Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BATANG OTAK”

Dosen Pengampu :

Abd Wahid S.Kep.,Ns. M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 4 :

1. Mohammad hamid sabibi 720621465


2. Hafidz ya’is kashin 720621466
3. Nur Ihda Magfirah 720621455
4. Nurul Hasanah 720621456
5. Aulia putri hendriyani 720621463
6. Nazlah Hidayati 720621521

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS WIRARAJA MADURA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan rahmat, karunia-Nya dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
“Asuhan Keperawatan Pada pasien mati batang otang ”. Selain bertujuan untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan menjelang ajal dan paliatif.
Makalah ini juga disusun dengan maksud agar teman-teman mahasiswa dapat
memperluas ilmu dan pengetahuan tentang Hirsprung.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembingbing pada makalah ini
sehingga tugas ini dapat selesai tepat pada waktunya. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
kami nantikan demi kesempurnaan makalahini.

Sumenep, 10 november 2022

Pemyusun Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

COVER JUDUL ..............................................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

1.1. Latar Belakanng...............................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah............................................................................................2

1.3. Tujuan Masalah...............................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................3

2.1. Pengertian Mati batang otak .............................................................................3

2.2. Etiologi Mati batang otak..................................................................................4

2.3. Kriteria mati batang otak...................................................................................4

2.4. Manifestasi klinis Mati batang otak..................................................................5

2.5. Patofisiologi mati bati otak.................................................................................

2.6. Pemeriksaan mati batang otak...........................................................................6

2.7. Prognosis mati batang otak...............................................................................8

BAB III TINJAUAN KEPERAWATAN.....................................................................13

3.1. Kasus ............................................................................................................13

3.2. Pengkajian.....................................................................................................13

BAB IV PENUTUP........................................................................................................38

6.1. Kesimpulan ....................................................................................................38

6.2. Saran ...............................................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................39

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Otak adalah sumber kehidupan. Segala aktivitas kehidupan, hingga yang

sekecil-kecilnya, hanya bisa terjadi melalui mekanisme yang diatur oleh otak. Dalam

waktu bersamaan otak harus menjalankan beribu-ribu aktivitas sekaligus. Tumor otak

merupakan sebuah lesi yang terletak pada kongenital yang menempati ruang dalam

tengkorak. Tumor-tumor selalu bertumbuh sebagai sebuah massa yang berbentuk bola

tetapi juga dapat tumbuh menyebar, masuk kedalam jaringan neoplasma terjadi akibat

dari komprensi dan infiltrasi jaringan.

Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormam

secara sangat cepat pada daerah central nervus system (CNS). Sel ini akan terus

berkembang mendesak jaringan otak yang ada disekitarnya, mengakibatkan

berkembang mendesak jaringan otak yang ada disekitarnya, mwngakibatkan

gangguan neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intra

kranial). Hal ini ditandai dengan adanya nyeri kepala, nausea, vomitus, dan papil

edema. Penyebab dari tumor otak belum diketahui secara pasti. Namun ada bukti yang

menunjukkan bahwa beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa tipe tumor-

tumor tertentu. Agent tersebut meliputi factor herediter, kongenital, virus, toxin, dan

defisiensi immunologi, ada juga yang menyatakan bahwa tumor otak dapat terjadi

akibat sekunder dari trauma cerebral dan penyakit peradangan.

Jumlah penderita kanker otak masih rendah, yakni hanya 100.000 dari pasien

tumor/kanker per tahun, namaun tetap saja penyakit tersebut masih menjadi hal yang

menakutkan bagi sebagian besar orang. Pasalnya, walaupun misalnya tumor yang

1
menyerang adalah jenis tumor jinak, bila menyerang otak tingkat bahaya yang

ditimbulkan umumnya lebih besar daripada tumor yang menyerang bagian tubuh lain.

Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh,

dengan frekuensi 80% terletak pada intra kranial dan 20% didalam kanalis spinalis. Di

Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan. Insiden tumor

otak pada anak-anak terbanyak decade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan

pundak usia 40-65 tahun.

Untuk penatalaksanaan tumor otak, yang perlu diperhatikan adalah usia,

general health ukuran tumor, lokasi tumor dan jenis tumor. Metode yang dapat

digunakan antara lain: pembedahan, radiotherapy, dan chemotherapy. Seseorang

perawat berperan untuk membuat asuhan keperawatan yang tepatbagi klien dengan

tumor otak serta mengimplementasikannya secara langsung mulai dari pngkajian,

diagnose, hingga intervensi yang harus diberikan.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari tumor otal?

2. Bagaimana klasifikasi dari tumor otak?

3. Bagaimana etiologi dari tumor otak?

4. Bagaimana patofisiologi dari tumor otak?

5. Apa saja komplikasi dari tumor otak?

6. Bagaimana penata laksanaan dari tumor otak?

7. Apasaja diagnose keperawatan yang muncul dari tumor otak?

8. Bagaimana suhan keperawatan pada penderita tumor otak?

1.3. Tujuan penulis

1. Untuk memnuhi tugas yang diberikan oleh dosen dengan mata kuliah ….

2
2. Untuk menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada pasien dengan

penyakit tumor otak

3. Untuk mengetahui dan memahami definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi,

manifestasi klinis, komplikasi, penata laksanaan, dan asuhan keperawatan dengan

tumor otak

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

1.1. Definisi tumor otak


Tumor otak adalah pertumbuhan sel-sel otak yang abnormal di dalam otak.
Tumor otak primer apabila pertumbuhan sel abnormal terjadi pertama kali di dalam
otak bukan merupakan metasase dari tumor di organ lainnya. Tumor otak mempunyai
sifat yang berlainan dibandingkan tumor di tempat lain. Walaupun secara histologis
jinak, mungkin akan bersifat ganas karena letaknya berdekatan atau di sekitar struktur
vital dan dalam rongga tertutup yang sukar dicapai. Untuk dapat memahami tumor
otak, ada baiknya terlebih dahulu memahami anatomi otak.

Gambar 2.1 Anatomi otak

4
Otak merupakan pusat kendali seluruh fungsi organ tubuh manusia. Jika otak
sehat, maka akan mendorong kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan mental.
Sebaliknya, apabila otak terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental bisa ikut
terganggu. Susunan syaraf pusat meliputi otak dan medulla spinalis. Otak merupakan
organ manusia yang terpenting yang mengatur pikiran, ingatan, emosi, sensoris,
kemampuan gerak, penglihatan, pernafasan, suhu dan semua proses di dalam tubuh.
Otak terdiri dari Cerebrum, Cerebellum, Brainstem dan Limbic System.
 Cerebrum (supratentorial): terdiri dari hemisfer kanan dan kiri
Fungsi dari cerebrum antara lain mengontrol pergerakan, temperatur,
pendengaran,emosi, proses belajar.
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan
nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian
otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia
memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan,
memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ juga ditentukan
oleh kualitas bagian ini.
1. Lobus Frontal
Merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar.
Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan
gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian,
kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa
secara umum.
2. Lobus Parietal
Berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti
tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
3. Lobus Temporal
Berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
4. Lobus Occipital
Ada di bagian paling belakang berhubungan dengan rangsangan visual
yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek
yang ditangkap oleh retina mata.

5
Apabila diuraikan lebih detail setiap lobus masih bisa dibagi menjadi
beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar
di bawah ini.

Gambar 2.2 Cerebrum (Otak besar)

Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi
dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu
terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak
kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh.
Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik.

 Brainstem (middle brain)


terdiri dari midbrain, pons, medulla Fungsi dari batang otak adalah: pusat
gerakan mata dan mulut, pusat panas, dingin, lapar, haus, pusat pernafasan, pusat
pengendalian jantung, gerakan otot polos, bersin, batuk, muntah, menelan.
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang
belakang.
Brainstem dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Mesencephalon
Bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak
Kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
2. Medulla oblongata Titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan
menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol funsi
otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
3. Pons Stasiun

6
pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi
reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.

1.2. Klasifikasi tumor otak


1. Berdasarkan jenis tumor
1) Jinak
o Acoustic neuromia
o Meningiomia
o Pituitary
o Astrocytoma (grade I)
2) Malignant
o Astrocytoma (grade 2,3,3)
o Oligodendroglioma
o Apendymoma
2. Berdasarkan lokasi
1) Tumor intradural
a. Ekstramedular
 Cleurofibroma
 Meningioma
b. Intra medular
 Apendymoma
 Astrocytoma
 Oligondendroglioma
 Hemangioblastoma

1.3. Etiologi tumor otak

Diketahui secara pasti apa yang menyebabkan seseorang menderita tumor otak
primer (tumor yang muncul pertama kali di otak atau jaringan sekitar otak).
Diperkirakan bahwa tumor otak primer mulai muncul ketika sel normal mengalami
kesalahan atau mutasi DNA. Mutasi inilah yang membuat sel-sel tumbuh dan
berkembang biak dengan tingkat yang lebih cepat, serta tetap hidup ketika sel-sel
sehat sudah mati. Akibatnya terjadi penumpukan sel-sel abnormal dan membentuk

7
tumor. Tumor otak primer lebih jarang terjadi dibandingkan tumor otak sekunder
(tumor otak yang berasal dari kanker yang tumbuh di bagian tubuh lain lalu menyebar
ke otak). Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami
tumor otak, yaitu:

 Usia
Resiko mengalami tumor otak akan meningkat saat usia Anda bertambah
karena tumor otak lebih umum terjadi pada orang tua. Tapi perlu disadari bahwa
tumor otak bisa muncul pada usia berapa pun. Ada beberapa jenis tumor yang
hanya muncul pada anak-anak.
 Faktor Keturunan
Jika terdapat keluarga yang mengalami tumor otak, maka risiko seseorang
untuk mengalami tumor otak lebih tinggi. Selain itu, ada beberapa penyakit
keturunan yang bisa meningkatkan risiko mengalami tumor otak jinak, di
antaranya adalah neurofibromatosis tipe 1 dan 2, sindrom Turcot, sindrom von
Hippel-Lindau, sindrom Gorlin, sindrom kanker LiFraumeni, dan sklerosis
tuberosa. Kondisi-kondisi tersebut cenderung menyebabkan kanker muncul pada
masa kanakkanak dan awal masa remaja.
 Pajanan Terhadap Radiasi
Pajanan terhadap jenis radiasi yang dikenal dengan istilah radiasi ionisasi bisa
meningkatkan risiko terkena tumor otak. Radiasi ionisasi bisa memengaruhi
manusia ketika mereka menjalani terapi radiasi atau terkena radiasi dari ledakan
bom atom. Sedangkan gelombang radiasi yang berasal dari menara listrik, ponsel,
dan microwave belum terbukti terkait dengan tumor otak.
1.4. Manifestasi klinis tumor otak
Gejala dan tanda dari tumor metastase ke otak terdiri dari : tanda-tanda akibat
peninggian tekanan intrakranial dan tanda-tanda dari iritasi / destruksi fokal neuron.
Tandatanda dari peninggian tekanan intrakranial meliputi : sakit kepala, muntah dan
confusion. Tanda-tanda dari irritasi neuron meliputi: hemiparese, kejang fokal dan
ataxia.1-3,6 Nyeri kepala merupakan gejala yang paling sering dijumpai dan lebih
sering pada metastasis multipel. Nyeri bersifat menekan dan sering berlokasi di
bifrontal. Kelemahan fokal adalah gejala tersering kedua. Seizure fokal atau umum
dapat dijumpai pada 10% pasien.

8
Gejala dan tanda tumor otak metastasis tidak berbeda secara signifikan dengan
tumor otak primer. Terdapat edema yang cukup nyata di sekeliling metastasis, yang
sering menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial walaupun lesi nya masih
kecil.Perbedaan utama tanda klinis tumor primer dan metastasis adalah bahwa
metastasis biasanya tumbuh lebih cepat, menimbulkan gejala yang berkembang
selama beberapa minggu. Tumor metastasis multipel dapat menunjukkan gejala dan
tanda yang unik. Pasien dengan tumor metastasis multipel dapat mengalami
penurunan kesadaran yang subakut tanpa tanda lateralisasi. Secara klinis, pasien ini
menyerupai pasien dengan ensefalopati metabolik dan hanya dapat dibedakan dengan
pemeriksaan neuroimejing. Beberapa tumor metastasis bahkan dapat tidak
menunjukkan gejala.Oleh sebab itu, pasien dengan kanker paru atau melanoma harus
dievaluasi dengan pemeriksaan imejing.
1.5. Patofisiologi tumor otak
Metastasis merupakan proses dinamis yang melibatkan berbagai proses. Mekanisme
spesifik dan urutan kejadian yang menyebabkan metastasis otak belum sepenuhnya
dimengerti. Baik sel kanker yang bermetastasis ke otak maupun lingkungan pada otak
itu sendiri memainkan peranan yang penting. Agar sel metastatik dapat meninggalkan
tumor primer, sel-sel ini harus memiliki kemampuan untuk melepaskan diri,
bersirkulasi dan menginvasi. Penyebaran sel tumor terjadi melalui sistem vaskular
atau limfatik. Sebagian besar sel tumor menyebar melalui pembuluh darah atau
limfatik (hipotesis hemodinamik) dan tertahan secara mekanik pada kapiler atau
nodus limfarik yang pertama kali dijumpai. Sel-sel ini kemudian menjadi lokasi
perkembangan tumor. Walaupun begitu, mekanisme ini tidak berlaku untuk seluruh
fenomena metastasis. Walaupun otot, ginjal dan kulit merupakan struktur dengan
vaskularisasi yang banyak, organ ini jarang menjadi tempat metastasis. Pada tahun
1889, Stephen Paget menganalisa hasil autopsi dari 735 kasus kanker payudara dan
menemukan bahwa walaupun aliran darah ke ginjal dan limpa lebih banyak, namun
organ hepar merupakan tempat metastasis yang lebih sering. Ia menunjukkan bahwa
tampaknya ada karakteristik organ host itu sendiri yang mempengaruhi dimana sel-sel
tumor ini akan berkembang. Ini menghasilkan hipotesis “seed and soil”. Ia
menyatakan bahwa sel-sel tumor (seed) hanya dapat berkembang jika berada pada
organ yang tepat (soil)
a) Kaskade metastatic

9
Kaskade metastatik adalah rangkaian proses yang terjadi pada proses penyebaran
kanker. Tidak semua mekanisme dan faktor yang berperan telah teridentifikasi,
namun sejumlah growth factors, sitokin, mediator imunologis dan jalur molekular
tampaknya memainkan peran. Urutan kejadiannya meliputi: detachment,
intravasation, transpor embolisasi, ekstravasasi, kolonisasi dan angiogenesis.
b) Detachmen
Setelah sel normal mengalami perubahan genetik yang mengubahnya menjadi sel
tumor, agar dapat bermetastasis, sel tersebut pertama kali harus melepaskan diri
sendiri dari massa tumor. Seperti pada sel normal, perlekatan antar sel sebagian
besar dimediasi oleh cadherins. Cadherins merupakan bagian dari kelompok
protein permukaan sel yang disebut cellular adhesion molecules (CAMS). CAMS
adalah protein permukaan sel yang memungkinkan perlekatan sel satu sama lain,
atau ke extracelluler matrix (ECM). Dari berbagai jenis cadherins, epitel cadherin
(E-chaderin) adalah protein penting yang terlibat dalam interaksi antar sel; pada
dasarnya molekul ini merupakan ‘lem’ yang merekatkan selsel ini bersama-sama.
Sel-sel tumor menonaktifkan E-chaderin, fase penting pada detachment. Selain
hilangnya E-chaderin, sel-sel tumor mengaktifkan N-cadherin, yang meningkatkan
motilitas dan invasi dengan memungkinkan sel tumor untuk melekat dan
menginvasi stroma di bawahnya. Kehilangan adhesi adalah langkah penting pada
epithelialmesenchymal transition (EMT). Down-regulation E-chaderin dan up-
regulation N-chaderin merupakan dua peristiwa kunci yang terjadi selama EMT.
Dengan demikian, sel dengan penurunan ekspresi E-chaderin memiliki potensi
metastasis yang lebih tinggi. Beberapa bukti terakhir menunjukkan bahwa up-
regulation dari N-cadherin dengan sendirinya dapat menyebabkan detachment dan
motilitas.
c) Intravasasi
Setelah memisahkan diri dari tumor primer, sel-sel tumor yang bermetastasis
akan bergerak menuju pembuluh darah kemudian menembus membran endotel
dan ECM. ECM berfungsi tidak hanya sebagai penopang untuk sel atasnya,
namun juga terlibat dalam signaling, proliferasi dan mengkoordinasi migrasi. Sel-
sel ini memulai proses dengan melepaskan beberapa faktor untuk menghancurkan
membran basal. Matrix metalloproteins (MMPs) adalah salah satu enzim
proteolitik kunci yang terlibat dan dirancang untuk menghancurkan sejumlah
protein seperti kolagen, laminin dan fibronektin. Dalam sel nonneoplastik yang

10
secara aktif bermitosis, ini memungkinkan remodelling dari ECM untuk
mengakomodasi sel progeni. MMPs telah diklasifikasikan sesuai dengan
kemampuan mereka untuk mendegradasi protein tertentu.
MMP-2 dan MMP-9 dianggap yang paling menonjol dalam perkembangan
metastasis. Enzim-enzim ini diklasifikasikan sebagai gelatinases karena
kemampuan khusus mereka untuk menghancurkan denaturated kolagen.
Peningkatan ekspresi MMP-9 telah ditemukan pada metastasis otak dan tumor
otak primer. MMPs menunjukkan keragaman fungsi dan dapat bekerja pada
banyak tepat di sepanjang kaskade metastatik termasuk proliferasi , migrasi,
diferensiasi, angiogenesis, dan apoptosis sel. Misalnya, MMPs adalah salah satu
kekuatan pendorong EMT dan merekajuga dapat bertindak untuk menghancurkan
E-chaderin. Urokinase plasminogen activator (UPA) merupakan protease aktif
lainnya. Jika terikat ke molekul permukaan sel, urokinase aktivator plasminogen
reseptor (uPAR), UPA yang aktif mengkonversi zymogens lainnya menjadi
protease aktif. Yang paling penting dari ini adalah plasminogen, yang dipecah
menjadi plasmin. Plasmin kemudian dapat mengaktifkan MMPs lainnya, terutama
jenis 1,2,3,9 dan 14, atau bisa langsung mencerna fibrin. Seperti MMP-2, kadar
uPAR yang timggi dapat menunjukkan perjalanan yang lebih agresif dan
prognosis yang buruk. Selain meningkatkan degradasi membran basal, kedua
protease juga dianggap dapat mengaktifkan faktor pertumbuhan dan kemokin
yang pada akhirnya mendorong tumorigenesis. 4 Studi dari Rojiani et al (2010)
pada 28 kasus tumor otak metastasis menemukan bahwa 57.14% tumor metastatik
menunjukkan immunoreaktivitas untuk MMP-2, sedangkan 42.86% negatif
d) Transpor dan embolisasi
Sel-sel kanker, seperti semua sel-sel lain, bergantung pada kontak dengan
elemen stroma agar dapat bertahan hidup. Biasanya, begitu sel-sel berada dalam
pembuluh darah dan tidak lagi terikat ke matriks yang mendasarinya, sel-sel ini
mengalami apoptosis, yang disebut anoikis, bahasa Yunani untuk "tunawisma".
Sel-sel metastatik bersifat resisten terhadap anoikis. Over-ekspresi dari integrin-
linked kinase (ILK), suatu protein yang terlibat dalam dow-regulation dari E-
chaderin, diperkirakan berkontribusi terhadap resistensi terhadap anoikis. Baru-
baru ini, sebuah molekul anti-apoptosis baru, TrkB, juga telah diidentifikasi. TrkB
adalah reseptor untuk beberapa protein faktor pertumbuhan yang menginduksi
kelangsungan hidup dan diferensiasi sel populasi sel. Sel-sel tumor yang terlepas

11
juga harus menahan serangan dari sel natural killer, makrofag dan elemen lain dari
sistem kekebalan tubuh serta bertahan dari kerusakan mekanik dari velocity-
related shear forces. Untuk mengatasi ini, sel-sel tumor sering merekatkan dirinya
dengan trombosit dan leukosit yang bertindak sebagai pendamping. Selectins,
subset lain dari CAMS milik leukosit (L-selectin), platelet (P-selectin) dan sel
endotel (E-selectin), memungkinkan sel tumor untuk melekat pada trombosit dan
leukosit, sehingga memudahkan transportasi mereka. Sebagian besar metastase
mencapai otak melalui pembuluh darah, yaitu, menyebar hematogen. Setelah
berjalan melalui sirkulasi vena dan melewati jantung, sel tumor akan menetap di
kapiler bed pertama kali dijumpai, yaitu paru-paru. Dari sini, mereka mengikuti
sirkulasi ke jantung kiri dan kemudian ke organ lain.Sekitar 20% dari cardiac
output adalah ke otak, karena itu, tidak mengejutkan bahwa tumor paru-paru, baik
primer atau sekunder, seringkali merupakan sumber metastasis otak. Penyebaran
melalui CSS dapat dijumpai pada beberapa kasus penyebaran leptomeningeal, dan
metastasis dural atau parenkim dapat terjadi melalui ekstensi langsung dari tumor
basis kranii.
Metastase otak yang paling ditemukan di perbatasan grey-white matter, di
mana pembuluh darah menyempit hingga ke titik kritis untuk menjebak emboli
tumor. Selain itu, distribusi aliran darah serebral sebagian besar adalah ke
hemisfer otak (80%), kemudian ke serebelum dan batang otak. Dengan demikian,
85% dari metastase otak ditemukan dalam cerebrum, 10-15% di serebelum dan
3% di batang otak.Temuan ini mendukung penyebaran hemodinamik sebagai
mekanisme primer yang terlibat. Namun, untuk alasan yang tidak diketahui, tumor
gastrointestinal dan pelvis memiliki kecenderungan yang tidak biasa untuk
bermetastasis ke fosa posterior; sekitar 50% dari metastase tunggal dari tumor ini
dijumpai pada serebelum. Hal ini tampaknya disebabkan oleh karena afinitas
molekul antara sel-sel tumor dan lingkungan. Jadi, di otak, pola metastasis dapat
dijelaskan dengan hipotesis hemodinamik dan molecular recognition.
e) Adhesi
Mikroemboli tumor yang bersirkulasi akhirnya berhenti di suatu vascular bed,
proses tertahannya ini berhubungan dengan untuk ukuran tumor, tetapi juga
dengan pengikatan sel tumor ke molekul permukaan pada endotel yang disebut
addressins endotel. Molekul-molekul ini unik untuk kapiler organ tertentu. Protein
ini bertindak sebagai berth untuk sel-sel tumor yeng bersirkulasi yang

12
mengekspresikan protein pelengkap, seperti integrin. Integrin, subset lain dari
CAMS, adalah protein integral tertanam dalam membran plasma sel. Peran
utamanya terkait dengan perlekatan sitoskeleton selular ke ECM serta transduksi
sinyal dari ECM ke sel. Beberapa bukti menunjukkan mereka terlibat dalam
adhesi sel tumor ke trombosit selama embolisasi, serta induksi protease seperti
MMPs selama intravasasi. CD44 adalah protein membran integral yang
memediasi adhesi sel tumor ke endotel di lokasi sekunder. Ekspresinya meningkat
pada hampir 50% dari metastase otak, terutama pada payudara, tiroid dan
melanoma. E-selektin yang diekspresikan pada sel endotel juga dapat membantu
dalam adhesi sel tumor.
f) Ekstravasasi
Proses ini, seperti halnya intravasasi, membutuhkan degradasi ECM. Dengan
demikian, beberapa faktor yang sama yang terlibat dalam intravasasi, termasuk
MMPs dan UPA, juga terlibat di sini. Salah satu langkah yang lebih penting dalam
ekstravasasi melibatkan degradasi proteoglikan heparan sulfat (HSPG) dalam
membran basal dan ECM oleh endoglycosidase heparinase yang mencerna rantai
HSPG. Normalnya diekspresikan oleh trombosit dan leukosit, heparinase juga
dapat dihasilkan oleh sel termasuk astrosit dan kanker tertentu seperti prostat.
Kompleks UPA-uPAR juga aktif dalam restrukturisasi basement membran dan
mengaktifkan protease lainnya. Sel tumor dapat memperoleh akses ke jaringan
sekitarnya dengan gaya geser (shear force). Sebuah fokus tumor yang kecil, sekali
tertahan di pembuluh darah, dapat mulai berproliferasi dan tumbuh menjadi massa
yang memungkinkannya mendorong melalui lapisan sel endotel pembuluh darah
untuk berkontak dengan membran basal.
g) Kolonisasi
Setelah berhasil menyerang jaringan parenkim, sel-sel kanker sekarang dapat
tumbuh untuk membentuk massa. Ini adalah titik krusial yang menentukan nasib
sel ini. Jika mereka tidak mampu tumbuh, mereka akan tetap berada dalam
keadaan dorman sebagai suatu micrometastasis. Micrometastases didefinisikan
sebagai fokus tumor kurang dari atau sama dengan 2 mm dalam dimensi terbesar.
Dapat dijumpai jumlah yang tak terhitung dari sel ini yang tersebar di seluruh
tubuh, tetap dorman sampai mereka mencapai kemampuan untuk berproliferasi.
Beberapa bukti menunjukkan bahwa langkah awal dari metastasis relatif mudah,
dan langkah terakhir dari kolonisasi ini yang tidak mudah; oleh karena itu, hal ini

13
dianggap sebagai rate-limiting step dari kaskade ini. Satu penelitian menunjukkan
bahwa 80% dari sel melanoma disuntikkan ke tikus bertahan sampai titik di mana
mereka mencapai ekstravasasi. Namun begitu, kurang dari 3% mikrometastases,
dan hanya 1% yang terus membentuk metastase klinis jelas yang jelas.
h) Angiogenesis
Semua jaringan, baik neoplastik atau tidak, tergantung pada suplai darah yang
cukup. Suatu tumor tidak dapat tumbuh melebihi 1 sampai 2 mm3 jika tidak
memperoleh suplai darah sendiri,biasanya melalui angiogenesis. Sejumlah faktor
yang menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru termasuk vascular
endothelial growth factor (VEGF), basic fibroblast growth factor (bFGF), platelet
derived growth factor (PDGF), dan epidermal growth factor (EGF).VEGF
tampaknya adalah yang paling signifikan. VEGF, juga disebut vascular
permeabilitas factor (VPF), memainkan peran penting dalam edema otak yang
berhubungan tumor. VEGF berikatan dengan reseptor pada sel endotel dan
menginduksi neovaskularisasi, meningkatkan permeabilitas dan mengaktifkan
UPA. Hal ini juga tampaknya merupakan penanda untuk pertumbuhan dan
perkembangan tumor dan dapat berfungsi sebagai suatu penanda prognostik.
Angiogenesis adalah proses dengan berbagai langkah. Pertama, sel-sel endotel
berproliferasi dan menembus ECM host. Mereka kemudian berkumpul menjadi
pembuluh darah yang sangat ireguler dibandingkan dengan jaringan normal.
Migrasi dan transformasi sel endotel dapat dimediasi oleh bFGF, yang juga dapat
merangsang produksi protease. Pembuluh darah yang baru ini memiliki bentuk
yang tidak normal, ukuran bervariasi, dan memiliki orientasi yang tidak teratur.
Mereka tidak memiliki barrier endotel yang tipikal. Sel-sel endotel ini tidak
kohesif, dan memiliki tight junction yang jarang. Faktor-faktor ini menyebabkan
pembuluh darah baru menjadi lebih permeabel. Keuntungan dari neovaskularisasi
dua kali lipat, karena tidak hanya memungkinkan sel tumor untuk berkembang,
tetapi pembuluh darah ini lebih permeabel memungkinkan sel untuk memasuki
sirkulasi dengan mudah dan menyebabkan metastasis. Hypoxic ischemic factor
(HIF) merupakan mediator penting lain pada angiogenesis. HIF-1 terkait erat
dengan oksigenasi jaringan. Dalam kondisi sel hipoksia, seperti yang terlihat pada
sel tumor yang terlalu aktif metabolismenya, HIF-1 meningkat. Hal ini kemudian
memicu up-regulation faktor lain yang penting untuk meningkatkan oksigenasi
termasuk VEGF dan eritropoietin.Pertumbuhan mikrometastasis yang dorman

14
tampaknya ditekan oleh faktor antiangiogenesis yang dilepaskan dari kanker
primer. Saat tumor primer dibuang,mediator antiangiogenesis mediator
dihilangkan dan menyebabkan pertumbuhan metastasis jauh. Sel-sel stroma di
sekitarnya juga dapat berfungsi sebagai faktor pro-angiogenesis. Ini termasuk sel
endotel yang dapat mengeluarkan angiopoietin, yang merangsang diferensiasi sel,
serta makrofag host yang mengekspresikan beberapa faktor pertumbuhan seperti
VEGF, TGF-?, dan interleukin-8

1.6. Penata laksanaan medis tumor otak


a. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid seringkali dibutuhkan pada pasien tumor otak
metastasis untuk mengendalikan gejala yang disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial. Edema peritumoral merupakan penyebab utama peningkatan tekanan
intrakranial dan dimediasi oleh berbagai mekanisme, termasuk peningkatan
permeabilitas yaang dinduksi oleh faktor-faktor yang disekresi oleh tumor dan
jaringan sekitar, seperti radikal bebas, asam arakidonat, glutamat, histamin,
bradikinin, atrial natriuretic peptide, dan VEGF. Dexamethasone merupakan
steroid potensi tinggi yang paling sering digunakan untuk mengatasi edema yang
berhubungan dengan tumor otak. Mekanisme dexamethasone dan glukokortikoid
lain dalam mengurangi edema masih belum jelas.Seperti diketahui bahwa tumor
otak metastasis memiliki konsentrasi reseptor glukokortikoid yang tinggi. Efek
obat-obatan ini tampaknya dimediasi melalui pengikatan dengan reseptor ini yang
akhirnya menyebabkan ekspresi gen baru.Inhibisi produksi dan pelepasan faktor
vasoaktif yang disekresi oleh sel-sel tumor dan sel-sel endotel, seperti VEGF dan
prostasiklin, tampaknya terlibat dalam proses ini. Debagai tambahan,
glukokortikoid tampaknya menghambat reaktivitas sel-sel endotel terhadap
beberapa substansi yang menginduksi permeabilitas kapiler.
Pada pasien tumor otak metastase dengan gejala ringan akibat efek massa,
direkomendasikan pemberian kortikosteroid dengan dosis 4-8 mg per hari,
sedangkan untuk pasien dengan gejala menengah hingga berat direkomendasikan
dosis 16 mg atau lebih per hari (level 3). Dexamtehasone merupakan
kortikosteroid pilihan dan sebaiknya diturunkan perlahan selama 2 minggu. (level
3). Dexamethasone diturunkan setelah pemberian selama satu minggu dan
dihentikan setelah 2 miggu jika memungkinkan

15
b. Tatalaksana nyeri tumor
Nyeri dapat timbul pada tumor otak metastasis. Metastasis pada parenkim otak
menyebabkan nyeri dengan meningkatkan tekanan intra kranial (TIK) dan
menyebabkan traksi dura. Nyeri kepala biasanya tidak terlokalisasi dengan baik
dan sering dirasakan di seluruh kepala. WHO telah menetapkan pendekatan
farmakologis dalam tatalaksana nyeri kanker, yang bergantung pada intensitas
nyeri, apakah ringan, sedang atau berat. Langkah 1 adalah untuk pasien dengan
nyeri ringan atau menengah dan terdiri dari penggunaan analgetik nonopioid,
yaitu asetaminofen, salisilat dan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID).
Langkah 2 ditujukan pada pasien dengan nyeri ringan hiingga menengah yang
tidak teratasi dengan analgesik onopioid dan untuk pasien dengan nyeri menengah
hingga berat saat onset yang terdiri dari opioid potensi rendah yaitu kodein,
oxycodone, hydrocodone, dan propoxyphene. Langkah 3 merupakan opioid
potensi tinggi, mencakup morfin, oxycodone, hydromorphone, levorphanol,
methadone dan fentanyl. Langkah 3 ditujukan pada pasien dengan nyeri berat atau
yang tidak teratasi dengan opioid potensi rendah. Analgetik ajuvan dapat
diberikan bersamaan dengan obat-obat pada langkah 1,2,3.
c. Tindakan pembedahan
Tindakan bedah pada metastasis intrakranial memberikan beberapa keuntungan.
Pertama, reseksi total menghilangkan efek massa, iritasi otak, dan edema. Karena
lesi metastatik tumbuh dengan cara ekspansi dan bukannya invasi ke jaringan
otak, maka eksisi dapat memperbaiki disfungsi neurologis yangdisebabkan oleh
kompresi ke jaringan otak. Kedua, tindakan bedah memungkinkan diagnosis
patologis pada kasus dimana kanker primernya belum diketahui. Keuntungn
tindakan bedah harus ditimbang dengan risikonya pada tiap pasien. Operasi harus
dipertimbangkan hanya pada pasien yang akan mendapat manfaat dari tindakan
bedah. Manfaat dari operasi dalam pengobatan fokus metastasis tunggal telah
divalidasi oleh data dari berbagai studi. Tindakanbedah tetap menjadi terapi utama
pada pasien dengan metastasis tunggal yang terlalu besar jika hanya diterapi
dengan radiosurgery. Peran tindakan bedah pada pasien dengan metastasis
multipel masih belum jelas. Tindakan bedah dilakukan jika terdapat efek massa
yang signifikan dan /atau debulking diiperlukan untuk menghilangkan gejala
dengan segera dan atau meningkatkan kualitas hidup.
d. Kemoterapi

16
Tumor otak metastasis umumnya menunjukkan respon yang buruk terhadap
kemoterapi. Hal ini tampaknya disebabkan oleh beberapa faktor misalnya sifat
tumor yang relatif resisten obat, fakta bahwa metastasis otak biasanya dijumpai
pada pasien dimana kemoterapi sebelumnya telah gagal dan adanya sawar darah
otak.Terdapat sejumlah studi tentang penggunaan temozolamide pada tumor otak
metastasis. Agen kemoterapi oral ini telah banyak dgunakan pada terapi highgrade
glioma dan menunjukkan penetrasi yang baik pada sawar darah otak. Sejauh ini,
efek obat ini masih terbatas. Obat ini lebih efektif jika digunakan dengan
kombinasi dengan WBRT atau radiosurgery
1.7. Komplikasi tumor otak
a. Kesulitan berkomunikasi
b. Pernapasan atau denyut nadi menjadi tidak stabil
c. Mati rasa
d. Ketidakmampuan dalam menggerakkan lengan atau kaki pada satu sisi tubuh
e. Kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran, atau penciuman
f. Kehilangan ingatan
g. Perubahan kepribadian
1.8. Pengkajian tumor otak
Menurut Smeltzer (2007) pengkajian keperawatan berfokus pada bagaimana
klien berfungsi, bergerak dan berjalan, beradaptasi terhadap kelemahan atau paralisis
dan untuk melihat dan kehilangan kemampuan bicara dan adanya kejang.
Pengkajian dibuat terhadap gejala-gejala yang menyebabkan distress bagi
klien. Terdiri dari nyeri, masalah pernapasan, masalah eliminasi dan berkemih,
gangguan tidur dan gangguan integritas kulit, keseimbangan cairan, dan pengaturan
suhu. Masalah-masalah ini dapat disebabkan oleh invasi tumor.
Perawat dapat bekerja sama dengan pekerja sosial untuk mengkaji dampak
penyakit klien pada keluarga dalam hal perawatan di rumah, perubahan hubungan,
masalah keuangan, keterbatasan waktu dan masalah-masalah dalam keluarga.
Informasi ini penting dalam membantu keluarga menguatkan ketrampilan koping
mereka.
1.9. Diagnose keperawatan tumor otak
Walaupun mudah dimengerti sebagai suatu konsep, namun mendefinisikan
kematian otak dalam kata-kata adalah sulit. Pada panduan Australian and New
Zealand Intensive Care Society (ANZICS) yang dipublikasikan pada tahun 1993,

17
kematian otak didefinisikan sebagai berikut: “Istilah kematian otak harus digunakan
untuk merujuk pada berhentinya semua fungsi otak secara ireversibel. Kematian otak
terjadi saat terjadi hilangnya kesadaran yang ireversibel, dan hilangnya respon refleks
batang otak dan fungsi pernapasan pusat secara
ireversibel, atau berhentinya aliran darah intrakranial secara ireversibel”.
Menurut kriteria komite ad hoc Harvard tahun 1968, kematian otak didefinisikan oleh
beberapa hal. Yang pertama, adanya otak yang tidak berfungsi lagi secara permanen,
yang ditentukan dengan tidak adanya resepsi dan respon terhadap rangsang, tidak
adanya pergerakan napas, dan tidak adanya refleksrefleks, yakni respon pupil
terhadap cahaya terang, pergerakan okuler pada uji
penggelengan kepala dan uji kalori, refleks berkedip, aktivitas postural
(misalnya deserebrasi), refleks menelan, menguap, dan bersuara, refleks kornea,
refleks faring, refleks tendon dalam, dan respon terhadap rangsang plantar. Yang
kedua adalah data konfirmasi yakni EEG yang isoelektris. Kedua tes tersebut diulang
24 jam setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia (suhu < 32,2o C) atau pemberian
depresan sistem saraf pusat seperti barbiturat. Penentuan tersebut harus dilakukan
oleh seorang dokter.
Menurut Uniform Determination of Death Act, yang dikembangkan oleh
National Conference of Commissioners on Uniform State Laws, President’s
Commission for the Study of Ethical Problems in Medicine and Biomedical and
Behavioral Research, seseorang dinyatakan mati otak apabila mengalami terhentinya
fungsi sirkulasi dan respirasi secara ireversibel, dan terhentinya semua fungsi otak
secara keseluruhan, termasuk batang otak, secara ireversibel. Terhentinya fungsi
sirkulasi dan respirasi dinilai dari tidak adanya denyut jantung dan usaha napas, serta
pemeriksaan EKG dan uji apnea. Terhentinya fungsi otak dinilai dari adanya keadaan
koma serta hilangnya fungsi batang otak berupa absennya refleks - refleks.
Menurut panduan yang digunakan di Amerika Serikat, kematian otak
didefinisikan sebagai hilangnya semua fungsi otak secara ireversibel, termasuk batang
otak. Tiga temuan penting dalam kematian otak adalah koma, hilangnya refleks
batang otak, dan apnea.
Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak diperlukan
pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis (termasuk pemeriksaan refleks batang
otak dan tes apnea) dapat dilaksanakan secara adekuat. Apabila temuan klinis yang
sesuai dengan kriteria kematian batang otak atau pemeriksaan konfirmatif yang

18
mendukung diagnosis kematian batang otak tidak dapat diperoleh, diagnosis kematian
batang otak tidak dapat ditegakkan.

1.10. Etiologi Mati Batang Otak


Kematian otak ditandai dengan koma, apneu dan hilangnya semua refleks
batang otak. Diagnosis klinis ini pertama kali disampaikan dalam kepustakaan
kedokteran pada tahun 1959 dan kemudian digunakan dalam praktik kedokteran pada
dekade berikutnya pada bidang trauma klinis yang spesifik. Kebanyakan kasus
kematian dapat didiagnosis di tempat tidur pasien.
Penyebab umum kematian otak termasuk trauma, perdarahan intrakranial,
hipoksia, overdosis obat, tenggelam, tumor otak primer, meningitis, pembunuhan dan
bunuh diri. Dalam kepustakaan lain, hipoglikemia jangka panjang disebut sebagai
penyebab kematian otak.

1.11. Kriteria Mati Batang Otak


1. Prakondisi
a. Keadaan klinis saat ini disebabkan oleh obat-obatan depresan sistem saraf
pusat.
b. Pasien dengan ventilator atas indikasi respirasi spontan yang tidak adekuat:
efek obat-obatan penghamban neuromuskular harus disingkirkan.
c. Hipotermia dan gangguan metabolik berat bukanlah penyebab utama kondisi
pasien.
2. Tes
a. tidak ada respon pupil terhadap cahaya.
b. Tidak ada refleks kornea.
c. Tidak ada refleks vestibulo-okulor.
d. Tidak ada refleks muntah atau respons terhadap pengisapan trakea.
e. Tidak ada respons motorik pada daerah nervus kraneal terhadap rangsang
nyeri, misalnya tekanan supraorbita.
f. Tidak ada gerakan pernapasan ketika ventilator dilepaskan.
Tes harus dilakukan oleh dua orang dokter, yang keduanya memiliki keahlian
yang tepat dan satu atau keduanya adalah dokter konsultan.

19
Tes harus dilakukan dengan interval, kematian dipastikan pada waktu tes
kedua dilakukan, dengan asumsi tidak adanya bukti fungsi batang otak yang
terdeteksi.

Penetapan waktu kematian pasien adalah pada saat dinyatakan mati batang
otak, bukan pada saat ventilator dilepas dari mayat atau jantung berhenti berdenyut.
Terapi bantuan hidup yang dapat dihentikan atau ditunda hanya tindakan yang bersifat
terapeutik dan/atau perawatan yang bersifat luar biasa (extra-ordinary), meliputi :

1) Rawat di intensive care unit.


2) Resusitasi jantung paru.
3) Pengendalian disritmia.
4) Intubasi trakeal.
5) Ventilasi mekanis.
6) Obat vasoaktif.
7) Nutrisi parenteral.
8) Organ artifisial.
9) Trasplantasi.
10) Transfusi darah.
11) Monitoring invasif.
12) Antibiotika
13) Tindakan lain yang ditetapkan dalam standar pelayanan kedokteran.

Terapi bantuan hidup yang tidak dapat dihentikan atau ditunda meliputi
oksigen, nutrisi enteral dan cairan kristaloid

2.3. Manifestasi Klinis Mati Batang Otak


Manifestasi klinisnya adalah :
1. Perubahan respons pupil
Perubahan pupil penting yang dijumpai pada kerusakan otak adalah pupil
pinpoint yang tampak pada overdosis opiat ( heroin ) serta dilatasi dan fiksasi pupil
bilateral yang biasanya dijumpai pada overdosis barbiturat. Cedera batang otak
memperlihatkan fiksasi pupil bilateral dengan posisi di tengah.

20
2. Perubahan gerakan mata
Pada cidera batang otak, terjadi gangguan gerakan mata, dan mata terfiksasi
dalam posisi ke depan langsung. Deviasi yang miring dengan satu mata memandang
ke atas dan satu ke bawah, menunjukkan cedera kompresif pada batang otak.
Gerakan siklik unvolunter normal pada bola mata ( respons nigtagmus ) sebagai
respons terhadap pemberian air es ke telinga menghilang pada disfungsi korteks dan
batang otak.
3. Perubahan pola nafas
a. Kerusakan pada batang otak
Pusat pernafasan di batang otak bagian bawah mengontrol pernafasan
berdasarkan konsentrasi ion hidrogen dalam CSS yang mengelilinginya.
Kerusakan batang otak menyebabkan pola nafas yang tidak teratur dan tidak
dapat diperkirakan.overdosis opiat merusak pusat pernafasan dan menyebabkan
penurunan frekwensi pernafasan secara bertahap sampai pernafasan terhenti.
b. Kerusakan serebral
Pernafasan cheynes-stokes juga merupakan pernafasan yang didasarkan pada
kadar karbondioksida. Pada kasus ini pusat pernafasan berespons berelebihan
terhadap karbondioksida yang menyebabkan pola nafas tenang meningkat
frekwensi dan kedalaman pernafasan kemudian turun dengan mudah sampai
terjadi apnea ( decrescendo breathing ). Pernafasan chynes-stokes mirip dengan
apnea pasca ventilasi, yang dijumpai pada kerusakan hemisfer serebri, dan sering
berkaitan dengan koma metabolik.
4. Perubahan respons motorik dan gerakan
Respons motorik abnormal meliputi tidak sesuainya atau tidak adanya gerakan
sebagai respons terhadap stimulus nyeri, refleks batang otak seperti respons mengisap
dan menggengam terjadi apabila pusat otak yang lebih tinggi rusak.

5. Disfasia
Disfasia adalah gangguan pemahamaan atau pembentukan bahasa. Afasia
adalah kehilangan total pemahaman atau pembenyukaan bahasa. Disfasia biasanya
disebabkan oleh hipoksia serebral yang sering berkaitan dengan stroke, tetapi dapat
juga disebabkan oleh trauma atau infeksi. Kerusakan otak yang menyebabkan
disfasia biasanya mengenai hemisfer serebri kiri.
6. Disfasia broca

21
Disfasia broca terjadi akibat kerusakan area broca di lobus frontalis. Individu
yang mengalami disfasia broca memahami bahasa, tetapi kemampuanya untuk
mengekspresikan kata secara bermakna dalam bentuk tulisan atau lisan terganggu.
Hal ini disebut disfasia ekspresif.
7. Disfasia wernicke
Disfasia wernicke terjadi akibat kerusakan area wernicke di lobus temporalis
kiri. Pada disfasia wernicke, ekspresi bahasa secara verbal utuh, tetapi pemahaman
bermakna terhadap kata yang diucapkan atau tertulis terganggu. Hal ini disebut
disfasia reseptif.
8. Agnosia
Agnosia adalah kegagalan mengenali obyek karena ketidaknyamanan
memahami stimulus sensorik yang datang.agnosia dapat berupa visual, pendengaran,
taktil, atau berkaitan dengan pengucapan atau penciuman.agnosia terjadi akibat
kerusakan pada area sensorik primer atau asosiatif tertentu di korteks serebri

2.5. Patofisiologi Mati Batang Otak

Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah peningkatan hebat


tekanan intrakranial (TIK) yang disebabkan perdarahan atau edema otak. Jika TIK
meningkat mendekati tekanan darah arterial, kemudian tekanan perfusi serebral (TPS)
mendekati nol, maka perfusi serebral akan terhenti dan kematian otak terjadi.

Aliran darah normal yang melalui jaringan otak pada orang dewasa ratarata
sekitar 50 sampai 60 mililiter per 100 gram otak per menit. Untuk seluruh otak, yang
kira-kira beratnya 1200 – 1400 gram terdapat 700 sampai 840 ml/menit. Penghentian
aliran darah ke otak secara total akan menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu
5 sampai 10 detik. Hal ini dapat terjadi karena tidak ada pengiriman oksigen ke sel-sel
otak yang kemudian langsung menghentikan sebagian metabolismenya. Aliran darah
ke otak yang terhenti untuk tiga menit dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang
bersifat irreversibel. Sedikitnya terdapat tiga faktor metabolik yang memberi
pengaruh kuat terhadap pengaturan aliran darah serebral. Ketiga faktor tersebut adalah
konsentrasi karbon dioksida, konsentrasi ion hidrogen dan konsentrasi oksigen.
Peningkatan konsentrasi karbon dioksida maupun ion hidrogen akan meningkatkan
aliran darah serebral, sedangkan penurunan konsentrasi oksigen akan meningkatkan
aliran

22
Faktor-faktor iskemia dan nekrotik pada otak oleh karena kurangnya aliran
oksigen ke otak menyebabkan terganggunya fungsi dan struktur otak, baik itu secara
reversible dan ireversibel. Percobaan pada binatang menunjukkan aliran darah otak
dikatakan kritis apabila aliran darah otak 23/ml/100mg/menit (normal 55
ml/100mg/menit). Jika dalam waktu singkat aliran darah otak ditambahkan di atas 23
ml, maka kerusakan fungsi otak dapat diperbaiki. Pengurangan aliran darah otak di
bawah 8 - 9 ml/100 mg/menit akan menyebabkan infark, tergantung lamanya.
Dikatakan hipoperfusi jika aliran darah otak di antara 8 - 23 ml/100 mg/menit.

Jika jumlah darah yang mengalir ke dalam otak tersumbat secara parsial, maka
daerah yang bersangkutan langsung menderita karena kekurangan oksigen. Daerah
tersebut dinamakan daerah iskemik. Di wilayah itu didapati: 1) tekanan perfusi yang
rendah, 2) PO2 turun, 3) CO2 dan asam laktat tertimbun. Autoregulasi dan pengaturan
vasomotor dalam daerah tersebut bekerja sama untuk menanggulangi keadaan
iskemik itu dengan mengadakan vasodilatasi maksimal. Pada umumnya, hanya pada
perbatasan daerah iskemik saja bisa dihasilkan vasodilatasi kolateral, sehingga daerah
perbatasan tersebut dapat diselamatkan

dari kematian. Tetapi pusat dari daerah iskemik tersebut tidak dapat teratasi
oleh mekanisme autoregulasi dan pengaturan vasomotor. Di situ akan berkembang
proses degenerasi yang ireversibel. Semua pembuluh darah di bagian pusat daerah
iskemik itu kehilangan tonus, sehinga berada dalam keadaan vasoparalisis. Keadaan
ini masih bisa diperbaiki, oleh karena sel-sel otot polos pembuluh darah bisa bertahan
dalam keadaan anoksik yang cukup lama. Tetapi sel-sel saraf daerah iskemik itu tidak
bisa tahan lama. Pembengkakan sel dengan pembengkakan serabut saraf dan selubung
mielinnya (edema serebri) merupakan reaksi degeneratif dini. Kemudian disusul
dengan diapedesis eritosit dan leukosit. Akhirnya sel-sel saraf akan musnah. Yang
pertama adalah gambaran yang sesuai dengan keadaan iskemik dan yang terakhir
adalah gambaran infark.

Adapun pada hipoglikemia, mekanisme yang terjadi sifatnya umum.


Hipoglikemia jangka panjang menyebabkan kegagalan fungsi otak. Berbagai
mekanisme dikatakan terlibat dalam patogenesisnya, termasuk pelepasan glutamat
dan aktivasi reseptor glutamat neuron, produksi spesies oksigen reaktif, pelepasan

23
Zinc neuron, aktivasi poli (ADP-ribose) polymerase dan transisi permeabilitas
mitokondria.

a. Penatalaksanaan Mati Batang Otak


Tidak ada lagi yang dapat dilakukan pada pasien dengan mati otak (Jacobalis,
1997). Pasien dengan mati otak adalah manusia yang sudah mati, Brain death is
death. Mati adalah kematian batang otak, sekalipun elektrokardiografi masih
menunjukkan ritme normal (Indries, 1997).
Jika semua kriteria mati otak sudah terpenuhi, maka ventilator dan alat
pendukung hidup lainnya dapat dilepas. Dengan begitu, dokter dan rumah sakit
tidak dituntut melakukan pembunuhan. Untuk negara dengan tindakan
transpalntasi yang telah berkembang pesat, diagnosis mati otak diusahakan
secepat mungkin agar organ yang ada pada pasien tersebut dapat digunakan untuk
keperluan transplantasi calon resepien (Jacobalis, 1997).
Untuk penatalaksanaan mati batang otak, bisa digunakan euthanasia.
Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seorang individu secara tidak
menyakitkan, ketika tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai bantuan untuk
meringankan penderitaan dari individu yang akan mengakhiri hidupnya.
Ada empat metode euthanasia:
1. Euthanasia sukarela: ini dilakukan oleh individu yang secara sadar menginginkan
kematian.
2. Euthanasia non sukarela: ini terjadi ketika individu tidak mampu untuk menyetujui
karena faktor umur, ketidak mampuan fisik dan mental. Sebagai contoh dari kasus ini
adalah menghentikan bantuan makanan dan minuman untuk pasien yang berada di
dalam keadaan vegetatif (koma).
3. Euthanasia tidak sukarela: ini terjadi ketika pasien yang sedang sekarat dapat
ditanyakan persetujuan, namun hal ini tidak dilakukan. Kasus serupa dapat terjadi
ketika permintaan untuk melanjutkan perawatan ditolak.
4. Bantuan bunuh diri: ini sering diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk euthanasia.
Hal ini terjadi ketika seorang individu diberikan informasi dan wacana untuk
membunuh dirinya sendiri. Pihak ketiga dapat dilibatkan, namun tidak harus hadir
dalam aksi bunuh diri tersebut. Jika dokter terlibat dalam euthanasia tipe ini, biasanya
disebut sebagai ‘bunuh diri atas pertolongan dokter’. Di amerika serikat, kasus ini
pernah dilakukan oleh dr. Jack Kevorkian.

24
Euthanasia dapat menjadi aktif atau pasif :
1. Euthanasia aktif menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan dengan tujuan
untuk menimbulkan kematian. Contoh dari kasus ini adalah memberikan suntik mati.
Hal ini ilegal di Britania Raya dan Indonesia.
2. Euthanasia pasif menjabarkan kasus ketika kematian diakibatkan oleh penghentian
tindakan medis. Contoh dari kasus ini adalah penghentian pemberian nutrisi, air, dan
ventilator.
2.6. Pemeriksaan Mati Batang Otak
Untuk menegakkan diagnosis kematian otak, penggunaan serangkaian protokol
sertifikasi kematian otak cukup membantu. Daftar a, b, c dan d di bawah ini dapat
bermanfaat bagi dokter. Pada banyak kasus, semua daftar tersebut semestinya
digunakan secara sistematik untuk menegakkan ataupun menyingkirkan diagnosis
kematian otak. Bagaimana pun masih perlu untuk memutuskan diagnosis lain,
misalnya apakah suatu gangguan metabolik mengacaukan diagnosis atau jika
penyelidikan tambahan sudah memadai sehingga memungkinkan adanya diagnosis
lain.
Daftar A (Garis Besar) Daftar B ( Uji terhadap hilangnya
reflek-reflek batang otak)

1. Tanpa pergerakan spontan, kejang 1. Pupil terfikasi dan dilatasi, tanpa


atau gerakan badan lainnya. respon langsung atau tidak langsung
2. Tanpa respon terhadap jenis terhadap cahaya. Pupil harus dalam
rangsangan nyeri apapun (misalnya ukuran menengah atau besar.
menggosok stemum, penekanan pada 2. Hilangnya reflek krnea.
kuku jari, penekanan dengan jarum) 3. Hilangnya respon vestibulo-ukuler
pada daerah distribusi nervus terhadap rangsang air dingin (“cold
kranialis. calories”). Gunakan minimal 120
3. Hilangnya reflek-reflek batang otak. mm air es dan posisi kepala 30
4. Pasien bernapas dengan napas derajad terhadap sumbu horizontal.
bantuan. Uji apnea menunjukkan 4. Hilngnya reflek batuk.
hilangnya napas spontan. 5. Hilangnya respon terhadap kateter
5. Menyingkirkan kemungkinan yang ditempatkan dalam
keadaan ekaserbasi. endotracheal tube ke dalam trakea.
6. Memastikan kondisi pasien akan

25
kerusakan struktur otak yang tidak Hilangnya fenomena “doll’s eye”.
dapat diperbaiki.
Memastikan bahwa bukti-bukti klinis
tidak berubah dengan peninjauan kembali
2 sampi 24 jam kemudia.

Daftar C ( Uji Apnea) Daftar D (menyingkirkan


kemungkinan kondisi tambahan)

1. Garis erterial, oximeter denyut nadi 1. Pengaruh obat-obatan depresan


dan fasilitas untuk pengukuran gas susunan saraf pusat (mis. Barbiturat,
darah arteri. benzodiazepin, narkotik).
2. Atus ventilasi fi02 ke 1.0. 2. Hipotermia – suhu rata-rata (mis.
3. Atur ventilasi jika perlu untuk Suhu esophagus, rektal) dibawah
memastikan paco2 berada diantara 40 32,2 drajat celcius (900 f).
mmhg dan 50 mmhg. 3. Gangguan elektrolit (mis.
4. Gambar sempel abg nomor 1. Hiponatremia, asidosis metabolil).
5. Mulai stopwatch, cabut ventilator dan Lanjutan blokade neuromuskuler
masukkan oksigen sebanyak 6 setelah pemberian agen penghambat
liter/menit melalui kateter trakea neuromuskuler (tinjau kembali daftar
untuk membantu mencegah hipoksea. pemberian anestetik dan riwayat icu;
Perhatak setiap gerakan yang periksa dengan stimulator saraf;
memperhatikan usaha untuk bernapas balikkan efek agen tersebut dengan
spontan. neostigmin).
6. Setelah 6 menit, gambarkan sampel
abg nomor 2 dan sambungkan
kembali ventilator.
Hitung peningkatan paco2 selama preode
apnea. Peningkatan harus lebih dari 10
mmhg dan tidak adanya usaha untuk
bernaps spontan harus ada pada uji apnea
yang menunjukkan bahwa tidak ada

26
aktivitas pernapasan spontan yang terjadi.

Pada uji apnea, harus diperhatikan beberapa kondisi sebelum dilakukannya pengujian.
Persyaratan-persyaratan berikut ini harus diperhatikan:
a. Suhu inti ≥ 36,5o C
b. Tekanan darah sistolik ≥ 90 mm Hg,
c. Euvolemia (atau lebih baik apabila balans cairan positif selama 6 jam sebelum
pemeriksaan),
d. Eukapnea (atau apabila PCO2 arteri ≥ 40 mm Hg),
e. Normoksemia (atau apabila PO2 arteri ≥ 200 mm Hg).
Tahapan-tahapan dalam melakukan tes apnea adalah sebagai berikut:
a. Kondisi awal pasien adalah menggunakan ventilator, maka pasang oksimetri, pre-
oksigenasi dan observasi hingga syarat-syarat terpenuhi
1) Pre-oksigenasi bertujuan untuk mencapai PO2 arteri ≥ 200 mm Hg
2) Pre-oksigenasi bertujuan untuk mengeliminasi tumpukan nitrogen, akselerasi
transport oksigen, dan mengurangi resiko hipoksik akibat dilakukannya tes
apnea.
3) Pre-oksigenasi dilakukan selama 30 menit atau sampai saat syarat terpenuhi
(PO2 arteri arteri ≥ 200 mm Hg)
b. Lepas ventilator
c. Pasang nasal kanul setinggi karina dan berikan O2 100% 6-8lpm 21
d. Selama proses pemberian O2 6-8lpm melalui nasal kanul, amati dengan seksama
pergerakan respirasi.
e. Setelah pemberian O2 6-8 lpm melalui nasal kanul selama 8-10 menit, pasang
kembali oxymetri untuk mengukur PO2 dan PCO2. Lalu hubungkan kembali
dengan ventilator.
Bila saat tes apnea tekanan darah sistolik menjadi ≤90 mm Hg, atau oksimeter pulsa
menunjukkan desaturasi, atau terjadi aritmia kardia, segera ambil sampel darah, dan
lakukan analisa gas darah arteri. Pasien pun segera di hubungkan kembali dengan
ventilator tanpa harus menunggu 8-10 menit untuk meminimalisir terjadinya
komplikasi tes apnea.
Interpretasi hasil tes apnea adalah:

27
1. Tes apnea disebut positif jika tidak ada pergerakan respirasi dan kadar PCO2
arteri ≥60mmHg (atau terjadi peningkatan PCO2 ≥20mmHg dari PCO2 awal
untuk penderita dengan riwayat hiperkarbia).
2. Tes apnea disebut negatif bila teramati adanya gerakan respirasi.
3. Tes apnea disebut indeterminan apabila saat proses pemberian O2 kanul terjadi
aritmia atau hipotensi dan hasil BGA menunjukkan PCO2 < 60 mm Hg, atau
peningkatannya < 20 mm Hg. Pada hasil ini diperlukan tes konfirmasi untuk
diagnosis mati batang otak.
4. Bila tidak ada pergerakan respirasi, PCO2 kurang dari 60 mm Hg, dan tidak ada
aritmia kardia atau hipotensi signifikan, tes dapat diulang 10 menit kemudian
(Wijdicks, 1994. Wijdicks, 2001. Beterhealt,2000. Eduardo,2009).
Komplikasi yang dapat terjadi setelah dilakukannya tes apnea adalah:
1) Asidosis (63%)
2) Hipotensi (24%)
3) Aritmia kardiak (3%
Jika kriteria klinis kematian telah ditemukan, seseorang tidak dapat ditetapkan
“mati otak” hingga dokter memastikan tidak ada obat bius (mis. Kodein, domerol,
morfin, kokain, heroin) dan tidak ada obat-obatan barbiturat (mis. Fenobarbital,
sekobarbital, nembutal, amytal) yang telah diberikan 24 jam sebelumnya dan bahwa
kematian otak telah ditunjukkan melalui salah satu dari studi diagnostik berikut:
1. Angiogram serebral (injeksi larutan kontras ke dalam arteri leher untuk melihat
arteri di otak pada film x-ray), menunjukkan tidak ada penetrasi larutan ke dalam
arteri otak.
2. Scan aliran darah serebral (scan kepala setelah injeksi substansi radioaktif yang
aman secara intravena) memperlihatkan tidak ada aliran darah di otak.
3. Dua kali EEG (elektroensefalogram atau uji gelombang otak) pada interval 24 jam
menunjukkan tidak ada aktivitas listrik dari otak, mis. EEG datar atau isoelektrik.
Poin ketiga dari ketiga tes di atas paling banyak digunakan karena sangat mudah
dilakukan di tempat tidur pasien
2.7. Prognosis Mati Batang Otak
Dengan memperhatikan penyebab koma, dan kecepatan onset nya, pengujian
untuk tujuan mendiagnosa kematian pada batang otak alasan kematian mungkin
tertunda melampaui tahap di mana refleks batang otak mungkin tidak ada hanya
sementara - karena 23 aliran darah otak tidak memadai untuk mendukung fungsi

28
sinaptik meskipun masih ada aliran darah yang cukup untuk menjaga sel-sel otak
hidup dan mampu pemulihan.
Ada baru- baru ini diperbarui minat kemungkinan perlindungan neuronal
selama fase ini dengan menggunakan hipotermia moderat dan oleh koreksi kelainan
neuroendokrin sering terlihat di tahap awal ini. Penelitian yang diterbitkan pasien
yang memenuhi kriteria untuk kematian batang otak atau kematian seluruh otak
(standar Amerika yang meliputi kematian batang otak didiagnosis dengan cara yang
sama) catatan bahwa bahkan jika ventilasi dilanjutkan setelah diagnosis, jantung
berhenti berdenyut hanya dalam beberapa jam atau hari. Namun, ada beberapa yang
selamat dalam jangka panjang dan perlu dicatat bahwa manajemen ahli dapat
menjaga fungsi tubuh otak wanita mati hamil cukup lama untuk membawa mereka
ke suatu waktu.
Pengelolaan pasien dinyatakan meninggal pada pemenuhan kriteria kematian
batang otak tergantung pada alasan untuk mendiagnosis kematian atas dasar itu. Jika
tujuannya adalah untuk mengambil organ dari tubuh untuk transplantasi, ventilator
dihubungkan kembali dan langkah-langkah pendukung kehidupan yang terus,
mungkin intensif, dengan penambahan prosedur yang dirancang untuk melindungi
organ-organ yang diinginkan sampai mereka dapat dihapus. Jika tidak, ventilator
yang tersisa terputus pada konfirmasi kurangnya respon pusat pernapasan.

29
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Kasus
Pada hari selasa tgl 15 Px Ny. A datang ke RSUD Sumenep bersama keluarga.
1 jam sebelum ke RSUD Px mengeluh nyeri kepala saat berada diruangan poli
rawat jalan. Dan tiba-tiba Px jatuh, kejang seluruh tubuh dan tidak sadarkan diri.
Px segera dibawa keruang resultasi IGD dan dilakukan pertolongan. Saat dipasang
monitor, Px mengalami henti jantung. Dilakukan resultasi jantung, paru sebanyak
dua siklus, respon dengan kembali sirkulasi spontan (ROSC). Px terintubasi
endotrakeal, terpasang ventilator dan mendapat support intropik dan
vasokonstriktor. Px dilakukan pemeriksaan TTV terdapat. Td: 130/70 mmHg, N:
116x/mnt, RR: 14x/mnt, S: 36,7 C.

A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas pasien
Nama : Ny. A
T-T-L : Sumenep, 11 Agustus 1975
Usia : 47 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : Islam
Pendidikan :-
Alamat : Semenep
Tanggal MRS : 15 November 2022
Tanggal Pengkajian : 13 November 2022
Diagnose Medik : MATI BATANG OTAK

b. Identitas Penanggung Jawab Px


a) Suami Px
Nama : Tn. H
Usia : 48 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pengusaha
Agama : Islam

30
Alamat : Sumenep
c. Riwayat Kesehatan
a) RiwayatKesehatanSekarang
Pada hari selasa tgl 15 Px Ny. A datang ke RSUD bersama keluarga. 1 jam
sebelum ke RSUD Px mengeluh nyeri kepala saat berada diruangan poli rawat
jalan. Dan tiba-tiba Px jatuh, kejang seluruh tubuh dan tidak sadarkan diri. Px
segera dibawa keruang resultasi IGD dan dilakukan pertolongan. Saat dipasang
monitor, Px mengalami henti jantung. Dilakukan resultasi jantung, paru
sebanyak dua siklus, respon dengan kembali sirkulasi spontan (ROSC). Px
terintubasi endotrakeal, terpasang ventilator dan mendapat support intropik dan
vasokonstriktor. Px dilakukan pemeriksaan TTV terdapat. Td: 130/70 mmHg, N:
116x/mnt, RR: 14x/mnt, S: 36,7 C.
b) KeluhanUtama
Sakit pada bagian kepela
c) Riwayat penyakit dahulu
Keluarga Px mengatakan bahwa pasien tidak memiliki penyakit seperti yang
dialami sekarang.

d) Riwayat penyakit keluarga


keluarga tidak memiliki penyakit yang sama persis seperti yang dialami
pasien saat ini
d. Riwayat KesehatanKeluarga
Genogram :

Ket:
: laki-laki : perempuan

x: Meninggal : pasien

: ikatan keluarga

31
e. Pengkajian Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Gordon (11
Pola)
1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Keluarga pasien mengatakan apabila ada salah satu anggota keluarganya yang
sakit maka dibelikan obat di warung atau dibawa ke pelayanan kesehatan
seperti  puskesmas atau dokter rumah.
2. Pola Nutrisi
Sebelum sakit : Pasien makan 3x sehari 1 piring, tiap kali makan dengan
menuka yang beraneka ragam
Selama sakit : Pasien terpasang NGT
3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Pasien BAK: 8x/hari dengan warna urin kuning terang Pasien
BAB: 4-5x seminggu
Selama sakit : Pasien terpasak alat BAB dan BAK (popok)
4. Aktivitas dan Latihan
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4

Kemampuan melakukan ROM 

Kemampuan Mobilitas di tempat tidur 

Kemampuan makan/minum 

Kemampuan toileting 

Kemampuan Mandi 

Kemampuan berpindah 

Kemampuan berpakaian 

Ket. : 0 = Mandiri
1 = Menggunakan alat bantu
2 = Dibantu orang lain
3 = Dibantu orang lain dan alat
4 = Tergantung Total

32
5. Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit : Pasien tidur selama 6-7/hari.
Selama sakit : Pasien tidak sadarkan diri
6. Sensori, Persepsi dan Kognitif: Pasien tidak merespon saat berinteraksi
7. Konsep diri
a. Identitas Diri : pasien mengatakan bahwa dirinya adalah seorang perempuan
yang harus bekerja terhadap tanggung jawabnya sebagai seorang ibu rumah
tangga.
b. Gambaran Diri : pasien merasa mampu dengan tanggung jawab sebagai ibu
rumah tangga
c. Ideal Diri : Pasien mengharap sembuh dan dapat beraktivitas seperti dahulu
d. Harga Diri : hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat baik
e. Peran Diri : pasien mampu berperan baik sebagai ibu rumah tangga.
8. Sexual dan Reproduksi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan Kebutuhan sexual lancar dan
reproduksinya
Selama sakit : pasien tidak sadarkan diri
9. Pola Peran Hubungan
Sebelum sakit : pasien mengatakan sangat baik dalam menjalankan perannya
sebagai ibu rumah tangga
Selama sakit : pasien mudah emosi karna setres terhadap penyakit yang di
alaminya
10. Manajemen Koping Stress
Sebelum Sakit : pasien mengatakn dapat mengatasi masalah dengan baik
Selama sakit : pasien mudah mengalami setres dan sulit menyelesaikan
setresnya.
11. Sistem Nilai dan Keyakinan
Sebelum sakit : pasien menjalankan kewajiban sebagai umat islam
Selama sakit : Aktifitas ibadah pasien terbatas.
A. Pemeriksaan Fisik
1 Tingkat Kesadaran : Koma
2 TTV :S : 36,7 °C
N : 116X/mnt

33
TD : 130/70 mmHg
RR : 14X/mnt
3 Kepala : Simetris (+) nyeri (-)
4 Mata, Telinga, Hidung :
Mata : konjungtiva anemis, pupil isokor diameter 3/3 mm, reflex cahaya +/+,
reflex kornea +/+.
Hidung : bentuk hidung mancung, simetris (+) pernafasan cuping hidung (-)
Telinga : simetris (+), bersih, nyeri tekan (-)
5 Mulut : mukosa bibir (pucat),
6 Leher : simetris
7 Dada/Thoraks :
Inspeksi : simetris kanan dan kiri
Palpasi : vocal fremitus normal pada kedua paru
Perkusi : didapatka sonor pada kedua paru
Auskultasi : suara nafas tipe vesikuler
8 Abdomen
Inspeksi : distensi abdomen
Auskultasi : peristaltic normal (2x/menit)
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : timpani
9 Genetalia : tidak terkaji
10 Ekstremitas : ekstremitas atas
11 Kulit : kulit lembab, warna kulit kuning lansat, turgor kulit
lemah
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan hispatologi
3. Pemeriksaan MSCT=sean

34
Analisa data
Data Etiologi Problem
DS Cidera pada medulla Disrefleksia Otonom
 Px mengatakan sakit spinalis
pada bagian kepala

DO
 Px terpasang monitor
 Px mengalami henti
jantung
 Td: 130/70 mmHg.

DS Penurunan fungsi Gangguan sirkulasi


 Px tiba-tiba jatuh dan ventrikel spontan
tidak sadarkan diri.
DO
 Ttv: Td: 130/70 mmHg.
N: 116x/mnt. RR:
14x/mnt.

Diagnosa Keperawatan Sesuai Prioritas

1. Disrefleksia Otonom b.d Cidera pada medulla spinalis


2. Gangguan sirkulasi spontan b.d Penurunan fungsi ventrikel

35
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
(Nursing Care Plan)

HARI/ DIAG TUJUAN INTERVENSI


T
NOS
G
A
L
KEPE
RAW
ATA
N

Disref Setelah Observasi


leksia dilakuka  Identifikasi ransangan yang  M
dapat memicu disrefleksia r
Otono n
 Identifikasi penyebab m
m tindakan pemicu disrefleksia  M
b.d keperaw  Monitor tanda dan gejala p
disrefleksia otonom  M
Cider atan  Monitor TTV g
a selama  M
Terapeutik
pada 1x24
medul jam,  Minimalkan ransangan  M
yang dapat memicu y
la maka disrefleksia d
spinal status  Berikan posisi fowler  M
Edukasi
is neurolog
 Jelaskan penyebab dan
is  M
gejala disrefleksia
membai t
 Jellaskan penanganan dan
pencegahan disrefleksia  M
k dengan d
 Anjurkan pasien dan
keriteria d
keluarga jika mengalami
tanda dan gejala  M
hasil : k
disrefleksia
d
 Tingkat Kolaborasi
kesadaran
meningka  Kolaborasi pemberian agen
 M
t anti hipertensi intra vena
a
 Reaksi sesuai indikasi
v
pupil
meningka
t
 Sakit
kepala
menurun

36
 Tekanan
darah
sistolik
membaik
 Frekuensi
nadi
membaik

Hipovolemia b.d Setelah Observasi


kehilangan cairan dilakuka
 Periksa tanda dan gejala  M
aktif n hypovolemia seperti g
tindakan frekuensi peningkatan nadi, f
keperaw nadi teraba lemah, tekanan n
atan darah menurun, tekanan d
selama 1 nadi menyempit, tirgor n
kulit menurun, membrane k
x 24 jam
mukosa kering, hematocrit m
masalah m
meningkat, lemah
status  Monitor intake output  M
cairan cairan c
membai
k dengan  M
terapeutik
kriteria c
hasil :  Hitung kebutuhan cairan  M
 Frekuensi  Berikan asupan cairan oral o
 Berikan asupan cairan oral  M
nadi
Edukais o
membaik
 Tekanan  Anjurkan memperbanyak
asupan cairan  M
darah
m
membaik c
Kolaborasi
 Tekanan
nadi  Kolaborasi pemberian
 M
membaik cairan IV isotonis seperti
p
 Membran NaCl, RL f. Kolaborasi
i
pemberian cairan IV
mukosa K
hipotonis misalnya glukosa
membaik c
2,5 %, NaCl 0,4%
 (JVP)me m
N
mbaik

37
Pengkajian Keperawatan dengan Pendekatan Paliatif

A. Terapi Paliatif Pada mati batang otak


Penderita yang mengalami tahap terminal mati batang otak, dilakukan terapi
paliatif mencakup cara pencegahan gejala, deteksi dini, dan penanganan masalah
psikologi dan psikososial yang dialami pasien.
Dalam menjalankan terapi paliatif, anggota keluarga dapat bertindak sebagai
pemberi perawatan utama di rumah. Terkadang, ini merupakan satu-satunya
pilihan bagi wanita yang tinggal di daerah terpencil. Tenaga medis dapat melatih
anggota keluarga tentang cara-cara memberikan obat pada pasien serta
menggunakan teknik sederhana untuk memperbaiki kenyamanan dan kondisi
pasien. Tenaga medis juga dapat memberikan pelatihan pada pasien, keluarga,
maupun yang merawat pasien untuk mengontrol gejalagejala penyakit yang
mungkin timbul. Perawatan di rumah dapat mengalami kegagalan, jika jaringan
informal justru tidak memberikan lingkungan emosi dan sosial yang sangat
penting untuk perawatan paliatif pasien kanker.
Pasien kanker menghadapi tekanan psikologis karena kanker menimbulkan
berbagai implikasi seperti rasa sakit, ketergantungan pada orang lain,
ketidakmampuan dan ketidakberdayaan, hilangnya fungsi-fungsi tubuh, dan
sebagainya. Pasien mengalami rasa takut, cemas, shock, putus asa, marah, serta
depresi. Perasaan yang timbul pada diri pasien justru akan berdampak negatif pada
bagaimana pasien menghadapi gejala penyakitnya. Oleh karena itu, dukungan
emosi, psikososial, dan spiritual, dapat membantu mengatasi perasaan negatif
pasien serta memperbaiki kualitas hidup pasien. Terkait dengan teknologi,
keluarga pasien kerap dihadapkan pilihan untuk menggunakan kemajuan
teknologi. Karena terapi dengan menggunakan teknologi, memerlukan biaya yang
cukup mahal serta merupakan terapi yang agresif.
B. Tujuan Perawatan Paliatif Pada Pasien mati batang otak

38
Terminal Fisik : Tujuan yang akan dicapai dalam perawatan paliatif dibuat dengan
memperhatikan hal realistic yang ingin dicapai oleh pasien. Hal ini biasanya
disampaikan dalam bentuk fungsi tubuh misalnya Aku ingin bisa melakukan. Atau
kejadian penting misalnya Aku ingin melihat anakku menikah. Klinik : Tujuannya
untuk mengatasi gejala yang ada. Jadi penyusunan tujuan perawatan paliatif
dilakukan oleh tim paliatif yang dialaminya termasuk pasien dan keluarga.
C. Jenis Layanan Paliatif Yang Dapat Diberikan Pada Pasien mati batang otak :
1. Konsultasi layanan paliatif
2. Penanggulangan nyeri
3. Penanggulangan keluhan lain penyerta penyakit primer
4. Bimbingan psikologis, social dan spiritual
5. Persiapan kemampuan keluarga untuk perawatan pasien di rumah
6. Kunjungan rumah berkala, sesuai kebutuhan pasien dan keluarga
7. Bimbingan perawatan untuk pasien dan keluarga
8. Asuhan keperawatan terhadap pasien dengan luka, gastrostomi, colostomy,
selang makanan (NGT), kateter dll
9. Membantu penyediaan tenaga perawat home care
10. Membantu penyediaan pelaku rawat (caregiver)
11. Membantu kesiapan menghadapi akhir hayat dengan tenang dan dalam
iman
12. Memberi dukungan masa dukacita
13. Konsultasi melalui telepon
D. Peran Keluarga Dalam Paliatif Care
1. Masalah keluhan fisik Dalam perawatan paliatif banyak cara yang dapat
dilakukan, oleh keluarga untuk membantu mengurangi keluahan yang ada,
misalnya dengan relaksasi, pengaturan posisi, penyesuaian lingkungan dll.
Hal tersebut dapat dilakukan keluarga dengan bimbingan dan tenaga
kesehatan Tim paliatif.
2. Masalah Perawatan Pasien Memandikan, melakukan perawatan
mulut,kulit, membantu buang air kecil/besar pada mereka yang
mengalami kelumpuhan, melakukan pembalutan pada bagian tubuh yang
membengkak karena adanya sumbatan aliran getah bening adalah hal hal
lain yang perlu dilakukan oleh keluarga. Pemakaian alat kedokteran
misalnya oksigen nebulizer (penguap) tertentu dan perawatan stoma
(lubang pada bagian tubuh tertentu untuk tujuan sesuai lokasinya), kateter,
selang yang dimasukkan melalui hidung dengan berbagai tujuan juga
menjadi tugas keluarga jika pasien berada di rumah
3. Masalah Gangguan Psikologis Komunikasi yang baik antara pasien,
keluarga dan tim paliatif lain akan sangat membantu mengurangi stress
psikologis pasien. Selain komunikasi, menciptakan suasanan keterbukaan
anggota keluarga, dan melibatkan pasien dalam mengambil keputusan
terhadap tindakan yang akan dilakukan juga sangat bermanfaat.
4. Masalah Kesulitan Sosial Bagaimana keluarga bereaksi terhadap kondisi
pasien akan mempengaruhi bagaimana pasien menerima keadaannya dan

39
bagaimana berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Jadi keluarga
mempunyai peran besar dalam membantu pasien.
5. Masalah Spiritual Pasien Kanker mungkin menyalahkan diri sendiri
karena kondisi saat ini dianggap akibat atau hukuman dosa yang pernah
dilakukan di masa lampau dan muncul ketakutan akan kematian.
Anggapan bahwa dirinya tidak memiliki lagi arti dalam keluarga dan
menjadi beban keluarga serta penyesalan belum dapat memenuhi
keinginan keluarga sering dialami pasien kanker stadium lanjut. Keluarga
sangat berperan dalam mengatasi hal ini dibantu oleh rohaniawan.
E. Bantuan Perawat Kepada Pasien Yang Menjelang Ajal
1. Bantuan Emosional:
a) Pada Fase Denial. Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien
dengan denial dengan cara mananyakan tentang kondisinya atau
prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan perasaan-
perasaannya.
b) Pada Fase Marah atau anger. Biasanya pasien akan merasa berdosa
telah mengekspresikan perasaannya yang marah. Perawat perlu
membantunya agar mengerti bahwa masih me rupakan hal yang
normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian.
Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai
orang yang dapat dipercaya, memberikan ras aman dan akan
menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga
membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
c) Pada Fase Menawar. Pada fase ini perawat perlu mendengarkan
segala keluhannya dan mendorong pasien untuk dapat berbicara
karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak masuk
akal.
d) Pada Fase Depresi. Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan
mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika
berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang
disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien
sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e) Pada Fase Penerimaan. Fase ini ditandai pasien dengan perasaan
tenang, damai. Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhkan
pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya dan perlu
dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu
untuk menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.
2. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis :
a) Kebersihan Diri. Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan
kerbersihan diri sebatas kemampuannya dalam hal kebersihan kulit,
rambut, mulut, badan dan sebagainya.
b) Mengontrol Rasa Sakit. Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit
digunakan pada klien dengan sakit terminal, seperti morphin, heroin,
dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat toleransi

40
nyeri yang dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik diberikan Intra
Vena dibandingkan melalui Intra Muskular atau Subcutan, karena
kondisi system sirkulasi sudah menurun.
c) Membebaskan Jalan Nafas. Untuk klien dengan kesadaran penuh,
posisi fowler akan lebih baik dan pengeluaran sekresi lendir perlu
dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi klien yang
tida sadar, posisi yang baik adalah posisi sim dengan dipasang drainase
dari mulut dan pemberian oksigen.
d) Bergerak. Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu
untuk bergerak, seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk
mencegah decubitus dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan
dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh klien, karena tonus otot
sudah menurun.
e) Nutrisi. Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan
peristaltik. Dapat diberikan annti ametik untuk mengurangi nausea dan
merangsang nafsu makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan
protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi
dysphagia, perawat perlu menguji reflek menelan klien sebelum
diberikan makanan, kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena
atau Invus.
f) Eliminasi. Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat
terjadi konstipasi, inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu
diberikan untuk mencegah konstipasi. Klien dengan inkontinensia
dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang duk yang
diganjti setiap saat atau dilakukan kateterisasi. Harus dijaga kebersihan
pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus diberikan
salep.
g) Perubahan Sensori. Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur,
klien biasanya menolak atau menghadapkan kepala kearah lampu atau
tempat terang. Klien masih dapat mendengar, tetapi tidak dapat atau
mampu merespon, perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan
tidak berbisik-bisik.
3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial. Untuk memenuhi kebutuhan kontak
sosialnya, perawat dapat melakukan :
a) Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu
dengan klien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-
teman dekat, atau anggota keluarga lain.
b) Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan
perlu diisolasi.
c) Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan
kunjungan teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien
untuk membersihkan diri dan merapikan diri.

41
d) Meminta saudara atau teman-temannya untuk sering mengunjungi dan
mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi klien
apabila klien mampu membacanya.
4. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual.
a) Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan
rencana-rencana klien selanjutnya menjelang kematian.
b) Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam
hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual.
c) Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan
spiritual sebatas kemampuannya

42
43
BAB IV

PENUTUP

Pada bab ini penulis ingin menyampaikan beberapa kesimpulan dari isi karya tulis yang
telah dibuat ini, dan beberapa saran yang sifatnya membangun, bukan untuk menjatuhkan
atau mencari kelemahan. Hal ini berdasarkan pada semua tindakan asuhan keperawatan
Px Ny. A di ruangan resultasi IGD RSUD Kabupaten sumenep.

4.1. KESIMPULAN
Dalam melakukan pengkajian melalui observasi, wawancara dan
4.1.1
pemeriksaan fisik, didapatkan data pasien yaitu Px mengeluh nyeri kepala
saat berada diruangan poli rawat jalan. Dan tiba-tiba Px jatuh, kejang
seluruh tubuh dan tidak sadarkan diri. Px segera dibawa keruang resultasi
IGD dan dilakukan pertolongan. Saat dipasang monitor, Px mengalami
henti jantung. Dilakukan resultasi jantung, paru sebanyak dua siklus, respon
dengan kembali sirkulasi spontan (ROSC). Px terintubasi endotrakeal,
terpasang ventilator dan mendapat support intropik dan vasokonstriktor. Px
dilakukan pemeriksaan TTV terdapat. Td: 130/70 mmHg, N: 116x/mnt,
RR: 14x/mnt, S: 36,7 C.
4.1.2 Diagnosa keperawatan yang ditemukan ada 2 yaitu Disrefleksia Otonom
b.d Cidera pada medulla spinalis Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif
4.1.3 Pada perencanaan asuhan keperawatan Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam, maka status neurologis membaik Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam masalah status cairan
membaik dengan kriteria
4.1.4 Penulis melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
masalah/kebutuhan klien saat itu, tidak semata-mata berdasarkan prioritas
masalah yang direncanakan sebelumnya serta disesuaikan dengan waktu
pelaksanaan tindakan, karena keterbatasan waktu penulis.
4.2 SARAN
4.2.1 Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat
menjadi acuan dan menjadi bahan pembanding pada peneliti selanjutnya
dalam melakukan penelitian pada klien Tumor Otak dengan masalah Nyeri
Akut.
4.2.2 Bagi pihak institusi pendidikan hendaknya memperhatikan waktu yang
disediakan untuk penulis dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien sesuai dengan kebutuhan pasien

44
. b. Bekali keterampilan mahasiswa yang banyak sebelum terjun dalam
proses keperawatan di Rumah Sakit.
c. Selain itu perlunya peningkatan fasilitas berupa buku-buku literature
khususnya keperawatan medikal bedah yang baru seperti, buku tentang
tumor otak.
4.2.3 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Hasil penelitian diharapkan dapat
menambah ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan Tumor Otak secara
komprehensif dan mengikuti perkembangan ilmu keperawatan yang terbaru
serta memacu pada peneliti selanjutnya sehingga menjadi bahan pembanding
dalam melakukan penelitian pada pasien dengan Tumor Otak, Untuk
mewujudkan Indonesia pandai maka sebagai senior wajib mendidik para
juniornya agar tidak melakukan kesalahan dalam memberikan Asuhan
keperawatan. Tingkatkan pengetahuan ilmu keperawatan agar terbebas dari
penyakit yang mematikan.

45
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 3. Jakarta : EGC.

Hidayat, Alimul Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, buku 2. Jakarta :

Salemba Medika

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC

Sacharin, Rosa M. 1993. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta : EGC


Suriadi, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 7. Jakarta : PT. Fajar

Interpratama

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta :


EGC

PPNI 2020. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta

PPNI 2020. Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta

PPNI 2020. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta

Tim pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),

Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

46

Anda mungkin juga menyukai