalam semua kategori sama-sama mempunyai resiko kecelakaan.
2) Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena
tekanan.
R/ Perubahan posisi yang teratur meningkatkan sirkulasi pada seluruh tubuh.
3) Bantu untuk melakukan rentang gerak
R/ Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi.
4) Tingkatkan aktifitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai
kemampuan
R/ Proeses penyembuhan yang lambat sering kali menyertai trauma kepala,
keterlibatan pasien dalam perencanaan dan keberhasilan.
5) Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab.
R / : Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit
d. Dx 4: Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi
atau interpretasi, kerusakan sirkulasi verbal
Tujuan: Klien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat di
ekspresikan
Kriteria Hasil :
o Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
o Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
o Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata atau
mangalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri
R/ Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi
dan kesulitan pasien dalam bebrapa atau seluruh tahap proses komunikasi.
2) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik
R/ : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang
keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkan tidak nyata.
3) Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana
R/ Menilai adanya kerusakan motorik.
4) Katakan secara langsung pada pasien, bicara perlahan dan tenang
R/ Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan respon
pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.
e. Dx 5: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah dan tidak
nafsu makan.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi setelah dilakukan keperawatan
Kriteria Hasil:
 Nutrisi klien terpenuhi
 Mual berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi:
1) Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.
R/ Makanan yang hangat menambah nafsu makan.
2) Kaji kebiasaan makan klien.
R/ Jenis makanan yang disukai akan membantu meningkatkan nafsu makan
klien.
3) Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam.
R/ Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi mual.
4) Timbang berat badan bila memungkinkan.
R/ Untuk mengetahui kehilangan berat badan.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin
R/ Mencegah kekurangan karena penurunan absorsi vitamin larut dalam lemak
f. Dx 6: Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b/d
ketidakmampuan mengenal informasi.
Tujuan: dapat menyatakan pemahamannya menggenai penyakit, tindakan
pengobatan dan prognosisnya.
Kriteria hasil: Klien/keluarga mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan
pengobatan, memulai perubahan perilaku yang tepat.
Intervensi:
1) Diskusikan etiologi individual dari sakit kepala bila diketahui.
R/ Mempengaruhi pemilihan terhadap penanganan dan berkembnag ke arah
proses penyembuhan.
2) Bantu pasien dalam mengidentifikasikan kemungkinan faktor predisposisi.
R/ Menghindari/membatasi faktor-faktor yang sering kali dapat mencegah
berulangnya serangan.
3) Diskusikan mengenai pentingnya posisi/letak tubuh yang normal.
R/ Menurunkan regangan pada otot daerah leher dan lengan dan dapat
menghilangkan ketegangan dari tubuh dengan sangat berarti.
4) Diskusikan tentang obat dan efek sampingnya.
R/ Pasien mungkin menjadi sangat ketergantungan terhadap obat dan tidak
mengenali bentuk terapi yang lain.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997). Impelementasi dilakukan sesuai
dengan intervensi yang telah direncanakan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yg menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Perawat dapat memonitor kealpaan yg
terjadi slm tahap pengkajian, diagnosa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.
BAB III
HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian pada Jurnal yang berjudul “Pengaruh pemberian Dexamethasone


Terhadap Kadar D Dimer Plasma pada Pasien Tumor Otak” dimana Dexamethasone
diperkirakan dapat menurunkan kadar D dimer plasma pada pasien tumor otak.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pemberian
deksamethasone dengan kadar Ddimer plasma pasien tumor otak. Hasil penelitian
didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara kadar Ddimer sebelum terapi
deksamethasone selama 4 hari (p=0,658). Penjelasan terdapat hasil tersebut karena
kadar D dimer dalam plasma merupakan resultan dari beberapa faktor yang
berpengaruh, yang tidak dapat dikendalikan secara keseluruhan dalam penelitian ini.
Faktor-faktor tersebut antara lain microparticle-bearing TF yang beredar dalam
sirkulasi yang diproduksi oleh sel-sel tumor, yang mungkin tidak dipengaruhi oleh-
oleh deksamethasone. Faktor lain adalah deficit motorik, yang juga dapat
berkontribusi terhadap peningkatan kadar D dimer plasma. Kelemahan pada otot
ekstremitas akan mengakibatkan kadar oksigen eritrosit menurun dan membuat
kondisi hipoksik pada sel-sel endothelial pada ekstremitas yang paresis. Sel-sel
endotel menjadi disfungsi dan mengekspresikan TF pada permukaan lumen sel,
sehingga akan mengaktifkan kaskade koagulasi yang kemudian meningkatkan kadar
D dimer plasma. Penjelasan lain adalah deksamethasone meningkatkan
kecenderungan hiperkoagulasi melalui jalan ekstrinsik, yang mungkin menjadi
penyeimbang efek penurunan aktivitas jalur ekstriksik pada kasus tumor.
Glioblastoma memiliki ekspresi TF tinggi, sehingga berkecendurungan untuk
terjadinya antara sebelum dan sesudah terapi deksamethasone. Tidak terdapat
perbedaan antara perubahan kadar D dimer plasma sebelum dan sesudah terapi
deksamethasone pada pasien tumor otak dengan kelompok usia, jenis kelamin, deficit
motorik, hitung leukosit, dan trombosit. Terdapat hubungan yang bermakna antara
jenis tumor intra-axial atau extra-axial terhadap perubahan kadar D dimer plasma
(p=0,029), dan tumor intra-axial memiliki probabilitas untuk mengalami penurunan
kadar D dimer dengan terapi deksamethasone sebesar 3,25 kali dibandingkan pada
pasien dengan tumor otak extra-axial.

Anda mungkin juga menyukai