Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KEPERAWATAN PALIATIF

“Menganalisis Evidence Based Nursing Practice Kasus Tumor Otak dan Kanker
Neuroblastoma”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III

1. CINDY AGNESTYA M. P27820822003


2. LESTARI AMROINI P27820822006
3. RISKHI MAULIDYA R. P27820822010

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah keperawatan
paliatif dan menjelang ajal.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita semua. Sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan
modul yang telah disusun di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya dan semoga
dapat berguna baik bagi penulis maupun pembaca. Sebelumnya penulis meminta maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan di masa depan.

Surabaya, 04 Agustus 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 5
2.2 7
2.3 9
2.4 10
2.5 10
2.6 13
BAB III : PENUTUP
3.1 Kesimpulan 15
3.2 Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otak merupakan salah satu bagian terpenting dalam tubuh manusia yang berfungsi untuk
mengatur dan mengkoordinir seluruh tubuh serta pemikiran manusia. Fungsi otak akan terganggu
saat kepala cedera apalagi jika terdapat tumor dalam otak. Tumor otak merupakan penyakit
berbahaya kedua yang menyebabkan kematian bagi pria di usia 20-30 tahun dan merupakan
penyakit berbahaya kelima yang menyebabkan kematian bagi wanita berusia 20-30 tahun.
Menurut data dari International Agency for Research on Cancer, lebih dari 126.000 orang di
dunia setiap tahunnya mengidap tumor otak dan lebih dari 97.000 jiwa meninggal dunia. Pada
stadium awal, tumor sangat sulit diketahui karena batas tumor masih tidak jelas, kekontrasannya
rendah dan terkadang mirip seperti jaringan normal.
Computed Tomography Scanning (CT-Scan) merupakan alat penunjang diagnosa yang memiliki
aplikasi yang universal untuk pemeriksaan organ tubuh seperti susunan syaraf pusat, otot, tulang,
tenggorokan hingga rongga perut. Pembacaan hasil citra CT-Scan otak membutuhkan ketelitian
yang tinggi supaya tepat dalam pemberian terapi guna memperlambat perkembangan tumor otak.
Seiring dengan perkembangan teknologi, muncul metode–metode baru yang digunakan untuk
menganalisa citra otak. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk pengenalan pola tumor
otak adalah jaringan syaraf tiruan. Metode ini merupakan salah satu metode yang baik dalam
pengenalan pola-pola kompleks. Jaringan syaraf tiruan dengan metode perceptron dapat
mengidentifikasi pola tumor benigna. Tidak hanya itu, metode backpropagation dengan
pengembangan menggunakan model waterfaal dapat digunakan untuk pengenalan sel kanker
otak.
Tahap identifikasi menggunakan jaringan syaraf tiruan propagasi balik. Metode ini dipilih karena
metode ini paling sesuai untuk identifikasi dan klasifikasi. Propagasi balik melatih jaringan agar
seimbang antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan
dan kemampuan jaringan dalam memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang
sama dengan pola yang digunakan selama pelatihan.
Tumor otak ini dapat berupa tumor yang sifatnya primer ataupun yang merupakan metastasis dari
tumor pada organ tubuh lainnya. Tumor otak mempunyai sifat yang berlainan dibandingkan
tumor di tempat lain, walaupun secara histologisnya jinak, akan bersifat menjadi ganas karena
letaknya yang berdekatan atau berada di sekitar struktur vital dan dalam rongga tertutup yang
sukar dicapai. Tumor otak merupakan tumor dengan tingkat keganasan kedua setelah tumor

4
darah (leukemia). Penderita tumor otak di Indonesia semakin meningkat akhir- akhir ini. .
Peningkatan prevalensi kasus tumor otak ini menunjukkan adanya ancaman serius bagi bangsa
Indonesia. Tumor otak dapat mengakibatkan menurunnya kualitas hidup penderitanya, juga
mengakibatkan beban sosial dan ekonomi bagi penderita dan keluarganya, masyarakat dan
negara.
Salah satu cara untuk mendeteksi secara dini penyakit tumor otak ini adalah dengan melakukan
pemeriksaan radiologis, pada pemeriksaan secara radiologis yang perlu dilakukan antara lain
Computed Tomografi Scan (CT Scan) dengan kontras; Magnetic Resonance Imaging (MRI)
dengan kontras, serta Positron Emission Tomography – Computed Tomography (PET CT scan)
(atas indikasi).
Neuroblastoma salah satu tumor padat yang berasal dari sel krista neuralis primodial yang
terdapat disepanjang sistem saraf simpatis retroperitonial atau di dalam kelenjar adrenal. Saat ini
neuroblastoma adalah salah satu keganasan yang sering terjadi pada anak – anak dan menduduki
urutan ketiga setelah ALL dan tumor otak. Perjalanan penyakit neuroblastoma sangat bervariasi,
mulai dari regresi spontan hingga penyebaran secara menyeluruh namun, seringkali tidak
bergejala dan lebih dari 70% kasus terdiagnosis sudah metastasis. Angka mortalitas pasien
neuroblastoma mencapai 15% dari kasus kanker anak. Beberapa faktor yang mempengaruhi
prognosis dari neuroblastoma seperti usia saat terdiagnosis, jenis kelamin, metastasis, diameter
tumor, dan terapi. Identifikasi gambaran klinis dan faktor prognosis neuroblastoma diperlukan
dalam rangka menurunkan angka mortalitas pasien.
Neuroblastoma merupakan neoplasma yang berasal dari sel embrional neural dan salah satu
tumor padat tersering yang dijumpai pada anak dan jarang sekali ditemukan pada orang dewasa.
Rata-rata terdapat 8 kasus baru per tahun pada anak dengan usia rata-rata tersering sekitar 2
tahun. Neuroblastoma paling sering berasal dari kelenjar suprarenal tetapi dapat juga dijumpai di
sepanjang jalur saraf simpatis. Neuroblastoma menjadi tumor padat ekstrakranial pada anak yang
paling sering, meliputi 8-10% dari seluruh kanker masa kanak-kanak, 90% terdiagnosis sebelum
usia 5 tahun. Insiden tahunan 8,7 per 1 juta anak atau 500-600 kasus baru tiap tahun di Amerika
Serikat. Insiden sedikit lebih tinggi pada laki-laki dan pada kulit putih. Neuroblastoma adalah
tipikal kanker yang dimulai dari bentuk awal sel-sel saraf pada embrio atau fetus. Neuro berarti
sel-sel saraf dan blastoma adalah kanker yang mempengaruhi sel-sel yang imatur atau sedang
berkembang. Neuroblastoma paling banyak terjadi pada bayi dan anak-anak yang lebih muda.
Kanker ini jarang sekali ditemukan pada anak yang berusia lebih dari 10 tahun. Neuroblastoma
memiliki manifestasi klinis yang heterogen, mulai dari tumor yang mengalami regresi spontan
sampai tumor yang sangat agresif dan tidak responsif terhadap terapi multimodal yang intensif.

5
Etiologi dari kebanyakan kasus tidak diketahui. Meskipun kemajuan signifikan dalam
pengobatan anak-anak dengan neuroblastoma, outcome pasien dengan neuroblastoma agresif
tetaplah jelek.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut
“Bagaimana analisa evidence based nursing pada kasus kanker serviks dan kanker endometrium

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui konsep tumor otak.
2. Untuk mengetahui konsep kanker neuroblastoma.
3. Untuk mengetahui konsep evidence based nursing practice pada kasus tumor otak.
4. Untuk mengetahui konsep evidence based nursing practice pada kasus kanker
neuroblastoma.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tumor Otak


2.1.1 Pengertian Tumor Otak
Tumor otak adalah pertumbuhan sel-sel otak yang abnormal di dalam otak. Tumor otak

primer apabila pertumbuhan sel abnormal terjadi pertama kali di dalam otak bukan merupakan

metasase dari tumor di organ lainnya. Tumor otak mempunyai sifat yang berlainan dibandingkan

tumor di tempat lain. Walaupun secara histologis jinak, mungkin akan bersifat ganas karena

letaknya berdekatan atau di sekitar struktur vital dan dalam rongga tertutup yang sukar dicapai.

Untuk dapat memahami tumor otak, ada baiknya terlebih dahulu memahami anatomi otak.

Gambar 2.1 Anatomi Otak

Otak merupakan pusat kendali seluruh fungsi organ tubuh manusia. Jika otak sehat, maka

akan mendorong kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan mental. Sebaliknya, apabila otak

terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental bisa ikut terganggu (www.aktivasiotak.com).

Susunan syaraf pusat meliputi otak dan medulla spinalis. Otak merupakan organ manusia yang

terpenting yang mengatur pikiran, ingatan, emosi, sensoris, kemampuan gerak, penglihatan,

pernafasan, suhu dan semua proses di dalam tubuh. Otak terdiri dari Cerebrum, Cerebellum,

Brainstem dan Limbic System.

1. Cerebrum (supratentorial) terdiri dari hemisfer kanan dan kiri


Fungsi dari cerebrum antara lain mengontrol pergerakan, temperatur, pendengaran,emosi,

7
proses belajar. Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan

nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang

membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan

berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual.

Kecerdasan intelektual atau IQ juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.

Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus yaitu :

1) Lobus Frontal
Merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar. Lobus ini

berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan,

penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku

seksual dan kemampuan bahasa secara umum.

2) Lobus Parietal
Berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan,

sentuhan dan rasa sakit.

3) Lobus Temporal
Berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan

informasi dan bahasa dalam bentuk suara.

4) Lobus Occipital
Ada di bagian paling belakang berhubungan dengan rangsangan visual yang

memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh

retina mata.

Apabila diuraikan lebih detail setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa area

yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

8
Gambar 2.2 Cerebrum (Otak Besar)

Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua

belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh

kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri

tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam

kreativitas dan kemampuan artistik.

2. Brainstem (middle brain) terdiri dari midbrain, pons, medulla

Fungsi dari batang otak adalah: pusat gerakan mata dan mulut, pusat panas, dingin,

lapar, haus, pusat pernafasan, pusat pengendalian jantung, gerakan otot polos, bersin, batuk,

muntah, menelan.

Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian

dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang.

Brainstem dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :


1) Mesencephalon
Bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil.

Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran

pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.

2) Medulla oblongata
Titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan,

begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak jantung,

9
sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.

3) Pons
Stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi

reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.

Gambar 2.3 Brain Stem (Batang Otak)

4) Cerebellum (infratentorial)

Fungsi untuk pusat koordinasi gerakan, mempertahankan keseimbangan dan postur

tubuh. Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung

leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya:

mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan

tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang

dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan

mengunci pintu dan sebagainya.

10
Gambar 2.4 Cerebellum (Otak Kecil)

5) Limbic System (Sistem Limbik)

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat kerah

baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama dimiliki

juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik

antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem

limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara

homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga

memori jangka panjang.

Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu fungsinya

adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak.

Gambar 2.5 Limbic System (Sistem Limbik)

11
Ada bermacam-macam jenis tumor otak yang dibedakan ke dalam dua kelompok

berdasarkan perkembangannya, yaitu tumor jinak (tidak bersifat kanker) dan tumor ganas

(bersifat kanker). Tumor yang tumbuh di otak dikenal dengan istilah tumor otak primer,

sedangkan tumor yang tumbuh di bagian lain dari tubuh dan menyebar hingga ke otak disebut

dengan tumor otak sekunder atau metastatik (www.alodokter.com).

Tingkatan tumor otak terbagi dari tingkat 1 hingga tingkat 4. Pengelompokan ini

didasari oleh perilaku tumor itu sendiri, seperti lokasi tumbuhnya tumor, kecepatan

pertumbuhan, dan cara penyebarannya. Tumor otak yang tergolong jinak dan tidak berpotensi

ganas berada pada tingkat 1 dan 2. Sedangkan pada tingkat 3 dan 4, biasanya sudah berpotensi

menjadi kanker dan sering disebut sebagai tumor otak ganas atau kanker otak.

2.1.2 Gejala Tumor Otak

Gejala tumor otak sangat beragam dan bergantung pada lokasi, ukuran, atau tingkat

pertumbuhan tumor itu sendiri. Tumor yang tumbuh secara lambat pada awalnya mungkin tidak

akan menimbulkan gejala apa pun. Setelah tumor otak mulai memberikan tekanan pada otak

atau membuat sebagian fungsi otak tidak bisa berfungsi dengan baik, gejala akan mulai muncul.

Terdapat beberapa gejala yang berpotensi muncul ketika tumor menekan bagian dalam

tengkorak, di antaranya:

1. Pusing atau sakit kepala parah dan berkelanjutan (khususnya saat menunduk atau batuk).

2. Kejang-kejang.

3. Mudah mengantuk.

4. Linglung.

5. Berhalusinasi.

6. Perubahan karakter.

12
7. Gangguan pendengaran atau penglihatan.

8. Gangguan keseimbangan tubuh.

9. Sulit bicara.

10. Gangguan pergerakan tangan atau kaki.

2.1.3 Penyebab Tumor Otak

Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan seseorang menderita tumor otak

primer (tumor yang muncul pertama kali di otak atau jaringan sekitar otak). Diperkirakan

bahwa tumor otak primer mulai muncul ketika sel normal mengalami kesalahan atau mutasi

DNA. Mutasi inilah yang membuat sel-sel tumbuh dan berkembang biak dengan tingkat yang

lebih cepat, serta tetap hidup ketika sel-sel sehat sudah mati. Akibatnya terjadi penumpukan sel-

sel abnormal dan membentuk tumor.

Tumor otak primer lebih jarang terjadi dibandingkan tumor otak sekunder (tumor otak

yang berasal dari kanker yang tumbuh di bagian tubuh lain lalu menyebar ke otak).

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami tumor otak, yaitu:

1) Usia

Resiko mengalami tumor otak akan meningkat saat usia Anda bertambah karena tumor

otak lebih umum terjadi pada orang tua. Tapi perlu disadari bahwa tumor otak bisa muncul

pada usia berapa pun. Ada beberapa jenis tumor yang hanya muncul pada anak-anak.

2) Faktor Keturunan

Jika terdapat keluarga yang mengalami tumor otak, maka risiko seseorang untuk

mengalami tumor otak lebih tinggi. Selain itu, ada beberapa penyakit keturunan yang bisa

meningkatkan risiko mengalami tumor otak jinak, di antaranya adalah neurofibromatosis

tipe 1 dan 2, sindrom Turcot, sindrom von Hippel-Lindau, sindrom Gorlin, sindrom kanker

13
Li- Fraumeni, dan sklerosis tuberosa. Kondisi-kondisi tersebut cenderung menyebabkan

kanker muncul pada masa kanak- kanak dan awal masa remaja.

3) Pajanan Terhadap Radiasi


Pajanan terhadap jenis radiasi yang dikenal dengan istilah radiasi ionisasi bisa

meningkatkan risiko terkena tumor otak. Radiasi ionisasi bisa memengaruhi manusia ketika

mereka menjalani terapi radiasi atau terkena radiasi dari ledakan bom atom. Sedangkan

gelombang radiasi yang berasal dari menara listrik, ponsel, dan microwave belum terbukti

terkait dengan tumor otak.

2.1.4 Stadium Tumor Otak


Kanker otak dapat dikategorikan sebagai penyakit yang paling ditakuti oleh

penderitanya. Kebanyakan dari penderita yang divonis terkena penyakit ini akan merasa

khawatir dan pesimis dalam hidupnya. Penyakit kanker otak ini disebabkan karena penurunan

DNA pada otak atau pertumbuhan DNA yang melampaui batas.

Faktor penyebab penurunan atau pertumbuhannya yang terlalu pesat tersebut biasanya

dikarenakan oleh beberapa hal seperti radiasi akibat sinyal-sinyal pada telepon genggam atau

computer dan pola makan yang tidak sehat pun juga bisa memicu pertumbuhan sel kanker pada

otak.

Mengenali stadium pada kanker otak :

1. Kanker Otak Stadium 1

Penyakit kanker otak pada stadium satu penderita tak menyadari kehadiran sel kanker di

otaknya karena tidak terlihat jelas. Penderita akan merasakan sakitnya ketika penderita

kanker otak memasuki stadium dua.

2. Kanker Otak Stadium 2

Penderita kanker otak stadium 2 akan mengalami kelelahan yang berlebihan, meskipun

14
penderika kanker otak stadium 2 tidak melakukan aktivitas yang berlebihan.

3. Kanker Otak Stadium 3


Penderita kanker otak stadium 3 akan sering mengalami sakit kepala yang hebat dan

intensitas lumayan sering. Penderita kanker otak stadium 3 akan mengalami sakit kepala dan

dibarengi mimisan yang terkadang tak terasa darah mengalir dari hidung ketika penderita

memikirkan sesuatu yang berat. Pengidap kanker stadium 3 akan mengalami tangan dan kaki

sulit untuk digerakkan, sehingga penderita akan mudah terjatuh saat berjalan karena

keseimbangan tubuh yang mulai tergangg.

4. Kanker Otak Stadium 4

Penderita kanker otak stadium 4 akan mengalami gangguan penglihatan dan akan

mengalami kesulitan dalam mendengaran suara. Penderita kanker otak stadium 4 disarankan

untuk rajin melakukan kemoterapi untuk menghindari kebutaan, tuli danlumpuh. Jika

penderita tidak rajin melakukan kemoterapi, maka sel kanker pada otaknya bisa

menyebabkan ia mengalami kebutaan, tuli dan bahkan lumpuh. Penderita kanker otak

stadium 4 maka hidupnya dibilang sangat sulit.

2.1.5 Cara Pendeteksian Tumor Otak

Pendeteksian tumor otak dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa tes sebagai

berikut:

1. Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis dibagi menjadi 2 bagian yaitu pemeriksaan saraf pusat, yaitu

searbut-serabut saraf mulai dari kortek sampai motor neuron, dan pemeriksaan tepi, yaitu

srabut- serabut saraf mulai dari motor neuron sampai dengan dengan otot. Pemeriksaan juga

melibatkan pengecekan pada penglihatan, pendengaran, kekuatan, sensasi, keseimbangan,

refleks, dan kemampuan mengingat serta berpikir.

15
2. Angiogram
Selain pemeriksaan neurologis, Metode ini dilakukan dengan cara menyelipkan sebuah

tabung plastik yang sangat kecil dan lembut disebut kateter masuk melalui pembuluh arteri

di pangkal paha atau di pergelangan tangan Angiogram adalah jenis tes sinar-X pada daerah

kepala untuk menunjukkan pembuluh arteri dan vena pada otak. Pewarna kontras

sebelumnya disuntikkan ke arteri di kepala sebelum pasien menjalani pemeriksaan.

3. Scan otak
Scan otak dilakukan untuk mengetahui ketidaknormalan. Sebelumnya, pewarna kontras

disuntikkan ke arteri untuk membedakan mana jaringan normal dan mana sel kanker.

4. CT Scan
CT scan merupakan teknologi pemeriksaan yang memanfaatkan sinar-x untuk

menghasilkan gambar tiga dimensi dari otak. Komputer menggabungkan gambar-gambar

otak agar dokter bisa mengetahui adanya ketidaknormalan atau sel kanker. Pemeriksaan

ini juga bisa menunjukkan adanya pembengkakan, pendarahan, dan pengerasan tulang

atau jaringan.

5. Diffusion Tensor Imaging (DTI)


Tes yang digunakan untuk mengukur aliran cairan dalam otak. Hasil gambar tes DTI

biasanya dibandingkan untuk mengetahui perbedaan yang terjadi.

6. Functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI)


FMRI digunakan untuk menentukan lokasi spesifik dari fungsi otak. Selama diperiksa,

pasien juga diminta untuk melakukan tugas tertentu.

7. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Jenis tes pencitraan yang paling baik untuk mendeteksi kanker otak. Sebab pemeriksaan

ini menggunakan gelombang radio yang lebih akurat daripada sinar-X.

8. Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS)


MRS adalah metode lain yang bisa dilakukan untuk mendeteksi kanker otak. Biasanya

metode ini juga digunakan untuk mendiagnosis infeksi pada otak, stroke, penyakit

16
Alzheimer, multiple sclerosis, luka akibat radiasi, dan juga tumor. MRS pada dasarnya mirip

dengan MRI. Perbedaannya adalah MRS fokus pada fungsi daripada struktur otak.

9. Positron Emission Tomography (PET)


PET dilakukan untuk mendeteksi perubahan sel yang sedang berkembang. Sebelum

melakukan tes, cairan glukosa radioaktif disuntikkan. Tergantung pada besarnya tumor,

jumlah glukosa yang diserap akan menunjukkan letak dan seberapa parah kanker yang

diderita.

10. Biopsi
Biopsi adalah prosedur operasi yang digunakan untuk mengambil sampel tumor.

Kebanyakan biopsi dilakukan bersamaan dengan operasi pengangkatan tumor. Namun biopsi

juga bisa dilakukan tanpa operasi jika tumor tidak bisa diangkat atau kondisi pasien terlalu

lemah.

Tes ini dilakukan dengan mengambil sebagian kecil sel-sel dari daerah yang dicurigai

ketika melakukan kolposkopi. Dari hasil biopsi tersebut akan diperoleh kepastian kondisi

pasien, sehingga hasil biopsi merupakan dasar terapi.

11. Biopsi Konisasi


Tes ini dilakukan dengan mengambil sel-sel dalam jumlah yang lebih besar pada sekitar
daerah yang dicurigai. Biasanya prosedur ini dilakukan sebagai prosedur operasi dan juga bisa
digunakan sebagai pengobatan kanker pada tahap dini

2.2 Kanker Neuroblastoma


2.2.1 Anatomi Hidung
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagian dari atas ke bawah adalah pangkal
hidung atau bridge, dorsum nasi, puncak hidung, alar nasi, kolumela dan lubang hidung atau
nares anterior. Hidung bagian luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung atau os nasal,
prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontal. Sedangkan kerangka tulang rawan

17
terdiri dari beberapa tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung yaitu 2 kartilago
nasalis lateralis superior, 2 kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut dengan kartilago alaris
mayor, beberapa kartilago alaris minor dan 1 kartilago septum nasi.

Kavum nasi dimulai dari nares anterior sampai koana. Kavum nasi dibagi dua oleh septum
nasi di bagian tengah. Masing-masing kavum nasi terdiri dari atap, dasar, dinding lateral dan
medial. Pada dinding lateral bagian dalam terdapat tiga pasang konka

yaitu: konka inferior yang berasal dari tulang maksila, konka media dan superior yang berasal dari

tulang etmoid.

A B

Gambar 1. A). Anatomi hidung bagian luar dan B). Struktur septum nasi

Septum nasi dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada
bagian tulang sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung. Tulang rawan septum ini tidak
mengandung pembuluh darah, tetapi di bawah tulang rawan ini terdapat mukoperikondrium
yang kaya dengan pembuluh darah yang memberikan vaskularisasi untuk tulang rawan dan
jaringan sekitarnya. Septum nasi terdiri dari kartilago kuadrangularis di bagian anterior, lamina
perpendikularis tulang etmoid di bagian postero-superior, os vomer di bagian postero-inferior,
krista maksilaris dan krista palatina di bagian inferior dan di bagian posterior dibentuk oleh
rostrum sfenoid. Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung yang dibentuk oleh os maksila
dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit yang dibentuk oleh lamina
kribiformis yang memisahkan rongga tengkorak dan rongga hidung.

18
Kerangka tulang rawan dari septum nasi dan kartilago lateral atas yang berbentuk huruf T
memberi kekuatan yang cukup untuk menahan tekanan dari tulang disekitarnya. Kartilago
kuadrangularis adalah bagian medial kerangka T hidung. Kaudal dari hidung sampai di daerah
inferior septum nasi terletak pada krista maksilaris dan diikat oleh perikondrium dan periosteum.
Reseksi atau destruksi dari tulang rawan tersebut akibat trauma atau operasi pengangkatan
kartilago kuadrangularis yang berlebihan akan mengakibatkan bentuk hidung seperti pelana.

Gambar 2. Vaskularisasi dinding lateral hidung dan septum nasi 6

Persarafan bagian anterior dan superior rongga hidung dipersarafi oleh n. etmoidalis
anterior cabang dari n. nasosiliaris yang berasal dari n. oftalmikus. Rongga hidung yang lain
sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n. Maksilaris melalui ganglion sfenopalatina.
Ganglion sfenopalatina juga memberikan persarafan motoris untuk mukosa hidung. Ganglion ini
menerima serabut saraf sensoris dari n.maksilaris, serabut parasimpatis dari n. petrosus
superfisialis mayor dan serabut saraf simpatis dari n. petrosus profundus.

2.2.2 Etiologi
Kebanyakan etiologi dari neuroblastoma adalah tidak diketahui. Ada laporan yang
menyebutkan bahwa timbulnya neuroblastoma infantil berkaitan dengan orang tua atau selama
hamil terpapar obat-obatan atau zat kimia tertentu seperti hidantoin, etanol, dll.

Kelainan sitogenik yang terjadi pada neuroblastoma kira-kira pada 80% kasus, meliputi
penghapusan (delesi) parsial lengan pendek kromosom 1, anomali kromosom 17 dan ampifilatik
genomik dari onkogen N-Myc, suatu indikator prognosis buruk. Beberapa faktor risiko
yang berpengaruh terhadap kemunculan dari neuroblastoma adalah sebagai berikut
(American Cancer Society, 2012).

19
1. Gaya Hidup
Gaya hidup yang berhubungan dengan faktor risiko seperti berat badan, aktivitas
fisik, diet dan penggunaan tembakau memainkan peran utama dalam kanker dewasa
namun faktor-faktor ini biasanya memakan waktu bertahun-tahun untuk mempengaruhi
risiko kanker. Tidak ada faktor lingkungan (seperti eksposur selama kehamilan ibu atau
pada awal masa kanak kanak) diketahui dapat meningkatkan kesempatan untuk
mendapatkan neuroblastoma.
2. Usia

Neuroblastoma paling sering terjadi pada anak-anak yang sangat muda tetapi hal
ini sangat jarang terjadi pada orang di atas usia 10 tahun.
3. Keturunan

Pada sekitar 1-2% dari semua neuroblastoma anak mungkin telah mewarisi
peningkatan risiko terjadinya neuroblastoma namun mayoritas dari neuroblastoma
tampaknya tidak diwariskan. Anak-anak dengan bentuk familial dari neuroblastoma
biasanya datang dari keluarga dengan satu atau lebih anggota keluarga yang memiliki
neuroblastoma saat bayi. Anak-anak dengan neuroblastoma familial dapat mengalami dua
atau lebih dari kanker ini di berbagai organ misalnya dalam kedua kelenjar adrenal atau
lebih dari satu ganglion simpatik.
Sangat penting untuk membedakan neuroblastoma yang dimulai di lebih dari satu
organ dari neuroblastoma yang telah dimulai pada satu organ dan kemudian menyebar ke
organ lain. Ketika tumor berkembang di beberapa tempat sekaligus itu menunjukkan suatu
bentuk familial yang mungkin berarti bahwa anggota keluarga yang lain harus
mempertimbangkan untuk mendapatkan konseling genetik.

2.2.3 Epidemiologi
Neuroblastoma adalah tumor yang paling umum pada bayi dan anak, mewakili 8-
10% dari semua kanker pada anak dan 15% dari semua penyebab kematian anak akibat
kanker di Amerika Serikat. Sekitar 600 kasus baru didiagnosa setiap tahun di Amerika
Serikat, sekitar 8-10% dari keganasan pada anak dan sepertiga pada bayi. Usia rata-rata anak-
anak terdiagnosis neuroblastoma adalah 22 bulan dan 90% dari kasus terdiagnosis pada usia
5 tahun. Meskipun penelitian yang luas sedang berlangsung, secara klinis neuroblastoma

20
tetap merupakan tumor yang misterius dengan etiologi tidak diketahui dan perjalanan klinis
yang tidak terduga.

2.2.4 Patofisiologi
Neuroblastoma timbul dari primordial sel pial neural yang bermigrasi selama
embriogenesis untuk membentuk medula adrenal dan ganglia simpatik. Sebagai hasilnya
neuroblastoma terjadi di medula adrenal atau dimana saja sepanjang simpatik ganglia,
terutama di retroperitoneum dan mediastinum posterior. Nomenklatur luas neuroblastoma
didasarkan pada spektrum diferensiasi selular. Neuroblastoma merupakan tumor yang ganas
dan buruk sedangkan ganglioneuroma merupakan tumor yang jinak dan tidak berbahaya.
Ganglioneuroblastoma mewakili keduanya karena memiliki diferensiasi buruk dari neuroblasts
dan sel ganglion matur.

2.2.5 Histologi

Neuroblastoma terdiri dari neuroblasts kecil matur, sel seragam padat, inti dan
sitoplasma yang sedikit hiperkromatik. Diferensiasi sel memiliki penampilan sel ganglion
lebih matur dengan baik didefinisikan dan nukleolus eosinofilik sitoplasma. Banyaknya
neutrofil juga merupakan ciri khas dari pembedaan tumor. Klasifikasi Shimada telah banyak
digunakan untuk mengkarakterisasi dan memprediksi perilaku tumor dengan
mempertimbangkan usia pasien bersama dengan fitur histologis seperti tingkat Schwannian
stroma, diferensiasi selular dan indeks mitosis-karyorrhexis.

Klasifikasi Shimada diubah pada tahun 1999 sebagai Klasifikasi Internasional dari
Patologi Neuroblastoma, berguna untuk memprediksi perilaku biologis dan prognosis tumor.
Indikator prognosis yang menguntungkan adalah usia kurang dari 1 tahun, klinis stadium 1,
2, nonamplification 4S dan N-myc. Faktor prognosis baik lainnya adalah diferensiasi dan
indeks mitosis karyorrhexis yang rendah (kurang dari 100 mitosis atau sel karyorrhectic per
5000 sel).

2.2.6 Penanda Biologis


Menggunakan teknologi analisis gen, sejumlah calon penanda prognostik untuk
neuroblastoma telah diidentifikasi termasuk BIRC (terkait dengan apoptosis), CDKN2D
(terkait dengan siklus sel) dan SMARCD3 (terkait dengan aktivasi transkripsi). Demikian pula
ekspresi profil data yang telah digunakan untuk menjelaskan mekanisme genetik dibalik

21
aktivitas telomerase dalam sel neuroblastoma. Secara khusus gen yang terlibat dengan
diferensiasi dan pertumbuhan yang erat kaitannya dengan aktivitas telomerase yang
rendah di neuroblastoma, sedangkan ekspresi yang berlebihan dari gen yang terkait siklus sel
dan transkripsi faktor yang terkait dengan aktivitas telomerase yang tinggi. Full-length
telomerase reverse transcriptase mRNA ditemukan menjadi faktor prognostik independen
dalam neuroblastoma.
Identifikasi anomali kariotipe konstitusional dapat menyebabkan penemuan onkogen
dan tumor suppressor gen. Kelainan yang paling umum di neuroblastoma adalah penambahan
pada 17q. Perubahan genetik ini dikaitkan dengan hasil yang kurang baik. Kehilangan
heterozigositas di beberapa situs juga telah diidentifikasi dalam neuroblastoma. Penghapusan
lengan pendek kromosom 1 terjadi pada 30 sampai 50% dari tumor primer, biasanya 1p36 dan
sangat berkorelasi dengan amplifikasi N-myc dan prognosis yang buruk.
Suatu kelompok studi kanker pada anak baru-baru ini menunjukkan bahwa delesi di 1p
adalah faktor prediksi independen penurunan angka survival bebas tumor, meskipun bukan dari
angka survival. Hilangnya heterozigositas di 11q dan 14q juga telah dijelaskan. Delesi di
11q diidentifikasi dalam hampir setengah dari semua sampel neuroblastoma. Meskipun
berbanding terbalik dengan amplifikasi N-myc, delesi pada 11q dikaitkan dengan prognosis
yang lebih buruk.

Beberapa tahun terakhir kasus baru neuroblastoma dengan kelainan kromosom

lainnya telah dilaporkan, termasuk mosaicism untuk monosomi 22, penghapusan interstitial

11q dan Robertson translokasi t.

2.2.7 Manifestasi Klinis


Neuroblastoma dapat menyerang setiap situs jaringan sistem saraf simpatik. Sekitar
setengah dari tumor neuroblastoma timbul di kelenjar adrenal dan sebagian besar sisanya
berasal dari ganglia simpatis paraspinal. Metastase ditemukan lebih sering pada anak usia> 1
tahun saat terdiagnosis, terjadi melalui invasi lokal, hematogen atau limfogen. Organ yang
paling umum dituju oleh proses metastasis ini adalah kelenjar getah bening regional atau yang
jauh, tulang panjang dan tengkorak, sumsum tulang, hati dan kulit. Metastasis ke paru-paru
dan otak jarang terjadi, kurang dari 3% kasus. Neuroblastoma dapat menyerupai
gangguan lain sehingga sulit untuk mendiagnosa. Tanda-tanda dan gejala dari
neuroblastoma mencerminkan lokasi tumor dan luasnya penyakit. Proses metastasis dapat

22
menyebabkan berbagai tanda dan gejala, termasuk demam, iritabel, kegagalan dalam masa
pertumbuhan, nyeri tulang, sitopeni, nodul kebiruan pada subkutan, proptosis orbital dan
ekimosis periorbital. Penyakit lokal dapat bermanifestasi sebagai massa asimptomatik atau
sebagai gejala yang muncul terkait massa, termasuk kompresi sumsum tulang belakang,
obstruksi usus dan sindrom vena cava superior.

Menurut Cecily & Linda (2002), gejala dari neuroblastoma yaitu:

1. Gejala yang berhubungan dengan massa retroperitoneal, kelenjar adrenal, paraspinal.

1) Massa abdomen tidak teratur, tidak nyeri tekan, keras yang melintasi garis tengah.

2) Perubahan fungsi usus dan kandung kemih

3) Kompresi vaskuler karena edema ekstremitas bawah

4) Sakit punggung, kelemahan ekstremitas bawah

5) Defisit sensoris

6) Hilangnya kendali sfingter

2. Gejala-gejala yang berhubungan dengan massa leher atau toraks.


1) Limfadenopati servikal dan suprakavikular
2) Kongesti dan edema pada wajah
3) Disfungsi pernafasan
4) Sakit kepala
5) Proptosis orbital ekimotik
6) Miosis
7) Ptosis
8) Eksoftalmos
9) Anhidrosis
Menurut Willie (2008) manifestasi klinis dari neuroblastoma berbeda tergantung dari
lokasi metastasenya:
1. Neuroblastoma retroperitoneal
Massa menekan organ dalam abdomen dapat timbul nyeri abdomen, pemeriksaan

23
menemukan masa abdominal yang konsistensinya keras dan nodular, tidak bergerak,
massa tidak nyeri dan sering melewati garis tengah. Pasien stadium lanjut sering
disertai asites, pelebaran vena dinding abdomen, edema dinding abdomen.
2. Neurobalstoma mediastinal
Kebanyakan di paravertebral mediastinum posterior, lebih sering di mediastinum
superior daripada inferior. Pada awalnya tanpa gejala namun bila massa besar dapat
menekan dan timbul batuk kering, infeksi saluran nafas, sulit menelan. Bila penekanan
terjadi pada radiks saraf spinal, dapat timbul parastesia dan nyeri lengan.

3. Neuroblastoma leher
Mudah ditemukan namun mudah sering terjadi salah diagnosis sebagai limfadenitis
atau limfoma maligna. Sering menekan ganglion servikotorakal hingga timbul sindrom
paralisis saraf simpatis leher (Sindrom Horner) timbul miosis unilateral, blefaroptosis
dan diskolorasi iris pada mata.
4. Neuroblastoma pelvis
Terletak di posterior kolon presakral, relatif dini menekan organ sekitarnya sehingga
menimbulkan gejala sembelit sulit defekasi dan retensi urin.
5. Neuroblastoma berbentuk barbell
Neuroblastoma paravertebral melalui celah intervertebral ekstensi ke dalam canalis
vertebral di ekstradural. Gejala klinisnya berupa tulang belakang kaku tegak, kelainan
sensibilitas, nyeri. Dapat terjadi hipomiotonia ekstremitas bawah bahkan paralisis.
6. Neuroblastoma pada sistem saraf pusat (CNS neuroblastoma)

Neuroblastoma pada sistem saraf pusat merupakan suatu kasus yang langka. Horten
dan Rubinstein menyatakan bahwa kejadian neuroblastoma pada sistem saraf pusat hanya
satu kasus setiap dekade. Hal ini diterima sebagai subtipe dari tumor neuroektodermal
primitif yang menunjukkan diferensiasi neuronal. Dilaporkan bahwa neuroblastoma
merupakan 6% dari keseluruhan kasus tumor neuroektodermal primitif.

Primer neuroblastoma sistem saraf pusat sebagian besar terjadi pada dekade
pertama. Dua puluh enam persen kasus terjadi pada usia di bawah 2 tahun. Primer
neuroblastoma ditandai dengan gejala dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Tumor dapat menyebar dengan cepat dan tumor ini seringkali cukup besar.

24
Gambar 3. Manifestasi klinis neuroblastoma19

Karena neuroblastoma paling banyak terjadi di retroperitoneum atau posterior


mediastinum, gejala awal biasanya tidak spesifik (malaise umum, berat badan menurun,
demam yang tidak jelas). Neuroblastoma intraabdominal sering hadir sebagai massa
asimptomatik yang terdeteksi secara kebetulan oleh orang tua atau dokter anak selama
kunjungan klinik rutin. Tumor panggul dapat menekan usus rectosigmoid atau kandung
kemih sehingga terjadi sembelit atau retensi urin.

Secara khusus neuroblastoma toraks biasanya hadir dengan gejala nonspesifik dan
terdeteksi sebagai massa insidental pada rontgen dada rutin yang diambil karena adanya
gangguan nafas ringan. Perdarahan spontan dapat terjadi pada tumor dengan malaise
karena anemia. Pada pemeriksaan, massa yang relatif tetap dalam perut mungkin teraba.
Metastasis hematogen sering hadir pada saat diagnosis.
Nyeri tulang dengan perubahan yang cepat dalam tingkat aktivitas dapat
meramalkan adanya metastasis pada tulang. Ekimosis periorbital atau proptosis sebagai
akibat keterlibatan tengkorak dapat menimbulkan kekeliruan yang dikaitkan dengan

25
trauma. Nyeri lebam dengan warna kebiruan yang berbeda pada bayi yang memiliki
penyakit stadium 4S disebut blueberry muffin dan menunjukkan kondisi yang
menguntungkan dengan potensi tumor regresi secara spontan. Massa serviks yang kronis
pada bayi dan anak, limfadenopati rutin dapat mewakili primer atau metastasis
neuroblastoma. Sebuah tumor paraspinal melalui foramina vertebralis dan kompresi
sumsum tulang belakang, menghasilkan defisit motorik dan paraplegia progresif.

2.2.8 Stadium
Sistem klasifikasi stadium neuroblastoma terutama memakai sistem klasifikasi
stadium klinis neuroblastoma internasional (International Neuroblastoma Staging
System/INSS).

Klasifikasi Stadium INSS:

1. Stadium
2. Stadium 1
3. Stadium 2A
4. Stadium 2B
5. Stadium 3
6. Stadium 4
7. Stadium 4S

2.2.9 Neuroblastoma pada pasien dewasa


Neuroblastoma sangat jarang terjadi pada orang dewasa dengan kurang dari 100 kasus
yang dilaporkan dalam literatur. Stevens dkk melaporkan suatu kasus neuroblastoma pada
pasien perempuan usia 29 tahun yang telah mengalami metastasis dan disertai sindrom
paraneoplastik. Pasien diterapi dengan kemoterapi sistemik, radioterapi
I metaiodobenzilguanidin, transplantasi stem sel autologus. Sayangnya respon terapi dari
131

pasien sangat terbatas dan pasien meninggal.


Pasien dewasa dengan neuroblastoma metastatik biasanya memiliki prognosis yang
sangat buruk. Pasien dengan usia yang lebih tua dari 18 bulan di saat pertama kali diagnosis
ditegakkan biasanya memiliki hasil yang kurang baik termasuk amplifikasi N- myc. Pasien
berisiko seperti ini biasanya diterapi dengan kombinasi kemoterapi mielosupresif dan
transplantasi sel induk autologus, diikuti oleh terapi anti-GD-2 dan diferensiasi asam
retinoat. Kombinasi terapi ini memiliki angka survival 2 tahun sebesar 86%. Hasil terbaik
terjadi pada pasien di bawah usia 1 tahun yang didiagnosis dengan tahap awal atau tahap 4S

26
neuroblastoma tetapi tanpa fitur berisiko tinggi seperti amplifikasi N-myc.
Presentasi penyakit ini sering sama pada orang dewasa dan anak-anak. Perkembangan
penyakit sering lebih lamban pada orang dewasa dibandingkan dengan anak-anak. Beberapa
kasus memiliki perkembangan yang progresif lambat atau kambuh berulang selama bertahun-
tahun. Neuroblastoma merupakan tumor dari rantai saraf simpatik begitu pula dengan tumor
primer terjadi sama pada orang dewasa dan anak-anak. Amplifikasi N-myc sering terjadi
pada populasi anak yang berisiko tinggi tetapi tampaknya sangat jarang pada orang dewasa.
Tidak ada konsensus khusus untuk pengobatan neuroblastoma pada pasien dewasa. Operasi
dan terapi radiasi mungkin cukup untuk penyakit lokal. Untuk penyakit metastatik,
kombinasi kemoterapi dengan atau tanpa terapi radiasi mungkin cukup efektif. Berdasarkan
laporan Kushner dkk sebanyak 9 remaja dan orang dewasa diobati dengan kombinasi
doxorubicin, vincristin, siklofosfamid, cisplatin dan etoposid, enam pasien mengalami respon
parsial, tiga orang memiliki respon lengkap atau respon parsial yang sangat baik. Pengobatan
kombinasi dengan kemoterapi dosis tinggi dan transplantasi sel induk autologus telah terbukti
meningkatkan kelangsungan hidup pada anak-anak dan merupakan pilihan untuk orang dewasa
juga.
Pada neuroblastoma sistem saraf pusat, dural enhancement mungkin merupakan satu-
satunya abnormalitas pada pencitraan walaupun sering pula nampak gambaran dural
nodularity. Dalam suatu penelitian dengan 25 pasien neuroblastoma dewasa, sebanyak 16%
terjadi di pelvis, 68% di retroperitoneal atau kelenjar adrenal.

2.2.10 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adalah :
1. Lactate Dehydrogenase
Walaupun tidak spesifik, serum lactate dehydrogenase (LDH) dapat menentukan
signifikansi prognostik. Nilai serum LDH yang tinggi menandai aktivitas proliferasi atau
luasnya tumor. Nilai LDH> 1500 IU/L dihubungkan dengan prognosis yang buruk. LDH
dapat digunakan untuk monitor aktivitas penyakit atau respon terapi.

2. Ferritin
Nilai yang tinggi dari serum ferritin (>150 ng/mL) juga merupakan gambaran besarnya
tumor atau cepatnya pembesaran tumor. Peningkatan serum feritin sering pada stadium

27
advance dan mengindikasikan prognosis yang buruk. Nilai ini sering kembali normal
selama remisi klinis.

3. Neuron Spesific Enolase


Neuron spesific Enolase (NSE) adalah suatu isoenzim enolase glikolitik dan terdapat
didalam neuron pada jaringan saraf pusat dan perifer. Pada neuroblastoma, NSE berasal dari
jaringan tumor dan nilai level serum biasanya berhubungan erat dengan kondisi klinis
pasien. Sayangnya nilai yang tinggi pada NSE, tidak selalu spesifik untuk neuroblastoma
dan bisa juga terdapat pada pasien dengan tumor Wilms, limfoma dan hepatoma. Batas nilai
teratas untuk serum NSE berkisar 14.6 ng/mL. Kadar NSE paling tinggi terdapat pada
neuroblastoma yang meluas dan sudah metastasis, dibandingkan pada yang terlokalisir.
Nilai serum yang lebih tinggi dari 100 ng/mL, biasanya berhubungan dengan stadium
lanjut yang memiliki prognosis buruk.

4. Katekolamin dan Metabolitnya


Ketika sel-sel neuroblast yang berasal dari neural crest ini berubah bentuk menjadi
neoplastik, mereka ditandai dengan tidak sempurnanya sintesis dari katekolamin dan
prekursornya, seperti epinephrine (E), norepinefrin (NE), 3,4 dihydroxyphenilalanine
(DOPA) dan dopamin (DA) dan juga metabolitnya seperti vanillymaandellic acid (VMA),
homovanillic acid (HVA), methoxydopamine (MDA), dan methanephrine (MN),
normethanephrine (NME) dan 3 methoxytyramine (3MT). Neuroblastoma kekurangan
enzim phenylethanolamine N-methyltranferase yang mengubah noreepinephrine menjadi
epinephrine. Sel-sel neuroblastoma tidak memiliki kantong- kantong penyimpanan
katekolamin, seperti layaknya sel-sel normal, sehingga katekolamin ini dilepaskan kedalam
sirkulasi yang secara cepat mengalami degradasi menjadi VMA dan HVA. VMA dan HVA
dapat dinilai dari urin dan keduanya sangat berguna untuk diagnosis dan memonitor
aktivitas penyakit. Hasil metabolit katekolamin urin meningkat 90-95% pada pasien
neuroblastoma. Biasanya nilai urin tampung 24 jam dinilai tetapi saat ini, urin sewaktu
dengan menggunakan sensitivitas assay dapat juga digunakan dan memiliki sensitivitas
yang sejajar. Nilai normal untuk VMA dalam urin 0.35 mmol/24 jam, sedangkan nilai
normal untuk HVA dalam urin adalah 0,40 mmol/24 jam. Sayangnya katekolamin dan
metabolitnya ini, sangat tidak mungkin mendeteksi adanya kekambuhan selama

28
perawatan pasien neuroblastoma yang sedang diterapi. Pada beberapa kasus dengan
diagnosis kekambuhan, metabolit- metabolit ini hanya meningkat 55% jika dibandingkan
saat awal presentasi lebih dari 90% sensitifitasnya. Oleh karena itu, adanya relaps penyakit ini atau
perkembangannya, tidak dapat dideteksi secara reliabel hanya dengan petanda tumor saja.

2.2.11 Pemeriksaan Radiologi


1. Radiografi
Rontgen dada dapat digunakan untuk memperlihatkan massa mediastinum posterior,
biasanya neuroblastoma di toraks pada anak.
2. Ultrasonography
Walaupun ultrasonography merupakan modalitas yang lebih sering digunakan pada
penilaian awal dari suspek massa abdomen, sensitivitas dan akurasinya kurang
dibandingkan computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) untuk
diagnosis neuroblastoma. Modalitas lain biasanya digunakan setelah screening dengan
USG untuk menyingkirkan diagnosis banding. Gambaran USG neuroblastoma lesi solid dan
heterogen.

3. Computed Tomography (CT)


CT umumnya digunakan digunakan sebagai modalitas untuk evaluasi neuroblastoma.
Itu dapat menunjukkan kalsifikasi pada 85% kasus neuroblastoma. Perluasan intraspinal
dari tumor dapat dilihat pada CT dengan kontras. Secara keseluruhan, CT dengan kontras
dilaporkan akurasinya sebesar 82% dalam mendefinisikan luasnya neuroblastoma. Dengan
akurasi mendekati 97% ketika dilakukan dengan bone scan.CT scan adalah metode yang
menggambarkan massa abdomen yang dapat dilakukan tanpa pembiusan yang juga
menunjukkan bukti daerah invasi, limfadenopati, dan kalsifikasi yang sangat sugestif dari
diagnosis, khususnya berkaitan dengan membedakan antara neuroblastoma dan tumor
Wilms.

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI adalah modalitas imaging yang lebih sensitif untuk diagnosis dan staging dari
neuroblastoma. MRI lebih akurat daripada CT untuk mendeteksi penyakit stadium 4.
Sensitivitas MRI adalah 83%, sedangkan CT 43%. Spesifitas MRI 97% sedangkan CT 88%.
MRI adalah modalitas pilihan untuk menentukan keterlibatan sumsum tulang belakang.

29
5. Scintigraphy
Metaiodobenzylguanidine (MIBG) merupakan imaging pilihan untuk mengevaluasi
penyebaran ke tulang dan bone marrow oleh neuroblastoma. Isotop 123 dari I-
metaiodobenzylguanidine (123I-MIBG) selektif diambil sel tumor yang mensekresi
katekolamin (ditunjukkan lebih dari 90%).

6. Bone Marrow Examination


Biopsi sumsum tulang adalah metode rutin dan penting untuk mendeteksi penyebaran
ke sumsum tulang pada neuroblastoma. Aspirasi dan biopsi harus dilakukan untuk
mendapatkan diagnosis yang lebih tepat. Untuk mengumpulkan informasi yang akurat,
diambil spesimen dari lokasi multipel yang direkomendasikan.

2.3 Evidence Based Nursing pada kasus Tumor Otak


Jurnal 1

Judul: Karakteristik dan Kesintasan


Neuroblastoma pada Anak di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo

Peneliti : R. Dina Garniasih*, Endang Windiastuti**,


Djajadiman Gatot**

Tahun Publikasi : 2009


Penebit : Jurnal Sari Pediatri, Vol. 11 No. 1, Juni 2009
Source :
Hasil Analisis PICO
Population & Penelitian kohort retrospektif dilakukan pada semua anak dengan neuroblastoma yang berobat/
dirawat di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RS Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta dalam
Problem kurun waktu Januari 2000 sampai Desember 2007
Intervention Untuk mengetahui karakteristik, tata laksana, luaran, dan kesintasan neuroblastoma pada
anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RS Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta.
Comparator usia, jenis kelamin, Demam, pucat lemah ,nafsu makan menurun, proptosis , masa
di dalam abdomen , dan limfadenopati .

30
Outcome Hasil analisis kesintasan berdasarkan pelbagai karakteristik klinis dan
laboratoris dengan metode Kaplan-Meier dan uji log-rank menunjukkan
bahwa baik usia maupun stadium tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna dalam kesintasan.
.
Rekomendasi : Usia, stadium penyakit, dan berbagai defek mo- lekular pada sel tumor merupakan faktor
prognostik penting dan digunakan dalam menentukan rencana terapi. 7 Kemajuan di bidang genetik
molekular, megaterapi dengan sel induk, dan target therapy telah meningkatkan angka kesintasan
penyakit neuroblastoma di negara maju. Data mengenai outcome neuroblastoma anak di negara
berkembang belum banyak dilaporkan, padahal jumlah pasien yang cukup besar

Pembahasan : Usia terbanyak pada saat diagnosis adalah 1-<5 tahun. Keluhan tersering adalah demam dan pucat.
Penyebab kematian tersering adalah sepsis. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam kesintasan baik berdasarkan usia
maupun stadium penyakit

2.4 Evidence Based Nursing pada kasus Kanker Neuroblastoma


3 Jurnal 1

4 Judul Karakteristik
: dan Kesintasan
Neuroblastoma pada Anak di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
5
6 Peneliti : R. Dina Garniasih*, Endang Windiastuti**,
Djajadiman Gatot**
7
8 Tahun Publikasi : 2009
9 Penebit : Jurnal UGM, Vol. 11 No. 1, Juni 2009
10 Source : http://etd.repository.ugm.ac.id
Hasil Analisis PICO
Population & Penelitian kohort retrospektif dilakukan pada semua anak dengan neuroblastoma yang berobat/
dirawat di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RS Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta dalam
Problem kurun waktu Januari 2000 sampai Desember 2007
Intervention Untuk mengetahui karakteristik, tata laksana, luaran, dan kesintasan neuroblastoma pada
anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RS Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta.
Comparator usia, jenis kelamin, Demam, pucat lemah ,nafsu makan menurun, proptosis , masa
di dalam abdomen , dan limfadenopati .

Outcome Hasil analisis kesintasan berdasarkan pelbagai karakteristik klinis dan


laboratoris dengan metode Kaplan-Meier dan uji log-rank menunjukkan

31
bahwa baik usia maupun stadium tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna dalam kesintasan.
.
11 Rekomendasi : Usia, stadium penyakit, dan berbagai defek mo- lekular pada sel tumor merupakan faktor
prognostik penting dan digunakan dalam menentukan rencana terapi. 7 Kemajuan di bidang genetik
molekular, megaterapi dengan sel induk, dan target therapy telah meningkatkan angka kesintasan
penyakit neuroblastoma di negara maju. Data mengenai outcome neuroblastoma anak di negara
berkembang belum banyak dilaporkan, padahal jumlah pasien yang cukup besar
12
13 Pembahasan : Usia terbanyak pada saat diagnosis adalah 1-<5 tahun. Keluhan tersering adalah demam dan pucat.
Penyebab kematian tersering adalah sepsis. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam kesintasan baik berdasarkan usia
maupun stadium penyakit

32
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tumor otak atau tumor intracranial adalah adanya massa jaringan abnormal baik secara
jinak atau ganas yang tumbuh disekitar jaringan otak yang dapat menyebabkan gangguan saraf.
Tumor otak dapat bermula dari otak itu sendiri, atau adanya penyebaran dari tubuh misalnya,
kanker payudara. Pada pasien Ny.W tumor otak dikarenakan adaya penyebaran dari tubuh seperti
kanker payudara, yang kemudian bermetasatse pada otak. Pada studi kasus ini terdapat asuhan
keperawatan yang dilakukan secara komperhensif meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan dan pelaksanaan keperawatan adapun masalah utama pada kasus ini
yaitu berkaitan dengan permasalahan peningkatan tekanan intrakranial, dengan gejala yang
didapatkan pada pasien seperti nyeri kepala, gangguan penglihatan dan pasien tampak lemah.
Neuroblastoma merupakan neoplasma yang berasal dari sel embrional neural dan salah
satu tumor padat tersering yang dijumpai pada anak dan jarang sekali ditemukan pada orang
dewasa dengan kurang dari 100 kasus yang dilaporkan dalam literatur. Neuroblastoma paling
sering berasal dari kelenjar suprarenal tetapi dapat juga dijumpai di sepanjang jalur saraf
simpatis. Neuroblastoma pada sistem saraf pusat merupakan suatu kasus yang langka hanya
ditemukan satu kasus setiap satu dekade. Telah dilaporkan satu kasus perempuan, usia 42 tahun
dengan neuroblastoma sistem saraf pusat yang infiltratif sampai kavum nasi sinistra, tanpa
adanya tanda-tanda metastasis tumor dan telah dilakukan ekstirpasi tumor pada kavum nasi
dengan pendekatan FESS dan reseksi tumor intrakranial oleh bagian Bedah Saraf.

3.2 Saran

Usia terbanyak pada saat diagnosis adalah usia balita, dengan keluhan tersering demam dan
pucat. Penyebab kematian tersering adalah sepsis. Tidak terdapat perbedaan yang
bermakna dalam kesintasan baik berdasarkan usia maupun stadium penyakit

33
34
DAFTAR PUSTAKA

Agung Adinegoro, Ratri Dwi Atmaja, Rita Purnamasari, 2105, Deteksi Tumor Otak dengan
Ektrasi Ciri & Feature Selection mengunakan Linear Discriminant Analysis (LDA) dan
Support Vector Machine (SVM, e-Proceeding of Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015,
Page 2532 ISSN 2355-9365
Russell, Norvig, 2010, Artificial Intelligence: A Modern Approach, 3rd ed, New Jersey,
Prentice Hall
Scott W. Atlas, MD, 2009, Magnetic Resonance Imaging of the Brain and Spine Volume Two
4th Edition, Lipincot Williams & Wilkins, California
Y. Zhang, L. Wu, and S. Wang, 2011, Magnetic Resonance Brain Image Classification By An
Improved Artificial Bee Colony Algorith, Progress In Electromagnetics Research, Vol. 116,
65-79
Y. Zhang, L. Wu, 2012, An Mr Brain Images Classifier Via Principal Component Analysis
And Kernel Support Vector Machine, Progress In Electromagnetics Research, Vol. 130, 369-
388
Y. Zhang, L. Wu, An Mr Brain Images Classifier Via Principal Component Analysis And
Kernel Support Vector Machine, Progress In Electromagnetics Research, Vol. 130, 369-388
Yeni Lestari Nst, Mesran, Suginam, Fadlina, 2017, Sistem Pakar Untuk Mendiagnosis
Penyakit Tumor Otak Menggunakan Metode Certainty Factor (CF), Jurnal INFOTEK, Vol 2,
No 1, Februari 2017 hal 82-86 ISSN 2502-6968 (Media Cetak)
Vinny Maritaa, Nurhasanaha, Iklas Sanubarya, tahun 2014 meneliti tentang Identifikasi
Tumor Otak Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik pada Citra CT-Scan Otak,
PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal. 117-121, ISSN : 2337-8204
Sandoval JA, Malkas LH, Hickey RJ. Clinical significance of serum biomarkers in pediatric
solid mediastinal and abdominal tumors. Int J Mol Sci 2012; 13:h.1126- 532.
Traunecker H, Hallet A, A review and update on neuroblastoma, Elsivier, 2011;h.103-8.
Rutigliano D.N, Quanglia, Neuroblastoma and other adrenal tumor. Dalam: Carachi R,
Grosfeld J.L, Azmy A.F, penyunting. The surgery of childhood tumors, 2008;11:h.202-19.

35
Ballenger JJ. Anatomy and physiology of the nose and paranasal sinuses. Dalam: Snow Jr JB,
Ballenger J, penyunting. Ballenger’s Otolaryngology Head and Neck Surgery. edisi ke-16.
Hamilton-London 2003;h.547-60.
Probst R, Grevers G, Iro H. Basic Otorhinolaryngology : Step-by-step learning guide.
Thieme, New York. 2006;h.4-10.
Warmald J-Peter. Vascular anatomy of the nose. Dalam: Byron J Bailey. Head and Neck
Surgery-Otolaryngology. edisi ke-4. Lippincott Williams & Wilkins; 2006;h.506-08.
Ricafort R. Tumor markers in infancy and childhood. Pediatric in Review 2011; h.306-8.
Nelson. Nelson Textbook of Pediatric edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier
Saunders.2011
Takita J, Ishii M, Tsutsumi S, et al.: Gene expression profiling and identification of novel
prognostic marker genes in neuroblastoma. Genes Chromosomes Cancer 2004; 40:h.120–32.
Hiyama E, Hiyama K, Nishiyama M, et al.: Differential gene expression profiles between
neuroblastomas with high telomerase activity and low telomerase activity. J Pediatr Surg
2003; 38:h.1730–4.
Krams M, Hero B, Berthold F, et al.: Full-length telomerase reverse transcriptase messenger
RNA is an independent prognostic factor in neuroblastoma. Am J Pathol 2003; 162:h.1019–
26.
Goldsby RE, Matthay KK: Neuroblastoma: evolving therapies for a disease with many faces.
Pediatric Drugs 2004; 6:h.107–22. Excellent overview of neuroblastoma and recent
therapeutic advances.
Weinstein JL, Katzenstein HM, Cohn SL: Advances in the diagnosis and treatment of
neuroblastoma. Oncologist 2003; 8:h.278–92.
Matthay KK, Villablanca JG, Seeger RC, et al.: Treatment of high-risk neuroblastoma with
intensive chemotherapy, radiotherapy, autologous bone marrow transplantation, and 13-cis
retinoic acid. N Engl J Med 1999; 341:h.1165–73.
Schleiermacher G, Rubie H, Hartmann O, et al.: Treatment of stage 4s neuroblastoma—
report of 10 years’ experience of the French Society of Paediatric Oncology (SFOP). Br J
Cancer 2003; 89:h.470–6.
Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta: EGC.
Japaries, Willie. 2008. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: FKUI.

36
Rubinstein LJ. Embryonal central neuroepithelial tumors and their differentiating potential: a
cytogenetic view of a complex neuro-oncological problem. J Neurosurg 1985; 62:h.795-805.
Stevens PL, Johnson DB, Thompson MA, Keedy VL, Frangoul HA, Snyder KM. Adult
Neuroblastoma Complicated by Increased Intracranial Pressure: A Case Report and Review of
the Literature. Divisions of Hematology and Oncology, Department of Medicine, Monroe
Carell Jr. Children’s Hospital at Vanderbilt, Vanderbilt University Medical Center,
Nashville, TN, USA. Hindawi Publishing Corporation Case Reports in Oncological
Medicine Volume 2014, Article ID 341980.
W. B. London, R. P. Castleberry, K. K. Matthay et al., “Evidence for an age cutoff greater
than 365 days for neuroblastoma risk group stratification in the Children’s Oncology Group,”
Journal of Clinical Oncology, 2005; 23:27:h.645-65.

37

Anda mungkin juga menyukai