Anda di halaman 1dari 3

Nama : Umi Nafiatul Hasanah

NIM : 131511133053
Kelas : A2 / 2015
Mata Kuliah : Keperawatan Integumen I

Hasil Resume Jurnal

Judul Jurnal : Nursing Care of a Boy Seriously Infected with Steven–Johnson


Syndrome After Treatment with Azithromycin: a Case Report and
Literature Review

Penulis : Lili Xu, BS, Yueniu Zhu, PhD, Jing Yu, BS, Mengyan Deng, BS,
Xiaodong Zhu, MD

Tahun Terbit : 2018

Penerbit : Medicine (2018) 97:1

URL :https://journals.lww.com/md-
journal/Fulltext/2018/01050/Nursing_care_of_a_boy_seriously_infecte
d_with.6.aspx

1. Latar Belakang
Steven Johnson syndrome (SJS) adalah penyakit melepuh akut serius yang melibatkan
mukosa oral kulit seluruh tubuh, bisanya disebabkan oleh obat-obatan. Terdapat 2
klasifikasi yaitu toxic epidermal necrolisys overlap dan toxic epidermal necrolysis.
Pembagian klasifikasi tersebut berdasarkan presentase detasemen luas permukaan tubuh
dan luas macula purpura atau sasaran atipikal yang datar. Dalam beberapa penelitian
gejala awal SJS adalah demam tinggi, ketidanyamanan, gangguan pernapasan, ruam
dengan lecet atau lesi yang menyebabkan peradangan pada mukosa. Lesi juga dapat
menyebabkan ulserasi kornea atau perforasi yang akhirnya menyebabkan kebutaan.
Mukosa uretra mengalami kerusakan, menyebabkan urethritis dan dysuria. SJS adalah
penyakit melepuh yang mengancam jiwa. SJS jarang terjadi pada anak tetapi bisa
berpotensi menjadi penyakit yang serius. SJS sering terjadi sebagai hasil dari reaksi alergi
terhadap banyak obat seperti antibiotic, sulfonamide, pirazolon, kortikosteroid,
barbiturate, dan antilepsi.
Azitromisin adalah antibiotik yang biasa diresepkan tetapi tidak dianggap sebagai
agen etiologi umum untuk SJS. SJS jarang dilaporkan pada pasien dengan terapi
azitromisin. Akan terjadi penghancuran kulit dan mukosa dengan luka atau lecet yang
signifikan pada SJS. Tindakan ini merupakan upaya perlindungan tubuh dari gangguan
infeksi. Kontak pasien dengan dunia luar harus dikurangi sebelum kulit beregenerasi
sepenuhnya. Ketika keropeng hitam terbentuk pada kulit, maka harus dibuang untuk
meningkatkan penyembuhan dan pengobatan luka. Murphy dan Amblum (2014)
menyarankan bahwa lecet yang lebih besar ukurannya daripada kuku pasien sendiri harus
dibersihkan, tetapi lecet kecil harus dibiarkan mengecil dan sembuh dengan sendirinya.
Studi telah melaporkan kekambuhan penyakit sampai batas tertentu pada anak-anak, dan
pada remaja tingkat kekambuhan penyakit lebih tinggi daripada pada anak yang lebih
kecil. Beberapa penelitian juga melaporkan tentang SJS, ia tidak memiliki tes kontrol
klinis dan tidak memiliki program perawatan dan pencegahan yang sistematis.
Immunoglobulin atau terapi hormone telah direkomendasikan untuk mengobati SJS.
2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan aspek mengenai manifestasi klinis,
perawatan, dan asuhan keperawatan pada pasien pediatrik dengan steven johnson
syndrome
3. Laporan Kasus
Seorang anak di Cina berumur 6 tahun lahir premature didiagnosis pneumonia karena
demam dan batuk selama 7 hari tanpa penyebab predisposisi yang jelas. Sebelum masuk
rumah sakit umum, anak dirawat selama 4 hari di rumah sakit lokal dengan diberi obat
oral dan terapi infus “Cefotiam”, setelah itu suhu kembali normal, tetapi batuknya tidak
membaik. Hasil pemeriksaan fisiknya normal kecuali bunyi napas paru-paru dua kali lipat
dengan crackles basah. Membran mukosa kulit sistemik tidak berwarna kuning, tidak ada
petekia subkutan, tidak ada ruam, dan mukosa oral lengkap. Pasien berada di rumah sakit
dan dirawat dengan azitromisin. Dosis harian azitromisin yang diberikan adalah 0,25g IV,
dengan natrium cefmetazole yang digunakan bersama untuk pengobatan anti infeksi.
Pada hari kedua, mukosa oral dan konjungtiva menghasilkan material purulen yang
berlebihan. Makula papul dan lepuhan merah muncul di seluruh tubuhnya. Saat
dikonsultasikan dengan dokter kulit, pasien didiagnosis telah berkembang menjadi
eritema multiforme karena tanda-tanda fisik tersebut dan kemungkinan akibat reaksi obat
yang merugikan selama pemberian azitromisin. Dokter kulit menyarankan untuk
menghentikan azitromisin dan pengaplikasian ekternal dari bubuk zink oksida di bagian
kulit yang terkena.
Tanda dan gejalanya meningkat secara perlahan dengan hipertermi disertai
demam, polypnea, lecet, ulserasi dari wajah sampai tubuh, kongesti konjungtiva, dan
tampak sekresi purulen. Menurut manifestasi klinis, pasien memiliki steven johnson
syndrome. Pasien tersebut kemudian diobati dengan terapi penggantian ginjal
berkelanjutan (continuous renal replacement: CRRT) untuk mengontrol dan
melepaskan mediator inflamasi secara efektif. Pada saat dilakukan CRRT, pasien
diberi imipenem untuk terapi anti infeksi dan asiklovir untuk pengobatan antiviral.
Perawat bertugas mengevaluasi lokasi tusukan, posisi dan tekanan kateter untuk
memastikan keberhasilan infus intravena dan perawatan CRRT. Pasien juga diberi
pengobatan glukokortikoid dosis tinggi dan pengobatan simtomatik.
4. Peran perawat
Peran atau tugas perawat dalam perawatan pasien dengan steven johnson syndrome
adalah
a. Mengenali tanda gejala dan bahaya penyakit
b. Memberikan obat sesuai resep dokter
c. Memantau efek terapeutik obat dan waspada efek samping obat
d. Melakukan perawatan kulit dengan baik (mengurangi ulserasi kulit di area mukosa,
menjaga kulit tetap bersih, mengeluarkan sekresi mukosa dan pembekuan darah)
e. Mencegah komplikasi
f. Memastikan asupan nutrisi yang cukup
g. Perawat harus berusaha mengoordinasikan pendekatan tim muldisiplin
5. Kesimpulan
Steven Johnson Syndrom (SJS) harus secara aktif diobati secara simtomatik, dan
faktor peradangan harus dikontrol untuk melindungi tubuh lebih lanjut. Merawat kulit
dengan baik juga penting dilakukan. Ketika memberikan obat, perawat harus segera
mengeluarkan sekresi mukosa mulut dan mata, keropeng darah, dan lain sebagainya
untuk mencegah komplikasi.

Anda mungkin juga menyukai