Anda di halaman 1dari 36

ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

TRAUMA TRAKEOBRONKIAL

Dosen: Dwi Adji Norontoko S.Kep Ns M Kep

Disusun oleh:
Qonita

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2021
A. KONSEP CEDERA TRAKEABRONKIAL
a. Pengertian
Cedera trakeobronkial (atau biasa disingkat TBI dari Bahasa Inggrisnya
tracheobronchial injury) adalah kerusakan yang terjadi pada pohon
trakeobronkial (struktur jalan nafas yang melibatkan trakea dan bronkus).
(CPW Chu,2002).
Cedera ini jarang tetapi cedera ini berpotensi mengancam jiwa. Ruptur
trakea dan bronkus dapat disebabkan oleh trauma tajam maupun trauma
tumpul dimana angka kematian akibat penyulit ini adalah 50%. Kemungkinan
kejadian ruptur bronkus utama meningkat pada trauma tumpul thoraks yang
disertai dengan fraktur iga 1 sampai 3, lokasi tersering adalah pada daerah
karina dan percabangan bronkus.

b. Etiologi dan Faktor resiko


Pada jurnal Harpreet Singh 2019 penyebab dari cedera trakeobronkial
trauma tumpul pada dada, cedera tembus ke dada. Pada penggunaan selang
kauter yang berlebihan selama tiroidektomi menyebabkan nekrosis trakea.
Faktor resiko cedera trakeobronkial dapat dikategorkan sebagai
mekanik dan anatomi.
a) Mekanik
1. Prosedural
Kurangnya pengalaman, intubasi yang lebih dari 1 tindakan
2. Intrumentasi
Penggunaan styletsebelum intubasi, ukuran endotrakeal yang salah,
double-lumen tube, kurangnya perawatan pasca intubasi, diameter
balon tinggi selama tindakan bronchoplasty
b) Anatomi
Divertikulum trakea kongenital, distorsi trakea (neoplasma saluran nafa ata
mediastinum), usia >65 tahun, jenis kelamin peremuan, peradangan trakea,
penggunaan kortikosteroid inhalasi, sindrom Mounier-Kuhn
(tracheobroncohomegaly)
c. Tanda gejala
Temuan khas dalam cedera trakeobronkial bisa ke empisema subkutan,
pneumomediastinum dan pneumotoraks. Kegagalan pernafasan akut juga
dapat terjadi, tetapi diagnosis bisa sulit pada pasien dengan gagal nafas yang
sudah ada sebelumnya, terkadang hemoptisis.
d. Pemeriksaan penunjang
1. Foto thoraks
Interpretasi akurat foto toraks penting untuk menegakkan diagnosis cedera
jalan napas atas. Temuan penting pada foto toraks berupa emfisema
subkutis, pneumomediastinum, pneumotoraks, dan udara di sekitar
bronkus
2. CT Scan
Dapat mengungkapkan pneumomediastinum, emfisema subkutan,
pneumotoraks, atau robekan trakea itu sendiri. CT scan perlu
dipertimbangkan jika diagnosis tidak dapat ditentukan dengan foto polos
3. Bronkoskopi
Untuk menentukan lokasi dan derajat trauma, namun perlu
dipertimbangkan risiko perdarahan saluran napas dan turunnya saturasi
oksigen arterial saat tindakan.
e. Penatalaksanaan
Menurut jurnal Harpreet Singh 2019
1. Tingkat I ( Trakeobronkial Superfisial)
Perawatan konservatif dengan tindak lanjut bronkoskopi
2. Tingkat II (Pada cedera trakeobronkial melibatkan lapisan mukosa dengan
subkutan atau emfisema mediastinum)
Pasien biasanya ditangani berdasarkan kasus per kasus. Peran dari
antibiotik profilaksis masih belum jelas karena kekurangan bukti. Dalam
hal ini, sebagian besar penelitian belum membedakan level II dari cedera
level III
Pasien dengan cedera jalan napas (level I dan II) dan yang stabil secara
klinis, yaitu bernapas spontan, atau yang membutuhkan dukungan
ventilator minimal dan memiliki robekan trakea kurang dari atau sama
dengan 2 cm, seharusnya dipertimbangkan untuk perawatan non-bedah
3. Tingkat III (cedera trakeobronkial dengan keterlibatan mediastinum, jaringan
lunak, atau esofagus)
Memerlukan evaluasi multidisiplin untuk menentukan yang membutuhkan
darurat atau invasif minimal modern
Pasien dengan gagal nafas akut setelah ekstubasi mungkin memerlukan
reintubasi dengan bronkosopi

B. ANALISA JURNAL
a. Jurnal 1
Judul : Transeksi Komplit Trakea dan Transeksi Parsial Esofagus akibat
Trauma Tumpul Leher
Tahun : 2016
Publikasi : CDK Jurnal Vol 43 no 11
Author : Khosama Y, Lumintang N, Sumanti W
Ringkasan :
Laporan kasus transeksi trakea dan esofagus karena trauma tumpul leher
(jeratan). Seorang laki-laki, 21 tahun, dirujuk setelah kecelakaan sepeda motor
tunggal karena lehernya tersangkut tali pengikat sapi. Pasien sadar penuh dan
mengalami depresi napas. Kulit di area leher tampak lecet pada zona I-II dan
pada bagian anterior tampak kulit kembang-kempis (fluktuasi) sesuai
pernapasan. Pada eksplorasi leher darurat tampak laserasi trakea, terjadi
robekan pada cincin kedua hingga ke bagian posterior, bagian distal trakea
retraksi ke inferior, dan ruptur esofagus dengan diameter >50% pada bagian
anterior. Dilakukan trakeostomi dilanjutkan anastomosis esofagofaringeal dan
repair trakea
Kelebihan : jurnal ini berisi penulisan yang mudah dipahami, bahasa yang
jelas, dan melampirkan pemeriksaan penunjang sehingga pembaca memiliki
bayangan terhadap penatalaksanaan kasus
Kekurangan : pada laporan kasus pembaca berharap ada yang bahas lagi untuk
pasien dengan kasus yang sama namun untuk kasus ini jarang terjadi sehingga
pembaca memahami untuk salah satu kasus
Problem :
Pada jurnal ini terdapat 1 pasien berusia 21 tahun yang dirujuk ke IGD RSUP
Prof. Kandou Manado dengan keluhan sulit bernafas sejak 12 jam. Pasien
sedang mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, ketika hendak melintasi
tali penambat sapi yang tergeletak di jalan, sapi berlari menjauh sehingga tali
penambat teregang dan leher penderita tersangkut tali tersebut, ia kemudian
terjatuh dari motornya. Pasien dalam kondisi sadar penuh, namun mengalami
depresi napas walau telah terpasang rebreathing mask dengan aliran O2 5
liter/menit. Kulit di area leer lecet pada zona I-II di bagian anterior tampak
kulit kembang kempis (fluktuasi) sesuai pernapasan dengan saturasi O2
(SpO2 ) 91% , Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 92 x/menit, pernapasan 28
x/menit, suhu aksila 36,7o C. Tidak terdapat krepitasi, emfisema subkutis,
hematom berdenyut. Pasien sulit menelan, tidak dapat mengeluarkan suara,
dan batuk darah. Pasien sulit bernapas jika telentang.
Gejala umum lain adalah suara parau atau tidak keluar suara (46%).1 Tanda
cedera jalan napas yang paling umum adalah emfisema subkutan (35-85%),
pneumotoraks 20-50%), dan hemoptisis (14%-25%). Kurangnya spesifitas
gejala memperlambat penegakan diagnosis.
Intervention :
Penulis melakukan trakeostomi darurat setelah jalan napas diamankan dengan
trakeostomi, NGT dipasang, Anastomosis esofagofaringeal dilakukan oleh
ahli bedah digestif; ruptur esofagus terjadi pada sisi anterior, sisi posterior
intak. Ruptur trakea dijahit primer dengan benang absorbable. Nervus
laringeus rekurens bagian proksimal tidak dapat diidentifikasi karena kondisi
trauma berat. Dipasang drain. Post-operatif pasien dirawat di ruang ICU
dengan antibiotik dan analgetik. Pasien dirawat 2 minggu pasca operasi,
penderita stabil dengan NGT dan trakeostomi.
Satu bulan pasca-operasi, penderita kontrol ke poliklinik Bedah, NGT dicabut,
namun pasien mengalami disfagia sehingga NGT dipasang ulang terpasang.
Sampai 3 bulan pasca operasi trakeostomi dipertahankan.
Pemeriksaan penunjang pada kasus ini adalah foto polos servikal dan foto
toraks. Pemeriksaan CT scan tidak dilakukan karena penderita sulit bernapas
bila berbaring. Pemeriksaan trakeo-bronkioesofagoskopi dan angiografi tidak
dilakukan karena mempertimbangkan kondisi pasien dengan tanda vital stabil
selama 12 jam dan tidak ada hematom.
Comparation :
Pada jurnal ini tidak didapatkan pembanding
Outcome:
enanganan pasien ini yaitu mengamankan jalan napas melalui trakeostomi,
selanjutnya dilakukan debridemen dan repair primer pada trakea dan esofagus.
Pada kasus ini, nervus laringeus rekuren mengalami ruptur dan karena trauma
yang hebat, bagian proksimal tidak dapat diidentifikasi. Tujuan utama
tatalaksana adalah stabilisasi jalan napas, mengatasi syok dan mengatasi
pneumotoraks, serta menentukan lokasi dan luasnya cedera. Pada trauma
trakea, trakeostomi sedini mungkin adalah tatalaksana terbaik untuk menjaga
patensi jalan napas. Pasien dengan kecurigaan trauma trakea, namun dengan
kesadaran yang baik, tanda vitalnya stabil, dan saturasi O2 >90%, sehingga
tidak perlu diintubasi dan cukup diberikan oksigen dengan nasal kanul

b. Jurnal 2
Judul : Tracheobronchial injuries in chest trauma: a 17-year experience
Tahun : 2017
Publikasi : Origiinal Article Rev Col Bras
Author : Roberto Saad, Roberto Goncalves, Vicente Dorgan Neto, Jourge
Henrique,Jacqueline A, Marcio Botter, Jose Cesar
Ringkasan :
Laring dan trakea servikal paling banyak sering mengalami lesi terbuka
sedangkan toraks trakea dan bronkus adalah tempat lesi yang disebabkan oleh
trauma tertutup. Gambaran klinis mungkin buruk yang menghambat diagnosis
dan megorbankan fungsi paru da menentukan penampilan dari komplikasi dan
kematian. Pada penelitian ini tujuannya untuk menganalisi kesulitan
diagnosis, pengobatan yang tepat dan komplikasi
Problem :
Pada jurnal ini melakukan tinjaun trauma dari semua pasien korban trauma
tertutup atau tembus yang dirawat di UGD Departemen Bedah Fakultas Ilmu
Kedokteran So Paulo Holy Home antara tahun 1991 dan 2008. Usia pada
pasien yang diteliti diatas 14 tahun, terdapat 9 pasien memiliki lesi
trakeobronkial dan semua laki-laki. 6 kasus lesi oleh luka tembus( 4 kasus
proyektil sejata api, 2 dengan luka tusukan) 3 pasien sisanya adalah korban
trauma tertutup
Intervention :
Pada gambaran klinis terdapat emfisema subkutan dan mediastinum, peneliti
tidak mengamati adanya hemoptisi dan pneumotoraks. Peneliti
mengelompokkan berdasaran tingkat keparahan pasien yaitu RTS, ISS, PTTI,
TRISS. 6 pasien menunjukkan emfisema dinding toraks dan 3 orang
mengalami hemodinamik pernafasan. Interval waktu dari pasen masuk hingaa
diagnosis berkisar 1 jam hingga 3 hari, dan peneliti melakukan tindakan
cervicotomy pada 2 pasien dan thorakotomy pada 7 pasien.
Comparation :
Pada jurnal terdapat penulis lain adanya darah di saluran udara atau kesulitan
dalam memvisualisasikan bronkial distal merekomendasikan untuk
mengulangi bronkoskopi.(Amauchi,1983)
c. Outcome:
Reseksi paru merupakan alternatif terutama dalam kasus lesi vaskuler yang
terkait dengan perdarahan yang membuat perbaikan bronkus sulit. Pada
perkiraan kematian keselurahan untuk les trakeobronkial adalah 30%, para
penulis juga berkonsultasi berkonsultasi menyarankan bahwa diagnosis dini
dan pengobatan lesi trakeobronkial dikaitkan dengan hasil yang lebih baik,
dengan kemungkinan perbaikan primer yang lebih besar, mempertahankan
sebagai sedapat mungkin parenkim paru yang berfungsi,dan meminimalkan
risiko stenosis, empiema, dan lainnya

d. Jurnal 3
Judul : Karakteristik Pasien Benda Asing Trakeobronkial Di Bagian
T.H.T.K.L Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Tahun : 2017
Publikasi : Oto Rhino Laryngologica Indonesia
Author : Puspa Zuleika, Abla Ghanie
Ringkasan :
Aspirasi benda asing ialah masuknya benda yang berasal dari luar tubuh atau
dari dalam tubuh ke saluran napas. Benda asing pada saluran napas merupakan
keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Keterlambatan
penanganan dapat meningkatkan terjadinya komplikasi bahkan kematian.
Aspirasi benda asing di bronkus sering menyebabkan gangguan pernapasan
dan menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas yang tinggi, karena dapat
mengakibatkan gangguan napas akut, penyakit paru kronis, dan bahkan
kematian.
Kelebihan : Peneliti menggunakan metode observasiona sehingga pembaca
lebih memhami dan membunyai bayang terhadap kasus trakeobronkial
Problem :
Aspirasi benda asing ialah masuknya benda yang berasal dari luar tubuh atau
dari dalam tubuh ke saluran napas. Keterlambatan penanganan dapat
meningkatkan terjadinya komplikasi bahkan kematian. Dari data rekam medis
pasien periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2016 didapatkan 20
pasien yang dicurigai mengalami aspirasi benda asing di saluran
trakeobronkial. Berdasarkan jenis kelamin dari 20 pasien, didapati jumlah
pasien laki-laki 9 orang dan perempuan 11 orang
Intervention :
Penelitian ini menggunakan metode observasional deskriptif. Dilakukan
tindakan bronkoskopi periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2016.
Deskripsi data pasien meliputi jumlah, usia dan jenis kelamin pasien, jenis
benda asing, keluhan pasien saat berobat, hasil pemeriksaan radiologik dan
lokasi benda asing intraoperatif. Hasil penelitian disajikan secara deskriptif
dalam bentuk narasi dan tabel.
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama yang paling banyak dijumpai
adalah tersedak benda asing sebanyak 19 pasien, dan hanya satu pasien yang
datang dengan keluhan utama batuk.
Pemeriksaan radiologi berupa foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang
yang wajib dilakukan pada pasien yang datang dengan keluhan aspirasi benda
asing. Sejumlah 12 pasien dengan gambaran paru normal. Hanya satu pasien
dengan gambaran paru pneumonia disertai dengan gambaran benda asing
dengan riwayat tersedak benda asing sejak 16 hari sebelum masuk rumah
sakit. Berdasarkan lokasi temuan benda asing intraoperatif, lokasi benda asing
di saluran trakeobronkial yaitu delapan benda asing di trakea dan masing-
masing sebanyak enam benda asing di bronkus kanan dan bronkus kiri
Compparassion:
Tidak ada pembanding di jurnal
Outcome :
Pemeriksaan radiologi paru harus dilakukan pada pasien teraspirasi benda
asing untuk mengetahui bentuk, ukuran dan lokasi benda asing serta
komplikasi yang timbul. Pemeriksan radiologi paru yang diambil dalam waktu
24 jam pertama setelah kejadian aspirasi biasanya menunjukkan gambaran
normal. Lokasi benda sing di saluran trakeobronkial terbanyak pada penelitian
ini adalah di trakea sebanyak 8 pasien. Bronkoskopi kaku merupakan baku
emas ekstraksi benda asing, dengan pertimbangan pernapasan lebih
terkontrol, oksigenasi adekuat, lumen lebih besar sehingga memudahkan
melakukan tindakan, serta untuk mengatasi bila terdapat perdarahan.
Daftar Pustaka

Saad, Roberto, Roberto Goncalves (dkk). 2017. Tracheobronchial injuries in chest


trauma: a 17-year experience. Jurnal. PMID: 28658339

Singh, Harperet, Neha S (dkk). 2018. Treatment of Tracheobronchial Injuries A


Contemporary Review. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6435900/
Jurnal. PMID 30059680

Y, Kosama, Lumintang, Sumanti. 2016. Transeksi Komplit Trakea dan Transeksi


Parsial Esofagus akibat Trauma Tumpul Leher Vol 43 no 11. Jurnal
Zuleika, Puspa, Abla Ghanie. 2017. Karakteristik Pasien Benda Asing Trakeobronkial Di
Bagian T.H.T.K.L Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang Vol 47 No 2.
http://www.orli.or.id/index.php/orli/article/view/225. Jurnal
Transeksi Komplit Trakea dan Transeksi ParsialEsofagus akibat
Trauma Tumpul Leher
Khosama Y., Lumintang N., Sumanti W.
Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado, Indonesia

ABSTRAK
Laporan kasus transeksi trakea dan esofagus karena trauma tumpul leher (jeratan). Seorang laki-laki, 21 tahun, dirujuk setelah kecelakaan sepeda motor
tunggal karena lehernya tersangkut tali pengikat sapi. Pasien sadar penuh dan mengalami depresi napas. Kulit di area leher tampak lecet pada
zona I-II dan pada bagian anterior tampak kulit kembang-kempis (fluktuasi) sesuai pernapasan. Pada eksplorasi leher darurat tampak laserasi trakea,
terjadi robekan pada cincin kedua hingga ke bagian posterior, bagian distal trakea retraksi ke inferior, dan ruptur esofagus dengan diameter >50% pada
bagian anterior. Dilakukan trakeostomi dilanjutkan anastomosis esofagofaringeal dan repair trakea.

Kata kunci: Jeratan, ruptur esofagus, ruptur trakea, trauma tumpul leher

ABSTRAC
T
A case report of trachea and esophageal transection caused by strangulation. A 21-year old male was referred because his neck was strangled on cow’s
rope after single vehicle accident. Patient was alert but difficult to breath. The skin in zone I-II of neck was blistered and the anterior part was
fluctuated in rhythm with breathing. On exploration, complete laceration of trachea at the second ring was found, the distal part of tracheawas
retracted to inferior, partial esophageal rupture with circumference more than 50% on anterior part. Tracheostomy, esophagopharyngeal
anastomosis, and trachea repair were done. Khosama Y, Lumintang N, Sumanti W. Complete Transection of Trachea and Partial
Transection of Esophagus after Blunt Neck Trauma

Keywords: Esophagus rupture, neck blunt trauma, strangulation, trachea rupture


PENDAHULUAN teregang dan leher penderita tersangkut tali pernapasan 28 x/menit, suhu aksila 36,7oC.
Cedera trakea setelah trauma tumpul leher tersebut, ia kemudian terjatuh dari motornya. Tidak terdapat krepitasi, emfisema subkutis,
adalah kasus jarang. Kebanyakan pasien Pasien dalam kondisi sadar penuh, namun hematom berdenyut. Pasien sulit menelan,
dengan transeksi trakea komplit meninggal mengalami depresi napas walau telah tidak dapat mengeluarkan suara, dan batuk
di tempat kejadian, hanya sedikit yang dapat terpasang rebreathing mask dengan aliran O2 darah. Pasien sulit bernapas jika telentang.
bertahan dan tiba di rumah sakit. Kasus seperti 5 liter/menit. Pasien telah ditangani di 2 rumah sakit tipe
ini menjadi tantangan bagi para dokter dalam C dan B kemudian dirujuk dengan foto
penegakan diagnosis dan penatalaksanaan. servikal dan foto toraks terlampir. Foto servikal
Kondisi pasien dapat fatal atau komplikasi menunjukkan spondylolithesis di servikal 5,
jangka panjang bila tidak diterapi dengan foto toraks dalam batas normal (Gambar 2).
tepat. Penegakan diagnosis dan penanganan
sedini mungkin memberikan hasil baik,
sedangkan dokter di unit gawat darurat
mungkin memiliki pengalaman terbatas dan
Gambar 1. Kondisi klinis saat pasien tiba di RS,
belum ada konsensus penatalaksanaan.
tampak lecet di regio colli zona I-II, serta kulit leheryang
kembang kempis.
KASUS
Seorang laki-laki, 21 tahun, dirujuk ke unit
gawat darurat RSUP Prof. Kandou Manado Kulit di area leher lecet pada zona I-II, di
dengan keluhan sulit bernapas sejak 12 jam. bagian anterior tampak kulit kembang- Gambar 2. X-foto servikal pasien menunjukkan
kempis (fluktuasi) sesuai pernapasan dengan
Pasien sedang mengendarai motor dengan
saturasi O2 (SpO2) 91% (Gambar 1). Tekanan spondylolithesis minimal pada C-5
kecepatan tinggi, ketika hendak melintasi darah 130/80 mmHg, nadi 92 x/menit,
tali penambat sapi yang tergeletak di jalan,
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan kadar
sapi berlari menjauh sehingga tali penambat
leukosit 14.700/mikroliter, Hb 16,4 g/dL,
Alamat Korespondensi email: yuansunkhosama@gmail.com
844 CDK-246/ vol. 43 no. 11 th. 2016
ureum darah 33 mg/dL, kreatinin darah 0,7 Gambar 4. Ruptur esofagus sisi anterior. Selama dirawat 2 minggu pasca-operasi,penderita
mg/dL, SGOT 37 U/L, SGPT 58 U/L, natrium stabil dengan NGT dan trakeostomiterpasang. Suara
138 mEq/L, kalium 3,65 mEq/L, dan klorida belum ada. Tidak ditemukaninfeksi dan fistula. Satu
98,1 mEq/L. Analisis gas darah menunjukkan bulan pasca-operasi, penderita kontrol ke
pH 7,44; pO2 44,8 mmHg; dan pCO2 36,1 mmHg poliklinik Bedah, NGT dicabut, namun pasien
mengalami disfagia sehingga NGT dipasang
Dilakukan trakeostomi darurat, saat kulit dan ulang, kembali dicabut 1,5 bulan pasca-operasi.
platysma dibuka, keluar udara dan tampak Refleks menelan baik, tidak dilaporkan keluhan
transeksi trakea total, bagian distal trakea menelan; trakeostomi tetap dipertahankan sampai
retraksi ke inferior, tampak transeksi parsial 3 bulan pasca-operasi. Sesak tidak ditemukan, suara
esofagus bagian anterior serta ruptur nervus serak (Gambar 6).
laringeus rekurens bilateral. Setelah jalan
napas diamankan dengan trakeostomi, NGT
dipasang.

Eksplorasi leher dengan insisi collar dan flap


subplatysma os hyoid hingga setinggi
incisurajugularis. Laserasi trakea setinggi cincin
kedua (Gambar 3,4), tepat di belakang
kelenjar tiroid yang utuh. Anastomosis
esofagofaringealdilakukan oleh ahli bedah
digestif; ruptur esofagus terjadi pada sisi
Gambar 5. Eksplorasi colli menunjukkan ruptur esofagus
anterior, sisi posterior intak. Ruptur trakea
yang telah dijahit (panah kuning), distal dari trakea yang
dijahit primer dengan benang absorbable. retraksi (panah hitam) dan sisi proksimal trakea yang rusak
Nervus laringeus rekurens bagian proksimal (panah biru). Kelenjar
tidak dapat diidentifikasi karena kondisi tiroid intak (panah hijau).
trauma berat (Gambar 5). Dipasang drain.
Post-operatif pasien dirawat di ruang ICU
dengan antibiotik dan analgetik. Gambar 6. Kondisi pasien 1,5 bulan pasca-operasi.

Hingga hari ketujuh, pasien dirawat dengan DISKUSI


trakeostomi, diet enteral melalui NGT, tidak Insidens trauma trakea berkisar 0,5%-2% di antara
terjadi fistula ataupun abses. individu dengan trauma tumpul,1 mayoritas
cedera kompresi akibat benturan keras seperti
kecelakaan sepeda motor (59%), diikuti crush
injury (27%).2 Persentase trauma trakea intratoraks
dan cabang utama bronkus adalah 62%, trakea servikal
23%, dan bronkiolus 15%.2 Secara klinis pasien sulit
bernapas, dispneu, pertukaran gas buruk dan
hemoptisis,2 sianosis dan ancamannapas serius.
Gejala umum lain adalah suara parau atau tidak
keluar suara (46%).1 Tanda cedera jalan napas
Gambar 3. Transeksi total trakea, tampak cincin yang paling umum adalah emfisema subkutan
kedua pada sisi distal trakea yang robek. (35-85%), pneumotoraks
(*Panah putih: transeksi trakea)
(20-50%), dan hemoptisis (14%-25%). keterlibatan esofagus, dan perubahan tersebut (misdiagnosis), sehingga tertunda
Kurangnya spesifitas gejala memperlambat suara menjadi tanda cedera nervus hingga 12 jam.
penegakan diagnosis.3 laringeus rekuren. Tanda klinis yang
jelas pada pasien ini adalah kulit leher Pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan
Transeksi gabungan trakea dan esofagus karena anterior kembang- kempis saat penunjang seperti X-ray, angiografi, CT
trauma tumpul leher sangat jarang dengan bernapas; walaupun kulit intak; scan, dan trakeo-bronkioesofagoskopi.
insidens < 1% di pusat trauma.4 Trauma perlu namun adanya jejas di leher dengan Interpretasi akurat foto toraks penting untuk
dicurigai bila terdapat tanda- tanda mekanisme trauma tersebut menegakkan diagnosis cedera jalan napasatas.
nonspesifik seperti dispneu, batuk,emfisema seharusnya menimbulkan kecurigaan Temuan penting pada foto toraks berupa
subkutan, dan hemoptisis.5 Petunjuk penting adanya trauma jalan napas. Penderita emfisema subkutis, pneumomediastinum,
didapat dari mekanisme cedera, perubahan tidak menunjukkan gejala emfisema, pneumotoraks, dan udara di sekitar bronkus.6
suara, dan emfisema subkutan area leher yang mungkin karena transeksi total trakea Diagnostik terbaik adalah dengan bronkoskopi
cepat meluas.5 sehingga tidak terbentuk sistem ventil fleksibel untuk menentukan lokasi dan derajat
pada jalan napas serta cedera nervus trauma,2 namun perlu dipertimbangkan risiko
Pada kasus ini penderita sulit bernapas setelah laringeus rekuren mengganggu perdarahan saluran napas dan turunnya
lehernya tersangkut tali, kecepatan tinggi patensi plica vocalis, sehingga tidak saturasi oksigen arterial saat tindakan. CT scan
memberikan efek kerusakan yang besar pada terjadi tahanan udara pada ekspirasi. perlu dipertimbangkan jika diagnosis tidak
jalan napas penderita. Kondisi dispneu dan Jarangnya kejadian kasus serupa dapat ditentukan dengan foto polos.5 Helical
hemoptisis mencurigakan adanya trauma menyebabkan dua rumah sakit CT dengan rekonstruksi 3 dimensi dapat
trakea, gejala disfagia mencurigakan sebelumnya tidak mencurigai trauma

CDK-246/ vol. 43 no. 11 th. 2016 845


dipertimbangkan sebagai screening yang
dilakukan debridemen dan repair primer pada untuk menjaga patensi jalan napas.7 Pasien
tepat pada pasien trauma dengan kecurigaan trakea dan esofagus. Pada kasus ini, nervus dengan kecurigaan trauma trakea, namun
ruptur trakea dan dapat membantu klinisi laringeus rekuren mengalami ruptur dan dengan kesadaran yang baik, tanda vitalnya

untuk memutuskan melakukan karena trauma yang hebat, bagian proksimal stabil, dan saturasi O2 >90%, sehingga
bronkoskopi.3

tidak dapat diidentifikasi. tidak perlu diintubasi dan cukup diberikan


Pemeriksaan penunjang pada kasus ini adalah oksigen dengan nasal kanul.7 Rekomendasi ini
foto polos servikal dan foto toraks. Pemeriksaan Tujuan utama tatalaksana adalah stabilisasi perlu dimodifikasi pada pasien dengan syok
CT scan tidak dilakukan karena penderita sulit jalan napas, mengatasi syok dan mengatasi hipovolemik atau adanya penurunan
bernapas bila berbaring. Pemeriksaan trakeo- pneumotoraks, serta menentukan lokasi dan kesadaran karena trauma kepala.7
bronkioesofagoskopi dan angiografi tidak luasnya cedera. Debridemen dan repair primer
dilakukan karena mempertimbangkan kondisi adalah pilihan utama2 dan pada kasus ini Prognosis pasien tergantung diagnosis dinidan
pasien dengan tanda vital stabil selama 12 jam hasilnya baik. Transeksi komplit trakea penanganan multidisiplin.6 Pengamanan jalan
dan tidak ada hematom. harus ditangani dengan penjahitan yang napas yang baik dan eksplorasi leher sedini
baik dan menjaga keutuhan nervus laringeus mungkin merupakan kunci penting
Penanganan pasien ini yaitu mengamankan rekuren. Pada trauma trakea, trakeostomi keberhasilan.
jalan napas melalui trakeostomi, selanjutnya sedini mungkin adalah tatalaksana terbaik

REFERENSI :
1. Karmy-Jones R, Wood DE. Traumatic injury to the trachea and bronchus. Thorac Surg Clin. 2007;17:35-46.
2. Wong EH, Knight S. Tracheobronchial injuries from blunt trauma. ANZ J Surg. 2006;76:414-5.
3. Le Guen M, Beigelman C, Bouhemad B, Wenjïe Y, Marmion F, Rouby JJ. Chest computed tomography with multiplanar reformatted imagesfor diagnosing traumaticbronchial
rupture: A case report. Crit Care 2007;11:94.
4. Hamid UI, McGuigan JA, Jones JM. Transection of the aerodigestivetract after blunt neck trauma. Ann Thorac Surg. 2011;92:1896-8.
5. Hsiao SH, Chen BS, Lee TM, Hsu SY, Lai YY. Delayed diagnosis of complete tracheal transection after blunt neck trauma. Tzu Chi Med J. 2009;21:77-80.
6. Veit JA, Metternich F. Management of traumatic tracheal injuries: presentation of a rare case and review of the literature. Laryngorhinootologie 2008;87:270-3.
7. Norwood SH, McAuley CE, Vallina VL, Berne JD, Moore WL. Complete cervical tracheal transection from blunt trauma. J Trauma 2001;51:568-71.
CDK-246/ vol. 43 no.
846 11 th. 2016

Rev. Col. Bras. Cir. 2017; 44(2): 194-201


Original Article

DOI: 10.1590/0100-69912017002014

Tracheobronchial injuries in chest trauma: a 17-year experience


Lesões traqueobrônquicas no trauma torácico: experiência de 17 anos

ROBERTO SAAD JR, TCBC-SP1; ROBERTO GONÇALVES, TCBC-SP1; VICENTE DORGAN NETO, TCBC-SP1; JACQUELINE ARANTES G. PERLINGEIRO,
TCBC-SP1; JORGE HENRIQUE RIVABEN, ACBC-SP1; MÁRCIO BOTTER, TCBC-SP1; JOSÉ CÉSAR ASSEF, TCBC-SP1.

ABSTRACT
Objective: to discuss the clinical and therapeutic aspects of tracheobronchial lesions in victims of thoracic trauma. Methods: we analy‑
zed the medical records of patients with tracheobronchial lesions treated at the São Paulo Holy Home from April 1991 to June 2008. We
established patients’ severity through physiological (RTS) and anatomical trauma indices (ISS, PTTI). We used TRISS (Trauma Revised Injury
Severity Score) to evaluate the probability of survival. Results: nine patients had tracheobronchial lesions, all males, aged between 17 and
38 years. The mean values of the trauma indices were: RTS ‑ 6.8; ISS ‑ 38; PTTI ‑ 20.0; and TRISS ‑ 0.78. Regarding the clinical picture,
six patients displayed only emphysema of the thoracic wall or the mediastinum and three presented with hemodynamic or respiratory
instability. The time interval from patient admission to diagnosis ranged from one hour to three days. Cervicotomy was performed in two
patients and thoracotomy, in seven (77.7%), being bilateral in one case. Length of hospitalization ranged from nine to 60 days, mean of

21. Complications appeared in four patients (44%) and mortality was nil. Conclusion: tracheobronchial tree trauma is rare, it can evolve
with few symptoms, which makes immediate diagnosis difficult, and presents a high rate of complications, although with low mortality.

Keywords: Bronchi. Thoracic Injuries. Thoracic Surgery. Trachea.

prehospital care and transportation, the number ofpatients with


INTRODUCTION this type of trauma who arrive alive in

T racheobronchial lesions resulting from both closedand


penetrating thoracic trauma are rare and often fatal. The
bronchial treehas great elasticity and mobility.It is naturally
protected by the shoulder girdle, in all itsextension in the
cervico-thoracic transition, anteriorlyby the mandible and
sternum, posteriorly by the spinalcolumn and laterally by
the bones and muscles ofthe costal grid. Hence, it is rarely
affected by thoracictrauma. In general, the incidence of
tracheobronchiallesions ranges from 0.3 to 1%. In large
urban traumacenters, with 2,500 to 3,000 admissions per
year,two to four tracheobronchial lesions occurannually.In
1,178 necropsies after trauma, 33 (2.8%) patientswith
tracheobronchial lesions were found, of which 27
(81.8%) died almost immediately after trauma1.
The larynx and cervical trachea are most often
subject to open lesions, whereas the thoracic trachea and
bronchi are sites of lesions caused by closed trauma.
In the last decades, with the improvement of
Rev. Col. Bras. Cir. 2017; 44(2): 194-201
the emergency room has increased2-5. Success in the diagnosis to analyze the difficulty of diagnosis, the most appropriate
and treatment of such lesions requires a high level of treatment, complications and mortality.
suspicion, particularly in closed trauma, in which they may
go unnoticed due to the occurrence of associated lesions. Some
METHODS
authors report rates of 25 to 68% of immediately undiagnosed
tracheobronchial lesions3,6.
We conducted a review of the trauma protocols and
The clinical picture may be poor, whichhampers
diagnosis and, consequently, postpones treatment, medical records of all patients who werevictims of closed or
compromising the restoration of pulmonary function and penetrating chest trauma treated at the Emergency
determining the appearanceof complications and death. Department of the Department of Surgery of the Faculty of
In this study, after 17 years of experience, weaimed Medical Sciences of the São Paulo Holy Home, between 1991
and 2008. This study

1 - Faculty of Medical Sciences of the São Paulo Holy Home, Department of Surgery, São Paulo, São Paulo State, Brazil.

Rev. Col. Bras. Cir. 2017; 44(2): 194-201


Saad Jr.

Tracheobronchial injuries in chest trauma: a 17-year experience 195

was approved by the Ethics and Research Committee of the


Faculty of Medical Sciences the São Paulo Holy Home
(protocol # 052/11).
We included all patients with tracheobronchiallesions
above the age of 14. Younger individuals were treated at the
Pediatric Service. We excluded cases with iatrogenic lesions
(intubation, surgical manipulation), those exposed to the
ingestion of chemical agents or those who sustained injuries
caused by hot vapors.
We characterized patient severity by the
physiological (RTS – Revised Trauma Score) and anatomical
(ISS – Injury Severity Score, and PTTI – Penetrating Thoracic
Trauma Index). We used the TRISS
– Trauma Revised Injury Severity Score – to evaluate the
probability of survival. It consists of the combination of
physiological (RTS) and anatomical (ISS) parameters with the
Figure 1. Bronchial lesion diagnosed by computed tomography. Noti‑ ce
patient’s age and the mechanism of trauma. continuity solution in the right stem bronchus and accu‑
The RTS, created by Champion et al.7, in 1989, mulation of air, just below the lesion.
ranges from 0 to 7.84, and the highest valuesare associated
with a better prognosis. This index isbased on the Glasgow Regarding the clinical picture, six patients
coma scale, systolic blood pressure and respiratory rate at presented only emphysema of the thoracic wall or the
admission. mediastinum and they arrived hemodynamically stable in the
The ISS and the PTTI aim at evaluatingthe Emergency Room. At admission, three presented with
organs affected and quantifying the associated hemodynamic or respiratory instability, one with hypertensive
complications. The ISS, proposed by Baker et al.8, varies pneumothorax, one with open pneumothorax and one with
from 1 to 75: the higher this index, the greater the trauma massive hemothorax.
severity. It relies on the degree of injury ofeach organ for each The trauma indices averages observed in the nine
body segment. individuals with tracheobronchial lesions areshown in Table
The analyzed variables included age, gender,etiologic 1.
agent, trauma mechanism, hemodynamic status at admission, The time interval required from patient admission
diagnosis, treatment, complications and mortality. Although the to diagnosis ranged from one hour to three days, the majority
number of cases was small,we mainly sought to quantify the time within 24 hours (Table 2).
that was necessaryto make the diagnosis between the arrival of Bronchoscopy was performed in six cases and detected
the victimand the finding of the tracheobronchial lesion. the lesions in four of them: one patient witha left tracheal
lesion 4cm from the vocal folds, one with a tracheal lesion
RESULTS 2cm from the carina, one with a left bronchial lesion, and one
with a bilateral stem bronchial lesion, but diagnosed only of
the left lesion,
Nine patients had tracheobronchial lesions, which
meant an average of 0.5 patients per year. Allwere male, aged Table 1. Average values of trauma indexes.
between 17 and 38 years, mean of
26. The lesions were produced by penetrating wounds in six Index Average
cases (66.6%), four of them by firearm projectilesand two by values
stabbing. The remaining three patients were victims of closed RTS 6.8
traumas, all run over.
ISS 38
PTTI 20

Rev. Col. Bras. Cir. 2017; 44(2): 194-201


TRISS 0.78

Rev. Col. Bras. Cir. 2017; 44(2): 194-201


Saad Jr.
196
Tracheobronchial injuries in chest trauma: a 17-year experience

2cm from the carina in its membranous portion, also had an


esophageal lesion 25cm from the upper dental arch and a
thoracic duct lesion. Access was through a right thoracotomy,
withdebridement and suture of the trachea and esophagus
wounds, and ligation of the thoracic duct. The esophageal
lesion was tangential. This patient evolved with pleural
empyema, but with good resolution and hospital discharge in
nine days.
One patient had three gunshot wounds, one in the
face, one left paravertebral and one abdominal. At admission,
he had abdominal pain, oral bleeding, subcutaneous
emphysema and pneumothorax. He was initially submitted to
thoracic drainage, exploratory laparotomy and suture of the lip
wound. Intraoperative pan-endoscopy was normal. He evolved
well, but with persistent image of pulmonary collapse at chest
Figure 2. Chest radiograph. “Fallen lung” sign and complex scapular
fracture to the left, denoting a high‑energy trauma. radiograph and small air leak through the chest drain. The
bronchoscopy was repeated and there was no evidence of
1.5cm from the carina, the lesion on the right going unnoticed. airway lesion. Computed tomography of the chest was
In the others, the diagnosis was imminently clinical- performed, showing an image suggestive of injury to the
radiological. bronchus in the upper right lobe (Figure1). He was submitted
As for evolution and treatment, the patientswere to right thoracotomy, which revealed an almost complete
lesion, with ischemia ofthe remaining tissue in the emergence
submitted to pleural drainage on admission. Thebubbling in
the drainage system suggestive of a largebronchopleural fistula of the upper lobebronchus, and it was decided to complete
was observed in six (66.6%) patients. the section of the bronchus, resecting all ischemic areas, with its
All patients underwent surgery, and the time subsequent reimplantation. There was no associated vascular
lesion. There was immediate pulmonary re-expansion, but as a
elapsed between admission and the operative procedure
result of spinal cord injury and paraplegia, he evolved with
ranged from one hour to thirty days, most in 30 hours, due to
the difficulty in diagnosis. pneumonia and the total hospitalization time reached 60 days.
In both cases of cervical tracheal lesions, the The patient with stabbing wound on the back
diagnosis was immediate, and primary suture of the lesions admitted in shock was drained and operated soon after
was performed, without tracheostomy. One of them, a victim of admission. The exploratory laparotomy showed no lesion and
gunshot injury, had an associated esophageal lesion that was he was then submitted to right thoracotomy due to
debrided and sutured, with a muscular flap interposition hemodynamic instability and air leakage through the chest
between the esophagusand the trachea. drain. The findings were a lesion in the bronchus to the
Posterolateral thoracotomy was performed in inferior lobe and a concomitant arterial lesion, with active
seven (77.7%) patients, three on the left, three onthe right and bleeding. Right inferior lobectomy was performed. He
one bilateral. evolvedwith air fistula for seven days and partial atelectasis of
Regarding the type of lesion found in the the middle lobe that remained for ten postoperative days, but
intraoperative period, we observed a partial airway section in with satisfactory resolution with respiratoryphysiotherapy.
seven (70%) cases and a complete section inthree (30%). It is
worth remembering that there werenine patients, but with a
total of ten main respiratorytree injuries.
One of the patients, a victim of infraclavicular
gunshot wound with an intrathoracic tracheal lesion

Rev. Col. Bras. Cir. 2017; 44(2): 194-201


Saad Jr.

Tracheobronchial injuries in chest trauma: a 17-year experience 197

Table 2. Characterization of patients with tracheobronchial injury.

Associate Diagnosti Diagnosis Lengt


Age Trau Findings Surgery Evolution
d c (time) h of
ma
injurie procedur stay
s e
Esophageal Left Empyema
1 26 Guns Low Bronchoscopy 1 hour 9 days
injury Thoracotomy Discharge
hot trachea
2 38 Stabbi Cervical No Clinical and x-ray On Cervicotom 11 Discharge
ng trachea admissio y days
n
3 28 Closed Left No Bronchoscopy 3 days Left 60 Discharge
trauma stem Thoracotomy days
bronchu
s
4 32 Guns Left and right No Bronchoscopy 1 day Bilateral 10 Discharge
hot Stem bronchus Thoracotomy days

Esophageal
Cervical injury, chest
5 17 Guns Bronchoscopy 3 Cervicotom 14 Discharge
trachea Gunshotwound
hot hours y days
(hemothorax)
6 19 Closed Left No Clinical and x-ray 8 Left 40 Empyema
trauma stem hours Thoracotomy days Discharge
bronchu
s
Right stem Gunshotwound Right
7 24 Guns bronchus s in face and Clinical and x-ray 48 Thoracotomy 16 Discharge
hot abdomen hours days
Atelectasis of
Lower lobar Right middle lobe
8 20 In the Stabbi
case of closed trauma No with left bronchus
Clinical and leakage
x-ray 1 through
hour the drain and, due 12 to the unavailability of
bronchus Thoracotomy associated with air
ng
lesion diagnosed three days after trauma, the radiograph at days
bronchoscopy, underwent bronchography showinga contrast
leakage.
admission and during evolution showed persistent “stop” image in the left stem bronchus. Left thoracotomy was
Discharge
9 34 Closed
pneumothorax even after drainage andNowithout air fistula.
Left Clinical and performed,
x-ray 72revealing a complete stem
Right 18 bronchus
Discharge
lesion, being
Chest tomography
traumaconfirmed
stem this image (sign of the “fallen treated hours
with pneumonectomy.
Thoracotomy Theredays
was no associated vascular
lung”), also showing bronchu
animportant pulmonary contusion, lesion. The time of mechanical ventilation was prolonged and
s
including extensive contralateral lung involvement (Figure tracheostomy was performed. He presented with pleural
2). This patient was operated after clinical improvement of the empyema and was discharged after 40 days of hospitalization.
pulmonary contusion, with 30 days of injury. The The length of hospital stay in our series ranged from
intraoperative finding was a partial lesion of the stem nine to 60 days, with a mean of 21. Of the ninepatients, three
bronchus next to the carina, with exposure of the mucosa, (33.3%) evolved with complications, two pleural empyemas
requiring resection of the injured segment with end-to-end and one middle lobe atelectasis associated with air leakage.
anastomosis. There were no deaths inthis series.
In another patient with closed trauma, there was Of the nine patients, five (55.5%) had associated lesions.
pneumothorax on the admission, which was drained. Table 2 brings the patients’characteristics.
During arteriography to assess a possible subclavian lesion,
he evolved with significant air

Rev. Col. Bras. Cir. 2017; 44(2): 194-201


Saad Jr.
198
Tracheobronchial injuries in chest trauma: a 17-year experience

DISCUSSION It is important to highlight that up to 10% of patients with


tracheobronchial lesions may present normal radiological
examination in the immediate post-trauma period6,14.
Tracheobronchial lesions are rare, occurringin 1%
Radiological changes are non-diagnostic, but the
to 3% of patients with closed trauma and 2%to 9% of those
presence of pneumomediastinum, persistent refractory
who suffered penetrating cervical and/or thoracic injuries3,4. In
pneumothorax, atelectasis and subcutaneousemphysema should
our series of nine patients withtracheobronchial lesions, two
raise the clinical suspicion of airway injury, and in this case,
were due to closed trauma.There are other causes of injury:
bronchoscopy should be the examination of choice, which
foreign body aspiration, inhalation wounds and even iatrogenic
should locate and characterize the lesion4. The presence of
injuries,
blood in the airways or difficulty in visualizing the distal
such as intubation lesions, but they are uncommon.
bronchialtree may compromise the exam power of resolution.
Cervical tracheal lesions are generally produced
Therefore, some authors recommend repeating the
by penetrating wounds, being rare in the closed trauma, which
bronchoscopy in the face of clinical suspicion. In intubated
preferentially causes lesions in the intrathoracic trachea and
patients, where possible, the tube should be removed for proper
stem bronchus, 80% ofwhich up to 2.5cm from the carina.
evaluation4,6,11,15.
Although most studies show a higher incidence of lesions in
Regarding bronchography, it is believed to havevalue
the right stem bronchus, considered less protected by the
for chronic lesions, but it is not a recommended testfor the
mediastinal structures, in our series the two patients with
diagnosis of injuries soon after trauma, being evencontraindicated
closed trauma had lesions in the left bronchus. There was a
in this phase by some authors9. We had asingle case where it was
cervical tracheal injury with a stabbing wound and another
performed, suggesting a bronchialinjury that was confirmed
with a gunshot wound3,5,9-13.
intraoperatively, but it is not ourexam of choice. It is worth noting
The clinical picture varies according to lesion
that the diagnosis is notrecognized in 79% of patients, since the
location and severity, and may not be immediately expressed,
peribronchialtissues maintain the airway flow temporarily
such as in closed trauma where it is believed to occur in up to two
satisfactory10.
thirds of the tracheobronchial lesions, especially when on the
The ability of computed tomography to make this
left. In one of our cases,the diagnosis was made after three days
diagnosis has been improving lately, having been decisive in one
and the lesionwas on the left.
of our patients, in whom bronchoscopy did not show the
Subcutaneous and mediastinal emphysema were the
bronchial lesion16-19. Recently, with the advent of multi-
most common signs. We did not observe hemoptysis, and
channel tomography, the method’s resolution power in the
pneumothorax occurred in all patients with intrathoracic
diagnosis of tracheobronchiallesions has been highlighted20-
airway lesions. These arenon-specific signs, such as dyspnea, 24
.
but should be particularly valued when they persist even after
As for associated lesions, the esophagus is the most
initialtreatment such as chest drainage.
exposed organ in cervical tracheal trauma, reasonwhy it should
The radiological findings suggestive of
always be investigated2,4. In our series, ofthe two cervical tracheal
tracheobronchial lesions are pneumothorax,
wounds, one had an esophageal lesion that was debrided and
pneumomediastinum, subcutaneous emphysema with air in the
sutured. In closed trauma,the incidence of esophageal injury is
deep cervical fascias and a specific but not very sensitive signal
very low (less than 1%), but this diagnosis should not be
is the “fallen lung”, generally seenin cases of complete bronchial
forgotten. Due to the same mechanism of trauma, other lesions
transection. The literature highlights the presence of
should beinvestigated, such as pulmonary contusion associated
pneumothorax in 70% andpneumomediastinum in up to 60%
with multiple rib fractures, scapular fracture and vascular
of the cases. Thepresence of fractures of the first three ribs and
lesions4,5,12. We had one patient with scapular-humeral
sternum-clavicular disjunction should also prompt suspicion3,4,9,11,12.
disjunction and brachial plexus lesion, with concomitant
subclavian injury, and another with severe pulmonary

Rev. Col. Bras. Cir. 2017; 44(2): 194-201


Saad Jr.

Tracheobronchial injuries in chest trauma: a 17-year experience 199

contusion associated with multiple rib and scapula lesion in the emergence of the stem bronchus, though without
fractures,with important left shoulder deformity. vascular injury.
Of the thoracic penetrating injuries, only one had The excellence of anesthesia is fundamental for the
arterial lesion associated with the bronchial injury and this success of the procedure, both in terms of adequate
patient underwent inferior lobectomy due to intraoperative positioning of the endotracheal tube andin the control of
hemodynamic instability. airways pressure5,9. In our series, we achieved selective
Regarding the approach to tracheobronchial lesions, intubation in only three cases and this certainly facilitated the
it is believed that the majority can be treated bydebridement and approach to the lesion. Inthe postoperative period, the correct
primary repair, both in penetrating and closed trauma4,6,11,14. positioning of the tube is also essential, preserving the suture
In some situations, end-to-end anastomosis may be necessary line andreducing pressure on it.
in both cervical and intrathoracic lesions, and tracheostomy is In special situations, particularly in complexand
not mandatory. Small airways lacerations can be treated non- extensive lesions, the use of stents to avoid stenosishas been
operatively, in selected, hemodynamically stable patients discussed and can be maintained for six to18 months5,6. We
without associated lesions4,9,14. have no experience with the use ofairway prostheses in
The lesions repair was done with non- absorbable trauma in our Service, and it isour conduct to operate the
monofilament suture or with Polyglactin (Vicryl) in separate patient as soon as possible.The overall estimated mortality for
stitches. A muscle flap was used between the trachea and the tracheobron-
esophagus in the combined lesion in one of our cases, as some chial lesions is 30%. We did not have deaths in our series, but
authors suggest, to avoid late tracheoesophageal fistulas13,19. our casuistry is very small. The authors consulted suggest that
The access of choice for the intrathoracic lesions early diagnosis and treatment of tracheobronchial lesions are
is the right thoracotomy, which allows to approach the associated with better results, with a greater possibility of primary
majority of the intrathoracic lesions, avoiding the aortic arch repair, preserving as much as possible the functioning pulmonary
and better exposing the airway,leaving the left thoracotomy, and parenchyma, and minimizing the risks of stenosis, empyema and
even the sternotomy, for more distal left lesions or more othercomplications, more common in late repairs. We had two
complex ones7,11. patients who evolved with pleural empyema, one with
Pulmonary resections are an alternative,especially associated lesion of the intrathoracic esophagus and the other
in cases of vascular lesions associated with hemorrhage, operated after thirty days of injury. The otherpatients had a good
which makes the bronchial repair difficult. We had two cases evolution.
in which this was the option: one right inferior lobectomy We believe that the mechanism of trauma andclinical
with vascular lesion and one left pneumonectomy due to findings should be valued in the suspicion ofairway injury and
complete justify the insistence on early diagnosis.

R E S U O
Objetivo: discutir os aspectos clínicos e terapêuticos de lesões traqueobrônquicas em vítimas de trauma torácico. Métodos: análise de dados dos
prontuários de pacientes com lesões traqueobrônquicas atendidas na Santa Casa de São Paulo no período de abril de 1991 a junho de 2008. A
caracterização da gravidade dos doentes foi feita por meio de índices de trauma fisiológico (RTS) e anatômicos (ISS,PTTI). O TRISS (Trauma Revised
Injury Severity Score) foi utilizado para avaliar a probabilidade de sobrevida. Resultados: nove doentestinham lesões traqueobrônquicas, todos do
sexo masculino, com idades entre 17 e 38 anos. Os valores médios dos índices de trauma foram: RTS- 6,8; ISS- 38; PTTI-20,0; TRISS-0,78. Com relação
ao quadro clínico, seis apresentaram apenas enfisema de parede torácicaou do mediastino e três doentes se apresentaram com instabilidade
hemodinâmica ou respiratória. O intervalo de tempo necessário para se firmar o diagnóstico, desde a admissão do doente, variou de uma hora a três
dias. Cervicotomia foi realizada em dois pacientes e toracotomia foi realizada em sete (77,7%), sendo bilateral em um caso. O tempo de internação
variou de nove a 60 dias, média de 21 dias. Complicações apareceram em quatro pacientes (44%) e a mortalidade foi nula. Conclusão: o trauma da
árvore traqueobrônquica é raro, pode evoluir com poucos sintomas, o que dificulta o diagnóstico imediato, e apresenta alto índice de complicações
embora com baixa mortalidade.

Descritores: Brônquios. Traumatismos Torácicos. Cirurgia Torácica. Traqueia.

Rev. Col. Bras. Cir. 2017; 44(2): 194-201


Saad Jr.
200
Tracheobronchial injuries in chest trauma: a 17-year experience

REFERENCES importance of early diagnosis. Ann Thorac Surg.


2000;69(5):1563-7.
14. Edwards WH Jr, Morris JA Jr, DeLozier JB 3rd, Ad-
1. Marsico GA. Lesões da traqueia e grandes brôn-quios. kins RB Jr. Airway injuries. The first priority in trauma.
In: Marsico GA. Trauma torácico. 1a ed. Riode Janeiro: Am Surg. 1987;53(4):192-7.
Revinter; 2006. p.147-58. 15. Kirsh MM, Orringer MB, Behrendt DM, Sloan H.
2. Bertelsen S, Howitz P. Injuries of the trachea and Management of tracheobronchial disruption se-condary
bronchi. Thorax. 1972;27(2):188-94. to nonpenetrating trauma. Ann Thorac Surg.
3. Deslauriers J, Beaulieu M, Archambault G, La- Forge J, 1976;22(1):93-101.
Bernier R. Diagnosis and long-term follow-up of 16. Chen JD, Shanmuganathan K, Mirvis SE, Ki-
major bronchial disruptions due to nonpenetrating leen KL, Dutton RP. Using CT to diagnose tracheal
trauma. Ann ThoracSurg.1982;33(1):32-9. rupture. AJR Am J Roentgenol. 2001;176(5):1273-80.
4. Amauchi W, Birolini D, Branco PD, Oliveira MR. In- 17. Noboru N, Fumio M, Shunsuke Y, Kichizo K,
juries to the tracheobronchial tree in closed trauma. Thorax. Masayuki Y, Sadaki, et al. Chest radiography
1983;38(12):923-8. assessment of tracheobronchial disruption as- sociated
5. Taskinen SO, Salo JA, Halttunen PE, Sovijärvi AR. with blunt chest trauma. J Trauma.2002;53(2):372-7.
Tracheobronchial rupture due to blunt chest trauma: a 18. Balci AE, Eren N, Eren S, Ulkü R. Surgical treat-
follow-up study. Ann Thorac Surg. 1989;48(6):846-9. ment of post-traumatic tracheobronchial inju- ries: 14-
6. Kiser AC, O`Brien SM, Detterbeck FC. Blunt tra- year experience. Eur J Cardiothorac Surg.2002;22(6):984-
cheobronchial injuries: treatment and outcomes. Ann 9.
Thorac Surg. 2001;71(6):2059-65. 19. Helmy N, Platz A, Stocker R, Trentz O. Bronchus
7. Champion HR, Saco WJ, Copes WS, Gann DS, rupture in multiply injured patients with bluntchest
Gennarelli TA, Flanagan ME. A revision of the Trau- ma trauma. Eur J Trauma. 2002;28(1):31-4.
Score. J Trauma. 1989;29(5):623-9. 20. Le Guen M, Beigelman C, Bouhemad B, Wenjïe
8. Baker SP, O’Neill B, Haddon W Jr, Long WB. The in- Y, Marmion F, Rouby JJ. Chest computed tomo- graphy
jury severity score: a method for describing patients with with multiplanar reformatted images for diagnosing
multiple injuries and evaluating emergency care. J traumatic bronchial rupture: a case report. Crit Care.
Trauma. 1974;14(3):187-96. 2007;11(5):R94.
9. Soothill EF. Closed traumatic rupture of the cervical 21. Faure A, Floccard B, Pilleul F, Faure F, Badinand B,
trachea. Thorax.1960;15(1):89-92. Mennesson N, et al. Multiplanar reconstruction:a new
10. Angood PB, Attia EL, Brown RA, Mulder DS. Ex- trinsic method for diagnosis of tracheobronchial rupture?
Intensive Care Med. 2007;33(12):2173-
civilian trauma to the larynx and cervical trachea--
8. Epub 2007 Aug 8.
important predictors of long-term mor- bidity. J
22. Kaewlai R, Avery LL, Asrani AV, Novelline RA.
Trauma. 1986;26(10):869-73.
Multidetector CT of blunt thoracic trauma. Radio-
11. Roxburgh JC. Rupture of the tracheobronchial
graphics. 2008;28(6):1555-70.
tree. Thorax.1987;42(9):681-8.
23. Savas R, Alper H. Fallen lung sign: radiographic
12. Mussi A, Ambrogi MC, Ribechini A, Lucchi M, Menoni
findings. Diagn Interv Radiol. 2008;14(3):120-1.
F, Angeletti CA. Acute major airwayinjuries: clinical
24. Tamura M, Oda M, Matsumoto I, Fujimori H, Shimizu
features and management. EurJ Cardiothorac Surg.
Y, Watanabe G. Double-barrel recons- truction for
2001;20(1):46-51; discus-sion 51-2.
complex bronchial disruption dueto blunt thoracic
13. Cassada DC, Munyikwa MP, Moniz MP, Dieter
trauma. Ann Thorac Surg. 2009;88(6):2008-10.
RA Jr, Schuchmann GF, Enderson BL. Acute injuries of
the trachea and major bronchi:

Rev. Col. Bras. Cir. 2017; 44(2): 194-201


ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017 Karakteristik pasien benda asing
trakeobronkial
Saad Jr.

Tracheobronchial injuries in chest trauma: a 17-year experience 201

Received in: 19/07/2016


Accepted for publication:
01/10/2016Conflict of
interest: none.
Source of funding: none.

Mailing address:
Roberto Gonçalves
E-mail: rgtorax@yahoo.com.br

164
ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017 Karakteristik pasien benda asing
trakeobronkial
Laporan Penelitian

Karakteristik pasien benda asing trakeobronkial di


bagian T.H.T.K.L Rumah Sakit Dr. Mohammad
Hoesin Palembang

Puspa Zuleika, Abla Ghanie


Departemen Telinga Hidung Tenggorok - Bedah Kepala Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya/
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin
Palembang

ABSTRAK
Latar belakang: Aspirasi benda asing ialah masuknya benda yang berasal dari luar atau dalam
tubuh, ke saluran trakeobronkial. Aspirasi benda asing saluran trakeobronkial merupakan keadaan
darurat yang memerlukan tindakan bronkoskopi segera untuk mencegah komplikasi yang lebih serius.
Tujuan: Mengidentifikasi karakteristik klinis pasien aspirasi benda asing saluran trakeobronkial di bagian
Telinga Hidung Tenggorok – Bedah Kepala Leher (T.H.T.K.L) Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/
Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian
observasional deskriptif. Sampel penelitian ini diambil dari data rekam medis pasien aspirasi benda
asing pada saluran trakeobronkial di Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode Januari 2012
 Desember 2016. Hasil: Didapatkan 20 pasien dengan riwayat teraspirasi benda asing di saluran
trakeobronkial. Dijumpai 9 orang laki-laki dan 11 orang perempuan dengan perbandingan 1:1,2, di mana
usia 015 tahun merupakan penderita terbanyak aspirasi benda asing ini. Benda asing yang paling
banyak ditemukan adalah mainan dan benda plastik sebanyak 9 kasus, serta jarum pentul sebanyak 6
kasus. Sebanyak 19 pasien diketahui terdapat riwayat tersedak benda asing. Pemeriksaan foto toraks
menunjukkan gambaran normal pada 12 pasien. Lokasi benda asing terbanyak ditemukan di trakea
sebanyak 8 kasus. Kesimpulan: Aspirasi benda asing di saluran trakeobronkial sering terjadi pada anak-
anak yang berusia kurang dari 15 tahun. Benda asing terbanyak adalah anorganik berupa mainan dan
benda plastik. Pemeriksaan radiologi paru dalam 24 jam pertama setelah kejadian aspirasi pada
umumnya menunjukkan gambaran normal. Lokasi benda asing di saluran trakeobronkial terbanyak
pada penelitian ini adalah di trakea.

Kata kunci: Aspirasi, bronkoskopi, foto toraks, benda asing, traktus trakeobronkial

ABSTRACT
Background: Foreign body aspiration is the entrance of foreign objects from outside or inside of the
body into the tracheobronchial tract. Aspiration of foreign body in tracheobronchial tract is an emergency
condition that needs immediate bronchoscopy procedure to prevent serious complications. Objectives:
To identify clinical characteristics of foreign body aspiration patients in ENT Department Sriwijaya
Medical Faculty / Dr. Mohammad Hoesin Hospital, Palembang. Method: This study was a descriptive
observational study. The sample of this study was taken from the medical record of tracheobronchial
foreign body aspiration patients at Dr. Mohammad Hoesin Hospital from January 2012 until December
2016. Result: There were twenty patients with the history of foreign body aspiration in tracheobronchial
tract, consisted of 9 male and 11 female, with the ratio 1:1,2, in which 0–15 year-old children were the
majority of the patients. The most common foreign bodies were toys and plastic objects in 9 cases and
head veil pin in 6 cases. Nineteen cases of the patients had the history of choking as presenting symptom.
165
ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017 Karakteristik pasien benda asing
trakeobronkial
Chest X-Ray showed normal imaging on twelve patients. The most common site in tracheobronchial tract
where foreign bodies found was the trachea, in eight cases. Conclusions: Foreign body aspirations in
tracheobronchial tract were most frequently happened in children less than 15 year-old. The most common
foreign bodies were anorganic material, such as toys and plastic objects. Lung X-Rays on the first 24
hours commonly showed normal imaging. Foreign bodies in tracheobronchial tracts most frequently
were found in the trachea.

Keywords: Aspirations, bronchoscopy, chest X-Ray, foreign body, tracheobronchial tree

166
ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017 Karakteristik pasien benda asing
trakeobronkial
Alamat korespondensi:
Puspa Zuleika, MD, Departement of Otorhinolaryngology Head & Neck Surgery, Sriwijaya University/
Moehamad Hoesin General Hospital, Jenderal Sudirman KM 3.5 Sekip jaya Kemuning Palembang
Indonesia, Tel: +6281328384219; E-mail: puspazuleika@yahoo.com.

PENDAHULUAN Manifestasi klinis aspirasi benda asing bervariasi,


dapat berubah seiring dengan perjalanan waktu, dan
Aspirasi benda asing ialah masuknya benda yang bisa diinterpretasikan berbeda oleh pemeriksa yang
berasal dari luar tubuh atau dari dalam tubuh ke saluran berbeda. Aspirasi benda asing dapat menyebabkan
napas.1,2, Benda asing pada saluran napas merupakan asfiksia, rasa tercekik, batuk paroksismal dengan
keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. disertai distress pernapasan, mengi, takipnea, dan
Keterlambatan penanganan dapat meningkatkan dispnea. Setelah episode akut, manifestasi klinis
terjadinya komplikasi bahkan kematian.1,2 Aspirasi bervariasi dari gejala dan tanda minimal hingga gejala
benda asing di bronkus sering menyebabkan gangguan obstruksi jalan napas total. Foto toraks merupakan
pernapasan dan menjadi penyebab morbiditas dan modalitas utama untuk diagnosis benda asing padat atau
mortalitas yang tinggi, karena dapat mengakibatkan logam di saluran trakeobronkial. Selain itu, foto toraks
gangguan napas akut, penyakit paru kronis, dan bahkan juga berguna untuk menentukan lokasi benda asing dan
kematian. Umumnya terjadi pada anak usia antara 6 menilai apakah telah terjadi komplikasi respirasi.2,4,5
bulan sampai 4 tahun dengan puncaknya pada umur 1– Keterlambatan diagnosis menyebabkan kelainan
2 tahun. Diperkirakan aspirasi benda asing merupakan patologis paru kronis tanpa didahului oleh gagal napas
penyebab 7% kematian mendadak pada anak di bawah akut, serta pembentukan granuloma intrabronkial.
usia 4 tahun. Di Amerika Serikat, pada tahun 2006 Aspirasi benda asing juga dapat menyebabkan kelainan
terdapat 4.100 kasus (1,4 per 100.000) kematian anak kronis jika tidak ditatalaksana dengan cepat.2,5
yang disebabkan aspirasi benda asing di jalan napas.2,3
Penatalaksanaan benda asing saluran napas
Diagnosis dan penatalaksanaan merupakan hal memiliki berbagai modalitas tindakan yaitu
penting yang harus dilakukan, untuk mencegah laringoskopi, bronkoskopi serat optik,
mortalitas dan komplikasi pada kasus aspirasi benda bronkoskopikaku,dantorakotomi.Penggunaan
asing. Sangat penting untuk dibuat diagnosis akurat dan bronkoskopi dalam penatalaksanaan kasus ini
tepat waktu, serta pengangkatan benda asing secara menurunkan tindakan pembedahan torakotomi.
aman. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis Bronkoskopi kaku merupakan baku emas
yang baik, pemeriksaaan fisik, dan pemeriksaan penatalaksanaan aspirasi benda asing pada percabangan
radiologi. Akan tetapi, karena tanda dan gejala tidak trakeobronkial yang tampak secara langsung.
khas maka hal tersebut menyebabkan masalah. Kasus Bronkoskopi kaku merupakan pilihan untuk ekstraksi
aspirasi benda asing sering terlambat didiagnosis benda asing yang teraspirasi pada anak karena ventilasi
karena episode tercekik (choking) awal tidak diketahui, lebih terjamin, yaitu mempunyai konektor yang
dan gejala lanjut aspirasi benda asing menyerupai dihubungkan dengan oksigen, sehingga lebih mudah
kondisi lain, seperti asma, pneumonia rekuren, infeksi untuk melakukan tindakan dan bisa untuk mengatasi
saluran napas atas, dan batuk persisten.4 perdarahan. Intervensi awal menggunakan bronkoskopi
kaku diikuti dengan ekstraksi menggunakan cunam
(grasping forcep) atau ekstraktor magnetik

167
ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017 Karakteristik pasien benda asing
trakeobronkial
memungkinkan pengangkatan benda asing dengan semua pasien yang dicurigai teraspirasi benda asing
mudah dan aman.1,4,6 dan dilakukan tindakan bronkoskopi periode Januari
2012 sampai dengan Desember 2016. Deskripsi data
Distribusi lokasi benda asing saluran napas lebih
pasien meliputi jumlah, usia dan jenis kelamin pasien,
sering dijumpai pada bagian proksimal (90%)
jenis benda asing, keluhan pasien saat berobat, hasil
dibandingkan bagian distal. Benda asing saluran napas
pemeriksaan radiologik dan lokasi benda asing
lebih sering dijumpai pada sistem bronkus kanan
intraoperatif. Hasil penelitian disajikan secara
(52%).1,3 Al-Sarraf dkk4 melaporkan bahwa predileksi
deskriptif dalam bentuk narasi dan tabel.
tersering tersangkutnya benda asing di saluran napas
adalah bronkus utama kanan (32%), diikuti oleh
bronkus utama kiri (23%), lobus kanan bawah (17%),
trakea (17%), dan lobus kiri bawah (11%). Jaiswal dkk7
juga melaporkan bahwa benda asing saluran napas lebih HASIL
banyak dijumpai di bronkus utama kanan (42–70%),
disusul dengan bronkus utama kiri (18,7– 32,6%), Dari data rekam medis pasien periode Januari
trakea (27,5%), bronkus segmental 2012 sampai dengan Desember 2016 didapatkan 20
kanan (22%), laring (1-7,5%), dan bronkus segmental pasien yang dicurigai mengalami aspirasi benda asing di
kiri (3%). Hal ini disebabkan oleh bronkus kanan saluran trakeobronkial dan dilakukan t indakan
hampir membentuk garis lurus dengan trakea, br o nko sko p i. Berdasarkan jenis kelamin dari 20
sedangkan bronkus kiri membuat sudut dengan trakea. pasien, didapati jumlah pasien laki-laki 9 orang dan
Selain itu, bronkus kanan mempunyai diameter lebih perempuan 11 orang, dengan rasio 1:1 (tabel 1).
besar.1,3
Pasien yang datang berobat dengan rentang usia 6
Pada individu dewasa, benda asing yang bulan hingga 60 tahun. Usia terbanyak pasien yang
teraspirasi cenderung terperangkap di bagian tengah mengalami aspirasi benda asing adalah kelompok
dalam trakea (53%) atau distal karina (47%). Sebagian usia anak-anak dengan rentang usia 6 bulan sampai 13
besar benda asing melewati pita suara dan masuk ke tahun sebanyak 18 orang dan 2 orang pasien berusia 43
cabang trakeobronkial. Hanya 12% benda asing yang tahun
mengalami impaksi di laring.5 dan 60 tahun (tabel 1).
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
gambaran karakteristik penderita benda asing di saluran Tabel 1. Karakteristik pasien benda asing saluran
trakeobronkial di bagian Telinga Hidung Tenggorok – trakeobronkial berdasarkan jenis kelamin
Bedah Kepala Leher (T.H.T.K.L) Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP) Dr. Mohammad Hoesin. Tahun Laki- Perempu N
laki an
2012 2/9 3/11 5
2013 1/9 2/11 3
METODE 2014 3/9 2/11 5
2015 2/9 - 2
Penelit ian ini menggunakan metode
observasional deskriptif. Data berasal dari data 2016 1/9 4/11 5
rekam medis pasien di Bagian T.H.T.K.L. RSUP Total 9 11 20
Mohammad Hoesin Palembang. Waktu penelitian
dilakukan pada Januari 2012 sampai Desember 2016.
Tabel 2. Penderita benda asing trakeobronkial
Sampel penelitian adalah
berdasarkan aktivitas saat tertelan

Aktivitas N
Bermain 12/20
Memakai jilbab 5/20
Tertawa 2/20
Makan 1/20
Total 20

168
ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017 Karakteristik pasien benda asing
trakeobronkial
Tabel 3. Jenis benda asing yang teraspirasi Dari anamnesis didapatkan keluhan utama

yang paling banyak dijumpai adalah tersedak


Jenis benda asing Inside benda asing sebanyak 19 pasien, dan hanya satu pasien
n yang datang dengan keluhan utama batuk.
Benda Mainan dan benda 9/20
Pemeriksaan radiologi berupa foto toraks
asing plastic
merupakan pemeriksaan penunjang yang wajib
anorgani Jarum pentul 6/20
dilakukan pada pasien yang datang dengan keluhan
k aspirasi benda asing. Sejumlah 12 pasien dengan
Paku 1/20 gambaran paru normal. Hanya
Gigi palsu 1/20
Tabel 4. Lokasi benda asing berdasarkan temuan satu pasien dengan gambaran paru pneumonia disertai
Benda
intraoperatif Kacang tanah 2/20 dengan gambaran benda asing dengan
asing Biji petai 1/20
organik
riwayat tersedak benda asing sejak 16 hari
Total
Loka N 20 sebelum masuk rumah sakit.
si
Berdasarkan lokasi temuan benda asing
Trakea 8/20
intraoperatif, lokasi benda asing di saluran
Bronkus kanan 6/20
trakeobronkial yaitu delapan benda asing di trakea dan
Bronkus kiri 6/20 masing-masing sebanyak enam
Total
Tabel 5. Waktu antara kejadian aspirasi dan20 benda asing di bronkus kanan dan bronkus kiri (tabel 4).
mencapai rumah sakit
Sebelas orang pasien segera ke rumah sakit
setelah mengalami kejadian aspirasi dan satu orang
Durasi (hari) N mengalami keterlambatan diagnosis hingga 16 hari
(tabel 5).
<1 11
2 4
3 1
4 1 DISKUSI
5 2
Aspirasi benda asing merupakan keadaan gawat
>6 1 darurat yang dapat berakibat fatal, dan dapat terjadi
Total 20 pada semua usia terutama pada bayi dan anak usia
kurang dari 3 tahun. Hal ini disebabkan antara lain karena
Berdasarkan aktivitas yang dilakukan saat pertumbuhan gigi molar yang belum sempurna,
kejadian, bermain adalah aktivitas yang paling banyak, kecenderungan anak untuk memasukkan benda ke
yaitu sebanyak 12 pasien (tabel 2). dalam mulut, dan seringkali berteriak, menangis
atau berteriak dengan benda asing dalam mulut.
Berdasarkan jenis benda asing yang tertelan, Menurut Rovin dkk8, lebih dari 50% kasus aspirasi
dibagi menjadi dua kelompok yaitu benda asing benda asing terjadi pada anak dengan usia kurang dari 3
organik dan anorganik. Benda asing anorganik tahun, dan sekitar 75%–85% kasus terjadi pada anak di
merupakan jenis benda asing terbanyak yaitu 17 kasus, bawah usia 15 tahun. Pada kelompok dewasa, aspirasi
sedangkan benda asing organik sebanyak tiga kasus. benda asing lebih sering terjadi pada usia lebih dari 60
Jenis benda asing terbanyak adalah mainan dan benda tahun. Hal tersebut disebabkan oleh karena proteksi
yang terbuat dari plastik, yaitu sembilan kasus diikuti jalan napas pada usia tersebut tidak adekuat.9 Pada
dengan jarum pentul sebanyak enam kasus. Benda asing penelitian ini, 12 pasien
organik terdiri dari kacang tanah sebanyak dua kasus
dan biji petai satu kasus (tabel 3).

169
ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017 Karakteristik pasien benda asing
trakeobronkial
aspirasi benda asing di saluran trakeobronkial adalah kepada saksi yang melihat kejadian tersebut, namun
anak berusia kurang dari 10 tahun, dengan sering kali tidak terdapat saksi mata. Anamnesis yang
kejadiannya hampir sama baik pada laki-laki maupun khas untuk aspirasi benda asing di saluran
perempuan yaitu 1:1,2. Perempuan lebih banyak trakeobronkial adalah batuk yang paroksismal, sesak
mengalami aspirasi benda asing saluran napas yang tiba-tiba, dan kebiruan di sekitar mulut, hal ini
trakeobronkial. Hal ini mungkin disebabkan karena ditemukan pada lebih 90% kasus. 8,11
pemakaian jarum pentul untuk memasang jilbab pada
Setiap kasus yang diduga aspirasi banda asing
perempuan. Terdapat perbedaan dengan penelitian
harus dilakukan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan
yang lain di mana laki-laki lebih sering dibanding
radiologi terutama berguna untuk mendeteksi gejala
dengan perempuan. Saki dkk10 di Rumah Sakit Apadana,
yang ditimbulkan oleh benda asing tersebut karena
Iran, melaporkan suatu penelitian yang luas dari tahun
pada kebanyakan kasus aspirasi benda asing bersifat
1988 hingga 2008 dan melaporkan angka kejadian
radiolusen. Pada 24 jam pertama, pemeriksaan radiologi
aspirasi benda asing pada laki-laki sebanyak 644
sering menunjukkan tidak adanya kelainan.8,9,11 Kaur dkk
orang (63,5%) dan perempuan 371 orang (36,5%).
dikutip Tamin dkk11 melaporkan hasil foto Rontgen
Berdasarkan jenis benda yang teraspirasi, dapat toraks pada aspirasi benda asing didapatkan gambaran
dibagi menjadi organik dan anorganik. Benda asing paru normal 32%, pergeseran mediastinum 20%,
organik bersifat menyerap cairan kemudian konsolidasi 20%, emfisema 16%, dan benda asing
mengembang, dan sejalan dengan waktu akan radiopak 6%. Pada penelit ian ini didapatkan 60%
mengakibatkan pembengkakan yang cepat, yang pemeriksaan foto Rontgen member ikan gambaran
mengakibatkan perubahan derajat obstruksi, dari paru yang normal. Hal ini dapat disebabkan karena
obstruksi parsial menjadi total. Selain itu benda asing penderita tersebut datang ke rumah sakit dalam waktu
organik menimbulkan reaksi inflamasi yang berat kurang dari 24 jam sehingga belum terjadi kelainan pada
dalam beberapa jam. Benda asing organik yang sering paru. Selanjutnya, 35% pasien menunjukkan adanya
teraspirasi adalah kacang dan biji buah- buahan.8,11 gambaran benda asing radiopak, dan 10%
Sedangkan benda asing anorganik memberikan tanda dan menunjukkan telah terjadi kelainan pneumonia pada
gejala yang lebih ringan daripada organik. Benda asing gambaran foto Rontgen paru.
anorganik yang sering teraspirasi adalah manik-manik,
Pada penelitian ini, sebelas pasien datang ke
mainan kecil, jarum, tutup pulpen, serta peralatan
rumah sakit dalam waktu kurang dari 24 jam setelah
sekolah ukuran kecil.11 Pada penelitian ini benda asing
kejadian tersedak benda asing. Penegakan diagnosis
yang teraspirasi paling banyak adalah benda asing non
dan pengambilan benda asing sebaiknya dilakukan
organik berupa mainan plastik sebanyak 9 pasien.
secepatnya untuk mencegah terjadinya sekuele pada
Pada penelitian ini didapatkan 19 orang pasien saluran trakeobronkial. 12 Keterlambatan diagnosis
datang ke rumah sakit dengan keluhan utama tersedak aspirasi benda asing dapat terjadi karena orang tua yang
benda asing. Hal ini dikarenakan pasien atau orang tua tidak waspada dengan gejala aspirasi, atau pada
pasien menyadari dan menyaksikan kejadian tersedak pemeriksaan dokter melewatkan gejala klinis aspirasi
ini. Hanya satu pasien yang datang dengan keluhan dan gambaran radiologi. Pada penelitiannya, Saki10
batuk dan riwayat tersedak benda asing tidak diketahui. melaporkan dari 1015 pasien, 269 pasien (26,6%)
Diagnosis aspirasi benda asing ditegakkan dengan ditatalaksana kurang dari 24 jam pasca aspirasi, dan 846
melakukan anamnesis yang teliti pasien (73,4%) ditatalaksana lebih dari 24 jam.

170
ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017 Karakteristik pasien benda asing
trakeobronkial
Szafranski13 melakukan penelitian di Polandia pada asing di saluran trakeobronkial terbanyak pada
tahun 1978-2008 dan melaporkan terdapat dua penelitian ini adalah di trakea sebanyak 8 pasien.
belas pasien dengan benda asing bronkus yang Bronkoskopi kaku merupakan baku emas ekstraksi
mengalami keterlambatan penatalaksanaan. benda asing, dengan pertimbangan pernapasan lebih
terkontrol, oksigenasi adekuat, lumen lebih besar
Lokasi benda asing yang teraspirasi
sehingga memudahkan melakukan tindakan, serta untuk
tergantung dari bentuk dan ukurannya serta posisi
mengatasi bila terdapat perdarahan.
pasien pada saat terjadi aspirasi. 14 Secara statistik,
persentase aspirasi benda asing berdasarkan lokasinya
masing-masing adalah hipofaring sebanyak 5%,
laring/trakea sebanyak 17%, dan bronkus sebanyak DAFTAR PUSTAKA
78%. Lokasi benda asing yang terbanyak adalah 1. Ragab A, Ebied OM, Zalat S. Scarf pins sharp
terdapat di bronkus utama kanan, karena posisi bronkus
metallic tracheobronchial foreign bodies:
utama kanan membentuk sudut 25 derajat ke kanan dari
presentation and management. 2007; 71(5):
garis tengah, sedangkan bronkus utama kiri membentuk
sudut 45 derajat ke kiri dari garis tengah.8,9,11 Pada 769–73.
penelitian ini benda asing lebih banyak ditemukan di
trakea yaitu sebanyak delapan pasien, sementara 2. Cohen S, Avital A, Godfrey S, Gross M,
bronkus kanan dan bronkus kiri memiliki jumlah pasien Kerem E, Springer C. Suspected foreign body
yang sama yaitu 6 orang. Benda asing yang tersangkut inhalation in children: What are the indications
di trakea ini berupa mainan plastik dan jarum pentul. for bronchoscopy? J Pediatr. 2009; 155(2):
Dari hasil intraoperatif ditemukan bahwa ukuran 276–80.
mainan plastik seperti peluit dan ujung pulpen
mengakibatkan benda asing tersebut tersangkut di 3. Junizaf MH. Benda asing di saluran
trakea, sementara benda asing yang lain berupa jarum napas. Dalam: Seopardi EA, Iskandar N,
pentul yang ujung tajamnya tertancap pada mukosa Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar
trakea sehingga posisi jarum pentul tidak berubah. Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Benda asing di saluran trakeobronkial Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit
merupakan suatu keadaan darurat yang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
memerlukan penanganan segera. Puncak kejadian 2010. h. 259–65.
terjadi pada usia anak-anak terutama kurang dari 15
tahun, dengan perbandingan kejadian laki-laki dan 4. Al-Sarraf N, Eddine HJ, Khaja F, Ayed AK.
wanita yaitu 1:1,2. Benda asing terbanyak yang Headscarf pin tracheobronchial aspiration:
teraspirasi adalah benda asing anorganik berupa a distinct clinical entity. Interactive
mainan dan benda plastik sebanyak 9 orang. CardioVascular and Thoracic Surgery. 2009;
Pemeriksaan radiologi paru harus dilakukan pada 1(1): 187–90.
pasien teraspirasi benda asing untuk mengetahui
bentuk, ukuran dan lokasi benda asing serta komplikasi 5. Ghai A, Wadhera R, Hooda S, Kamal K, Verma
yang timbul. Pemeriksan radiologi paru yang diambil V. Subglottic foreign bodies-two case reports.
dalam waktu 24 jam pertama setelah kejadian Anesth, Pain & Intensive Care. 2008; 12(1):
aspirasi biasanya menunjukkan gambaran normal. 27–9.
Lokasibenda

6. Fitri F, Prijadi J. Bronkoskopi dan ekstraksi


jarum pentul pada anak. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2014; 3(3): 538–44.

7. Jaiswal AA, Garg AK. Spontaneous expulsion of


foreign body (Seewing Machine Needle)
from right middle lobe bronchus - A rare case
report. Journal of Clinical and Diagnostic
Research. 2014; 8(8): 1–2.

8. Rovin JD, Rodgers BM. Pediatric foreign body


aspiration. Pediatrics in Review. 2000; 21(3):
86–90.
9. Dic nsoy O, Usalan C, Filiz A.
ke Foreign body aspiration:
171
cli pirations in infancy: A 20-year
nic experience. International
ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017 Karakteristik pasien benda asing
al Journal of Medical Sciences.
trakeobronkial
uti 2009; 6(6): 322–8.
lit
y 11. Tamin S, Hadjat F, Abdillah F.
of Penatalaksanaan aspirasi biji
fle jeruk di traktus
xib trakeobronkial dengan
le berbagai manifestasi klinis.
br Jurnal Oto Rhino
on Laryngologica Indonesiana.
ch 2005; 35:16–25.
oc
sc
op
y.
Po
st
gr
ad
M
ed
J.
20
02
:
78
(9
21
):
39
9–
40
3.

10. Sak
i
N,
Ni
ka
kh
lag
h
S,
Ra
hi
m
F,
Ab
shi
rin
i
H.
Fo
rei
gn
bo
dy
172
as
12. D 565–615.
o
ORLI Vol. 47 No. 2 Tahun 2017 Karakteristik pasien benda asing
n 13. Szafrański W, Dobielski J,
trakeobronkial
a Papiewski W, Czechowska
t U. Occult bronchial foreign
o bodies - analysis of own
L, material. Polandia: Regional
N Specialistic Radom Hospital.
e 2013; 81(1): 40–4.
u
s 14. Tahir N, Ramsden WH,
L, Stringer MD.
B Tracheobronchial anatomy
ri and the distribution of
g inhaled foreign bodies in
J. children. Eur J Pediatr. 2009:
T 168(3):289–5.
r
a
c
h
e
o
b
r
o
n
c
hi
al
f
o
r
ei
g
n
b
o
di
e
s.
A
rc
hi
v
e
s
P
e
di
at
r.
2
0
0
0:
7
(
1
173
):

Anda mungkin juga menyukai