TRAUMA TRAKEOBRONKIAL
Disusun oleh:
Qonita
B. ANALISA JURNAL
a. Jurnal 1
Judul : Transeksi Komplit Trakea dan Transeksi Parsial Esofagus akibat
Trauma Tumpul Leher
Tahun : 2016
Publikasi : CDK Jurnal Vol 43 no 11
Author : Khosama Y, Lumintang N, Sumanti W
Ringkasan :
Laporan kasus transeksi trakea dan esofagus karena trauma tumpul leher
(jeratan). Seorang laki-laki, 21 tahun, dirujuk setelah kecelakaan sepeda motor
tunggal karena lehernya tersangkut tali pengikat sapi. Pasien sadar penuh dan
mengalami depresi napas. Kulit di area leher tampak lecet pada zona I-II dan
pada bagian anterior tampak kulit kembang-kempis (fluktuasi) sesuai
pernapasan. Pada eksplorasi leher darurat tampak laserasi trakea, terjadi
robekan pada cincin kedua hingga ke bagian posterior, bagian distal trakea
retraksi ke inferior, dan ruptur esofagus dengan diameter >50% pada bagian
anterior. Dilakukan trakeostomi dilanjutkan anastomosis esofagofaringeal dan
repair trakea
Kelebihan : jurnal ini berisi penulisan yang mudah dipahami, bahasa yang
jelas, dan melampirkan pemeriksaan penunjang sehingga pembaca memiliki
bayangan terhadap penatalaksanaan kasus
Kekurangan : pada laporan kasus pembaca berharap ada yang bahas lagi untuk
pasien dengan kasus yang sama namun untuk kasus ini jarang terjadi sehingga
pembaca memahami untuk salah satu kasus
Problem :
Pada jurnal ini terdapat 1 pasien berusia 21 tahun yang dirujuk ke IGD RSUP
Prof. Kandou Manado dengan keluhan sulit bernafas sejak 12 jam. Pasien
sedang mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, ketika hendak melintasi
tali penambat sapi yang tergeletak di jalan, sapi berlari menjauh sehingga tali
penambat teregang dan leher penderita tersangkut tali tersebut, ia kemudian
terjatuh dari motornya. Pasien dalam kondisi sadar penuh, namun mengalami
depresi napas walau telah terpasang rebreathing mask dengan aliran O2 5
liter/menit. Kulit di area leer lecet pada zona I-II di bagian anterior tampak
kulit kembang kempis (fluktuasi) sesuai pernapasan dengan saturasi O2
(SpO2 ) 91% , Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 92 x/menit, pernapasan 28
x/menit, suhu aksila 36,7o C. Tidak terdapat krepitasi, emfisema subkutis,
hematom berdenyut. Pasien sulit menelan, tidak dapat mengeluarkan suara,
dan batuk darah. Pasien sulit bernapas jika telentang.
Gejala umum lain adalah suara parau atau tidak keluar suara (46%).1 Tanda
cedera jalan napas yang paling umum adalah emfisema subkutan (35-85%),
pneumotoraks 20-50%), dan hemoptisis (14%-25%). Kurangnya spesifitas
gejala memperlambat penegakan diagnosis.
Intervention :
Penulis melakukan trakeostomi darurat setelah jalan napas diamankan dengan
trakeostomi, NGT dipasang, Anastomosis esofagofaringeal dilakukan oleh
ahli bedah digestif; ruptur esofagus terjadi pada sisi anterior, sisi posterior
intak. Ruptur trakea dijahit primer dengan benang absorbable. Nervus
laringeus rekurens bagian proksimal tidak dapat diidentifikasi karena kondisi
trauma berat. Dipasang drain. Post-operatif pasien dirawat di ruang ICU
dengan antibiotik dan analgetik. Pasien dirawat 2 minggu pasca operasi,
penderita stabil dengan NGT dan trakeostomi.
Satu bulan pasca-operasi, penderita kontrol ke poliklinik Bedah, NGT dicabut,
namun pasien mengalami disfagia sehingga NGT dipasang ulang terpasang.
Sampai 3 bulan pasca operasi trakeostomi dipertahankan.
Pemeriksaan penunjang pada kasus ini adalah foto polos servikal dan foto
toraks. Pemeriksaan CT scan tidak dilakukan karena penderita sulit bernapas
bila berbaring. Pemeriksaan trakeo-bronkioesofagoskopi dan angiografi tidak
dilakukan karena mempertimbangkan kondisi pasien dengan tanda vital stabil
selama 12 jam dan tidak ada hematom.
Comparation :
Pada jurnal ini tidak didapatkan pembanding
Outcome:
enanganan pasien ini yaitu mengamankan jalan napas melalui trakeostomi,
selanjutnya dilakukan debridemen dan repair primer pada trakea dan esofagus.
Pada kasus ini, nervus laringeus rekuren mengalami ruptur dan karena trauma
yang hebat, bagian proksimal tidak dapat diidentifikasi. Tujuan utama
tatalaksana adalah stabilisasi jalan napas, mengatasi syok dan mengatasi
pneumotoraks, serta menentukan lokasi dan luasnya cedera. Pada trauma
trakea, trakeostomi sedini mungkin adalah tatalaksana terbaik untuk menjaga
patensi jalan napas. Pasien dengan kecurigaan trauma trakea, namun dengan
kesadaran yang baik, tanda vitalnya stabil, dan saturasi O2 >90%, sehingga
tidak perlu diintubasi dan cukup diberikan oksigen dengan nasal kanul
b. Jurnal 2
Judul : Tracheobronchial injuries in chest trauma: a 17-year experience
Tahun : 2017
Publikasi : Origiinal Article Rev Col Bras
Author : Roberto Saad, Roberto Goncalves, Vicente Dorgan Neto, Jourge
Henrique,Jacqueline A, Marcio Botter, Jose Cesar
Ringkasan :
Laring dan trakea servikal paling banyak sering mengalami lesi terbuka
sedangkan toraks trakea dan bronkus adalah tempat lesi yang disebabkan oleh
trauma tertutup. Gambaran klinis mungkin buruk yang menghambat diagnosis
dan megorbankan fungsi paru da menentukan penampilan dari komplikasi dan
kematian. Pada penelitian ini tujuannya untuk menganalisi kesulitan
diagnosis, pengobatan yang tepat dan komplikasi
Problem :
Pada jurnal ini melakukan tinjaun trauma dari semua pasien korban trauma
tertutup atau tembus yang dirawat di UGD Departemen Bedah Fakultas Ilmu
Kedokteran So Paulo Holy Home antara tahun 1991 dan 2008. Usia pada
pasien yang diteliti diatas 14 tahun, terdapat 9 pasien memiliki lesi
trakeobronkial dan semua laki-laki. 6 kasus lesi oleh luka tembus( 4 kasus
proyektil sejata api, 2 dengan luka tusukan) 3 pasien sisanya adalah korban
trauma tertutup
Intervention :
Pada gambaran klinis terdapat emfisema subkutan dan mediastinum, peneliti
tidak mengamati adanya hemoptisi dan pneumotoraks. Peneliti
mengelompokkan berdasaran tingkat keparahan pasien yaitu RTS, ISS, PTTI,
TRISS. 6 pasien menunjukkan emfisema dinding toraks dan 3 orang
mengalami hemodinamik pernafasan. Interval waktu dari pasen masuk hingaa
diagnosis berkisar 1 jam hingga 3 hari, dan peneliti melakukan tindakan
cervicotomy pada 2 pasien dan thorakotomy pada 7 pasien.
Comparation :
Pada jurnal terdapat penulis lain adanya darah di saluran udara atau kesulitan
dalam memvisualisasikan bronkial distal merekomendasikan untuk
mengulangi bronkoskopi.(Amauchi,1983)
c. Outcome:
Reseksi paru merupakan alternatif terutama dalam kasus lesi vaskuler yang
terkait dengan perdarahan yang membuat perbaikan bronkus sulit. Pada
perkiraan kematian keselurahan untuk les trakeobronkial adalah 30%, para
penulis juga berkonsultasi berkonsultasi menyarankan bahwa diagnosis dini
dan pengobatan lesi trakeobronkial dikaitkan dengan hasil yang lebih baik,
dengan kemungkinan perbaikan primer yang lebih besar, mempertahankan
sebagai sedapat mungkin parenkim paru yang berfungsi,dan meminimalkan
risiko stenosis, empiema, dan lainnya
d. Jurnal 3
Judul : Karakteristik Pasien Benda Asing Trakeobronkial Di Bagian
T.H.T.K.L Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Tahun : 2017
Publikasi : Oto Rhino Laryngologica Indonesia
Author : Puspa Zuleika, Abla Ghanie
Ringkasan :
Aspirasi benda asing ialah masuknya benda yang berasal dari luar tubuh atau
dari dalam tubuh ke saluran napas. Benda asing pada saluran napas merupakan
keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Keterlambatan
penanganan dapat meningkatkan terjadinya komplikasi bahkan kematian.
Aspirasi benda asing di bronkus sering menyebabkan gangguan pernapasan
dan menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas yang tinggi, karena dapat
mengakibatkan gangguan napas akut, penyakit paru kronis, dan bahkan
kematian.
Kelebihan : Peneliti menggunakan metode observasiona sehingga pembaca
lebih memhami dan membunyai bayang terhadap kasus trakeobronkial
Problem :
Aspirasi benda asing ialah masuknya benda yang berasal dari luar tubuh atau
dari dalam tubuh ke saluran napas. Keterlambatan penanganan dapat
meningkatkan terjadinya komplikasi bahkan kematian. Dari data rekam medis
pasien periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2016 didapatkan 20
pasien yang dicurigai mengalami aspirasi benda asing di saluran
trakeobronkial. Berdasarkan jenis kelamin dari 20 pasien, didapati jumlah
pasien laki-laki 9 orang dan perempuan 11 orang
Intervention :
Penelitian ini menggunakan metode observasional deskriptif. Dilakukan
tindakan bronkoskopi periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2016.
Deskripsi data pasien meliputi jumlah, usia dan jenis kelamin pasien, jenis
benda asing, keluhan pasien saat berobat, hasil pemeriksaan radiologik dan
lokasi benda asing intraoperatif. Hasil penelitian disajikan secara deskriptif
dalam bentuk narasi dan tabel.
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama yang paling banyak dijumpai
adalah tersedak benda asing sebanyak 19 pasien, dan hanya satu pasien yang
datang dengan keluhan utama batuk.
Pemeriksaan radiologi berupa foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang
yang wajib dilakukan pada pasien yang datang dengan keluhan aspirasi benda
asing. Sejumlah 12 pasien dengan gambaran paru normal. Hanya satu pasien
dengan gambaran paru pneumonia disertai dengan gambaran benda asing
dengan riwayat tersedak benda asing sejak 16 hari sebelum masuk rumah
sakit. Berdasarkan lokasi temuan benda asing intraoperatif, lokasi benda asing
di saluran trakeobronkial yaitu delapan benda asing di trakea dan masing-
masing sebanyak enam benda asing di bronkus kanan dan bronkus kiri
Compparassion:
Tidak ada pembanding di jurnal
Outcome :
Pemeriksaan radiologi paru harus dilakukan pada pasien teraspirasi benda
asing untuk mengetahui bentuk, ukuran dan lokasi benda asing serta
komplikasi yang timbul. Pemeriksan radiologi paru yang diambil dalam waktu
24 jam pertama setelah kejadian aspirasi biasanya menunjukkan gambaran
normal. Lokasi benda sing di saluran trakeobronkial terbanyak pada penelitian
ini adalah di trakea sebanyak 8 pasien. Bronkoskopi kaku merupakan baku
emas ekstraksi benda asing, dengan pertimbangan pernapasan lebih
terkontrol, oksigenasi adekuat, lumen lebih besar sehingga memudahkan
melakukan tindakan, serta untuk mengatasi bila terdapat perdarahan.
Daftar Pustaka
ABSTRAK
Laporan kasus transeksi trakea dan esofagus karena trauma tumpul leher (jeratan). Seorang laki-laki, 21 tahun, dirujuk setelah kecelakaan sepeda motor
tunggal karena lehernya tersangkut tali pengikat sapi. Pasien sadar penuh dan mengalami depresi napas. Kulit di area leher tampak lecet pada
zona I-II dan pada bagian anterior tampak kulit kembang-kempis (fluktuasi) sesuai pernapasan. Pada eksplorasi leher darurat tampak laserasi trakea,
terjadi robekan pada cincin kedua hingga ke bagian posterior, bagian distal trakea retraksi ke inferior, dan ruptur esofagus dengan diameter >50% pada
bagian anterior. Dilakukan trakeostomi dilanjutkan anastomosis esofagofaringeal dan repair trakea.
Kata kunci: Jeratan, ruptur esofagus, ruptur trakea, trauma tumpul leher
ABSTRAC
T
A case report of trachea and esophageal transection caused by strangulation. A 21-year old male was referred because his neck was strangled on cow’s
rope after single vehicle accident. Patient was alert but difficult to breath. The skin in zone I-II of neck was blistered and the anterior part was
fluctuated in rhythm with breathing. On exploration, complete laceration of trachea at the second ring was found, the distal part of tracheawas
retracted to inferior, partial esophageal rupture with circumference more than 50% on anterior part. Tracheostomy, esophagopharyngeal
anastomosis, and trachea repair were done. Khosama Y, Lumintang N, Sumanti W. Complete Transection of Trachea and Partial
Transection of Esophagus after Blunt Neck Trauma
untuk memutuskan melakukan karena trauma yang hebat, bagian proksimal stabil, dan saturasi O2 >90%, sehingga
bronkoskopi.3
REFERENSI :
1. Karmy-Jones R, Wood DE. Traumatic injury to the trachea and bronchus. Thorac Surg Clin. 2007;17:35-46.
2. Wong EH, Knight S. Tracheobronchial injuries from blunt trauma. ANZ J Surg. 2006;76:414-5.
3. Le Guen M, Beigelman C, Bouhemad B, Wenjïe Y, Marmion F, Rouby JJ. Chest computed tomography with multiplanar reformatted imagesfor diagnosing traumaticbronchial
rupture: A case report. Crit Care 2007;11:94.
4. Hamid UI, McGuigan JA, Jones JM. Transection of the aerodigestivetract after blunt neck trauma. Ann Thorac Surg. 2011;92:1896-8.
5. Hsiao SH, Chen BS, Lee TM, Hsu SY, Lai YY. Delayed diagnosis of complete tracheal transection after blunt neck trauma. Tzu Chi Med J. 2009;21:77-80.
6. Veit JA, Metternich F. Management of traumatic tracheal injuries: presentation of a rare case and review of the literature. Laryngorhinootologie 2008;87:270-3.
7. Norwood SH, McAuley CE, Vallina VL, Berne JD, Moore WL. Complete cervical tracheal transection from blunt trauma. J Trauma 2001;51:568-71.
CDK-246/ vol. 43 no.
846 11 th. 2016
DOI: 10.1590/0100-69912017002014
ROBERTO SAAD JR, TCBC-SP1; ROBERTO GONÇALVES, TCBC-SP1; VICENTE DORGAN NETO, TCBC-SP1; JACQUELINE ARANTES G. PERLINGEIRO,
TCBC-SP1; JORGE HENRIQUE RIVABEN, ACBC-SP1; MÁRCIO BOTTER, TCBC-SP1; JOSÉ CÉSAR ASSEF, TCBC-SP1.
ABSTRACT
Objective: to discuss the clinical and therapeutic aspects of tracheobronchial lesions in victims of thoracic trauma. Methods: we analy‑
zed the medical records of patients with tracheobronchial lesions treated at the São Paulo Holy Home from April 1991 to June 2008. We
established patients’ severity through physiological (RTS) and anatomical trauma indices (ISS, PTTI). We used TRISS (Trauma Revised Injury
Severity Score) to evaluate the probability of survival. Results: nine patients had tracheobronchial lesions, all males, aged between 17 and
38 years. The mean values of the trauma indices were: RTS ‑ 6.8; ISS ‑ 38; PTTI ‑ 20.0; and TRISS ‑ 0.78. Regarding the clinical picture,
six patients displayed only emphysema of the thoracic wall or the mediastinum and three presented with hemodynamic or respiratory
instability. The time interval from patient admission to diagnosis ranged from one hour to three days. Cervicotomy was performed in two
patients and thoracotomy, in seven (77.7%), being bilateral in one case. Length of hospitalization ranged from nine to 60 days, mean of
21. Complications appeared in four patients (44%) and mortality was nil. Conclusion: tracheobronchial tree trauma is rare, it can evolve
with few symptoms, which makes immediate diagnosis difficult, and presents a high rate of complications, although with low mortality.
1 - Faculty of Medical Sciences of the São Paulo Holy Home, Department of Surgery, São Paulo, São Paulo State, Brazil.
Esophageal
Cervical injury, chest
5 17 Guns Bronchoscopy 3 Cervicotom 14 Discharge
trachea Gunshotwound
hot hours y days
(hemothorax)
6 19 Closed Left No Clinical and x-ray 8 Left 40 Empyema
trauma stem hours Thoracotomy days Discharge
bronchu
s
Right stem Gunshotwound Right
7 24 Guns bronchus s in face and Clinical and x-ray 48 Thoracotomy 16 Discharge
hot abdomen hours days
Atelectasis of
Lower lobar Right middle lobe
8 20 In the Stabbi
case of closed trauma No with left bronchus
Clinical and leakage
x-ray 1 through
hour the drain and, due 12 to the unavailability of
bronchus Thoracotomy associated with air
ng
lesion diagnosed three days after trauma, the radiograph at days
bronchoscopy, underwent bronchography showinga contrast
leakage.
admission and during evolution showed persistent “stop” image in the left stem bronchus. Left thoracotomy was
Discharge
9 34 Closed
pneumothorax even after drainage andNowithout air fistula.
Left Clinical and performed,
x-ray 72revealing a complete stem
Right 18 bronchus
Discharge
lesion, being
Chest tomography
traumaconfirmed
stem this image (sign of the “fallen treated hours
with pneumonectomy.
Thoracotomy Theredays
was no associated vascular
lung”), also showing bronchu
animportant pulmonary contusion, lesion. The time of mechanical ventilation was prolonged and
s
including extensive contralateral lung involvement (Figure tracheostomy was performed. He presented with pleural
2). This patient was operated after clinical improvement of the empyema and was discharged after 40 days of hospitalization.
pulmonary contusion, with 30 days of injury. The The length of hospital stay in our series ranged from
intraoperative finding was a partial lesion of the stem nine to 60 days, with a mean of 21. Of the ninepatients, three
bronchus next to the carina, with exposure of the mucosa, (33.3%) evolved with complications, two pleural empyemas
requiring resection of the injured segment with end-to-end and one middle lobe atelectasis associated with air leakage.
anastomosis. There were no deaths inthis series.
In another patient with closed trauma, there was Of the nine patients, five (55.5%) had associated lesions.
pneumothorax on the admission, which was drained. Table 2 brings the patients’characteristics.
During arteriography to assess a possible subclavian lesion,
he evolved with significant air
contusion associated with multiple rib and scapula lesion in the emergence of the stem bronchus, though without
fractures,with important left shoulder deformity. vascular injury.
Of the thoracic penetrating injuries, only one had The excellence of anesthesia is fundamental for the
arterial lesion associated with the bronchial injury and this success of the procedure, both in terms of adequate
patient underwent inferior lobectomy due to intraoperative positioning of the endotracheal tube andin the control of
hemodynamic instability. airways pressure5,9. In our series, we achieved selective
Regarding the approach to tracheobronchial lesions, intubation in only three cases and this certainly facilitated the
it is believed that the majority can be treated bydebridement and approach to the lesion. Inthe postoperative period, the correct
primary repair, both in penetrating and closed trauma4,6,11,14. positioning of the tube is also essential, preserving the suture
In some situations, end-to-end anastomosis may be necessary line andreducing pressure on it.
in both cervical and intrathoracic lesions, and tracheostomy is In special situations, particularly in complexand
not mandatory. Small airways lacerations can be treated non- extensive lesions, the use of stents to avoid stenosishas been
operatively, in selected, hemodynamically stable patients discussed and can be maintained for six to18 months5,6. We
without associated lesions4,9,14. have no experience with the use ofairway prostheses in
The lesions repair was done with non- absorbable trauma in our Service, and it isour conduct to operate the
monofilament suture or with Polyglactin (Vicryl) in separate patient as soon as possible.The overall estimated mortality for
stitches. A muscle flap was used between the trachea and the tracheobron-
esophagus in the combined lesion in one of our cases, as some chial lesions is 30%. We did not have deaths in our series, but
authors suggest, to avoid late tracheoesophageal fistulas13,19. our casuistry is very small. The authors consulted suggest that
The access of choice for the intrathoracic lesions early diagnosis and treatment of tracheobronchial lesions are
is the right thoracotomy, which allows to approach the associated with better results, with a greater possibility of primary
majority of the intrathoracic lesions, avoiding the aortic arch repair, preserving as much as possible the functioning pulmonary
and better exposing the airway,leaving the left thoracotomy, and parenchyma, and minimizing the risks of stenosis, empyema and
even the sternotomy, for more distal left lesions or more othercomplications, more common in late repairs. We had two
complex ones7,11. patients who evolved with pleural empyema, one with
Pulmonary resections are an alternative,especially associated lesion of the intrathoracic esophagus and the other
in cases of vascular lesions associated with hemorrhage, operated after thirty days of injury. The otherpatients had a good
which makes the bronchial repair difficult. We had two cases evolution.
in which this was the option: one right inferior lobectomy We believe that the mechanism of trauma andclinical
with vascular lesion and one left pneumonectomy due to findings should be valued in the suspicion ofairway injury and
complete justify the insistence on early diagnosis.
R E S U O
Objetivo: discutir os aspectos clínicos e terapêuticos de lesões traqueobrônquicas em vítimas de trauma torácico. Métodos: análise de dados dos
prontuários de pacientes com lesões traqueobrônquicas atendidas na Santa Casa de São Paulo no período de abril de 1991 a junho de 2008. A
caracterização da gravidade dos doentes foi feita por meio de índices de trauma fisiológico (RTS) e anatômicos (ISS,PTTI). O TRISS (Trauma Revised
Injury Severity Score) foi utilizado para avaliar a probabilidade de sobrevida. Resultados: nove doentestinham lesões traqueobrônquicas, todos do
sexo masculino, com idades entre 17 e 38 anos. Os valores médios dos índices de trauma foram: RTS- 6,8; ISS- 38; PTTI-20,0; TRISS-0,78. Com relação
ao quadro clínico, seis apresentaram apenas enfisema de parede torácicaou do mediastino e três doentes se apresentaram com instabilidade
hemodinâmica ou respiratória. O intervalo de tempo necessário para se firmar o diagnóstico, desde a admissão do doente, variou de uma hora a três
dias. Cervicotomia foi realizada em dois pacientes e toracotomia foi realizada em sete (77,7%), sendo bilateral em um caso. O tempo de internação
variou de nove a 60 dias, média de 21 dias. Complicações apareceram em quatro pacientes (44%) e a mortalidade foi nula. Conclusão: o trauma da
árvore traqueobrônquica é raro, pode evoluir com poucos sintomas, o que dificulta o diagnóstico imediato, e apresenta alto índice de complicações
embora com baixa mortalidade.
Mailing address:
Roberto Gonçalves
E-mail: rgtorax@yahoo.com.br
164
ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017 Karakteristik pasien benda asing
trakeobronkial
Laporan Penelitian
ABSTRAK
Latar belakang: Aspirasi benda asing ialah masuknya benda yang berasal dari luar atau dalam
tubuh, ke saluran trakeobronkial. Aspirasi benda asing saluran trakeobronkial merupakan keadaan
darurat yang memerlukan tindakan bronkoskopi segera untuk mencegah komplikasi yang lebih serius.
Tujuan: Mengidentifikasi karakteristik klinis pasien aspirasi benda asing saluran trakeobronkial di bagian
Telinga Hidung Tenggorok – Bedah Kepala Leher (T.H.T.K.L) Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/
Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian
observasional deskriptif. Sampel penelitian ini diambil dari data rekam medis pasien aspirasi benda
asing pada saluran trakeobronkial di Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode Januari 2012
Desember 2016. Hasil: Didapatkan 20 pasien dengan riwayat teraspirasi benda asing di saluran
trakeobronkial. Dijumpai 9 orang laki-laki dan 11 orang perempuan dengan perbandingan 1:1,2, di mana
usia 015 tahun merupakan penderita terbanyak aspirasi benda asing ini. Benda asing yang paling
banyak ditemukan adalah mainan dan benda plastik sebanyak 9 kasus, serta jarum pentul sebanyak 6
kasus. Sebanyak 19 pasien diketahui terdapat riwayat tersedak benda asing. Pemeriksaan foto toraks
menunjukkan gambaran normal pada 12 pasien. Lokasi benda asing terbanyak ditemukan di trakea
sebanyak 8 kasus. Kesimpulan: Aspirasi benda asing di saluran trakeobronkial sering terjadi pada anak-
anak yang berusia kurang dari 15 tahun. Benda asing terbanyak adalah anorganik berupa mainan dan
benda plastik. Pemeriksaan radiologi paru dalam 24 jam pertama setelah kejadian aspirasi pada
umumnya menunjukkan gambaran normal. Lokasi benda asing di saluran trakeobronkial terbanyak
pada penelitian ini adalah di trakea.
Kata kunci: Aspirasi, bronkoskopi, foto toraks, benda asing, traktus trakeobronkial
ABSTRACT
Background: Foreign body aspiration is the entrance of foreign objects from outside or inside of the
body into the tracheobronchial tract. Aspiration of foreign body in tracheobronchial tract is an emergency
condition that needs immediate bronchoscopy procedure to prevent serious complications. Objectives:
To identify clinical characteristics of foreign body aspiration patients in ENT Department Sriwijaya
Medical Faculty / Dr. Mohammad Hoesin Hospital, Palembang. Method: This study was a descriptive
observational study. The sample of this study was taken from the medical record of tracheobronchial
foreign body aspiration patients at Dr. Mohammad Hoesin Hospital from January 2012 until December
2016. Result: There were twenty patients with the history of foreign body aspiration in tracheobronchial
tract, consisted of 9 male and 11 female, with the ratio 1:1,2, in which 0–15 year-old children were the
majority of the patients. The most common foreign bodies were toys and plastic objects in 9 cases and
head veil pin in 6 cases. Nineteen cases of the patients had the history of choking as presenting symptom.
165
ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017 Karakteristik pasien benda asing
trakeobronkial
Chest X-Ray showed normal imaging on twelve patients. The most common site in tracheobronchial tract
where foreign bodies found was the trachea, in eight cases. Conclusions: Foreign body aspirations in
tracheobronchial tract were most frequently happened in children less than 15 year-old. The most common
foreign bodies were anorganic material, such as toys and plastic objects. Lung X-Rays on the first 24
hours commonly showed normal imaging. Foreign bodies in tracheobronchial tracts most frequently
were found in the trachea.
166
ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017 Karakteristik pasien benda asing
trakeobronkial
Alamat korespondensi:
Puspa Zuleika, MD, Departement of Otorhinolaryngology Head & Neck Surgery, Sriwijaya University/
Moehamad Hoesin General Hospital, Jenderal Sudirman KM 3.5 Sekip jaya Kemuning Palembang
Indonesia, Tel: +6281328384219; E-mail: puspazuleika@yahoo.com.
167
ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017 Karakteristik pasien benda asing
trakeobronkial
memungkinkan pengangkatan benda asing dengan semua pasien yang dicurigai teraspirasi benda asing
mudah dan aman.1,4,6 dan dilakukan tindakan bronkoskopi periode Januari
2012 sampai dengan Desember 2016. Deskripsi data
Distribusi lokasi benda asing saluran napas lebih
pasien meliputi jumlah, usia dan jenis kelamin pasien,
sering dijumpai pada bagian proksimal (90%)
jenis benda asing, keluhan pasien saat berobat, hasil
dibandingkan bagian distal. Benda asing saluran napas
pemeriksaan radiologik dan lokasi benda asing
lebih sering dijumpai pada sistem bronkus kanan
intraoperatif. Hasil penelitian disajikan secara
(52%).1,3 Al-Sarraf dkk4 melaporkan bahwa predileksi
deskriptif dalam bentuk narasi dan tabel.
tersering tersangkutnya benda asing di saluran napas
adalah bronkus utama kanan (32%), diikuti oleh
bronkus utama kiri (23%), lobus kanan bawah (17%),
trakea (17%), dan lobus kiri bawah (11%). Jaiswal dkk7
juga melaporkan bahwa benda asing saluran napas lebih HASIL
banyak dijumpai di bronkus utama kanan (42–70%),
disusul dengan bronkus utama kiri (18,7– 32,6%), Dari data rekam medis pasien periode Januari
trakea (27,5%), bronkus segmental 2012 sampai dengan Desember 2016 didapatkan 20
kanan (22%), laring (1-7,5%), dan bronkus segmental pasien yang dicurigai mengalami aspirasi benda asing di
kiri (3%). Hal ini disebabkan oleh bronkus kanan saluran trakeobronkial dan dilakukan t indakan
hampir membentuk garis lurus dengan trakea, br o nko sko p i. Berdasarkan jenis kelamin dari 20
sedangkan bronkus kiri membuat sudut dengan trakea. pasien, didapati jumlah pasien laki-laki 9 orang dan
Selain itu, bronkus kanan mempunyai diameter lebih perempuan 11 orang, dengan rasio 1:1 (tabel 1).
besar.1,3
Pasien yang datang berobat dengan rentang usia 6
Pada individu dewasa, benda asing yang bulan hingga 60 tahun. Usia terbanyak pasien yang
teraspirasi cenderung terperangkap di bagian tengah mengalami aspirasi benda asing adalah kelompok
dalam trakea (53%) atau distal karina (47%). Sebagian usia anak-anak dengan rentang usia 6 bulan sampai 13
besar benda asing melewati pita suara dan masuk ke tahun sebanyak 18 orang dan 2 orang pasien berusia 43
cabang trakeobronkial. Hanya 12% benda asing yang tahun
mengalami impaksi di laring.5 dan 60 tahun (tabel 1).
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
gambaran karakteristik penderita benda asing di saluran Tabel 1. Karakteristik pasien benda asing saluran
trakeobronkial di bagian Telinga Hidung Tenggorok – trakeobronkial berdasarkan jenis kelamin
Bedah Kepala Leher (T.H.T.K.L) Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP) Dr. Mohammad Hoesin. Tahun Laki- Perempu N
laki an
2012 2/9 3/11 5
2013 1/9 2/11 3
METODE 2014 3/9 2/11 5
2015 2/9 - 2
Penelit ian ini menggunakan metode
observasional deskriptif. Data berasal dari data 2016 1/9 4/11 5
rekam medis pasien di Bagian T.H.T.K.L. RSUP Total 9 11 20
Mohammad Hoesin Palembang. Waktu penelitian
dilakukan pada Januari 2012 sampai Desember 2016.
Tabel 2. Penderita benda asing trakeobronkial
Sampel penelitian adalah
berdasarkan aktivitas saat tertelan
Aktivitas N
Bermain 12/20
Memakai jilbab 5/20
Tertawa 2/20
Makan 1/20
Total 20
168
ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017 Karakteristik pasien benda asing
trakeobronkial
Tabel 3. Jenis benda asing yang teraspirasi Dari anamnesis didapatkan keluhan utama
169
ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017 Karakteristik pasien benda asing
trakeobronkial
aspirasi benda asing di saluran trakeobronkial adalah kepada saksi yang melihat kejadian tersebut, namun
anak berusia kurang dari 10 tahun, dengan sering kali tidak terdapat saksi mata. Anamnesis yang
kejadiannya hampir sama baik pada laki-laki maupun khas untuk aspirasi benda asing di saluran
perempuan yaitu 1:1,2. Perempuan lebih banyak trakeobronkial adalah batuk yang paroksismal, sesak
mengalami aspirasi benda asing saluran napas yang tiba-tiba, dan kebiruan di sekitar mulut, hal ini
trakeobronkial. Hal ini mungkin disebabkan karena ditemukan pada lebih 90% kasus. 8,11
pemakaian jarum pentul untuk memasang jilbab pada
Setiap kasus yang diduga aspirasi banda asing
perempuan. Terdapat perbedaan dengan penelitian
harus dilakukan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan
yang lain di mana laki-laki lebih sering dibanding
radiologi terutama berguna untuk mendeteksi gejala
dengan perempuan. Saki dkk10 di Rumah Sakit Apadana,
yang ditimbulkan oleh benda asing tersebut karena
Iran, melaporkan suatu penelitian yang luas dari tahun
pada kebanyakan kasus aspirasi benda asing bersifat
1988 hingga 2008 dan melaporkan angka kejadian
radiolusen. Pada 24 jam pertama, pemeriksaan radiologi
aspirasi benda asing pada laki-laki sebanyak 644
sering menunjukkan tidak adanya kelainan.8,9,11 Kaur dkk
orang (63,5%) dan perempuan 371 orang (36,5%).
dikutip Tamin dkk11 melaporkan hasil foto Rontgen
Berdasarkan jenis benda yang teraspirasi, dapat toraks pada aspirasi benda asing didapatkan gambaran
dibagi menjadi organik dan anorganik. Benda asing paru normal 32%, pergeseran mediastinum 20%,
organik bersifat menyerap cairan kemudian konsolidasi 20%, emfisema 16%, dan benda asing
mengembang, dan sejalan dengan waktu akan radiopak 6%. Pada penelit ian ini didapatkan 60%
mengakibatkan pembengkakan yang cepat, yang pemeriksaan foto Rontgen member ikan gambaran
mengakibatkan perubahan derajat obstruksi, dari paru yang normal. Hal ini dapat disebabkan karena
obstruksi parsial menjadi total. Selain itu benda asing penderita tersebut datang ke rumah sakit dalam waktu
organik menimbulkan reaksi inflamasi yang berat kurang dari 24 jam sehingga belum terjadi kelainan pada
dalam beberapa jam. Benda asing organik yang sering paru. Selanjutnya, 35% pasien menunjukkan adanya
teraspirasi adalah kacang dan biji buah- buahan.8,11 gambaran benda asing radiopak, dan 10%
Sedangkan benda asing anorganik memberikan tanda dan menunjukkan telah terjadi kelainan pneumonia pada
gejala yang lebih ringan daripada organik. Benda asing gambaran foto Rontgen paru.
anorganik yang sering teraspirasi adalah manik-manik,
Pada penelitian ini, sebelas pasien datang ke
mainan kecil, jarum, tutup pulpen, serta peralatan
rumah sakit dalam waktu kurang dari 24 jam setelah
sekolah ukuran kecil.11 Pada penelitian ini benda asing
kejadian tersedak benda asing. Penegakan diagnosis
yang teraspirasi paling banyak adalah benda asing non
dan pengambilan benda asing sebaiknya dilakukan
organik berupa mainan plastik sebanyak 9 pasien.
secepatnya untuk mencegah terjadinya sekuele pada
Pada penelitian ini didapatkan 19 orang pasien saluran trakeobronkial. 12 Keterlambatan diagnosis
datang ke rumah sakit dengan keluhan utama tersedak aspirasi benda asing dapat terjadi karena orang tua yang
benda asing. Hal ini dikarenakan pasien atau orang tua tidak waspada dengan gejala aspirasi, atau pada
pasien menyadari dan menyaksikan kejadian tersedak pemeriksaan dokter melewatkan gejala klinis aspirasi
ini. Hanya satu pasien yang datang dengan keluhan dan gambaran radiologi. Pada penelitiannya, Saki10
batuk dan riwayat tersedak benda asing tidak diketahui. melaporkan dari 1015 pasien, 269 pasien (26,6%)
Diagnosis aspirasi benda asing ditegakkan dengan ditatalaksana kurang dari 24 jam pasca aspirasi, dan 846
melakukan anamnesis yang teliti pasien (73,4%) ditatalaksana lebih dari 24 jam.
170
ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017 Karakteristik pasien benda asing
trakeobronkial
Szafranski13 melakukan penelitian di Polandia pada asing di saluran trakeobronkial terbanyak pada
tahun 1978-2008 dan melaporkan terdapat dua penelitian ini adalah di trakea sebanyak 8 pasien.
belas pasien dengan benda asing bronkus yang Bronkoskopi kaku merupakan baku emas ekstraksi
mengalami keterlambatan penatalaksanaan. benda asing, dengan pertimbangan pernapasan lebih
terkontrol, oksigenasi adekuat, lumen lebih besar
Lokasi benda asing yang teraspirasi
sehingga memudahkan melakukan tindakan, serta untuk
tergantung dari bentuk dan ukurannya serta posisi
mengatasi bila terdapat perdarahan.
pasien pada saat terjadi aspirasi. 14 Secara statistik,
persentase aspirasi benda asing berdasarkan lokasinya
masing-masing adalah hipofaring sebanyak 5%,
laring/trakea sebanyak 17%, dan bronkus sebanyak DAFTAR PUSTAKA
78%. Lokasi benda asing yang terbanyak adalah 1. Ragab A, Ebied OM, Zalat S. Scarf pins sharp
terdapat di bronkus utama kanan, karena posisi bronkus
metallic tracheobronchial foreign bodies:
utama kanan membentuk sudut 25 derajat ke kanan dari
presentation and management. 2007; 71(5):
garis tengah, sedangkan bronkus utama kiri membentuk
sudut 45 derajat ke kiri dari garis tengah.8,9,11 Pada 769–73.
penelitian ini benda asing lebih banyak ditemukan di
trakea yaitu sebanyak delapan pasien, sementara 2. Cohen S, Avital A, Godfrey S, Gross M,
bronkus kanan dan bronkus kiri memiliki jumlah pasien Kerem E, Springer C. Suspected foreign body
yang sama yaitu 6 orang. Benda asing yang tersangkut inhalation in children: What are the indications
di trakea ini berupa mainan plastik dan jarum pentul. for bronchoscopy? J Pediatr. 2009; 155(2):
Dari hasil intraoperatif ditemukan bahwa ukuran 276–80.
mainan plastik seperti peluit dan ujung pulpen
mengakibatkan benda asing tersebut tersangkut di 3. Junizaf MH. Benda asing di saluran
trakea, sementara benda asing yang lain berupa jarum napas. Dalam: Seopardi EA, Iskandar N,
pentul yang ujung tajamnya tertancap pada mukosa Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar
trakea sehingga posisi jarum pentul tidak berubah. Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Benda asing di saluran trakeobronkial Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit
merupakan suatu keadaan darurat yang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
memerlukan penanganan segera. Puncak kejadian 2010. h. 259–65.
terjadi pada usia anak-anak terutama kurang dari 15
tahun, dengan perbandingan kejadian laki-laki dan 4. Al-Sarraf N, Eddine HJ, Khaja F, Ayed AK.
wanita yaitu 1:1,2. Benda asing terbanyak yang Headscarf pin tracheobronchial aspiration:
teraspirasi adalah benda asing anorganik berupa a distinct clinical entity. Interactive
mainan dan benda plastik sebanyak 9 orang. CardioVascular and Thoracic Surgery. 2009;
Pemeriksaan radiologi paru harus dilakukan pada 1(1): 187–90.
pasien teraspirasi benda asing untuk mengetahui
bentuk, ukuran dan lokasi benda asing serta komplikasi 5. Ghai A, Wadhera R, Hooda S, Kamal K, Verma
yang timbul. Pemeriksan radiologi paru yang diambil V. Subglottic foreign bodies-two case reports.
dalam waktu 24 jam pertama setelah kejadian Anesth, Pain & Intensive Care. 2008; 12(1):
aspirasi biasanya menunjukkan gambaran normal. 27–9.
Lokasibenda
10. Sak
i
N,
Ni
ka
kh
lag
h
S,
Ra
hi
m
F,
Ab
shi
rin
i
H.
Fo
rei
gn
bo
dy
172
as
12. D 565–615.
o
ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017 Karakteristik pasien benda asing
n 13. Szafrański W, Dobielski J,
trakeobronkial
a Papiewski W, Czechowska
t U. Occult bronchial foreign
o bodies - analysis of own
L, material. Polandia: Regional
N Specialistic Radom Hospital.
e 2013; 81(1): 40–4.
u
s 14. Tahir N, Ramsden WH,
L, Stringer MD.
B Tracheobronchial anatomy
ri and the distribution of
g inhaled foreign bodies in
J. children. Eur J Pediatr. 2009:
T 168(3):289–5.
r
a
c
h
e
o
b
r
o
n
c
hi
al
f
o
r
ei
g
n
b
o
di
e
s.
A
rc
hi
v
e
s
P
e
di
at
r.
2
0
0
0:
7
(
1
173
):