Anda di halaman 1dari 78

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumor otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik jinak (benigna)
maupun ganas (maligna). Tumor ganas di susunan saraf pusat adalah semua proses
neoplastik yang terdapat dalam ruang intrakranial atau dalam kanalis spinalis, yang
mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal
dari sel penunjang (neuroglia), sel epitel pembulug darah, dan selaput otak
(Padmosantjojo, 2002). Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis
dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi.
Pemeriksaan tersebut terkadang masih sulit untuk menegakkan diagnosa tumor otak.

Tumor otak merupakan penyebab kematian kedua pada kasus kanker yang terjadi
pada anak-anak yang berusia dibawah 20 tahun. Tumor otak juga merupakan penyebab
kematian yang kedua dari semua kasus kanker yang terjadi pada pria berusia 20-39 tahun.
Selain itu tumor otak merupakan penyebab kematian nomor lima dari seluruh pasien
kanker pada wanita yang berusia 20-39 tahun (American Brain Tumor Association
(ABTA), 2012). Jumlah penderita kanker otak masih rendah, yakni hanya enam per
100.000 dari pasien tumor/kanker per tahun, namun tetap saja penyakit tersebut masih
menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian besar orang. Pasalnya, walaupun misalnya
tumor yang menyerang adalah jenis tumor jinak, bila menyerang otak tingkat bahaya
yang ditimbulkan umumnya lebih besar daripada tumor yang menyerang bagian tubuh
lain. Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh
tubuh, dengan frekuensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis
spinalis. Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan. Insiden
tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70
dengan pundak usia 40-65 tahun.

Tumor otak terjadi akibat proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara
sangat cepat pada daerah central nervous system (CNS). Sel ini akan terus berkembang
mendesak jaringan otak yang sehat di sekitarnya, mengakibatkan terjadi gangguan
neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial). Hal ini
ditandai dengan nyeri kepala, nausea, muntah dan papil edema. Penyebab dari tumor

1
belum diketahui, namun ada bukti kuat yang menunjukan bahwa beberapa agen
bertanggung jawab untuk beberapa tipe tumor-tumor tertentu. Agen tersebut meliputi
faktor herediter, kongenital, virus, toksin, dan defisiensi immunologi. Ada juga yang
mengatakan bahwa tumor otak dapat terjadi akibat sekunder dari trauma cerebral dan
penyakit peradangan. (Fagan Dubin, 1979; Larson, 1980; Adams dan Maurice, 1977;
Merrit, 1979).

Penatalaksanaan yang tepat untuk tumor otak yaitu perlu diperhatikan terlebih
dahulu usia, general health, ukuran tumor, lokasi tumor dan jenis tumor. Metode yang
dapat digunakan antara lain; pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi. Seorang Perawat
berperan untuk membuat asuhan keperawatan yang tepat bagi klien dengan tumor otak
serta mengimplementasikannya secara langsung mulai dari pengkajian, diagnosa, hingga
intervensi yang harus diberikan atau setidaknya medis diharapkan bisa memberikan
informasi kepada mayarakat tentang bagaimana cara pencegahan dan cara hidup sehat
sebagai upaya pencegahan dari tumor otak.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnosis,
komplikasi dari tumor otak ?
1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang menderita tumor otak ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.1.1 Setelah perkulihan mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep
teori pada klien dengan tumor otak.
1.3.1.2 Setelah perkulihan mahasiswa diharapkan mampu memahami asuhan
keperawatan pada klien dengan tumor otak.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari makalah ini adalah setelah perkulihan mahasiswa
diharapkan mampu untuk:
1.3.2.1 Mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi dari tumor otak.
1.3.2.2 Mengetahui manifestasi klinis, pemeriksaan diagnosis, komplikasi dari
tumor otak.
1.3.2.3 Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan tumor otak.

2
1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Praktis


1. Makalah ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara mendalam
tentang asuhan keperawatan pada pasien tumor otak.
2. Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi bagi
para pembaca khususnya tentang asuhan keperawatan pada penyakit tumor
otak.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi Sistem Saraf Pusat


2.1.1 Anatomi Otak
Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater
disingkirkan, di bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis
terlihat gyrus, sulkus, dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri
membagi hemisfer serebri menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus (Moore &
Argur, 2007).

Gambar bagian-bagian otak

Tabel bagian-bagian otak

NO Bagian Otak Fungsi


1. Cerebrum
a. Lobus frontal a. Lobus frontal berperan sebagai pusat fungsi
b. Lobus oksipital intelektual yang lebih tinggi, seperti
c. Lobus temporal kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara
d. Lobus parietal (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu,
dan emosi.
b. Lobus oksipital berfungsi untuk pusat
penglihatan dan area asosiasi
penglihatan:menginterpretasi dan memproses
rangsang penglihatan dari nervus optikus dan
4
mengasosiasikan rangsang ini dengan
informasi saraf lain & memori
c. Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat
verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm
pembentukan dan perkembangan emosi.
d. Lobus parietalis berfungsi dalam sensasi umum
dan perasaan.

2. Cerebellum Serebelum adalah pusat tubuh dalam mengontrol


kualitas gerakan. Serebelum juga mengontrol
banyak fungsi otomatis otak, diantaranya : mengatur
sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan,
koordinasi otot dan gerakan tubuh. Selain itu,
serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan
serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari.
3. Brainstem
a. Otak tengah a. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol
b. Medulla oblongata respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran
c. Pons pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan
pendengaran
b. titik awal dimulainya saraf yang akan menuju
ke tulang belakang sehingga seterusnya akan
dilanjutkan ke seluruh tubuh. Medulla
oblongata berhubungan dengan pengontrolan
fungsi otomatis organ-organ pada manusia.
c. bagian batang otak yang terletak di bawah
medulla oblongata dan mengatur serta
meneruskan segala informasi ke bagian otak
yang lain.

Gambar bagian-bagian saraf cranial

5
Tabel Saraf Cranial

Saraf ke - Nama Jenis Fungsi


I Olfaktori Sensori Menerima rangsang dari hidung dan
menghantarkannya ke otak untuk di proses
sebagai sensasi bau
II Optik Sensori Menerima rangsang dari mata dan
menghantarkannya ke otak untuk diproses
sebagai persepsi visual
III Okulomotor Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata
IV Toklear Motorik Menggerakkan otot mata
V Trigeminal Gabungan Sensori : Menerima rangsangan dari wajah untuk
diproses di otak sebagai sentuhan
Motorik : Menggerakkan rahang
VI Abdusen Motorik Abduksi mata
VII Fasial Gabungan Sensori : Menerima rangsang dari bagian anterior
lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik : Mengendalikan otot wajah untuk
menciptakan ekspresi wajah
VIII Vestibuloko Sensori Sensori sistem vestibular : mengendalikan
klear keseimbangan
Sensori koklea : Menerima rangsang untuk
diproses di otak sebagai suara
IX Glosofaring Gabungan Sensori : Menerima rangsang dari bagian
eal posterior lidah untuk di proses di otak sebagai
sensasi rasa
Motorik : Mengendalikan organ-organ dalam
X Vagus Gabungan Sensori : Menerima rangsang dari organ dalam
Motorik : Mengendalikan organ-organ dalam
XI Aksesori Motorik Mengendalikan pergerakan kepala
XII Hipoglosal Motorik Mengendalikan pergerakan lidah

6
Gambar bagian-bagian saraf spinal

Tabel bagian-bagian saraf spinal

No. Nama Medulla Spinalis Fungsi


1. Nervus hipoglossus (C1) Nervus yang mempersarafi lidah dan
sekitarnya.

2. Nervus occipitalis minor Nervus yang mempersarafi bagian otak


(C2) belakang dalam trungkusnya.

3. Nervus thoracicus (C3) Nervus yang mempersarafi otot serratus


anterior.

4. Nervus radialis (C4) Nervus yang mempersyarafi otot lengan


bawah bagian posterior,mempersarafi otot
7
triceps brachii, otot anconeus, otot
brachioradialis dan otot ekstensor lengan
bawah dan mempersarafi kulit bagian
posterior lengan atas dan lengan bawah.
Merupakan saraf terbesar dari plexus.

5. Nervus thoracicus longus Nervus yang mempersarafi otot subclavius,


(C5) Nervus thoracicus longus. berasal dari ramus
C5, C6, dan C7, mempersarafi otot serratus
anterior.

6. Nervus thoracodorsalis Nervus yang mempersarafi otot deltoideus


(C6) dan otot trapezius, otot latissimus dorsi.

7. Nervus axillaris (C7) Nervus ini bersandar pada collum


chirurgicum humeri.

8. Nervus subciavius (C8) Nervus subclavius berasal dari ramus C5 dan


C6, mempersarafi otot subclavius.

9. Nervus supcapulari (T1) Nervus ini bersal dari ramus C5,


mempersarafi otot rhomboideus major dan
minor serta otot levator scapulae.

10. Nervus supracaplaris (T2) Berasal dari trunkus superior, mempersarafi


otot supraspinatus dan infraspinatus.

11. Nervusphrenicus (T3) Nervus phrenicus mempersyarafi diafragma.

12. Nervus intercostalis (T4)

13. Nervus intercostobrachialis Mempersyarafi kelenjar getah bening.


(T5)
14. Nervus cutaneus brachii Nervus ini mempersarafi kulit sisi medial
medialis (T6) lengan atas.

15. Nervus cutaneus Mempersarafi kulit sisi medial lengan bawah.


antebrachii medialis (T6)

16. Nervus ulnaris (T7) Mempersarafi satu setengah otot fleksor


lengan bawah dan otot-otot kecil tangan, dan
kulit tangan di sebelah medial.

17. Nervus medianus (T8) Memberikan cabang C5, C6, C7 untuk nervus
medianus.

18. Nervus musculocutaneus Berasal dari C5 dan C6, mempersarafi otot


(T9) coracobrachialis, otot brachialis, dan otot
biceps brachii. Selanjutnya cabang ini akan

8
menjadi nervus cutaneus lateralis dari lengan
atas.

19. Nervus dorsalis scapulae Nervus dorsalis scapulae bersal dari ramus
(T10) C5, mempersarafi otot rhomboideus.

20. Nervus transverses colli


(T11)
21. Nervus nuricularis (T12) Nervus auricularis posterior berjalan
berdekatan menuju foramen,
Letakanatomisnya: sebelah atas dengan
lamina terminalis.

22. Nervus Subcostalis (L1) Mempersarafi sistem kerja ginjal dan


letaknya.

23. Nervus Iliochypogastricus Nervus iliohypogastricus berpusat pada


(L2) medulla spinalis.

24. Nervus Iliongnalis (L3) Nervus yang mempersyarafi system genetal,


atau kelamin manusia.

25. Nervus Genitofemularis Nervus genitofemoralis berpusat pada


(L4) medulla spinalis L1-2, berjalan ke caudal,
menembus m. Psoas major setinggi vertebra
lumbalis ¾.

26. Nervus Cutaneus Femoris Mempersyarafi tungkai atas, bagian lateral


Lateralis (L5) tungkai bawah, serta bagian lateral kaki.

27. Nervus Femoralis (S1) Nervus yang mempersyarafi daerah paha dan
otot paha.

28. Nervus Gluteus Superior Nervus gluteus superior (L4, 5, dan paha,
(S2) walaupun sering dijumpai percabangan
dengan letak yang lebih tinggi.

29. Nervus Ischiadicus (S3) Nervus yang mempersyarafi pangkal paha

30. NervusCutaneus Femoris Nervus yang mempersyarafi bagian (s2 dan


Inferior (S4) s3) pada bagian lengan bawah.

31. Nervus Pudendus (S5) Letak nervus pudendus berdekatan dengan


ujung spina ischiadica. Nervus pudendus,
Nervus pudendus menyarafi otot levator ani,
dan otot perineum(ke kiri / kanan ),
sedangkan letak kepalanya dibuat sedikit
lebih rendah.

9
1.2 Tumor Otak
2.2.1 Definisi
Neoplasma merupakan setiap pertumbuhan sel-sel baru dan abnormal;
secara khusus dapat diartikan sebagai suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol dan
progresif. Neoplasma ganas dibedakan dengan neoplasma jinak; neoplasma ganas
menunjukan derajat anaplasia yang lebih besar dan mempunyai sifat invasi serta
metastasis. Disebut juga tumor.
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak
(benigna)ataupun ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak
kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis).
Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun
matastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut
tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti ;
kanker paru, payudara, prostate, ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder.

Gambar 3 : Tumor Otak

10
Gambar 4 : Tumor Otak

Tumor otak intrakranial dapat diklasifikasikan menjadi tumor otak


benigna dan maligna. Tumor otak benigna umumnya ektra-aksial, yaitu tumbuh
dari meningen, saraf kranialis, atau struktur lain dan menyebabkan kompresi
ekstrinsik pada substansi otak. Meskipun dinyatakan benigna secara histologis,
tumor ini dapat mengancam nyawa karena efek yang ditimbulkan. Tumor maligna
sendiri umumnya terjadi intra-aksial yaitu berasal dari parenkim otak. Tumor
maligna dibagi menjadi tumor maligna primer yang umumnya berasal dari sel glia
dan tumor otak maligna sekunder yang merupakan metastasis dari tumor maligna
di bagian tubuh lain(Ginsberg, 2011).
Neoplasma intracranial dapat timbul dari berbagai struktur atau tipe sel di
dalam kubah cranial, meliputi cerebrum, selaput otak, kelenjar pituitary, tengkorak
dan bahkan residual jaringan embrionik. Brain tumor memiliki rentang usia yang
dapat diibaratkan seperti sebuah piramida dengan puncaknya yang kecil pada
populasi anak dan jumlahnya meningkat dimulai pada rentang usia 20 tahun dan
mencapai jumlah maximum 20 kasus per 100000 populasi antara usia 75 hingga 84
tahun. Pengobatan yang dapat dilakukan untuk penderita dapat berupa Supportive
Therapy maupun Definitive Theraphy.

2.2.2 Etiologi
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti walaupun telah
banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau,
yaitu:

11
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-
anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weberyang dapat
dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial
yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat
untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma
2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya
sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan
merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada
kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya
suatu glioma. Meningioma pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu
radiasi
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara
infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
5. Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini
telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik sepertimethylcholanthrone,
nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
6. Trauma Kepala
Trauma kepala yang dapat menyebabkan hematoma sehingga mendesak massa
otak akhirnya terjadi tumor otak.

2.2.3 Klasifikasi
1. Klasifikasi stadium (Klasifikasi lesi primer susunan saraf pusat dilakukan
berdasarkan grading) :

12
a. WHO grade I : tumor dengan potensi proliferasi rendah, kurabilitas pasca
reseksi cukup baik.
b. WHO grade II : tumor bersifat infiltratif , aktivitas mitosis rendah, namun
sering timbul rekurensi. Jenis tertentu cenderung untuk bersifat progresif ke
arah derajat keganasan yang lebih tinggi.
c. WHO grade III : gambaran aktivitas mitosis jelas, kemampuan infiltrasi
tinggi, dan terdapat anaplasia.
d. WHO grade IV : mitosis aktif, cenderung nekrosis, pada umumnya
berhubungan dengan progresivitas penyakit yang cepat pada pre/post
operasi

13
14
2. Berdasarkan Lokasi
Tumor otak memiliki berbagai macam tipe yang menyerang anak-anak maupun
orang dewasa.
Tabel berikut menunjukan tipe-tipe tumor otak berdasarkan lokasinya :

3. Berdasarkan Jenis Tumor


1. Jinak
Pertumbuhan tumor jinak lambat dan biasanya berkapsul sehingga
mudah dibedakan dengan jarinngan sekitarnya karena berbatas tegas.
Pembesaran tumor akan menekan jaringan di dekatnya dan dapat
menyebabkan obstruksi atau atrofi.
1) Acoustic Neuroma
Tumor jinak dan sebaiknya disebut sebagai schwannoma, tumbuh dari
sel selubung saraf pada kompleks nervus VIII pada region meatus

15
auditorius internus. Manifestasi awal yang khas adalah gangguan
pendengaran sensorineural unilateral, yang disebabkan oleh kerusakan
nervus delapan dalam meatus (lesi intrakanalikular). Ekspansi tumor
lebih lanjut ke sudut serebelopontin melibatkan nervus kranialis yang
berdekatan (nervus V dan VII). Pertumbuhan tumor lebih lanjut
menyebabkan ataksia ipsilateral akibat kompresi batang otak-serebelum
dan palsi nervus kranialis bagian bawah (bulbar). Akhirnya, terjadi
gambaran peningkatan tekanan intracranial, terutama jika terjadi
hidrosefalus akibat ostruksi pada tingkat ventrikel keempat. tumor lain
yang dapat mengenai sudut serebelopontin termasuk meningioma dan
metastasis.

Gambar 5 : Acoustic Neuroma

2) Meningioma
Meningioma biasanya melekat pada bagian dalam permukaan dura
mater. Kebanyakan meningioma jinak dan sesuai dengan WHO kelas I.
Tertentu subtipe histologis atau meningioma dengan kombinasi spesifik
dari morfologi parameter yang terkait dengan kurang hasil klinis yang
menguntungkan dan sesuai WHO nilai II (atipikal) dan III (anaplastik
atau ganas) (Louis et al., 2007). Tumor ini berkaitan dengan hilangnya
sebagian atau seluruh kromosom 22 yang menyebabkan delesi gen NF2.
Massa tumor terdiri dari sel-sel bentuk oval sampai lonjong; tumbuh

16
hiperplastis membentuk struktur kisaran dan pada bagian tengah tampak
pembentukan psammoma bodies (massa kalsifikasi konsentris); diantara
kelompok-kelompokan sel-sel tumor dibatasi jaringan ikat dan proliferasi
pembuluh darah (Kumar et al., 2007).

Gambar 6 : Meningioma

3) Pitiutary Adenoma
Jika terjadi ekspansi tumor hipofisis, maka tumor dapat mengenai
struktur di atas maupun di sekeliling fosa hipofisis (ekstensi suprasela
dan parasela). Manifestasi neurologis klasik dari lesi ini adalah
hemianopia bitemporal yang disebabkan oleh kompresi kiasma optikum
oleh ekstensi suprasela suatu adenoma. Keadaan patologis lainnya yang
dapat menyebabkan kompresi kiasma, sehingga menyerupai adenoma
hipofisis adalah aneurisma karotis, meningioma suprasela, dan
kraniofaringioma (tumor yang berasal dari sel perkembangan epitel
bukan yang secara embriologis dekat dengan tangkai hipofisis).
Adenoma hipofisis dapat menyebabkan gangguan endokrin
bersamaan dengan atau tanpa gangguan lapang pandang. sel tumor dapat
bersifat fungsional, yaitu mensekresi hormone hipofisis anterior
(akromgeali yang disebabkan oleh kelebihan hormone, prolaktinoma,
penyakit Cushing akibat tumor yang mensekresi kortikortropin). selain
itu, dapat terjadi hipopituitarisme akibat supresi sel normal kelenjar oleh
tumor. Terkadang adenoma hipofisis dapat mengalami infark akut.
pasien menunjukkan gejala nyeri kepala akut dan muntah-muntah

17
(menyerupai perdarahan subarachnoid) dan hipopituitarisme akut
(aplopeksi hipofisis). Pembengkakan jaringan tumor nekrotik
menyebabkan hemianopia bitemporal yang berkemebang cepat dengan
oftalmoplegia bilateral akibat ekstensi paraselar ke sinus kavernosus.

Gambar 7 : Pitiutary Adenoma


4) Astrocytoma (Grade 1)

Astrositoma adalah sekelompok neoplasma heterogen yang


berkisar dari lesi berbatas tegas tumbuh lambat seperti astrositoma
pilositik hingga neoplasma infiltratif yang sangat ganas seperti
glioblastoma multiforme. Tumor Astrositik dapat dibagi menjadi
astrositik fibriler (infiltratif), astrositoma pilositik dan beberapa varian
yang jarang (Kumar et al., 2007). Tumor astrositoma merupakan tipe
tumor SSP yang paling banyak (38,6%) dan berlokasi di korteks
frontoparietal (G. Aryal, 2011). Astrositoma merupakan tumor tersering
pada anak 18 thn dengan insidensi puncak usia 5–9 tahun pada laki-laki
dan 10–14 tahun untuk wanita (Katchy et al., 2013).

2. Malignan (Ganas)
Tumor ganas sering disebut juga kanker, tumbuh dengan cepat dan
cenderung berinvasi ke jaringan sekitarnya sehingga batasnya tidak tegas dan
jarang berkapsul. Pada umumnya, tumor ganas diberi nama sesuai dengan
asal jaringan saat embrio. Tumor ganas yang berasal dari ectoderm dan
endoderm disebut karsinoma, dan yang berasal dari mesoderm disebut

18
sebagai sarcoma. Jika jaringan tumor ganas sangat menyerupai jaringan
embrio, tumor ini disebut sebagai blastoma, sepertipada neuroblastoma. Jika
tumor tersebut berasal dari dua lapis jaringan embrio, disebut
karsinosarkoma. Jika berasal dari tiga lapis jaringan embrio disebut sebagai
teratoma.
1) Astrocytoma (Grade 2,3,4)
2) Oligodendroglioma
Tumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial yang
dapat muncul hingga 10 tahun. Secara klinis bersifat agresif dan
menyebabkan simptomatologi bermakna akibat peningkatan tekanan
intrakranial dan merupakan keganasan pada manusia yang paling bersifat
kemosensitif.
3) Apendymoma
Tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat
pada ependim yang menutup ventrikel. Pada fosa posterior paling sering
terjadi tetapi dapat terjadi di setiap bagian fosa ventrikularis. Dua faktor
utama yang mempengaruhi keberhasilan reseksi tumor dan kemampuan
bertahan hidup jangka panjang adalah usia dan letak anatomi tumor.
Makin muda usia pasien maka makin buruk progmosisnya.
4) Metastase Tumor Otak
Tumor dengan lokasi utama di luar otak. Kanker paru, payudara,
dan ginjal, serta melanoma ganas adalah sumber utama kanker otak
metastasis. Tumor metastasis pada otak umumnya multiple yang
membuatnya lebih sulit ditangani. Lokasi tumor dapat terletak di dalam
otak itu sendiri atau di meningen yang melapisi otak itu sendiri atau di
meningen yang melapisi otak.

2.2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis menurut Wong (2009) dan Ariani (2012) adalah:
1) Nyeri kepala.
Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30%
gejala awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut
diketemukan 70% kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik
sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari dan

19
pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian
tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia
perlu dicurigai tumor otak.
2) Mual dan muntah yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intracranial.
Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering
dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektif dan
tak disertai dengan mual.
3) Perubahan neuromuscular meliputi: gerakan yang janggal atau tidak
terkoordinasi, hilangnya keseimbangan.
4) Gangguan vokal (bicara terganggu, berdesis, afasia).
5) Perubahan perilaku meliputi: penurunan selera makan, gagal tumbuh, keletihan
(sering tidur siang), koma, perilaku ganjil (pandangan kosong, gerakan otomatis)
6) Kejang
Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus,
dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab
bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang
adalah tumor otak bila:
 Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
 Mengalami post iktal paralisis
 Mengalami status epilepsi
 Resisten terhadap obat-obat epilepsi
 Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
 Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen dengan
astrositoma, 40% pada pasen meningioma dan 25% pada glioblastoma.

2.2.5 Patofisiologi
Tumor intracranial atau tumor otak menyebabkan gangguan neurologis progresif.
Gangguan neurologis pada tumor intrakranial biasanya disebabkan oleh dua faktor,
yaitu gangguan fokal yang disebabkan oleh tumor dan kenaikan tekanan
intracranial.
1) Gangguan fokal
Terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan
infiltrasi atau infasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan
neuron. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang

20
bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri
pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan
mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskular primer. Serangan
kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan dengan
kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor
membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga
memperberat gangguan neurologis fokal, seperti bicara terganggu,berdesis, dan
afasia.
2) Peningkatan tekanan intracranial
Dapat diakibatkan oleh beberapa factor, yaitu bertambahnya massa
dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi
cairan serebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa
karena tumor akan mengambil tempat dalam ruang yang relatif tetap dari ruang
tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak
sekitarnya. Mekanismenya belum seluruhnya dipahami, tetapi diduga
disebabkan oleh selisih osmotik yang menyebabkan penyerapan cairan tumor.
Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema
yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak sehingga menimbulkan
kenaikan volume intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial.
Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan
subaraknoid menimbulkan hidrosefalus. Peningkatan tekanan intrakranial akan
membahayakan jika perkembanganya cepat. Mekanisme kompensasi bekerja
menurunkan volume darah intracranial, volume cairan serebrospinal,
kandungan cairan intra sel dan mengurangi sel-sel parenkim. Peningkatan
tekanan intracranial yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau
serebellum. Herniasi ulkus timbul bila girus medialis lobus temporalis
tergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak.
Herniasi menekan menensefalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan saraf
kranial III. Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum tergeser ke bawah
melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medulla
oblongata dan henti pernafassan terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis
lain yang terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat adalah brakikardi
progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan gangguan
pernafasan (Muttaqin, 2008 dan Ariani, 2012).

21
2.2.6 WOC

Herediter Sisa-sisa sel embrional Zat-zat Trauma Virus Radiasi


(Embryonic Cell Rest). karsinogenik kepala

(Embryonic
Cell Rest).
Menggangu fungsi Obstruksi cairan
otak Pertumbuhan Sel yang Abnormal serebrospinal dari
ventrikel lateral ke sub
arachnoid

MK. Nyeri Kronis TUMOR OTAK

Hidrosephalu
Kompresi jaringan s
otak terhadap Penambahan massa otak dan atau
sirkulasi darah & O2 cairan otak
Peregangan epidural

Penurunan suplai O2
ke jaringan otak Iskemik Nyeri kepala
akibat obstruksi

MK. Risiko
Papiledema
Ketidakefektifan
Perfusi Jarigan Otak

Mengenai Mengenai lobus frontalis Mengenai batang otak Bergesernya ginus


lobus medialis lobus temporal
parietalis ke inferior melalui
Iritasi pusat vagal insisura tentorial
Kompresi daerah motorik di medula
oblongata
Kejang fokal
Herniasi
medula
Hemiparesis
Mual dan muntah oblongata
MK. Risiko
Cedera
MK. Hambatan MK. MK.
Mobilitas Fisik Ketidakseimbangan Ketidakefektifan
Nutrisi: Kurang dari Pola Napas
Kebutuhan Tubuh

22
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi tumor otak menurut Ariani (2012) :
1) Edema serebral
Edema serebral adalah kondisi di mana terjadi peningkatan jumlah
air yang terkandung di dalam otak. Peningkatan cairan otak yang berlebih
terakumulasi disekitar lesi sehingga menambah efek masa yang mendesak.
2) Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah penumpukan cairan pada rongga otak atau
yang disebut dengan ventrikel. yang mengakibatkan ventrikel-ventrikel di
dalamnya membesar dan menekan organ tersebut. Cairan ini akan terus
bertambah sehingga ventrikel di dalam otak membesar dan menekan struktur
dan jaringan otak di sekitarnya. Jika tidak segera ditangani, tekanan ini dapat
merusak jaringan dan melemahkan fungsi otak. Hidrosefalus terjadi akibat
peningkatan produksi CSS ataupun karena adanya gangguan sirkulasi dan
absorbsi CSS. Pada tumor otak, massa tumor akan mengobstruksi aliran dan
absorbsi CSS sehingga memicu terjadinya hidrosefalus.
3) Herniasi otak
Herniasi otak adalah kondisi medis yang sangat berbahaya di mana
jaringan otak menjadi berpindah dalam beberapa cara karena peningkatan
tekanan intrakranial (tekanan di dalam tengkorak). Peningkatan tekanan
intracranial dapat mengakibatkan herniasi sentra, unkus, dan singuli. Herniasi
serebellum akan menekan mesensefalon sehingga menyebabkan hilangnya
kesadaran dan menekan saraf otak ketiga (okulomotor) (Fransisca, 2008).
a. Epilepsi
Epilepsi diakibatkan oleh adanya perangsangan atau gangguan di dalam
selaput otak (serebral cortex) yang disebabkan oleh adanya massa tumor
(Yustinus, 2006).
b. Metastase ketempat lain

2.2.8 Pemeriksaan
Pemeriksaan penunjang menurut Batticaca (2008) :

1) MRI (Magnetic Resonance Imaging).

23
Diagnosis terbaik pada brain tumor adalah dengan penggunaan cranial
MRI. MRI harus menjadi pemeriksaan pertama pada pasien dengan tanda dan
gejala kelainan pada intracranial. MRI menggunakan magnetic field bertenaga
untuk menentukan nuclear magnetic spin dan resonansi yang tepat pada
sebuah jaringan bervolume kecil. Jaringan yang berbeda memiliki nuclear
magnetic spin dan resonansi yang berbeda pula.
2) CT Scan
CT Scan adalah pemeriksaan yang menggunakan sinar-X dan dengan
penggunaan komputer yang akan menghasilkan gambar organ-organ tubuh
manusia. CT Scan dapat digunakan apabila MRI tidak tersedia. Namun, low-
grade tumor pada posterior fossa dapat terlewatkan oleh CT Scan.
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasen
yang diduga menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi
tumor yang berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil.
Gambaran CT Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal
berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak
dikelilingi jaringan udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah.
Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan
sekitarnya karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat
lebih nyata bila pada waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian
zat kontras.
3) Foto polos kepala
Pada foto polos kepala terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intracranial yang berupa hyperostosis tulang, peningkatan vaskularitas,
kalsifikasi tipe dan destruksi tulang (jarang).
4) Biopsi stereotatik
Biopsi stereotaktik adalah sebuah biopsi penentuan, biasanya pada
payudara atau otak, yang menggunakan peralatan spesifik untuk menentukan
koordinat dari tumor yang akan dibiopsi.
5) Angiografi serebral
Yaitu zat kontras disuntikan ke arteri karotis dan arteri vertebral bertujuan
untuk mendeteksi Aneurisma serebrovaskular, trombosis cerebral, hematoma,
tumor dari peningkatan vaskularisasi, plak serebral atau spasme dan untuk
mengevaluasi aliran darah serebral.

24
6) EEG (elektroensefalogram)
Salah satu tes yang dilakukan untuk mengukur aktivitas kelistrikan dari
otak untuk mendeteksi adanya kelainan dari otak. Tindakan ini menggunakan
sensor khusus yaitu elektroda yang dipasang di kepala dan dihubungkan
melalui kabel menuju komputer. EEG akan merekam aktivitas elektrik dari
otak, yang direpresentasikan dalam bentuk garis gelombang. Hasil dari EEG
tumor otak diawali dari positioning tumor yang terdapat pada otak, pada letak
tumor tersebut akan terlihat amplitude pada bagian kanker menurun, frekuensi
melambat. Namun diagnosa pada garis tengah otak, belahan otak bagian
dalam, meningioma serta bagian infratentorialnya tidak terlalu mendukung
diagnosa.

2.2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis menurut widagdo (2012) dan Harsono (2011) :
a. Pembedahan
Operasi pada kanker otak dapat bertujuan untuk menegakkan diagnosis
yang tepat, menurunkan tekanan intrakranial, mengurangi kecacatan, dan
meningkatkan efektifitas terapi lain. Reseksi tumor pada umumnya
direkomendasikan untuk hampir seluruh jenis kanker otak yang operabel.
Kanker otak yang terletak jauh di dalam dapat diterapi dengan tindakan bedah
kecuali apabila tindakan bedah tidak memungkinkan (keadaan umum buruk,
toleransi operasi rendah). Teknik operasi meliputi membuka sebagian tulang
tengkorak dan sela-put otak pada lokasi tumor. Tumor diangkat sebanyak
mungkin kemudian sampel jaringan dikirim ke ahli patologi anatomi untuk
diperiksa jenis tumor. Biopsi stereotaktik dapat dikerjakan pada lesi yang letak
dalam. Pada operasi biopsi stereotaktik dilakukan penentuan lokasi target
dengan komputer dan secara tiga dimensi (3D scanning).Pasien akan dipasang
frame stereotaktik di kepala kemudian dilakukan CT scan. Hasil CT scan
diolah dengan software planning untuk ditentukan koordinat target.
Berdasarkan data ini, pada saat operasi akan dibuat sayatan kecil pada kulit
kepala dan dibuat satu lubang (burrhole) pada tulang tengkorak. Kemudian
jarum biopsi akan dimasukkan ke arah tumor sesuai koordinat. Sampel
jaringan kemudian dikirim ke ahli patologi anatomi. Pada keadaan
peningkatan tekanan intrakranial akibatn sumbaran cairan otak, dapat

25
dilakukan pemasangan pi-rau ventrikuloperitoneal (VP shunt).Pada glioma
derajat rendah dilakukan reseksi tumor secara maksimal dengan tujuan utama
perbaikan gejala klinis. Pada pasien dengan total reseksi dan subtotal reseksi
tanpa gejala yang mengganggu, maka cukup dilakukan follow up MRI setiap 3
–6 bulan selama 5 tahun dan selanjutnya setiap tahun.Bila operasi tetap
menimbulkan gejala yang tidak dapat dikontrol dengan obat simtomatik, maka
radioterapi dan kemoterapi merupakan pilihan selanjutnya. Pada glioma derajat
tinggi maka operasi dilanjutkan dengan radioterapi dan kemoterapi. Pilihan
teknik anestesi untuk operasi intrakranial adalah anestesi umum untuk
sebagian besar kasus, atau sedasi dalam dikombinasikan dengan blok kulit
kepala untuk kraniotomi awake (sesuai indikasi).
b. Radiotherapy
Radioterapi memiliki banyak peranan pada berbagai jenis kanker otak.
Radioterapi diberikan pada pasien dengan keadaan inoperabel, sebagai
adjuvant pasca operasi, atau pada kasus rekuren yang sebelumnya telah
dilakukan tindakan operasiPada dasarnya teknik radioterapi yang dipakai
adalah 3D conformal radiotherapy, namun teknik lain dapat juga digunakan
untuk pasien tertentu seperti stereotactic radiosurgery / radiotherapy, dan
IMRT.
c. Chemotherapy
Kemoterapi pada kasus kanker otak saat ini sudah banyak digunakan
karena diketahui dapat memperpanjang survival rate dari pasien terutama pada
kasus astrositoma derajat ganas. Glioblastoma merupakan tipe yang bersifat
kemoresisten, namun 2 tahun terakhir ini sedang berkembang penelitian
mengenai kegunaan temozolomid dan nimotuzumab pada glioblastoma.
Sebelum menggunakan agen-agen diatas, harus dilakukan pemeriksaan:
1. EGFR (epidermal growth factor receptor).
2. MGMT (methyl guanine methyl transferase).
Kemoterapi bertujuan untuk menghambat pertumbuhan tumor dan
meningkatkan kualitas hidup ( quality of life) pasien semaksimal mungkin.
Kemoterapi biasa digunakan sebagai kombinasi dengan operasi dan/atau
radioterapi.

26
2.2.10 Asuhan Keperawatan Teoritis
2.2.10.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan yang menyeluruh dan akurat sangat
penting dalam merawat pasien yang memiliki masalah saraf. Perawat
perlu waspada terhadap berbagai perubahan yang kadang samar dalam
kondisi pasien yang mungkin menunjukkan perburukan kondisi.
A. Anamnesa
a) Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya:
nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat,
jenis kelamin, status perkawinan, penanggung jawab, tanggal
masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medis.
B. Riwayat Penyakit
a) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk
meminta pertolongan kesehatan biasanya berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial dan adanya gangguan vokal,
seperti nyeri kepala hebat, muntah-muntah, kejang, dan
penurunan tingkat kesadaran.
b) Riwayat penyakit saat ini
Kaji bagaimana terjadinya nyeri kepala sebelumnya. Klien
mengeluh nyeri kepala saat perubahan posisi dan dapat
meningkat dengan aktivitas. Nyeri kepala juga disertai vertigo,
muntah proyektil, perubahan mental seperti disorientasi, letargi,
papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan
penglihatan atau penglihatan double, ketidakmampuan sensasi
(parathesia atau anasthesia), hilangnya ketajaman atau diplopia.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dan
riwayat penyakit saat ini dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
c) Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan kepala atau trauma kepala
d) Riwayat penyakit keluarga
27
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang,
yaitu riwayat keluarga dengan tumor kepala.
e) Pengkajian psiko-sosio-spiritual.
Pengkajian psikologis klien tumor intrakranial meliputi
beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
memperoleh persepsi yang jelas mengenai ststus emosi, kognitif
dan perilaku klien. Apakah ada dampak yang timbul pada klien
yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara. Pada pengkajian pola persepsi dan konsep diri
didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, tidak kooperatif. Pada pengkajian pola
penaggulangan stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses pikir dan
kesulitan berkomunikasi. Sedangkan pada pengkajian pola nilai
dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah
spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan
kelemahan/kelumpuhan.
C. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi
pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum,
pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3
(Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernafasan B1 (Breath)
Adanya peningkatan irama pernafasan (pola napas tidak
teratur) dan sesak napas terjadi karena tumor mendesak otak
sehingga hermiasi dan kompresi medulla oblongata. Bentuk
dada dan suara napas klien normal, tidak menunjukkan batuk,
dan adanya retraksi otot bantu napas.
2. Kardiovaskular B2 (Blood)
28
Pendesakan ruang intracranial akan menyebabkan
peningkatan tekanan intracranial sehingga mengakibatkan
peningkatan tekanan darah. Selain itu terjadi ketidakteraturan
irama jantung (irreguler) dan bradikardi. Klien tidak
mengeluhkan nyeri dada, bunyi jantung normal, akral hangat,
nadi bradikardi.
3. Persyarafan B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan
lebih lengkap di bandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
a. Tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien tumor
intrakranial biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor
dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan
pemberian asuhan keperawatan.
b. Fungsi serebri :
1. Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah
lakunya, nilai gaya bicara dan observasi eksprasi wajah
klien, aktivitas motorik pada klien tumor intrakranial
tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
2. Fungsi intelektual : di dapatkan penurunan dalam
ingatan dan memori baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain
damage, yaitu kesukaran untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.
3. Lobus Frontal.
Tumor lobus frontalis memberi gejala perubahan mental,
hemiparesis, ataksia, dan gangguan bicara
c. Pemeriksaan saraf kranial.

29
1. Saraf I : Pada klien tumor intrakranial yang tidak
mengompresi saraf ini tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2. Saraf II : Papiledema disebabkan oleh stasis vena yang
menimbulkan pembengkakan papilla saraf optikus. Bila
terlihat pada pemeriksaan funduskopi tanda ini
mengisyaratkan peningkatan tekanan intrakranial.
Menyertai papiledema dapat terjadi gangguan
penglihatan, termasuk pembesaran bintik buta dan
amaurosis fugaks (saat-saat penglihatan berkurang).
3. Saraf III, IV, VI : Adanya kelumpuhan unilateral atau
bilateral dari saraf VI memberikan manifestasi pada
suatu tanda adanya glioblastoma multiforme.
4. Saraf V : Pada neurolema yang mengganggu saraf ini
akan didapatkan adanya parilisis wajah unilateral.
5. Saraf VII : persepsi pengecapan mengalami
ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia),
wajah asimetris, otot wajah tertarik kebagian sisi yang
sehat.
6. Saraf VIII : Pada neurolema di dapatkan adanya tuli
persepsi. Tumor lobus temporalis menyebabkan tinnitus
dan halusinasi pendengaran yang mungkin di akibatkan
iritasi korteks pendengaran temporalis atau korteks yang
berbatasan.
7. Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik,
kesukaran membuka mulut.
8. Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoldeus
dan trapezius.
9. Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi
dan fasikulasi.
4. Perkemihan B4 (Bladder)
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis yang luas.
5. Pencernaan B5 (Bowel)
30
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mual dan
muntah terjadi sebagai akibat rangsangan pusat muntah pada
medulla oblongata. Muntah paling sering terjadi pada anak-anak
dan berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
disertai pergeseran batang otak. Muntah dapat terjadi tanpa
didahului mual dan dapat berupa muntah proyektil.
6. Muskuloskeletal/integument B6 (Bone)
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan ,
kehilangan sensorik , mudah lelah menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan istirahat.

2.2.10.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosia keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon
individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang
aktual dan potensial, atau proses kehidupan (NANDA Internasional,
2015). Diagnosis keperawatan pasien dengan Tumor Otak adalah
sebagai berikut :
1. Nyeri kronis (00133) berhubungan dengan infiltrasi tumor.
Domain 12. Kenyamanan. Kelas 1. Kenyamanan fisik.
2. Ketidakefektifan pola nafas (00032) berhubungan dengan
gangguan neurologis. Domain 4. Aktivitas/ istirahat. Kelas 4.
Responss Kardiovaskular/ pulmonal.
3. Hambatan mobilitas fisik (00085) berhubungan dengan
gangguan neuromuskular. Domain 4. Aktivitas/ istirahat. Kelas
2. Aktivitas/ Olahraga
4. Risiko ketidakefekifan perfusi jaringan otak (00201). Domain
4. Aktivitas/ istirahat. Kelas 4. Responss Kardiovaskular/
pulmonal.
5. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
(00002) berhubungan dengan kurang asupan makan. Domain
2. Nutrisi. Kelas 1. Makan
6. Risiko cedera (00035). Domain 11. Keamanan/ Perlindungan.
Kelas 2. Cedera Fisik.

31
2.2.10.3 Berdasarkan SDKI
1. Nyeri kronis (D.0078). Kategori : Psikologis. Subkategori : Nyeri
dan Kenyamanan.
2. Pola napas tidak efektif (D.0005). Kategori : Fisiologis.
Subkategori : Respirasi.
3. Gangguan mobilitas fisik (D.0054). Kategori : Fisiologis.
Subkategori : Aktivitas dan Istirahat.
4. Risiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017). Kategori :
Fisiologis. Subkategori : Sirkulasi.
5. Defisit nutrisi (D.00190. Kategori : Fisiologis. Subkategori :
Nutrisi dan Cairan
6. Risiko cedera (D.0136). Kategori : Lingkungan. Subkategori :
Keamanan dan Proteksi

2.2.10.4 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri kronis Tujuan : setelah dilakukan Pemberian Analgesik
(00133) tindakan keperawatan (2210)
berhubungan selama 1x24 jam nyeri yang 1. Cek perintah pengobatan
dengan infiltrasi dirasakan berkurang 1 atau meliputi obat, dosis, dan
tumor dapat diadaptasi oleh klien frekuensi obat analgesik
dengan kriteria hasil : yang diresepkan
2. Cek danya riwayat alergi
Kontrol Nyeri (1605) obat
1. Klien dapat mengenali 3. Berikan analgesik sesuai
kapan terjadi nyeri waktu paruhnya,
2. Klien dapat terutama pada nyeri yang
menggambarkan faktor berat
penyebab nyeri 4. Berikan kebutuhan
3. Klien dapat kenyamanan dan
menggunakan analgesik aktivitas lain yang dapat
yang direkomendasikan membantu relaksasi
untuk memfasilitasi

32
Tingkat Nyeri (2102) penurunan nyeri
1. Tidak ada nyeri yang 5. Evaluasi keefektifan
dilaporkan analgesik dengan
2. Ekspresi wajah klien interval yang teratur pda
tidak menunjukkan nyeri setiap setelah pemberian
3. Frekuensi napas dalam khusunya setelah
batas normal pemberian pertama kali,
4. Denyut nadi radial dalam juga observasi adanya
batas normal tanda dan gejala efek
5. Tekanan darah dalam samping
batas normal

2. Ketidakefektifan Tujuan : setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas


pola nafas (00032) tindakan keperawatan (3140)
berhubungan selama 1x24 jam pola 1. Posisikan pasien untuk
dengan gangguan pernafasan kembali normal memaksimalkan
neurologis dengan kriteria Hasil : ventilasi
Status Pernapasan (0415) 2. Kelola udara atau
1. Frekuensi pernapasan oksigen yang
normal dilembabkan,
2. Irama pernapasan normal sebagaimana mestinya
3. Kepatenan jalan napas 3. Monitor status
normal pernapasan dan
4. Tidak ada penggunaan oksigenasi, sebagaimana
otot bantu napas mestinya
5. Saturasi oksigen normal
Terapi Oksigen (3320)
6. Tidak ada sianosis

1. Pertahankan kepatenan
jala napas
2. Berikan oksigen
tambahan seperti yang
diperintahkan

33
3. Monitor aliran oksigen
4. Monitor efektivitas
terapi oksigen (misalnya,
tekanan oksimetri,
ABGs) dengan tepat

Hambatan Tujuan : setelah dilakukan Pengaturan Posisi :


mobilitas fisik tindakan keperawatan Neurologis
(00085) selama 1x24 jam, gangguan 1. Berikan posisi yang
berhubungan mobilitas dapat terapeutik
dengan gangguan diminimalkan dengan 2. Jangan berikan tekanan
neuromuskular kriteria Hasil : pada bagian tubuh yang
Pergerakan (0208) terganggu
1. Keseimbangan tidak 3. Monitor oksigenasi
terganggu jaringan otak dan
2. Koordinasi tidak tekanan intrakranial pada
terganggu pasien kritis selama
3. Cara berjalan tidak perubahan posisi
terganggu 4. Lakukan ROM pasif
4. Klien dapat bergerak pada ekstremitas yang
dengan mudah terganggu sesuai dengan
instruksi petugas
rehabilitasi medik

Monitor Neurologi (2620)

1. Monitor tanda-tanda
vital : suhu, tekanan
darah, denyut nadi dan
respirasi
2. Monitor bentuk otot,
gerakan motorik, gaya
berjalan dan
proprioception

34
Risiko Tujuan : setelah dilakukan Manajemen Obat (1400)
ketidakefekifan tindakan keperawatan 1. Tentukan obat apa yang
perfusi jaringan selama 1x24 jam perfusi diperlukan, dan kelola
otak (00201). jaringan klien membaik menurut resep dan/ atau
Domain 4. ditandai dengan tanda-tanda protokol
Aktivitas/ istirahat. vital stabil dengan kriteria 2. Monitor efektivitas cara
Kelas 4. Responss hasil : pemberian obat yang
Kardiovaskular/ Perfusi Jaringan Serebral sesuai
pulmonal. (0406) 3. Monitor efek samping
1. Tekanan intrakranial obat
dalam batas normal
Monitor Tekanan
2. Nilai rata-rata tekanan
Intrakranial (2590)
darah dalam batas
normal
1. Sesuaikan kepala tempat
3. Klien tidak mengeluh
tidur untuk
sakit kepala
mengoptimalkan perfusi
4. Klien tidak mengeluh
serebral
muntah
2. Berikan agen
5. Tidak ada gangguan
farmakologis untuk
kognisi
mempertahankan TIK
6. Klien tidak mengalami
dalam jangkauan tertentu
penurunan tingkat
3. Monitor kualitas dan
kesadaran
karakteristik gelombang
TIK
4. Monitor status
neurologis
5. Monitor pasien TIK dan
reaksi perawatan
neurologis serta
rangsang lingkungan

Ketidakseimbangan Tujuan : setelah dilakukan Terapi Nutrisi (1120)

35
nutrisi : kurang dari tindakan keperawatan 1. Monitor intake makanan/
kebutuhan tubuh selama 1x24 jam kebutuhan cairan dan hitung
(00002) nutrisi klien dapat terpenuhi masukan kalori perhari,
berhubungan dengan dengan adekuat dengan sesuai kebutuhan
kurang asupan kriteria hasil: 2. Pilih suplemen nutrisi
makan. Domain 2. Status Nutrisi (1009) sesuai kebutuhan
Nutrisi. Kelas 1. 1. Asupan gizi klien 3. Berikan perawatan mulut
Makan adekuat sebelum makan sesuai
2. Asupan makanan klien kebutuhan
adekuat
3. Asupan cairan klien Terapi Menelan (1860)
adekuat 1. Sediakan/ gunakan alat
4. Berat badan klien dalam bantu, sesuai kebutuhan
kisaran normal 2. Bantu pasien untuk
duduk tegak (sebisa
Status Menelan (1010) mungkin mendekati 90
1. Klien mampu derajat) untuk makan/
mengunyah makanan latihan makan
2. Reflek menelan sesuai 3. Instruksikan pasien
waktunya tidak untuk membuka dan
terganggu meutup mulut terkait
3. Klien tidak muntah dengan persiapan
4. Tidak ada peningkatan memanipulasi makanan
usaha menelan 4. Monitor tanda dan gejala
5. Klien merasa nyaman aspirasi
saat menelan

Risiko cedera Kejadian Jatuh (1912) Pencegahan Jatuh (6490)


(00035). Domain 11. 1. Tidak terjadi jatuh ketika 1. Identifikasi tingkah laku
Keamanan/ posisi berdiri, berjalan, dan faktor yang
Perlindungan. Kelas duduk dan ketika tidur berpengaruh pada risiko
2. Cedera Fisik. jatuh
Keparahan Cedera Fisik 2. Memberikan tanda untuk

36
1. Tidak ada gangguan mengingatkan klien
imobilitas untuk meminta tolong
2. Tidak ada kerusakan ketika pergi dari tempat
kognisi tidur, yang tepat
3. Tidak terjadi penurunan 3. Menggunakan teknik
tingkat kesadaran yang sesuai untuk
mengantar klien ked an
dari kursi roda, tempat
tidur, toilet dan lainnya
4. Kaji tekanan darah
pasien saat pasien
mengadakan perubahan
posisi tubuh.

2.2.10.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang


memungkinkan perawat untuk menentukan apakah intervensi
keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien (Potter &
Perry, 2009). Bila tidak atau belum berhasil, perlu disusun rencana
baru yang sesuai. Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat
dilaksanakan dalam satu kali kunjungan ke keluarga. Untuk itu dapat
dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan
keluarga.

2.2.11 Asuhan Keperawatan Khusus


KASUS
Ny. Z usia 45 tahun dibawa ke RS pada tanggal 30 Maret 2017 dengan
keluhan mengalami nyeri kepala berat dengan skala nyeri 7 (0-10). Wajah klien
terlihat menyeringai. Keluhan ini mulai dirasakan sejak 6,5 bulan yang lalu paska
kecelakaan dan mengalami trauma kepala. Sakit kepala yang hebat sering disertai
mual dan muntah. Sakit kepala semakin parah ketika berubah posisi, batuk dan
aktivitas fisik, bersifat hilang timbul dan tumpul, nyeri dirasakan didaerah frontal
dan kadang ke daerah leher. Pasien mengeluh sesak nafas dan terlihat pernafasan

37
klien tidak teratur. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan RR 30x/menit,
TD 120/90 mmHg, Nadi 100x/menit, S 37,2 oC, CRT 4 detik. Akral klien teraba
hangat dan warnanya pucat. Klien mengalami kelumpuhan setengah badan
dekstra. Pada pemeriksan CT Scan didapatkan jaringan abnormal yang
mendorong struktur otak. diagnosa medis : tumor otak
2.2.11.1 Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas pasien
Nama : Ny. Z
Usia : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal MRS : 30 Maret 2017
Tanggal pengkajian : 30 Maret 2017
Diagnosa Medis : Tumor otak
2) Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri kepala yang sangat hebat dengan
skala nyeri 7(0-10).
P: Nyeri bertambah parah ketika berubah posisi, batuk, dan
aktivitas.
Q: Nyeri yang dirasakan tumpul dan intermitten
R: Nyeri didaerah frontal dan kadang disekitar leher
S: Skala 7(0-10)
T: nyeri tumpul dan intermitten, bertambah parah ketika berubah
posisi, batuk dan aktivitas
3) Riwayat penyakit sekarang
Klien sering mengalami mual dan muntah, pernafasan tidak
teratur, klien mengalami kelumpuhan setengah badan dekstra
4) Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah mengalami kecelakaan dan terjadi trauma kepala
5) Riwayat penyakit keluarga
-
6) Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Breath) : Pasien mengeluh sesak nafas, terlihat irama
pernafasan tidak teratur, RR 30x/menit (Takipnea)

38
2. B2 (Blood) : TD 120/90 mmHg (Normal), Nadi 100x/menit,
CRT 4 detik
3. B3 (Brain) : Klien mengeluh nyeri kepala hebat dengan skala
nyeri 7(0-10), S 37,2 oC,
4. B4 (Bladder) : -
5. B5 (Bowel) : Klien sering mengalami mual dan muntah
6. B6 (Bone) : Klien mengalami kelumpuhan setengah badan
dekstra
7) Pemeriksaan Diagnostik
1. CT scan : Didapatkan jaringan abnormal.

2.2.11.2 Analisa Data


No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1 Ds : Trauma kepala Nyeri kronis b.d infiltrasi
 Klien mengeluh sakit ↓ tumor
kepala yang sangat Pertumbuhan sel
berat, abnormal
Do : ↓
 Skala nyeri 7 (0-10) Tumor otak
 Ekspresi wajah ↓
menyeringai Penambahan massa
otak/ cairan otak

Menganggu fungsi
otak

Nyeri kronis

2 Ds : Trauma kepala Ketidakefektifan pola nafas


 Pasien mengeluh sesak ↓ b. d gangguan neurologis
nafas Pertumbuhan sel
Do : abnormal
 Terlihat pola nafas ↓

39
klien tidak teratur Tumor otak
 RR 30x/menit ↓
(Takipnea) Penambahan massa
otak/ cairan otak

Bergesernya ginus
medialis lobus
temporal ke inferior
melalui insisura
tentorial

Herniasi medulla
oblongata

Ketidakefektifan pola
nafas
3 Ds : Trauma kepala Risiko ketidakefektifan
Do : ↓ perfusi otak
 Akral klien teraba Pertumbuhan sel
hangat dan warnanya abnormal
pucat. ↓
 CRT 4 detik Tumor otak

Penambahan massa
otak/ cairan otak

Kompresi jaringan
otak terhadap
sirkulasi darah dan
O2

Penurunan Suplay
O2 ke jaringan otak

40
akibat obstruksi

Iskemik

Resiko
ketidakefektifan
perfusi otak
4 Ds : Trauma kepala Hambatan mobilitas fisik
Do : ↓ b.d gangguan
 Klien mengalami Pertumbuhan sel neuromuskular
kelumpuhan setengah abnormal
badan dekstra ↓
Tumor otak

Penambahan massa
otak/ cairan otak

Mengenai lobus
frontalis

Kompresi daerah
motorik

Hemiparesis

Hambatan Mobilitas
fisik

2.2.11.3 Diagnosa Keperawatan


1. Domain 12. Kenyamanan, Kelas 1. Kenyamanan Fisik
Nyeri kronis b.d Infiltrasi tumor (00133)
Batasan Karakteristik :
1) Ekspresi wajah nyeri

41
2) Keluhan tentang intensitas menggunakan standart skala nyeri
2. Domain 4. Aktivitas/Istirahat, Kelas 4. Respon
Kardiovaskuler/Pulmonal
Ketidakefektifan pola nafas b.d gangguan neurologis (00032)
Batasan Karakteristik :
1) Dyspnea
2) Takipnea
3) Pola nafas abnormal
3. Domain 4. Aktivitas/Istirahat, Kelas 4. Respon
Kardiovaskuler/Pulmonal
Risiko Ketidakefektifan Perfusi jaringan otak (00201)
Faktor Risiko :
1) Tumor otak
4. Domain 4. Aktivitas/Istirahat, Kelas 2. Aktivitas/ Olahraga
Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular (00085)
Batasan karakteristik :
1) Keterbatasan rentang gerak
2) Penurunan kemampuan melakukan motorik halus
3) Penurunan kemampuan melakukan motorik kasar.

2.2.11.4 Intervensi keperawatan


NOC NIC
No Diagnosa Keperawatan (Nursing Outcomes (Nursing Interventions
Classification) Classificasion)
1. Domain 12. Kenyamanan, Tingkat Nyeri (2102) Manajemen nyeri (1400)
Kelas 1. Kenyamanan 1. Tidak ada nyeri 1) Kurangi atau eliminasi
Fisik yang dilaporkan faktor-faktor yang dapat
Nyeri kronis b.d Infiltrasi 2. Tidak ada ekspresi mencetuskan atau
tumor (00133) nyeri wajah meningkatkan nyeri
Batasan Karakteristik : 3. Tidak ada mual (misalnya; kelelahan)
1) Ekspresi wajah nyeri 4. Frekuensi nafas 2) Ajarkan prinsip-prinsip
2) Keluhan tentang normal manajemen nyeri
intensitas 3) Dukung istirahat/tidur

42
menggunakan Nyeri : efek yang yang adekuat untuk
standart skala nyeri menganggu (2101) membantu penurunan
1. Ketidaknyamanan nyeri
tidak ada 4) Berikan individu penurun
2. Gangguan dalam nyeri yang optimal dengan
pergerakan fisik peresepan analgesik.
tidak ada 5) Kendalikan faktor
3. Gangguan aktivitas lingkunagn yang dapat
fisik tidak ada mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanan
(Misalnya; suara bising)
Pemberian analgesik (2210)
1) Cek perintah
pengobatan meliputi
obat, dosis dan
frekuensi obat
analgesik yang
diresepkan
2) Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain yang
dapat membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri
2. Domain 4. Status Pernafasan Monitor pernafasan (3350)
Aktivitas/Istirahat, Kelas (0415) 1. Monitor kecepatan, irama,
4. Respon 1. Frekuensi kedalaman dan kesulitan
Kardiovaskuler/Pulmonal pernafasan normal bernafas
2. Irama pernafasan 2. Monitor pola nafas
Ketidakefektifan pola normal (misalnya; bradipnea,
nafas b.d gangguan 3. Tidak ada dyspnea takipnea, hiperventilasi )

43
neurologis (00032) saat istirahat 3. Catat pergerakan dada,
Batasan Karakteristik : 4. Tidak ada dyspnea catat kesimetrisan,
1) Dyspnea saat ktivitas ringan penggunaan otot-otot
2) Takipnea 5. Tidak ada sianosis bantu nafas, dan retraksi
3) Pola nafas abnormal pada otot supraclavikula
dan intercosta.
4. Monitor keluhan sesak
nafas pasien, termasuk
kegiatan yang
meningkatkan atau
memperburuk sesak nafas
tersebut.
Terapi Oksigen (3320)
1. Berikan oksigen tambahan
seperti yang diperintahkan
2. Monitor aliran oksigen
3. Monitor efektifitas terapi
oksigen
4. Pertahankan kepatenan
jalan nafas.

3. Domain 4. Perfusi jaringan Manajemen Edema Serebral


Aktivitas/Istirahat, Kelas serebral (0406) (2540)
4. Respon 1. Tidak ada 1. Monitor adanya
Kardiovaskuler/Pulmonal peningkatan kebingungan, perubahan
Risiko Ketidakefektifan tekanan intrakranial pikiran, keluhan pusing,
Perfusi jaringan otak 2. Tidak ada sakit pingsan
Faktor Risiko : kepala 2. Monitor status neurologis
1. Tumor otak 3. Tidak terjadi dan bandingkan dengan
penurunan nilai normal
kesadaran 3. Monitor tanda-tanda vital

44
Status sirkulasi (0401)
1. Wajah pucat tidak Pengaturan hemodinamik
ada (4150)
2. Tidak terjadi 1. Lakukan penilaian
pingsan komprehensif terhadap
status hemodinamik
(misalnya memeriksa
tekanan darah, denyut
jantung, denyut nadi )
2. Tentukan status perfusi
(yaitu apakah pasien
terasa dingin, suam-suam
kuku atau hangat)
3. Monitor adanya tanda dan
gejala masalah pada status
perfusi (misalnya
hipotensi simptomatik,
dingin diujung kuku)
4. Domain 4. Pergerakan (0208) Terapi latihan : mobilitas
Aktivitas/Istirahat, Kelas 1. Gerakan sendi tidak sendi (0224)
2. Aktivitas/ Olahraga terganggu 1. Tentukan batasan
Hambatan mobilitas fisik 2. Gerakan otot tidak pergerakan sendi dan
b.d gangguan terganggu efeknya terhadap fungsi
neuromuskular (00085) 3. Cara berjalan tidak sendi
Batasan karakteristik : terganggu 2. Kolaborasikan dengan ahli
1) Keterbatasan 4. Dapat Bergerak terapi fisik dalam
rentang gerak dengan mudah mengembangkan dan
2) Penurunan menerapkan sebuah
kemampuan Konsekuensi program latihan
melakukan motorik imbobilitas: fisiologi 3. Jelaskan pada pasien dan
halus (0204) keluarga manfaat dan
3) Penurunan 1. Tidak ada tujuan melakukan latihan
kemampuan kontraktur sendi sendi

45
melakukan motorik 2. Kekuatan otot 4. Lakukan latihan ROM
kasar. tidak terganggu pasif atau ROM dengan
3. Tonus otot tidak bantuan, sesuai indikasi
terganggu
4. Pergerakan sendi Pengaturan posisi :
tidak terganggu Neurologis (0844)
1. Imobilisasi atau topang
bagian tubuh yang
terganggu dengan tepat.
2. Berikan posisi yang
terapeutik
3. Lindungi bagian tubuh
yang terganggu
4. Pertahankan posisi yang
tepat saat mengatur posisi
pasien.

2.2.11.5 Implementasi Keperawatan

No Diagnosa NIC (Nursing Interventions Implementasi


Keperawatan Classificasion)
1 Domain 12. Manajemen nyeri (1400) Manajemen nyeri (1400)
Kenyamanan, Kelas 1. Kurangi atau eliminasi 1. Mengurangi faktor yang
1. Kenyamanan faktor-faktor yang dapat dapat meningkatkan nyeri
Fisik mencetuskan atau misalnya mengurangi
Nyeri kronis b.d meningkatkan nyeri tingkat kelelahan
Infiltrasi tumor (misalnya; kelelahan) 2. Mengajarkan teknik non
(00132) 2. Ajarkan penggunaan farmakologis seperti
Batasan teknik non farmakologis relaksasi
Karakteristik : seperti relaksasi 3. Mendukung pasien untuk
1) Ekspresi wajah 3. Dukung istirahat/tidur istirahat/ tidur yang
nyeri yang adekuat untuk adekuat untuk membantu
2) Keluhan membantu penurunan penurunan nyeri
tentang nyeri 4. Memberikan individu

46
intensitas 4. Berikan individu penurun penurun nyeri yang
menggunakan nyeri yang optimal optimal dengan
standart skala dengan peresepan peresepan analgesik.
nyeri analgesik. 5. Mengendalikan faktor
5. Kendalikan faktor lingkungan yang
lingkungan yang dapat mempengaruhi
mempengaruhi respon ketidaknyamanan seperti
pasien terhadap suara bising
ketidaknyamanan
(Misalnya; suara bising) Pemberian analgesik (2210)
Pemberian analgesik (2210) 1. Mengkaji ulang terkait
1. Cek perintah perintah pengobatan
pengobatan meliputi seperti obat, dosis, dan
obat, dosis dan frekuensi analgesik yang
frekuensi obat analgesik diresepkan
yang diresepkan 2. Memberikan kebutuhan
2. Berikan kebutuhan kenyamanan dan aktivitas
kenyamanan dan lain yang dapat
aktivitas lain yang dapat membantu relaksasi
membantu relaksasi untuk memfasilitasi
untuk memfasilitasi penurunan nyeri
penurunan nyeri
2 Domain 4. Monitor pernafasan (3350) Monitor pernafasan (3350)
Aktivitas/Istirahat, 1. Monitor kecepatan, 1. Memonitor kecepatan,
Kelas 4. Respon irama, kedalaman dan irama, kedalaman dan
Kardiovaskuler/Pul kesulitan bernafas kesulitan bernafas.
monal 2. Monitor pola nafas 2. Memonitor pola nafas
(misalnya; bradipnea, (misalnya; bradipnea,
Ketidakefektifan takipnea, hiperventilasi ) takipnea, hiperventilasi )
pola nafas b.d 3. Catat pergerakan dada, 3. mencatat pergerakan dada,
gangguan catat kesimetrisan, catat kesimetrisan,
neurologis (00032) penggunaan otot-otot penggunaan otot-otot bantu
Batasan bantu nafas, dan retraksi nafas, dan retraksi pada

47
Karakteristik : pada otot supraclavikula otot supraclavikula dan
1) Dyspnea dan intercosta. intercosta.
2) Takipnea 4. Monitor keluhan sesak 4. memonitor keluhan sesak
3) Pola nafas nafas pasien, termasuk nafas pasien, termasuk
abnormal kegiatan yang kegiatan yang
meningkatkan atau meningkatkan atau
memperburuk sesak memperburuk sesak nafas
nafas tersebut. tersebut.
Terapi Oksigen (3320) Terapi Oksigen (3320)
1. Berikan oksigen 1. memberikan oksigen
tambahan seperti yang tambahan seperti yang
diperintahkan diperintahkan
2. Monitor aliran oksigen 2. Memonitor aliran oksigen
3. Monitor efektifitas 3. Memonitor efektifitas
terapi oksigen terapi oksigen
4. Pertahankan kepatenan Pertahankan kepatenan
jalan nafas. jalan nafas.
3 Domain 4. Manajemen Edema Manajemen Edema Serebral
Aktivitas/Istirahat, Serebral (2540) (2540)
Kelas 4. Respon 1. Monitor adanya 1. Memonitor adanya
Kardiovaskuler/Pul kebingungan, perubahan kebingungan, perubahan
monal pikiran, keluhan pusing, pikiran, keluhan pusing,
Risiko pingsan pingsan
Ketidakefektifan 2. Monitor status neurologis 2. Memonitor status
Perfusi jaringan dan bandingkan dengan neurologis dan bandingkan
otak nilai normal dengan nilai normal
Faktor Risiko : 3. Monitor tanda-tanda vital 3. Memonitor tanda-tanda
1. Tumor otak vital
Pengaturan hemodinamik
(4150) Pengaturan hemodinamik
1. Lakukan penilaian (4150)
komprehensif terhadap 1. melakukan penilaian
status hemodinamik komprehensif terhadap

48
(misalnya memeriksa status hemodinamik
tekanan darah, denyut (misalnya memeriksa
jantung, denyut nadi ) tekanan darah, denyut
2. Tentukan status perfusi jantung, denyut nadi )
(yaitu apakah pasien 2. Menenttukan status perfusi
terasa dingin, suam-suam (yaitu apakah pasien terasa
kuku atau hangat) dingin, suam-suam kuku
3. Monitor adanya tanda dan atau hangat)
gejala masalah pada 3. Memonitor adanya tanda
status perfusi (misalnya dan gejala masalah pada
hipotensi simptomatik, status perfusi (misalnya
dingin diujung kuku) hipotensi simptomatik,
dingin diujung kuku)
Domain 4. Terapi latihan : mobilitas Terapi latihan : mobilitas
Aktivitas/Istirahat, sendi (0224) sendi (0224)
Kelas 2. Aktivitas/ 1. Tentukan batasan 1. Menentukan batasan
Olahraga pergerakan sendi dan pergerakan sendi dan
Hambatan mobilitas efeknya terhadap fungsi efeknya terhadap fungsi
fisik b.d gangguan sendi sendi
neuromuskular 2. Kolaborasikan dengan 2. Melakukan kolaborasi
(00085) ahli terapi fisik dalam dengan ahli terapi fisik
Batasan mengembangkan dan dalam mengembangkan
karakteristik : menerapkan sebuah dan menerapkan sebuah
1) Keterbatasan program latihan program latihan
rentang gerak 3. Jelaskan pada pasien dan 3. Menjelaskan pada pasien
2) Penurunan keluarga manfaat dan dan keluarga manfaat dan
kemampuan tujuan melakukan latihan tujuan melakukan latihan
melakukan sendi sendi
motorik halus 4. Lakukan latihan ROM 4. Melakukan latihan ROM
3) Penurunan pasif atau ROM dengan pasif atau ROM dengan
kemampuan bantuan, sesuai indikasi bantuan, sesuai indikasi
melakukan
motorik kasar. Pengaturan posisi : Pengaturan posisi :

49
Neurologis (0844) Neurologis (0844)
1. Imobilisasi atau topang 1. Memobilisasi atau topang
bagian tubuh yang bagian tubuh yang
terganggu dengan tepat. terganggu dengan tepat.
2. Berikan posisi yang 2. Memberikan posisi yang
terapeutik terapeutik
3. Lindungi bagian tubuh 3. Melindungi bagian tubuh
yang terganggu yang terganggu
4. Pertahankan posisi yang 4. Mempertahankan posisi
tepat saat mengatur posisi yang tepat saat mengatur
pasien. posisi pasien.

2.2.11.6 Evaluasi Keperawatan


1) Domain 12. Kenyamanan, Kelas 1. Kenyamanan Fisik
Nyeri kronis b.d Infiltrasi tumor (00133)
S = Klien masih mengeluh nyeri tapi berkurang
O = Skala nyeri 4 (0-10), ekspresi wajah nyeri tidak ada
A = masalah belum teratasi
P = lanjutkan intervensi

2) Domain 4. Aktivitas/Istirahat, Kelas 4. Respon


Kardiovaskuler/Pulmonal
Ketidakefektifan pola nafas b. d gangguan neurologis
S = Pasien sudah tidak mengeluh sesak nafas
O = Pola nafas teratur, RR 18 x/menit
A = masalah teratasi
P = hentikan intervensi

3) Domain 4. Aktivitas/Istirahat, Kelas 4. Respon


Kardiovaskuler/Pulmonal
Risiko ketidakefektifan perfusi otak
S=-
O = Akral klien berwarna normal (tidak pucat), CRT 2 detik
A = Masalah teratasi
50
P = Hentikan Intervensi

4) Domain 4. Aktivitas/Istirahat, Kelas 2. Aktivitas/ Olahraga


Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular
S=-
O= Klien masih mengalami kelumpuhan tetapi sudah ada
peningkatan (ekstremitas atas badan dekstra sudah tidak
mengalami kelumpuhan)
A = masalah belum teratasi
P = lanjutkan intervensi

51
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang
atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala-gejala karena keterlibatan medula spinalis
atau akar-akar saraf. Tumor medula spinalis merupakan seperenam tumor otak dan
mempunyai prognosis yang lebih baik karena sekitar 60% adalah jinak. Tumor medula
spinalis dapat terjadi pada semua kelompok usia, tetapi jarang dijumpai sebelum usia 10
tahun (Muttaqin, 2008).
Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total
jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan insidensi sekitar
0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita pria hampir sama
dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan 25% tumor
terletak di segmen servikal, 55% pada segmen thorakal dan 20% terletak pada segmen
lumbosakral. Sementara di Indonesia sendiri, belum ada (Huff, 2011).
Tumor medula spinalis terbagi menjadi dua, yaitu tumor primer dan tumor
sekunder. Tumor primer merupakan tumor yang berasal dari medula spinalis itu sendiri
sedangkan tumor sekunder merupakan anak sebar (metastase) dari tumor di bagian
tubuh lainnya. Gejala pertama dari tumor medula spinocerebral penting diketahui
karena dengan tindakan operasi sedini mungkin dapat mencegah kecacatan
(Satyanegara, 2010).
Satu hal yang harus diperhatikan bahwa berbagai bentuk tumor dapat terjadi pada
spinal dan terdiri atas leukemia, limfoma, mieloma atau tumor lainnya. Tumor spinal
yang terjadi pada medula spinalis sebagian besar adalah ependimoma atau glioma.
Penyebab terjadinya tumor medula spinalis masih belum diketahui, pada beberapa
kasus tumor dapat disebabkan oleh defek genetik, karena pertumbuhan tumor sendiri,
sel, radiks saraf, pembuluh darah, meningeal, bahkan tulang belakang. Sehingga kita
sebagai tenaga medis, khususnya perawat harus lebih mengasah kompetensi agar
perawatan yang diberikan pada pasien akan selalu lebih baik dan kesembuhan pasien
meningkat.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.3 Apakah definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnosis,
komplikasi dari tumor medula spinalis ?

52
1.2.4 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang menderita tumor medula
spinalis ?
1.3 Tujuan
1.3.2 Tujuan Umum
1.3.2.1 Setelah perkulihan mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep
teori pada klien dengan tumor medula spinalis.
1.3.2.2 Setelah perkulihan mahasiswa diharapkan mampu memahami asuhan
keperawatan pada klien dengan tumor medula spinalis.
1.4.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari makalah ini adalah setelah perkulihan mahasiswa diharapkan
mampu untuk:
1.4.2.1 Mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi dari tumor medula spinalis.
1.4.2.2 Mengetahui manifestasi klinis, pemeriksaan diagnosis, komplikasi dari
tumor medula spinalis.
1.4.2.3 Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan tumor medula
spinalis.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Praktis

2. Makalah ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara


mendalam tentang asuhan keperawatan pada pasien tumor medula
spinalis.
3. Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi
bagi para pembaca khususnya tentang asuhan keperawatan pada
penyakit tumor medula spinalis.

53
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumor Medula Spinalis


2.1.1 Definisi
Tumor Medula Spinalis adalah massa pertumbuhan jaringan yang baru di
dalam Medula spinalis, bisa bersifat jinak (benigna) atau ganas (maligna).
Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau
isinya dan biasanya menimbulkan gejala-gejala karena keterlibatan medula spinalis
atau akar-akar saraf. (Price sylvia anderson,1995).

2.1.2 Epidemiologi

Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui


secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15%
dari total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan
insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita
pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun.
Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan
20% terletak di segmen lumbosakral.
Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma,
astrositoma dan hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada
orang dewasa pada usia pertengahan (30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usia anak-
anak. Insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga dari
ependydoma muncul pada daerah lumbosakral.
Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat
tumbuh pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi yang
tersering pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor spinal
intramedular yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari tumor
intramedular pada anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada remaja.
Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikal dan
servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal, lumbosakral atau
pada conus medularis. Hemangioblastoma merupakan tumor vaskular yang tumbuh
lambat dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua tumor intramedular medula

54
spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun, namun pada pasien dengan von
Hippel-Lindau syndrome (VHLS) biasanya muncul pada dekade awal dan
mempunyai tumor yang multipel. Rasio laki-laki dengan perempuan 1,8 : 1.
Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan
meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan insidensi
laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan tersering pada
daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada kelompok
intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira 25% dari semua
tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi pada segmen thorakal,
25% pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2% pada foramen magnum.

2.1.3 Etiologi

Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam
tahap penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat
karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker
yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian
menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula spinalis yang
normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut.

2.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat
dibagi menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak
maupun ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan
metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru, payudara,
kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor primer yang bersifat
ganas contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan kordoma, sedangkan yang
bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan ependimoma.
Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu
sendiri dibagi lagi menjadi tumor intramedular dan ekstramedular. Macam-macam
tumor medula spinalis berdasarkan lokasinya dapat dilihat pada Tabel 1.

55
Gambar 2.1 (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-
ekstramedular, dan (C) Tumor Ekstradural

(Sumber: http://www.draryan.com/Portals/0/spinal%20cord%20tumors.jpg)

Tabel 1. Distribusi Anatomi Tumor Medula Spinalis Berdasarkan Gambaran Histologisnya

Ekstra dural Intradural ekstramedular Intradural


intramedular

Chondroblastoma Ependymoma, tipe Astrocytoma


myxopapillary
Chondroma Ependymoma
Epidermoid
Hemangioma Ganglioglioma
Lipoma
Lipoma Hemangioblastoma
Meningioma
Lymphoma Hemangioma
Neurofibroma
Meningioma Lipoma
Paraganglioma
Metastasis Medulloblastoma
Schwanoma
Neuroblastoma Neuroblastoma

Neurofibroma Neurofibroma

Osteoblastoma Oligodendroglioma

56
Osteochondroma Teratoma

Osteosarcoma

Sarcoma

Vertebral
hemangioma

2.1.5 Patogenesis
Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi
kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat
genetik kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada anggota
keluarga (syndromic group) misal pada neurofibromatosis. Astrositoma dan
neuroependimoma merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan
neurofibromatosis tipe 2 (NF2), dimana pasien dengan NF2 memiliki kelainan pada
kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien dengan Von
Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya, yang merupakan abnormalitas dari kromosom
3.
Tumor medulla spinalis baik primer maupun sekunder menyebabkan
kompresi medulla spinalis, akar-akar syaraf serta kandungan intrakranial, sehingga
terjadi kelemahan sensoris maupun motoris tergantung pada letak lesi.
Tanda dan gejala lesi akar syaraf, (Price, 2006 : 1192):
a. Lesi pada daerah servikal menyebabkan kelemahan dan atrofi lengan bahu,
kelemahan sensoris dan motoris berupa hiperestesia dalam dermatom vertebra
servikalis (C2).
Tumor pada servikal (C5, C6, C7) menyebabkan hilangnya refleks tendon
ekstremitas atas, kompresi C6 menyebabkan defisit sensorik, pada C7
menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah
b. Lesi pada daerah thorakal menyebabkan kelemahan spastik pada ekstremitas
bagian bawah dan parestesia serta menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen

57
c. Lesi pada lumbal bagian bawah dan segmen-segmen sakral bagian atas
menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot perineum betis dan kaki serta
kehilngan refkleks pergelangan kaki serta hilangnya sensasi daerah perianal dan
genitalia, gangguan kontrol usus dan kandung kemih akibat lesi pada sakral
bagian bawah
d. Lesi kauda ekuina menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi.
Tanda – tanda khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum,
yang kadang-kadang menjalar ke tungkai.

2.1.6 Manifestasi Klinis


Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi dalam tiga
tahapan, yaitu:
 Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang lama
 Sindroma Brown Sequard
 Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral

Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler,
nyeri vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler
merupakan indikasi pertama adanya space occupying lesion pada kanalis spinalis dan
disebut pseudo neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat
nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24% nyeri
funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas. Nyeri radikuler dicurigai disebabkan oleh
tumor medula spinalis bila:
 Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktus piramidalis
 Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP
seperti C5-7, L3-4, L5 dan S1
Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah
tumor yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang
menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya
biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks.
Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga
diawali dengan gejala TTIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah,
papiledema, gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor
neurinoma dan ependimoma mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor,

58
yang dapat menghambat aliran likuor di dalam kompartemen subarakhnoid spinal,
dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu hipotesa yang menerangkan kejadian
hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma intraspinal primer.
Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor
di sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh yang
selevel dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada tumor di
tengah medula spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri yang
menyebar ke dada depan (girdleshape pattern) dan bertambah nyeri saat batuk,
bersin, atau membungkuk. Tumor yang tumbuh pada segmen cervical dapat
menyebabkan nyeri yang dapat dirasakan hingga ke lengan, sedangkan tumor yang
tumbuh pada segmen lumbosacral dapat memicu terjadinya nyeri punggung atau
nyeri pada tungkai.
Berdasarkan lokasi tumor, gejala yang muncul adalah seperti yang terihat dalam
Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Tanda dan Gejala Tumor Medula Spinalis :


Lokasi Tanda dan Gejala

Foramen Gejalanya aneh, tidak lazim, membingungkan, dan tumbuh lambat


Magnum sehingga sulit menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering adalah
nyeri servikalis posterior yang disertai dengan hiperestesia dalam
dermatom vertebra servikalis kedua (C2). Setiap aktivitas yang
meningkatkan TIK (misal ; batuk, mengedan, mengangkat barang,
atau bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan adalah
gangguan sensorik dan motorik pada tangan dengan pasien yang
melaporkan kesulitan menulis atau memasang kancing. Perluasan
tumor menyebabkan kuadriplegia spastik dan hilangnya sensasi secara
bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing, disartria, disfagia,
nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah, serta atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius. Temuan neurologik tidak selalu
timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya
berjalan spastik, palsi N.IX hingga N.XI, dan kelemahan ekstremitas.

59
Servikal Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi radikular
yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga menyerang
tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas (misal,
diatas C4) diduga disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu
anterior melalui arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat
kelemahan dan atrofi gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis yang
lebih rendah (C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks
tendon ekstremitas atas (biseps, brakioradialis, triseps). Defisit
sensorik membentang sepanjang tepi radial lengan bawah dan ibu jari
pada kompresi C6, melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada lesi
C7, dan lesi C7 menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari
tengah.

Torakal Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada


ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia. Pasien
dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan pada dada dan
abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri akibat gangguan
intratorakal dan intraabdominal. Pada lesi torakal bagian bawah,
refleks perut bagian bawah dan tanda Beevor (umbilikus menonjol
apabila penderita pada posisi telentang mengangkat kepala melawan
suatu tahanan) dapat menghilang.

Lumbosakral Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang
melibatkan daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak segmen
lumbal bagian bawah, segmen sakral, dan radiks saraf desendens dari
tingkat medula spinalis yang lebih tinggi. Kompresi medula spinalis
lumbal bagian atas tidak mempengaruhi refleks perut, namun
menghilangkan refleks kremaster dan mungkin menyebabkan
kelemahan fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah. Juga terjadi
kehilangan refleks lutut dan refleks pergelangan kaki dan tanda
Babinski bilateral. Nyeri umumnya dialihkan keselangkangan. Lesi
yang melibatkan lumbal bagian bawah dan segmen-segmen sakral
bagian atas menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot perineum,
betis dan kaki, serta kehilangan refleks pergelangan kaki. Hilangnya

60
sensasi daerah perianal dan genitalia yang disertai gangguan kontrol
usus dan kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai
daerah sakral bagian bawah.

Kauda Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tanda-tanda


Ekuina khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang
kadang-kadang menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai
dengan radiks saraf yang terkena dan terkadang asimetris.

1. Tumor Ekstradural
Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan kompresi
pada medula spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri radikuler dapat
merupakan gejala awal pada 30% penderita tetapi kemudian setelah beberapa
hari, minggu/bulan diikuti dengan gejala mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1
radiks, yang mulanya hilang dengan istirahat, tetapi semakin lama semakin
menetap/persisten, sehingga dapat merupakan gejala utama, walaupun terdapat
gejala yang berhubungan dengan tumor primer. Nyeri pada tumor metastase ini
dapat terjadi spontan, dan sering bertambah dengan perkusi ringan pada vertebrae,
nyeri demikian lebih dikenal dengan nyeri vertebrae.
a. Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Sebagian besar tumor spinal (>80 %) merupakan metastasis keganasan
terutama dari paru-paru, payudara, ginjal, prostat, kolon, tiroid, melanoma,
limfoma, atau sarkoma.
 Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Predileksi lokasi
metastasis tumor paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks,
sedangkan tumor prostat, testis dan ovarium biasanya ke daerah
lumbosakral.
 Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level torakal,
karena diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1 cm).
 Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang tajam dan
kadang menjalar (radikuler) serta menghebat pada penekanan atau palpasi.
2. Tumor Intradural-Ekstramedular

61
Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik
progresif. Kejadiannya ± 70% dari tumor intradural, dan jenis yang terbanyak
adalah neurinoma pada laki-laki dan meningioma pada wanita.
a. Neurinoma(Schwannoma)
Memiliki karakteristik sebagai berikut:
 Berasal dari radiks dorsalis
 Kejadiannya ± 30% dari tumor ekstramedular
 2/3 kasus keluhan pertamanya berupa nyeri radikuler, biasanya pada satu
sisi dan dialami dalam beberapa bulan sampai tahun, sedangkan gejala
lanjut terdapat tanda traktus piramidalis
 39% lokasinya disegmen thorakal
b. Meningioma
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 ± 80% terletak di regio thorakalis dan ±60% pada wanita usia
pertengahan
 Pertumbuhan lambat
 Pada ± 25% kasus terdapat nyeri radikuler, tetapi lebih sering dengan
gejala traktus piramidalis dibawah lesi, dan sifat nyeri radikuler biasanya
bilateral dengan jarak waktu timbul gejala lain lebih pendek

3. Tumor Intradural-Intramedular
Lebih sering menyebabkan nyeri funikuler yang bersifat difus seperti rasa
terbakar dan menusuk, kadang-kadang bertambah dengan rangsangan ringan
seperti electric shock like pain (Lhermitte sign).

a. Ependimoma
Memiliki karakteristik sebagai berikut:
 Rata-rata penderita berumur di atas 40 tahun
 Wanita lebih dominan
 Nyeri terlokalisir di tulang belakang
 Nyeri meningkat saat malam hari atau saat bangun
 Nyeri disestetik (nyeri terbakar)
 Menunjukkan gejala kronis
 Jenis miksopapilari rata-rata pada usia 21 tahun, pria lebih dominan

62
b. Astrositoma
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Prevalensi pria sama dengan wanita
 Nyeri terlokalisir pada tulang belakang
 Nyeri bertambah saat malam hari
 Parestesia (sensasi abnormal)
c. Hemangioblastoma
Memiliki karakter sebagai berikut:
 Gejala muncul pertama kali saat memasuki usia 40 tahun
 Penyakit herediter (misal, Von Hippel-Lindau Syndrome) tampak pada
1/3 dari jumlah pasien keseluruhan.
 Penurunan sensasi kolumna posterior
 Nyeri punggung terlokalisir di sekitar lesi

2.1.7 Patofisiologi
Kondisi patofisiologi karena tumor medula spinalis disebabkan oleh
kerusakan dan infiltrasi, pergeseran dan dekompresi medula spinalis dan terhentinya
suplai darah atau cairan serebrospinal. Derajat gejala tergantung dari tingkat
dekompresi dan kecepatan perkembangan, adaptasi bisa terjadi dengan tumor yang
tumbuh lamban, 85 % tumor medula spinalis jinak.
Terutama tumor neoplasma baik yang timbul ekstramedula atau
intramedula. Tumor sekunder atau tumor metastase dapat juga mengganggu medula
spinalis dan lapisannya serta ruas tulang belakang. Tumor ekstramedular dari tepi
tumor intramedural pada awalnya menyebabkan nyeri akar sarat subyektif. Dengan
pertumbuhan tumor bisa muncul defisit motorik dan sensorik yang berhubungan
dengan tingkat akar dan medula spinalis yang terserang. Karena tumor membesar
terjadilah penekanan pada medula spinalis. Sejalan dengan itu pasien kehilangan
fungsi semua motor dan sensori dibawah lesi/tumor
Tumor medula spinalis yang dimulai dari medula spinalis, sering
menimbulkan gejala seperti pada sentral medula spinalis, termasuk hilang rasa nyeri
segmental dan fungsi temperatur. Tambahan pula fungsi sel-sel tanduk anterior
seringkali hilang, terutama pada tangan . seluruh jalur sentral yang dekat benda
kelabu menjadi disfungsi. Hilangnya rasa nyeri dan sensori suhu dan kelemahan
motorik berlangsung sedikit demi sedikit, bertambah berat dan menurun. Motorik

63
cauda dan fungsi sensorik yang terakhir akan hilang, termasuk hilang fungsi
eliminasi fecal dan urine. (Long C, Barbara, 1996)
2.1.8 WOC

- Pertumbuhan sel abnormal


Kompresi medula spinalis,
- Riwayat tumor/kanker pada Tumor serabut-serabut syaraf dan
keluarga
kandungan intrakranial
- Neurofibromatosis

Trauma medula spinalis Edema medula spinalis

Spasme otot vetebralis Lesi syaraf vetebralis

Iritasi serabut syaraf


Servikal Thorakal Lumbo-Sakral Kauda Ekuina

Timbul
perasaan nyeri Hilangnya Nyeri dan Kehilangan refleks Nyeri tumpul pada
reflek tendon perasaan lutut dan refleks sakrum atau
ekstremitas atas tertekan pada pergelangan kaki perineum, kadang-
MK : Nyeri dan tanda babinski kadang menjalar
(biseps, dada dan
akut bilateral ke tungkai
brakioradialis, abdomen
triseps)
Kerusakan T1-T12 Ketidakmamp
Kerusakan C5 Paralisis / Gg. Fungsi uan ejakulasi
paraplegia Rectum
Kehilangan dan vesica
HR inervasi otot urinaria MK :
intercosta Fungsi Disfungsi
otot dan seksual
MK : Ketidakefektifan pergerakan
Kesulitan sendi MK:
perfusi jaringan perifer MK :
Bernafas Konstipasi
Inkontinen
MK : Ketidakefektifan sia urine
pola nafas
MK : Defisit MK : Hambatan
Mobilitas Fisik Mengiritasi
perawatan diri
mukosa GI
Penekanan setempat
MK : Nutrisi Kurang
64 tubuh
dari Kebutuhan
MK : Resiko kerusakan
integritas jaringan
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medulla
spinalis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaa penunjang sebagaimana
berikut.
1) Laboratorium
Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan xantokhrom,
dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Untuk mengambil dan
memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor medula spinalis harus
berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah menjadi blok komplit cairan
spinal dan menyebabkan paralisis yang komplit.
2) Foto Polos Vertebrae
Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal. Kemungkinan ditemukan
erosi pedikel (defek menyerupai “mata burung hantu” pada tulang belakang
lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur kompresi patologis scalloping badan
vertebra, sklerosis, perubahan osteoblastik (mungkin terjadi myeloma, Ca
prostat, Hodgkin, dan biasanya Ca payudara.
3) CT-Scan
Pemeriksaan ini dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan
terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan ini
juga dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema, perdarahan dan keadaan
lain yang berhubungan. CT-Scan juga dapat membantu dokter mengevaluasi
hasil terapi dan meliht progresifitas tumor.
4) MRI
MRI dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan yang mengalami kelainan
secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan gambar tumor yang letaknya
berada di dekat tulang lebih jelas dibandingkan dengan CT-Scan.

2.1.10 Penatalaksanaan

Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan tumor secara


total dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal.

Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medula spinalis, yaitu :

1) Deksamethason

65
100 mg untuk mengurangi nyeri pada 85% kasus dan kemungkinan juga
menghasilkan perbaikan neurologis. Deksamethason diberikan sebelum tindakan
pembedahan.
2) Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik
 Bila tidak ada massa epidural : rawat tumor primer (misalnya dengan
sistemik kemoterapi), terapi radiasi local pada lesi bertulang, analgesic
untuk nyeri
 Bila ada lesi epidural : lakukan bedah atau radiasi (biasanya 3000-4000 cGy
pada 10x perawatan dengan perluasan dua level di atas dan di bawah lesi),
radiasi biasanya efektif seperti laminektomi dengan komplikasi yang lebih
sedikit.
3) Penatalaksanaan darurat (pembedahan/radiasi) berdasar derajat blok dan
kecepatan deteriorasi
 Bila >80% blok komplit atau perburukan yang cepat, penatalaksanaan
sesegera mungkin (bila merawat dengan radiasi, teruskan deksamethason
keesokan harinya dengan 24mg IV setiap 6 jam selama 2 hari, lalu dturunkan
selama radiasi selama 2 minggu
 Bila <80% blok, perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan deksamenthason
4mg selama 6 jam, diturunkan selama perawatan sesuai toleransi.
4) Radiasi
Terapi radiasi direkomendasikan untuk tumor intramedular yang tidak dapat
diangkat sempurna. Dosisnya antara 45-54 Gy
5) Pembedahan
Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan teknik
myelotomy. Aspirasi ultrasonic, laser, dan mikroskop digunakan pada tindakan
pembedahana.
Indikasi pembedahan, yaitu :
 Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsy bila lesi
dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat terjadi pada pasien
dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan sebagai metastase.
 Medula spinalis yang tidak stabil

66
 Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam, kecuali
signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat), biasanya terjadi dengan
tumor yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal atau melanoma
 Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal

2.2.12 Asuhan Keperawatan Teoritis


2.2.11.1 Pengkajian
A. Anamnesa
1. Identitas diri
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur
(Tumor medula spinalis dapat terjadi pada semua kelompok usia
tetapi jarang dijumpai sebelum usia 10 tahun), agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, dan status
perkawinan.
B. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri yang tidak tertahankan mulanya
dari punggung dan kemudian di sepanjang radiks spinal nyeri
diperberat saat malam hari.
2. Riwayat penyakit saat ini
Awal dirasakan nyeri hebat pada malam hari dan saat berubah
posisi serta keluhan-keluhan lain seperti kelemahan ekstremitas,
mual muntah, kesulitan bernapas serta cara penanganannya.
3. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat tumor baik yang ganas maupun jinak pada sistem syaraf
atau pada organ lain
b. Keluhan yang pernah dirasakan misalnya : pusing, nyeri,
gangguan dalam berbicara, kesulitan dalam menelan, kelemahan
ekstremitas.
4. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu
riwayat keluarga dengan tumor medulla spinalis atau kanker.

67
5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan untuk menilai
respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga. Apakah ada dampak yang
timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh).
C. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tumor medulla
spinalis meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari observasi
keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2
(Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
a) Pernafasan B1 (Breath)
perubahan pola napas, irama napas tidak teratur, dispnea, takipnea,
kesulitan bernapas, pergerakan dada asimetris.
b) Kardiovaskular B2 (Blood)
Adanya perubahan pada tekanan darah (hipotensi), dan adanya
perubahan frekuensi jantung (bradikardi), dan sianosis.
c) Persyarafan B3 (Brain)
Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran,
gangguan pengecapan dan penghidu.
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti,
kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah
tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese,
quadriplegi, kejang, sensitive terhadap gerakan.
 Pemeriksaan sensorik : adanya kerusakan sensorik pada
ekstremitas bawah, seperti hilangnya rasa raba, getar, dan
merubah posisi.
 Pemeriksaan motorik : adanya hilang fungsi motorik,
tetraplegia, atrofi otot,paralisis, dan kerusakan spastik.

68
 Pemeriksaan kaku kuduk : positif adanya tahanan ( kaku kuduk
+)
 Pemeriksaan reflex: meningkat atau menurunnya refleks,
terdapat reflex babinski
d) Bladder (B4)
Adanya distensi kandung kemih dan nyeri tekan pada kandung
kemih.
e) Bowel (B5)
Berat badan menurun dan adanya nyeri abdomen
f) Bone (B6)
Adanya penurunan skala kekuatan otot, kelemahan fleksi panggul
dan spastisitas tungkai bawah, kehilangan reflex lutut dan reflex
pergelangan kaki, dan adanya atrofi otot betis dan kaki.

D. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic secara umum dapat dilakukan yaitu
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan sinar X
2. CT Scan
3. MRI
4. Analisa Gas Darah
5. A) Untuk tumor Ektradural
 Radiogram Tulang Belakang
Akan memperlihatkan osteoporosis atau kerusakan nyata
pada korpus vertebrata dan pedikel
 Myelogram
Memastikan lokalisasi tumor
 Pemeriksaan LCS
Akan memperlihatkan peningkatan kadar protein dan kadar
glukosa yang normal
B) Untuk Tumor Intradural
 Radiogram Tulang Belakang

69
Akan memperlihatkan pembesaran foramen dan penipisan
pedikel yang berdekatan
 Myelogram
Menentukan lokalisasi yang cepat

2.2.11.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosia keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon
individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang
aktual dan potensial, atau proses kehidupan (NANDA Internasional,
2015). Diagnosis keperawatan pasien dengan tumor medulla spinalis
antara lain :
1. Domain 12: Kenyamanan. Kelas 1. Kenyamanan Fisik. Nyeri Akut
b.d agens cidera biologis (00132)
2. Domain 2: Nutrisi. Kelas 1. Makan. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan mencerna makanan
(00002)
3. Domain 4: Aktivitas/Istirahat. Kelas 4. Respons Pulmonal dengan
kode (00032) Ketidakefektifan pola napas b.d cedera medulla
spinalis

2.2.11.3 Intervensi
Intervensi (perencanaan) adalah kegiatan dalam keperawatan yang
meliputi; meletakkan pusat tujuan pada klien, menetapkan hasil yang ingin
dicapai, dan memilih intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan
(Potter dan Perry, 2009).

No Diagnosa NOC NIC

1. Domain 12: Kontrol Nyeri (1605) Pemberian analgesik (2210)


Kenyamanan. Kelas 1. 1. Tentukan lokasi, karakteristik,
1. Klien mengenali
Kenyamanan Fisik. kualitas, dan keparahan nyeri
kapan nyeri terjadi
Nyeri Akut b.d agens sebelum mengobati pasien.
2. Klien secara
cidera biologis 2. Cek perintah pengobatan
konsisten
(00132) meliputi obat, dosis, dan
menggunakan

70
Batasan karakteristik: analgesik yang frekuensi obat analgesik yang
direkomendasikan diresepkan.
 Ekspresi wajah
3. Klien melaporkan 3. Cek adanya riwayat alergi
nyeri
gejala yang tidak obat.
terkontrol pada 4. Evaluasi kemampuan pasien
profesional untuk berperan serta dalam
kesehatan pemilihan analgetik, rute dan
4. Mengenali apa dosis, dan keterlibatan pasien,
yang terkait sesuai kebutuhan.
dengan gejala 5. Pilih analgetik atau kombinasi
nyeri analgesik yang sesuai ketika
Tingkat Nyeri(577) lebih dari satu diberikan.
6. Tentukan pilihan obat
1. Nyeri yang
analgesik (narkotik, non
dilaporkan tidak
narkotik, atau NSAID),
ada
berdasarkan tipe dna
2. Panjang episode
keparahan nyeri.
nyeri tidak ada
7. Tentukan analgesik
3. Ekspresi nyeri
sebelumnya, rute pemberia,
wajah tidak ada
dan dosis untuk mencapai
4. Klien dapat
hasil pengurangan nyeri yang
berisitirahat
optimal.
8. Monitar tanda vital sebelum
dan setelah memberikan
analgesik narkotik pada
pemberian dosis pertama kali
atau jika ditemukan tanda-
tanda yang tidak biasanya
Manajemen Nyeri (1400)

1. Lakukan pengkajian nyeri


komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi,

71
kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan faktor
pencetus
2. Pastikan perawatan analgesik
bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
3. Gali bersama pasien faktor-
faktor yang dapat
menurunkan atau
memperberat nyeri
4. Kendalikan faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
5. Dorong pasien untuk
menggunakan obat-obatan
penurun nyeri yang adekuat
2 Domain 2: Nutrisi. Nafsu Makan (1014) Manajemen Nutrisi (1100)
Kelas 1. Makan.
1. Energi untuk 1. Tentukan status gizi
Ketidakseimbangan
makan tidak pasien dan kemampuan
nutrisi kurang dari
terganggu untuk memenuhi
kebutuhan b.d
2. Intake kebutuhan gizi
ketidakmampuan
makanantidakterga 2. Tentukan jumlah kalori
mencerna makanan
nggu dan jenis nutrisi yang
(00002)
3. Intake nutrisi tidak dibutuhkan untuk
terganggu memenuhi persyaratan
Status nutrisi: Asupan gizi.
Nutrisi (1009) 3. Anjurkan pasien terkait
dengan kebutuhan
1. Asupan gizi
makanan tertentu
adekuat
berdasarkan
2. Asupan
perkembangan atau usia
makananterpenuhi

72
3. Asupan cairan Terapinutrisi (1120)
terpenuhi
1. Monitor intake
makanan/cairan dan hitung
masukan kalori per hari,
sesuai kebutuhan
2. Tentukan jumlah kalori dan
tipe nutrisi yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi dengan berkolaborasi
bersama ahli gizi, sesuai
kebutuhan.
3. Sediakan bagi pasien
makanan dan minuman
bernutrisi yang tinggi protein,
tinggi kalori danmudah di
konsumsi
4. Pilih suplemen nutrisi sesuai
kebutuhan
Monitor nutrisi (1160)

1. Monitor kecenderungan turun


dan naiknya berat badan
pasien.
2. Monitor diet dan asupan
kalori.
3. Identifikasi perubahan nafsu
makan dan aktivitas akhir-
akhir ini.
3. Domain 4: Status Pernafasan Monitor pernafasan (3350)
Aktivitas/Istirahat. (0415) 1. Monitor kecepatan,irama,
Kelas 4. Respons 1. Frekuensi pernafasan kedalaman dan kesulitan
Pulmonal dengan kode normal (RR normal : bernafas
(00032) 16-20x/menit) 2. Catat pergerakan dada, catat

73
2. Irama pernafasan ketidaksimetrisan,
Ketidakefektifan pola normal penggunaan otot-otot bantu
napas b.d cedera 3. Tidak ada suara nafas, dan retraksi pada pada
medulla spinalis nafas tambahan otot supraclaviculas dan
4. Kedalaman inspirasi intercosta
normal 3. Monitor suara nafas tambahan
5. Tidak ada seperti ngorok dan mengi
penggunaan otot bantu 4. Monitor pola nafas (mis.,
nafas bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, dll)
Status neurologi : 5. Berikan bantuan terapi nafas
otonomik (0912) jika diperlukan (mis.,
1. tidak ada nebulizer )
bronkospasme
Monitor neurologi (2620)
1. Monitor status pernafasan :
nilai ABG,tingkat oksimetri,
kedaaman, pola, laju/tingkat,
dan usaha (bernafas)
2. Tingkatkan frekuensi
pemantauan neurologis, yang
sesuai
3. Beritahukan dokter mengenai
perubahan kondisi pasien
4. Mulailah melakukan tindakan
pencegahan sesuai peraturan
jika diperlukan

74
2.2.11.4 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang


memungkinkan perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan
telah berhasil meningkatkan kondisi klien (Potter & Perry, 2009). Bila
tidak atau belum berhasil, perlu disusun rencana baru yang sesuai. Semua
tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilaksanakan dalam satu kali
kunjungan ke keluarga. Untuk itu dapat dilaksanakan secara bertahap
sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga.

75
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Tumor otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik jinak
(benigna) maupun ganas (maligna). Tumor ganas di susunan saraf pusat adalah semua
proses neoplastik yang terdapat dalam ruang intrakranial atau dalam kanalis spinalis,
yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang
berasal dari sel penunjang (neuroglia), sel epitel pembulug darah, dan selaput otak
(Padmosantjojo, 2002).
Tumor medula spinalis terbagi menjadi dua, yaitu tumor primer dan tumor
sekunder. Tumor primer merupakan tumor yang berasal dari medula spinalis itu
sendiri sedangkan tumor sekunder merupakan anak sebar (metastase) dari tumor di
bagian tubuh lainnya. Gejala pertama dari tumor medula spinocerebral penting
diketahui karena dengan tindakan operasi sedini mungkin dapat mencegah kecacatan
(Satyanegara, 2010).

3.2 Saran
Sebagai seorang perawat diharapkan mampu memahami dan mengetahui
masalah yang berhubungan dengan gangguan sistem neurologi pada pasien, agar
perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien tersebut. Sebagai salah
satu tenaga kesehatan yang sering berinteraksi dengan pasien, perawat harus mampu
memenuhi kebutuhan pasien, salah satunya adalah kebutuhan yang berhubungan
dengan sistem neurologi. Penyusunan makalah ini belum sempurna, untuk itu
diperlukan peninjauan ulang terhadap isi dari makalah ini.

76
DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.unila.ac.id/2359/9/BAB%20II.pdf dikases pada 31 Maret 2017


http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._FISIKA/195708071982112-
WIENDARTUN/BRAIN_CANCER.pdf dikases pada 31 Maret 2017
http://eprints.ums.ac.id/30929/13/naskah_publikasi_.pdf diakses pada 1 Maret 2017
http://www.asiancancer.com/indonesian/cancer-diagnosis/brain-tumor-diagnosis/ diakses
pada 1 Maret 2017
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Tarwoto, Watonah, dan Eros Siti Suryati. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: CV Sagung Seto
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika

Ariani, TA. 2012. Sistem neurobehavior. Jakarta : Salemba Medika.

Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Saraf. Jakarta :
Salemba Medika.

Hakim, A.A. 2006. Permasalahan serta Penanggulangan Tumor Otak dan Sumsum

Tulang Belakang. Medan: Universitas Sumatera Utara

Huff, J.S. 2010. Spinal Cord Neoplasma. [serial online].


http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. [1 April 2011].

Japardi, Iskandar. 2002. Radikulopati Thorakalis. [serial online].


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1994/1/bedah-iskandar%20japardi43.pdf. [1
April 2011].

American Cancer Society. 2009. Brain and Spinal Cord Tumor in Adults. [serial online].
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/

webcontent/003088-pdf. [4 April 2011].

77
Mumenthaler, M. and Mattle, H. 2006. Fundamental of Neurology. New York: Thieme.
Page 146-147.

Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management of Intradural
Intramedullary Neoplasms. [serial online]. http://emedicine.medscape.com/article/249306-
print. [1 April 2011].

National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and Spinal Cord
Tumors - Hope Through Research. [serial online].
http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainandspinaltumors.htm.
[1 April 2011].

Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
http://www.academia.edu/16697852/LP_TUMOR_MEDULA_SPINALIS_fix

78

Anda mungkin juga menyukai