Anda di halaman 1dari 56

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF TINJAUAN PUSTAKA

FAKULTAS KEDOKTERAN Februari 2021


UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT PALU

TINJAUAN PUSTAKA
TUMOR OTAK

Disusun Oleh:

Afifah Idelma Makmur


16 20 777 14 399

Pembimbing:
dr. Magdalena Sumenap, M.Kes, Sp.S
dr. Masita Muchtar, M.Biomed

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama dan stambuk : Afifah Idelma Makmur (16 20 777 14 339)


Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Alkhairaat
Judul : Tumor Otak
Bagian : Ilmu Penyakit Saraf

Bagian Ilmu Penyakit Saraf

RSU Anutapura Palu

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu,
2021
Pembimbing Pembimbing

Dr. Magdalena Sumenap, M.Kes, Sp.S dr. Masita Muchtar, M.Biomed


BAB I

PENDAHULUAN

Tumor otak merupakan suatu massa atau benjolan yang tumbuh secara
tidak normal di dalam otak. Benjolan ini dapat bersifat jinak maupun ganas.
Sumbernya pun bisa berasal dari otak itu sendiri (tumor primer) maupun
penyebaran dari bagian tubuh lainnya (tumor sekunder atau metastasis).

Data epidemologi berdasarkan sebuah penelitian systematic review


menunjukkan insidensi tumor otak primer di dunia adalah 10,82% per 100.000
penduduk per tahun. Angka tersebut berkisar antara 0,01-25,95% per 100.000
penduduk per tahun dengan insidensi terendah adalah tumor pineal.

Tumor primer otak maligna yang paling banyak ditemukan pada orang
dewasa adalah glioma. Sekitar 20-40% kanker primer seperti kanker payudara
atau kanker paru akan mengalami metastasis ke otak pada perjalanan penyakitnya.

Gejala klinis tumor otak beragam, tergantung dari jenis, lokasi, dan ukuran
tumor. Gejala klinis yang paling sering ditemukan pada pasien adalah nyeri
kepala, kejang, muntah proyektil, defisit neurologis, dan gangguan kognitif.

Volume otak dibatasi oleh tulang tengkorak. Walaupun tumor bersifat


jinak, namun pertambahan ukuran tumor dapat meningkatkan tekanan intrakranial
sehingga dapat menimbulkan gejala klinis yang buruk.

Berdasarkan sumber jaringan pembentuknya, tumor otak dapat dibagi


menjadi tumor primer dan tumor metastasis. Tumor otak primer adalah tumor
yang berasal dari parenkim otak dan jaringan sekitarnya, seperti jaringan
neuroepitelial, pituitari, nervus kranial, sel germinal, serta meninges. Tumor otak
primer dapat bersifat jinak atau ganas.
Tumor metastasis, disebut juga tumor otak sekunder, merupakan
penyebaran dari neoplasma di bagian tubuh lain. Tumor metastasis di otak paling
sering berasal dari kanker paru, payudara, kolon, ginjal, dan kulit (melanoma).

Pencitraan merupakan modalitas utama dalam mendiagnosis tumor otak.


Pemeriksaan biopsi dapat dilakukan pada jaringan tumor yang didapat dari
pembedahan kraniotomi atau dengan biopsi jarum yang menggunakan panduan
stereotaktik.

Penatalaksanaan tumor otak bersifat multidisiplin. Reseksi total tumor


merupakan hal yang diharapkan dapat dikerjakan. Namun, tidak semua tumor otak
dapat direseksi, terutama apabila ditemukan pada lokasi yang sulit.
Penatalaksanaan kombinasi dilakukan dengan radioterapi, kemoterapi,
medikamentosa, dan terapi suportif guna menunjang kualitas hidup pasien.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI
1. Anatomi otak
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen
bagiannya adalah:
Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan
sulkus (celah) dan girus. Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca
di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung
pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik
primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus
ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga
mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan
inisiatif.
b) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura
parieto-oksipitalis. Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat
verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan
perkembangan emosi.
c) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran.

d) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf
lain & memori.
e) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi
dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom.

Gambar 1. Anatomi Lobus Cerebrum

2. Pada lobus temporalis terdapat daerah fungsional sebagai berikut:


a. Korteks area auditorus primer
Merupakan area Brodman 41 dan 42, terdapat dalam insula (girus
Heschl). Korniokorteks area pendengaran ini menerima impuls
pendengaran dari korpus genikulatum mediale melalui radiasio akustik
yang berjalan melalui pars sublentikularis krus posterior kapsula interna.
Pada hemisfer dominan, girus temporalis superior pars posterior (area
22) dan girus angular (area 39) penting untuk fungsi pendengaran
bahasa bicara dan tulisan. Sedangkan hemisfer nondominan berperan
dalam pendengaran suara, irama dan musik. (8,12)

b. Korteks area olfaktorik primer


Bagian anterior uncus merupakan bagian korteks area olafktorik primer
terpenting. Daerah yang lain meliputi kroteks prepiriformis (anterior 28)
dan substansia perforata anterior. Rhinensefalon dalam arti lebih terbatas
meliputi bagian susunan saraf yang menerima serat-serat dari bulbus
olfaktorius sehingga mencakup traktus olfaktorius, striae olfaktorius
bagian tertentu korpus amygdaloid, uncus, korteks prepiriformis dan
substansia perforata anterior.
c. Visual pathways Area
Visual ekstratriata melintas disebelah dalam dari lobus temporalis
sekitar krus posterior ventrikel lateralis.
d. Girus temporalis inferior dan medial
Berperan dalam kegiatan belajar dan memori. Seperti diketahui belajar
adalah suatu proses untuk mendapatkan pengetahuan tentang dunia yang
dipengaruhi oleh pengalaman, sedangkan memori adalah simpanan
informasi yang dapat dipanggil kembali.5

B. DEFINISI
Tumor otak merupakan suatu massa atau benjolan yang tumbuh secara
tidak normal di dalam otak. Benjolan ini dapat bersifat jinak maupun ganas.
Sumbernya pun bisa berasal dari otak itu sendiri (tumor primer) maupun
penyebaran dari bagian tubuh lainnya (tumor sekunder atau metastasis).
Tumor yang asalnya berasal dari otak dikelompokkan menjadi beberapa
jenis, Pengelompokan ini didasarkan atas asal selnya. Masing-masing jenis
memiliki pola perkembangan dan prognosis pengobatan masing-masing.
C. EPIDEMIOLOGI

Data epidemologi berdasarkan sebuah penelitian systematic review


menunjukkan insidensi tumor otak primer di dunia adalah 10,82 per 100.000
penduduk per tahun. Angka tersebut berkisar antara 0,01-25,95 per 100.000
penduduk per tahun dengan insidensi terendah adalah tumor pineal.
Perbedaan terlihat antara kelompok etnis di negara yang sama, dan perbedaan
insiden 3 kali lipat telah dilaporkan antar negara di seluruh dunia. Negara-
negara maju tampaknya memiliki tarif tertinggi, tetapi ini mungkin
mencerminkan sistem pendaftaran yang lebih baik.

Tumor primer otak maligna yang paling banyak ditemukan pada orang
dewasa adalah glioma. Sekitar 20-40% kanker primer seperti kanker payudara
atau kanker paru akan mengalami metastasis ke otak pada perjalanan
penyakitnya.[4,9]

1. Global

Secara global, insidensi tumor otak maligna di seluruh dunia adalah 3,4/
100.000 penduduk. Insidensi tumor otak di Amerika Serikat adalah 21,42/
100.000 penduduk per tahun dengan insidensi tumor ganas 7,25/ 100.000
penduduk per tahun. Masing-masing jenis tumor otak memiliki insidensi yang
berbeda.

Meduloblastoma pada anak-anak memiliki insidensi 0,49/ 100.000


penduduk per tahun. Sebuah penelitian di Iran melaporkan insidensi tumor
otak maligna sebesar 2,74/ 100.000 penduduk per tahun.[8,9,15]

Pada dewasa, dua per tiga tumor otak primer berlokasi di supratentorial,
sedangkan pada anak-anak tumor otak lebih banyak ditemukan infratentorial.
Pada anak-anak, tumor otak merupakan jenis malignansi terbanyak kedua
dengan jumlah kasus 15-25% dari keseluruhan kasus malignansi.[7]

Berdasarkan data statistik Central Brain Tumor Registry of the United


States (CBTRUS), tumor otak merupakan neoplasma terbanyak yang
ditemukan pada usia 0-14 tahun. Insidensi pada usia tersebut rata-rata 5,54/
100.000 penduduk per tahun. Meningioma merupakan tumor otak yang paling
banyak terdiagnosis secara histologi (36,8%), diikuti dengan tumor pituitari
(16,2%), dan glioblastoma (14,9%).

Glioblastoma merupakan tumor otak maligna yang paling banyak


ditemukan (47,1%), sedangkan tumor otak jinak paling banyak adalah
meningioma. Kasus glioblastoma mencakup 15,4% dari tumor otak primer.
Meningioma dan glioblastoma lebih sering ditemukan pada usia dewasa dan
insidensinya meningkat seiring bertambahnya usia.

Insidensi tertinggi terdapat pada kelompok usia >65 tahun (meningioma)


dan 75-84 tahun (glioblastoma). Glioblastoma lebih banyak 1,6 kali lipat pada
laki-laki daripada perempuan. Meningioma lebih banyak ditemukan pada
orang berkulit hitam dibandingkan dengan orang berkulit putih.[2]

Tumor embrional merupakan tumor otak paling banyak pada usia 0-4
tahun dan merupakan jenis tumor terbanyak kedua pada kelompok usia 0-19
tahun. Meduloblastoma merupakan tumor embrional terbanyak pada
kelompok usia 0-19 tahun. Tumor primitif neuroektodermal (tumor
embrional) memiliki insidensi tertinggi pada kelompok usia 0-4 tahun.

Angka ketahanan hidup pasien tumor embrional sangat bervariasi


tergantung hasil pemeriksaan histopatologi. Selain tumor embrional, tumor sel
germinal dan astrositoma pilositik memiliki insidensi yang lebih tinggi pada
kelompok usia muda. [2]

2. Indonesia

Belum ada data epidemiologi nasional mengenai tumor otak di Indonesia.


Sebuah penelitian di Bandar Lampung melaporkan selama periode 2009-2013
terdapat 173 pasien dengan diagnosis tumor otak berdasarkan hasil
histopatologi.

Pada penelitian tersebut pasien berjenis kelamin perempuan lebih banyak


daripada laki-laki (1,8:1). Jenis tumor yang paling banyak ditemukan adalah
meningioma (57,8%) dan astrositoma (28,9%) dengan lokasi tumor terbanyak
di regio frontal (30,1%).[1]

3. Mortalitas

Angka mortalitas akibat tumor otak maligna mencapai 4,25/ 100.000


penduduk per tahun. Mortalitas lebih tinggi pada pasien berjenis kelamin pria.
[8]

Survei CBTRUS di Amerika Serikat selama periode 2010-2014


melaporkan kematian akibat tumor otak primer sebanyak 75.271 kasus dengan
angka mortalitas 4,33 per 100.000 penduduk per tahun. Di Amerika Serikat,
pasien laki-laki memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi yakni 5,30 per
100.000 orang dibandingkan perempuan 3,51 per 100.000 orang.[2]
D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Penyebab tumor otak belum diketahui tetapi masih ada faktor-faktor yang
perlu ditinjau yaitu:

 Sindrom herediter
 Radiasi
 Substansi-subtansi karsinogenik
 Virus Infeksi, Virus juga dipercayai bisa menyebabkan tumor otak,
Contohnya, virus Epstien-barr

Gaya hidup, penelitian telah menunjukkan bahwa makanan yang


diawetkan, daging asap atau acar tampaknya berkolerasi dengan peningkstn
risiko tumor otak.

E. KLASIFIKASI
WHO membuat klasifikasi keganasan tumor menjadi 4 grade berdasarkan
karakteristik morfologi, pola pertumbuhan, dan sifat molekuler tumor sebagai
berikut:
1. Grade I

Tumor grade I adalah tumor jinak (benign) yang bersifat non-infiltratif dan
bertumbuh lambat. Penatalaksanaan tumor grade I umumnya cukup hanya
dengan pembedahan saja. Pasien tumor grade I memiliki angka ketahanan
hidup yang lebih baik.[3,20]

2. Grade II

Tumor grade II masih mungkin mengalami pertumbuhan yang lambat (low


proliferative). Ciri – ciri tumor grade II adalah menginfiltrasi jaringan sehat
sekitar, rekurensi lebih sering terjadi, dan dapat mengalami progresivitas
menjadi grade yang lebih tinggi.[3,17,20]

3. Grade III
Tumor grade III bersifat maligna yang ditandai dengan adanya infiltrasi.
Tingkat rekurensi setelah terapi pada grade ini termasuk tinggi.[3,17,20]

4. Grade IV

Pada tumor grade IV dapat ditemukan nekrosis jaringan. Proses


pertumbuhan dan infiltrasi tumor cepat dan luas. Rekurensi juga sangat cepat
walaupun sudah diterapi dengan adekuat.[3,17,20]

Tumor low grade meliputi tumor grade I dan II berdasarkan sistem grading
WHO di atas. Tumor grade III dan IV termasuk dalam tumor high grade.
Tumor grade I memiliki prognosis yang paling baik, sedangkan tumor grade
IV memiliki prognosis terburuk. Oleh karena itu, grading tumor bukan hanya
untuk menilai tingkat progresifitas tumor tetapi juga kemungkinan
keberhasilan terapi.[3,17]

Klasifikasi Tumor Otak Dari Segi Klinis

Tumor Primer Benign  Meningioma


 Adenoma Pituitary
 Neuroma Akustik
 Craniopharyngioma
 Hemangioblastoma
Maligna  Glioma
Anaplastic Astrositoma
GBM
 Apendimoma
 Oligodendroglioma
 Pineal cell tumor
 Choroid plexus Ca
 Primitive
neuroectodermal tumors
Tumor Otak Metastase Single/Multipel Metastase
Meningeal cercinomatosis

Berdasarkan klasifikasi yang disebutkan di atas, ada beberapa jenis tumor


otak yang sering terjadi, yaitu:
 Glioma: Tumor ini muncul dari sel-sel glia, yang terdiri dari sel astrosit,
epyndemal, oligodendrosit, dan lainnya.
 Meningioma: Meningioma menyerang jaringan selaput otak, yang
umumnya pada otak kecil dan otak besar.
 Adenoma pituitari: Tumor jenis ini tumbuh dan berkembang pada
permukaan kelenjar pituitari atau hipofisis.
 Neuroma akustik: Tumor dapat berasal dari sel Schwann, yang umumnya
berada di bagian luar saraf yang menghubungkan otak dan telinga.
 Limfoma sistem saraf pusat: Tumor ini terjadi pada sistem limfatik yang
berada di sistem saraf pusat, yaitu otak.
 Craniopharyngioma: Terjadi pada area otak yang berdekatan dengan
mata atau sekitar bagian bawah otak yang berdekatan dengan kelenjar
pituitari.
 Tumor kelenjar pineal: Jenis tumor ini bermula pada kelenjar pineal
yang berdekatan dengan pusat otak.
 Tumor metastasis: Tumor ini berasal dari bagian lain dari tubuh, seperti
paru-paru, payudara, usus, ginjal, ataupun kulit.
Klasifikasi tumor otak berdasarkan World Health Organization
(WHO):
1. TUMOR NEUROEPITHELIAL
1. Tumor Glial
a. Astrositoma
i. Astrositoma Pilositik
ii. Astrositoma Difus
iii.Astrositoma Anaplastik
iv.Glioblastoma
v. Xantoastrositoma Pleomorfik
vi.Astrositoma Subependimal Sel Raksasa
b. Tumor Oligodendroglial
i. Oligodendroglioma
ii. Oligodendroglioma Anaplastik
c. Glioma campuran (Mixed Glioma)
i. Oligoastrositoma
ii. Oligoastrositoma Anaplastik
d. Tumor Ependimal
i. Ependimoma Myxopapilari
ii. Subependimoma
iii.Ependimoma
iv.Ependimoma Anaplastik
e. Tumor Neuroepithelial lainnya
i. Astroblastoma
ii. Glioma Koroid dan ventrikel III
iii.Gliomatomosis serebri
2. Tumor Neuronal dan campuran neuronal – glial
a. Ganglisitoma
b. Gangliglioma
c. Astrositoma desoplastik Infantile
d. Tumor Disembrioplastik Neuroepithelial (BNET)
e. Neurositoma operasi
f. Liponeurositoma Serebelar
g. Paraganglioma
3. Tumor Non-glial
a. Tumor Embrional
i. Ependimoblastoma
ii. Meduloblastoma
iii. Tumor Primitif Neuroektodermal Supratentorial (PNET)
b. Tumor Pleksus Khoroideus
i. Papiloma Pleksus Khoroideus
ii. Karsinoma Pleksus Khoroideus
c. Tumor Parenkim Pineal
i. Pineoblastoma
ii. Pineositoma
iii. Tumor Parenkim Pineal dengan Diferensiasi Intermediet
2. TUMOR MENINGEAL
1. Meningioma
2. Hemangoperisitoma
3. Lesi Melanositik
3. TUMOR GERM CELL
1. Germinoma
2. Karsinoma Embrional
3. Tumor Sinus Endodermal (Yolk sac)
4. Khoriokarsinoma
5. Teratoma
6. Tumor Germ cell bercamputan
4. TUMOR SELLA
i. Adenoma hiposifif
ii. Karsinoma Prostat
iii. Kraningofaringoma
5. TUMOR DENGAN HISTOGENESIS YANG TIDAK JELAS
i. Hemangioblastoma Kapiler
6. LIMFOMA SISTEM SARAF PUSAT PRIMER
7. TUMOR NERVUS PERIFER YANG MEMPENGARUHI SSP
8. TUMOR METASTASIS

1. TUMOR EPITHELIAL
1. Tumor Glial
 Astrositoma
Astrositoma merupakan tumor susunan saraf pusat otak primer
dengan frekuensi kasus 17-30% dari semua glioma dan 11-13% dari
seluruh tumor otak. Tumor ini berasal dari sel astrosit yang merupakan
bagian dari jaringan penunjang otak. Sel ini dinamakan astrosit karena
bentuknya yang menyerupai bintang.

Elvidge dan kawan-kawan membagi astrositoma menjadi tipe-tipe:


piloid, gemistositik dan difusl; namun system gradai yang popular adalah
pembagian atas Grade I sampai IV (bukan berdasarkan tipe di atas).
Kernohan dan kawan-kawan menggabungkan Grade III dan IV dan
menamakannya menjadi astrositoma anaplastik atau glioblastoma (sesuai
dengan derajat anaplasianya). WHO membagi astrositoma atas subtype:
fibriler, protoplasmic, dan gemistositik, dan tipe-tipe pilositik,
subependymal giant cell, astroblastoma, anaplastik.

Astrositoma serebri dapat terjadi pada semua golongan umur


dengan usia kasus rata-rata berkisar antara 35-40 tahun. Astrositoma yang
diferensiasinya baik cenderung pada kelompok usia yang lebih muda;
sedangkan yang anaplastik lebih sering kelompok usia menengah.
Predileksi jenis kelamin kasus usia dewasa didominasi oleh laki-laki.
Durasi gejala astrositoma Grade I rata-rata: 21 bulan sedangkan
Grade II: 11 bulan. Walaupun sakit kepala dan muntah bukanlah
merupakan keluhan yang tersering, namun 72% astrositoma serebrum
mempunyai keluhan ini, dimana 11% diantaranya cenderung melibatkan
nyeri sebelah saja (75% darinya ipsilateral terhadap tumor). Muntah
dijumpai pada kira-kira 31% kasus. Gejala awal yang sering adalah kejang
(40-75%), baik kejang umum maupun fokal. Kejang ini merupakan akibat
insufisiensi aliran darah yang sesaat menimbulkan elektrik yang
berlebihan. 19% penderita menunjukkan gejala paresis atau paralisa, 55%
parese fasial dan 41% parese tungkai.
Gambaran histopatologi pada low grade astrocytoma adalah
memiliki gambaran sel multipolar dan multinuklear yang atipik.
Sedangkan, gambaran CT-Scan yang merupakan suatu revolusi dalam
mendiagnosis astrositoma dengan akurasi 100% pada low grade
astrocytoma tergambar lesi yang hipodens dengan sedikit atau bahkan
tidak terdapat massa tumor

Gambaran Histopatologi Low Grade Astrocytoma

Gambaran CT-Scan Low


Grade Astrocytoma

Gradasi Astrositoma :
a. Grade I (Astrositoma Pilositik)
Tumor ini tumbuh secara lambat dan sering berkista.
Tumor ini sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda.
Tumor ini merupakan tumor glial yang tersering pada anak, sekitar
10% melibatkan bagian serebral dan 85% mengenai serebellum.
Lokasi yang paling sering dijumpai, pada: nervus optikus, kiasma
optikum, hipotalamus, ganglia basalis, hemisfer serebri,
serebellum, dan batang otak. Gambaran histologinya: berupa sel-
sel bipolar dengan serat Rosenthal dan sel-sel multipolar yang
tampak kehilangan teksturnya dengan mikro kista dan granular
bodies.
b. Grade II (Astrositoma Difus)
Karakteristik tumor ini adalah tumbuhnya lambat dan
menginfiltrasi struktur otak di dekatnya. Sekitar 35% tumor otak
astrositik adalah jenis ini. Biasanya mengenai orang-orang usia
dewasa muda dan cenderung untuk menjadi ganas ke arah
astrositoma anaplastik da glioblastoma. Lokasi tumor ini bisa di
mana saja, namun paling sering di daerah serebelar.
Gambaran histopatologis tumor ini berupa fibrilasi yang
berdiferensiasi baik atau gemistositik neoplastik astrosit. Terdapat
varian histologis: astrositoma fibrilari, astrositoma gemistositik.
c. Grade III (Astrositoma Anaplastik) dan Grade IV
(Glioblastoma Multiforme)
Termasuk astrositoma maligna. Biasanya muncul secara
sporadik tanpa kecenderungan familial maupun keterlibatan faktor
lingkungan. Akan tetapi, keduanya dapat menjadi faktor penyulit
pada beberapa kelainan genetic seperti neurofibromatosis tipe 1
dan 2, syndrome Li-Fraumeni, dan syndrome Turcot. Gambaran
mikroskopis tumor ini; tampak adanya peningkatan selularitas,
nukleus atipik, dan aktifitas mitosis yang meningkat dibandingkan
dengan astrositoma difus (Grade II). Sedangkan pada glioblastoma
multiforme, secara mikroskopik akan tampak bersifat anaplastik,
seluler glioma berdiferensiasi buruk, dan juiga seringkali terlihat
sel tumor astrosit pleomorfik dengan nukleus atipik dan aktifitas
mitosis yang tinggi.

Penanganan astrositoma ditujukan untuk menegakkan diagnose


pasti dan perbaikan prognosa, mengurangi-pemulihan gejala serta
memperpanjang harapan hidup. Radioterapi tampaknya cukup berperan
bagi tumor-tumor ini, dimana banyak peneliti yang mengemukakan
adanya harapan hidup yang lebih panjang pada penderita-penderita tumor
yang pascabedahnya diberikan radiasi .
“Five Year Survival” Astrositoma

Peneliti (+) Radioth/ (-) Radioth/


Bloom dkk 49% 36%
Leibel dkk 35% 23%
Levy & Elvige 36% 26%
Uihlein dkk 54% 65%

Gambaran MRI T1 – Axial. Preoperatif dan postoperatif

 Tumor Oligodendroglioma
Tumor oligodendroglioma berasal dari sel-sel oligodendrosit.
Tumor ini banyak ditemukan pada usia dewasa dengan puncak insiden
antara dekade ke empat dan keenam. Derajat rendah muncul pada usia
yang sedikit lebih muda. Pada laki-laki sedikit lebih dominan
dibandingkan wanita. Oligondendroglioma merupakan tumor yang
pertumbuhan nya lambat dan mungkin hanya menyebabkan kejang. Jika
lebih ganas (astrositoma anaplastik dan oligodendroglioma anaplastik).
Bisa menyebabkan kelainan fungsi otak, seperti kelemahan, hilangnya rasa
dan langkah yang goyah.Tumor oligodendroglioma juga sering
berkalsifikasi.

 Tumor Ependimoma
Tumor ini merupakan neoplasma glial yang susunannya
didominasi oleh sel-sel ependim dan mempunyai frekuensi kira-kira 5%
dari seluruh glioma. Pada ependimoma klasik, secara makroskopisnya
tumor tampak padat dengan batas yang tegas dan berasal dari lantai
ventrikel IV/ kanalis spinalis. Tumor dapat meluas hingga sudut serebro
pontin melalui foramen Luscka, sisterna magna, dan foramen
magendi.serta dapat mencapai batang otak jika sudah melalui foramen
magnum. Secara histologis akan tampak sel kolumnar uniform dan sel
astrosyte like fibriler yang membentuk barisan ependimal roossete. Gejala
yang ditemukan mual, muntah, dan nyeri kepala dengan intensitas yang
terasa lebih berat di pagi hari, diplopia, ataksia, hemiparesis dan paresis
nervus kranialis.
Pada hasil pemeriksaan CT-Scan dan MRI akan tampak kontras
mengisi daerah tumor di ventrikel lateral. Pasien didapati mengalami
hidrosefalus.Tumor jenis ini memang dapat menutupi saluran cairan
serebrospinalis sehingga menyebabkan hidrosefalus (ventrikel melebar,
jaringan otak tipis)
2. Tumor Neuronal dan campuran neuronal – glial
 Gangliglioma
Tumor ini berisi sel ganglion dan neuron abnormal. Tumor ini
jarang terjadi terhadap seseorang
3. Tumor Non-Glial
a. Tumor Primitive Neuroektodermal Suratentorial (PNET)
Tumor embrional maligna yang memiliki diferensiasi yang
divergen dengan derejat yang bervariasi yang berasal dari matriks
germinal dari primitive neural tube.
b. Tumor Plexus Khoroideus
Pleksus khoroid secara embriologis berasal dari lapisan ependimal
tabung neural. Tumor ini dapat terjadi pada semua kelompok usia
termasuk bayi. 35-45% usia < 20 tahun dan kasus tertua 74 tahun. Rasio
pria dan wanita seimbang. Persentasi gejala tumor pleksus khoroid
biasanya hanya berupa tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial tanpa
disertai gejala neurologis fokal. Tumor intraventikel IV kadang juga
menimbulkan gejala nistagmus dan ataksia. Secara makroskopis,
permukaan tumor plexus khoroideus berwarna kuning kecoklatan, dengan
struktur yang tampak seperti brokoli dengan batas tegas pada ventrikel,
dan disertai adanya kalsifikasi. Penanganan tumor ini berupa operasi
pengangkatan tumor.

Gambaran MRI T1 –
Sagital. Postkontras.
Tumor Plexus
Khoroideus.

c. Meduloblastoma
Tumor ini sering terjadi pada anak, dan bahkan merupakan tumor
primer maligna yang solid dan paling banyak pada anak 30%. Sekitar 75%
kasus tumor ini terjadi pada anak usia kurang 15 tahun. Sedangkan pada
orang dewasa, meduloblastoma sangat jarang yaitu sekitar 1%. Di
Amerika Serikat, insiden tahunan dari tumor ini diperkirakan sekitar 0,5
setiap 100.000 anak. Tumor ini sebagian besar berasal dari vermis
serebelar (75%) yang meluas hingga ventrikel IV dan dapat mengisi
seluruh ventrikel. Sedangkan sekitar 25% terjadi pada bagian lateral
serebelum. Pada pemeriksaan fisik, dapat dijumpai papiledema, nistagmus,
dan diplopia akibat paresis nervus IV dan VI. Selain itu, dapat terjadi
ataksia, disdiadukokinesia, hipotonia, dismetria. Pada bayi, keluhan klinis
dapat berupa letargi, irritable, dan dapat terjadi makrosefali yang progresif
dengan fontanella anterior yang membonjol. Durasi rata-rata gejala
sebelum operasi adalah 4-5 bulan yang kemudian akan secara progresif
memburuk setelah onset. Penanganan pada tumor ini dapat berupa operasi
yang dikombinasikan dengan radiasi. Tindakan operasi pengangkatan
diharapkan minimal dilakukan sampai sumbatan saluran likuor dapat
lancer kembali. Radioterapi secara bermakna dapat meningkatkan five
years survival penderita.

Gambaran MRI
Meduloblastoma
di Cerebellum

Gambaran Histopatologik Sel Rosette – pseudorosette pada pasien


dengan Meduloblastoma
2. TUMOR MENINGEAL
1. Meningioma
Tumor jinak yang berasal dari selaput yang membungkus otak
(meningen), bisa menyebabkan berbagai gejala yang tergantung kepada
lokasi pertumbuhannya. Para ahli masih belum memastikan apa penyebab
meningioma, namun beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar
menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya
meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningioma berisi kromosom 22
yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2).
Tumor ini tumbuhnya lambat sehingga sering gejala klinisnya tidak
begitu menonjol. Bisa terjadi kelemahan atau mati rasa, kejang, gangguan
penciuman, penonjolan mata dan gangguan penglihatan. Pada penderita
lanjut usia bisa menyebabkan hilang ingatan dan kesulitan dalam berfikir,
mirip dengan yang terjadi pada penyakit Alzheimer.

Gejala pada pasien meningioma dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :

 Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai


 Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal,
perubahan status mental
 Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan
lapangan pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
 Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah
visus.
 Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan
spasme otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan,
gangguan gaya berjalan,
 Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus
 Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
 Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
 Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing
Terapi operatif radikal yang maksimal merupakan penanganan
terpilih untuk tumor ini, peranan radiasi untuk meningioma yang tidak
berhasil diangkat seluruhnya masih belum terlalu jelas, mengingat secara
umum meningioma merupakan tumor yang relatif radioresisten. Pada
umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor
yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada
orang dewasa snrvivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak,
dilaporkan survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih
agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi
sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10%
meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.

Gambaran CT-Scan
venogram – potongan
koronal Meningioma
di Sinus Sagitalis
Superior

2. Hemangioperisitoma
Tumor ini termasuk golongan tumor yang vaskuler, dengan terapi
definitifnya adalah reseksi. Seperti pada meningioma, peranan angiografi
dan embolisasi juga diharapkan akan meningatkan efektifitas dan
keamanann dari reseksi yang dilakukan.

3. TUMOR SELLA
1. Kraniofaringioma
Termasuk jenis tumor yang tumbuh lambat dan merupakan tumor
epithelial jinak region sellar. Secara embriologi, tumor ini berasal dari sisa
sel epitel squamosa duktus kraniofaringeal. Pada minggu keempat gestasi,
divertikulum stomadeum yang berasal dari atap kavum oral akan
membentuk kantung rathke (Rathke Pouche) yang akan bermigrasi kea rah
cranial membentuk vesikel Rathke dan bersatu dengan infundibulum.
Vesikel Rathke ini akan membentuk adenohipofisis yang terdiri dari pars
distalasis, tuberalis, dan intermedia pada jalur sepanjang lintasan
migrasinya akan terbentuk duktus kraniofaringeal.

Gambaran MRI T1 – Postkontras Potongan Koronal (A) dan


Sagital (B) Tumor Kistik Selar dan Supraselar Kraniofaringioma.

2. Adenoma Hipofisis
Tumor ini cukup banyak ditemukan. Bahkan ada yang menyatakan
sebagai jenis tumor ketiga terbanyak setelah glioma dan mengioma.
Beberapa literature menyebutkan tumor ini merupakan 10-15% dari tumor
primer intrakranial. Insiden pertahunnya sekitar 0,5-8,2% per 100.000
individu dengan perbandingan kejadian pada pria dan wanita yang tidak
berbeda.
Kelenjar hipofisis merupakan organ yang berada dalam fossa
hiposfisis atau sela tursika, dan mempunyai berat sekitar 0,5 gr. Organ ini
terdiri dari dua bagian yang berasal dari sel embrional yang berbeda, yaitu
adenohipofisis yang merupakan lobus anterior kelenjar hipofisis, yang
berasal dari kantung Rathke; lobus posteriornya, neurohipofisis yang
berasal dari hipothalamus ventral.
Tanda dan gejala klinis yang tampil pada penderita adenoma hipofise
diakibatkan oleh hipersekresi atau hiposekresi satu atau beberapa hormone
hipofise. Keluhan gangguan penglihatan perlahan dan nyeri kepala pada
20% penderita. Penanganan adenoma pituitari mempunyai tujuan: (1)
dekompresi struktur saraf khususnya traktus penglihatan dan (2) restorasi
sekresi hormonal yang normal.

Gambaran Adenoma
Hipofise

F. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi tumor otak dimulai dari instabilitas genetik sel. Setelah itu
terjadi angiogenesis, metastasis, dan akhirnya dapat menimbulkan edema otak
dan peningkatan intrakranial.

1. Instabilitas Genetik Sel


Perubahan yang terjadi antara lain aktivasi gen yang berperan dalam
proliferasi sel dan terganggunya fungsi gen yang mengendalikan stabilitas
genetik.

Akibatnya, sel tersebut melakukan pembelahan yang tidak terkendali dan


menghasilkan mutasi. Perubahan genetik yang dapat ditemukan pada tumor
otak berupa mutasi, delesi, overekspresi, dan translokasi.[7,10]

Perubahan epigenetik meliputi metilasi DNA pada regio promoter gen


supresor tumor yang menyebabkan inaktivasi gen-gen tersebut dan kegagalan
supresi tumor. Kebanyakan kanker tumbuh dari sel tunggal. Namun, karena
karakteristik pertumbuhan, tumor tersebut dapat menjadi heterogen.

Instabilitas genetik dan epigenetik tersebut menyebabkan sel berproliferasi


tidak terkendali dan membentuk suatu massa tumor.

2. Angiogenesis

Tumor tidak dapat bertumbuh >2 mm bila tidak memiliki suplai vaskular
sendiri. Angiogenesis adalah proses pembentukan vaskular baru yang
berfungsi menunjang pertumbuhan tumor. Salah satu agen yang mencetuskan
angiogenesis adalah vascular endothelial growth factor (VEGF).[10]

3. Metastasis

Metastasis sebuah kanker primer, misalnya kanker payudara atau kanker


paru, didahului oleh masuknya sel kanker ke dalam vaskular atau saluran
limfe. Hanya sekitar 0,01% sel kanker yang dapat mencapai sirkulasi darah
dan me lakukan metastasis.

Sel kanker masuk ke jantung sisi kanan melalui sirkulasi vena. Sel kanker
tersebut diteruskan melalui arteri pulmonalis ke kapiler paru. Di paru, sel-sel
tersebut dapat bermetastasis atau kembali lagi ke sisi kiri jantung dan masuk
ke sirkulasi arteri untuk mencapai sirkulasi otak. Tumor pada awalnya akan
dorman dalam sistem saraf pusat, namun setelah beberapa waktu, tumor akan
bertumbuh dan melakukan invasi bila jaringan mendukung.[10]

Tumor otak menimbulkan manifestasi klinis melalui berbagai mekanisme.


Walaupun berukuran kecil, tumor otak dapat menimbulkan kerusakan transfer
impuls saraf otak. Tumor memiliki sifat dapat melakukan invasi, infiltrasi,
dan menggantikan jaringan parenkim otak normal sehingga mengganggu
fungsi normal jaringan tersebut dan menimbulkan defisit neurologis fokal.[7]

4. Edema Otak dan Peningkatan Tekanan Intrakranial

Massa tumor dapat menghambat vaskularisasi otak sehingga menimbulkan


edema dan juga hipoksia jaringan. Ketika otak mengalami pembengkakan,
terdapat kranium yang membatasi volume otak sehingga lambat laun edema
otak tersebut menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial.

Tumor yang terletak di ventrikel tiga dan empat dapat mengobstruksi


aliran cairan serebrospinal dan menyebabkan hidrosefalus. Tekanan
intrakranial juga dapat meningkat oleh karena hidrosefalus. Akibat
peningkatan tekanan intrakranial, akan timbul gejala-gejala klinis tumor otak
seperti nyeri kepala, mual, muntah, dan defisit neurologis.

Peningkatan tekanan intrakranial kemudian akan semakin mengganggu


perfusi darah ke otak dan juga dapat menimbulkan herniasi jaringan otak di
bawah falx serebri melalui tentorium serebelum atau foramen magnum. [7,8]

G. MANIFESTASI KLNIK

Gejala dan Tanda Tumor Supratentorial:

1. Gejala akibat peningkatan TIK


a) Akibat efek massa tumor atau edema
b) Akibat blokade aliran CSF
2. Gejala fokal deficit yang progresif
a) Akibat destruksi parenkim otak oleh invasi tumor
b) Akibat penekanan parenkim otak oleh tumor, edema atau perderahan
c) Akibat penekanan pada saraf kranialis
3. Sakit Kepala.
4. Kejang akibat iritasi pada korteks serebral
5. Perubahan status mental: Depresi, Letargi, Apatis
6. Gejala yang menyerupai “TIA” atau stroke, dapat terjadi akibat:
a) Penyumbatan pembuluh darah oleh sel tumor
b) Perdarahan intra tumor
c) Kejang fokal

Gejala dan Tanda Tumor Infratentorial:

1. Tumor fossa posterior memberikan gejala akibat peningkatan TIK dan


hidrosefalus:
a) Nyeri kepala
b) Mual dan muntah: dpat akibat peningkatan TIK oleh hidrosefalus atau
akibat penekanan langsung pada vagal nucleus atau area postrema
(“vomiting center”)
c) Papil edema
d) Gangguan gait-ataksia
e) Diplopia: dapat akibat N.VI (abducens) Palsy akibat peningkatan TIK
atau penekanan langsung pada saraf
2. Gejala yang timbul akibat efek massa di fossa posterior.
a) Lesi pada cerebellar hemisphere: ataksia ekstremitas, dysmetria,
intention tremor
b) Lesi pada cerebellar vermis: Broad based gait, truncal ataxia,
titubition
3. Mengenai batang otak: mengakibatkan gangguan saraf kranialis multiple,
nistagmus
Perubahan pada parenkhim intrakranial baik difus maupun regional akan
menampilkan gejala dan tanda gangguan neurologis sehubungan dengan
gangguan pada nukleus spesifik tertentu atau serabut traktus pada tingkat
neurofisiologi dan neuroanatomi tertentu seperti gejala-gejala: kelumpuhan,
gangguan mental, gangguan endokrin, dan sebagainya. Persentasi klinis sering
kali dapat mengarahkan perkiraan kemungkinan lokasi tumor otak. Secara umum
persentasi klinis pada kebanyakan kasus tumor otak merupakan manifestasi dari
peninggian tekanan intrakranial; namun sebaliknya gejala neurologis yang bersifat
progresif, walaupun tidak jelas ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial,
perlu dicurigai adanya tumor otak.

1. Tekanan Tinggi Intrakranial

Trias gejala klasik dari sindroma tekanan tinggi intrakranial adalah: nyeri
kepala, muntah proyekil, dan papiledema. Keluhan nyeri kepala disini cenderung
bersifat intermittent, tumpul, berdenyut dan tidak begitu hebat terutama di pagi
hari karena selama tidur malam PCO2 serebral meningkat sehingga
mengakibatkan peningkatan CBF (Cerebral Blood Flow) dan dengan demikian
mempertinggi tekanan intrakranial. Juga lonjakan sejenak seperti karena batuk,
mengejan atau berbangkis memperberat nyeri kepala. Nyeri dirasa berlokasi di
sekitar daerah frontal atau oksipital. Penderita sering kali disertai muntah yang
“menyemprot” (proyektil) dan tidak didahului oleh mual. Hal ini terjadi oleh
karena tekanan Intrakranial yang menjadi lebih tinggi selama tidur malam, akibat
PCO2 serebral meningkat. Tumor otak pada bayi yang menyumbat aliran likuor
serebrospinal sering kali ditampilkan dengan pembesaran lingkar kepala yang
progresif dan ubun-ubun besar yang menonjol; sedangkan pada anak-anak yang
lebih besar di mana suturanya relative sudah merapat, biasanya gejala papiledema
terjadi lebih menonjol. Papiledema dapat timbul pada tekanan intrakranial yang
meninggi atau akibat penekanan pada nervus optikus oleh tumor secara langsung.
Papiledema memperlihatkan kongesti venosa yang jelas, dengan papil yang
berwarna merah tua dan perdarahan-perdarahan di sekitarnya.
Teori mekanisme peninggian tekanan intrakranial, pada tumor otak:

1. Karena adanya obstruksi pada system ventrikel sehingga menghalangi


liquor cerebrospinalis,
2. Adanya massa tumor yang membesar, padahal kapasitas tengkorak
terbatas untuk otak dan liquor saja,
3. Tenaga penyerapan terhadap liquor cerebrospinal terganggu,
4. Karena adanya obstruksi pada system vena, sehingga aliran darah yang
kembali ke vena terhalang,
5. Karena tumor sendiri merupakan stimulasi produksi liquor
cerebrospinalis, sehingga terjadi produksi yang berlebihan, seperti
pada “papiloma plexus”.
2. Kejang

Gejala kejang pada tumor otak khususnya di daerah supratentorial dapat


berupa kejang umum, psikomotor ataupun kejang fokal. Kejang dapat merupakan
gejala awal yang tunggal dari neoplasma hemisfer otak dan menetap untuk
beberapa lama sampai gejala lainnya timbul.

Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:

 Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun


 Mengalami post iktal paralisis
 Mengalami status epilepsi
 Resisten terhadap obat-obat epilepsi
 Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
 Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak di korteks, 50% pasien
dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada
glioblastoma.

3. Perdarahan Intrakranial
Bukanlah suatu hal yang jarang bahwa tumor otak diawali dengan
perdarahan intrakranial-subarakhnoid, intraventrikuler atau intraserebral.

4. Gejala Disfungsi Umum

Abnormalitas umum dari fungsi serebrum bervariasi mulai dari gangguan


fungsi intelektual yang tak begitu hebat sampai dengan koma. Penyebab umum
dari disfungsi serebral ini adalah tekanan intrakranial yang meninggi dan
pergeseran otak akibat gumpalan tumor dan edema perifokal di sekitarnya atau
hidrosefalus sekunder yang terjadi.

5. Gejala Neurologis Fokal

Perubahan personalitas atau gangguan mental biasanya menyertai tumor-


tumor yang terletak di daerah frontal, temporal, dan hipotalamus, sehingga sering
kali penderiita-penderita tersebut diduga sebagai penyakit nonorganik atau
fungsionil. Gejala afasia agak jarang dijumpai, terutama pada tumor yang berada
di hemisfer kiri (dominan). Tumor-tumor daerah supraselar, nervus optikus dan
hpotalamus dapat mengganggu akuitas visus. Kelumpuhan saraf okulomotorius
merupakan tampilan khas dari tumor-tumor paraselar, dan dengan adanya tekanan
intracranial yang meninggi kerap disertai dengan kelumpuhan saraf abdusens.
Nistagmus biasanya timbul pada tumor-tumor fosa posterior; sedangkan tumor-
tumor supraselar atau paraselar kadang (jarang sekali) menyebabkan
gejalapatognomonik berupa nistagmus ‘gergaji’ (seesaw nystagmus); gerakan
mata diskonjugat, ventrikal dan rotasional di mana masing-masing mata geraknya
saling berlawanan. Kelemahan wajah dan hemiparesis yang berkaitan dengan
gangguan sensorik serta kadang ada efek visual merupakan refleksi kerusakan
yang melibatkan kapsula interna atau korteks yang terkait. Ataksia trukal adalah
pertanda suatu tumor fosa posterior yang terletak di garis tengah. Gangguan
endokrin menunjukkan adanya kelainan pada hipotalamus-hipofise.
H. DIAGNOSA

Kebanyakan diagnosis tumor otak didapatkan dari hasil pemeriksaan


penunjang yang tidak disengaja misalnya untuk keperluan medical check up.
Gejala klinis tumor sangat bergantung pada lokasi tumor dan progresivitas
pertumbuhan tumor.

Pemeriksaan penunjang pencitraan memiliki peran penting dalam


mendeteksi tumor otak. Biopsi dilakukan untuk menentukan jenis
histopatologi tumor dan menentukan rencana penatalaksanaan.[9]

1. Anamnesis

Dari anamnesis, keluhan yang paling sering ditemukan pada tumor otak
primer adalah nyeri kepala dan kejang. Kejang dapat ditemukan pada 50-80%
pasien tumor otak. Nyeri kepala pada 30% pasien tumor otak dan 15% pasien
mengalami peningkatan tekanan intrakranial.[9]

Keluhan lain yang menyertai adalah mual, muntah proyektil, penurunan


nafsu makan, perubahan mood, penurunan kesadaran, perubahan kepribadian,
dan penurunan fungsi kognitif.

Tidak jarang juga ditemukan defisit neurologis berupa gangguan


keseimbangan, kelemahan ekstremitas, atau penglihatan ganda.[8]

Nyeri kepala akibat tumor otak dapat menyerupai nyeri kepala tegang
(tension type headache). Perubahan pola nyeri kepala yang mendadak
menjadi sangat berat dan lebih sering, nyeri kepala berat akut yang muncul
pada usia paruh baya, nyeri kepala yang memberat terutama di pagi hari, dan
nyeri kepala yang disertai dengan muntah perlu dicurigai sebagai gejala
tumor otak. Onset baru epilepsi pada usia dewasa juga perlu dicurigai sebagai
gejala dari tumor otak.[7]

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tanda klinis yang muncul tergantung dari lokasi
tumor. Tumor otak dapat disertai gejala defisit neurologis fokal maupun gejala
sistemik yang tampak pada pemeriksaan neurologis. Tumor pada lobus frontal
menyebabkan anosmia, dementia, perubahan kepribadian, gangguan gait,
kejang, dan afasia motorik.

 Tumor Lobus Parietal


Tumor di lobus parietal dapat menimbulkan afasia sensorik, penurunan
sensorik, hemianopsia, dan disorientasi ruang. Tumor di lobus temporal
menyebabkan kejang, kuadrantanopia atau defek lapangan pandang lain,
serta gangguan perilaku.Tumor di lobus oksipital menimbulkan hemianopsia
kontralateral.

 Tumor Batang Otak dan Serebelum

Tumor di batang otak dan serebelum menyebabkan ataxia, gangguan


koordinasi, nistagmus, gejala piramidal, defisit sensoris pada salah satu atau
kedua sisi tubuh, gangguan nervus kranial, dan disfungsi otonom. Tumor
pada serebelopontin dapat menimbulkan dismetria, ataxia, nistagmus,
gangguan pada nervus kranial III yang akan menimbulkan kelainan fasial,
koklear, serta vestibular.[3,7]

 Tumor Prefrontal dan Corpus Callosum

Tumor di area prefrontal dan corpus callosum dapat menimbulkan


disfungsi kognitif berupa perubahan perilaku, gangguan mood, dan
gangguan memori jangka pendek.

 Tumor Infratentorial

Tumor infratentorial bisa menimbulkan kelumpuhan nervus kranial,


disfungsi serebelum, dan long tract signs bila tumor melibatkan medula
spinalis (spastisitas, hiperrefleks, refleks abnormal seperti Babinski dan
Hoffman).[9]
Pada pemeriksaan neurooftalmologi dapat ditemukan pembengkakan
diskus optikus (papiledema) akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Gangguan pergerakan bola mata ke atas (Parinaud syndrome) dapat muncul
pada tumor pineal. Tumor di lobus oksipital dapat memberikan gejala
hemianopsia homonim atau gangguan lapangan pandang parsial.[7]

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang khususnya pencitraan merupakan modalitas


utama untuk menegakkan diagnosis tumor otak. Pemeriksaan magnetic
resonance imaging (MRI) menggunakan kontras gadolinium merupakan
pemeriksaan penunjang yang dianjurkan.

Pada pencitraan, tidak ada gambaran patognomonik spesifik yang dapat


membedakan antara tumor otak primer, metastasis, atau tumor non
neoplasma. Oleh karena itu, biopsi tetap diperlukan untuk menentukan
histopatologi suatu tumor otak.[3,16]

 Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Magnetic resonance imaging (MRI) dapat mengevaluasi jaringan lunak


lebih baik daripada coherence tomography scan (CT-scan) dan mampu
mendeteksi tumor yang lokasinya di infratentorial.

MRI merupakan modalitas paling baik untuk mengidentifikasi tumor di


lokasi fosa posterior (misalnya: neuroma akustik) dan juga lesi hemoragik.
MRI dapat menjadi pilihan apabila pasien alergi terhadap zat kontras atau
mengalami insufisiensi ginjal.[7,8]

Tumor otak dengan sawar darah otak yang masih intak seperti glioma low
grade dapat tidak terdeteksi dengan CT-scan kontras, namun dapat terdeteksi
menggunakan T2-weighted MRI tanpa kontras. Oleh karena itu, MRI
dengan atau tanpa kontras (gadolinium) merupakan metode standar dengan
sensitivitas yang baik dalam mendeteksi tumor otak.[17]
MRI diffusion-weighted, diffusion tensor, MR perfusi dan spektroskopi
juga dapat digunakan untuk melihat selularitas tumor dan vaskular sehingga
lebih baik untuk membedakan tumor dari lesi non neoplasma. Magnetic
resonance spectroscopy (MRS) dapat digunakan sebagai penuntun biopsi
untuk menentukan daerah nekrosis dan tumor yang masih viabel.[8,9]

 Coherence Tomography Scan (CT-Scan)


Coherence tomography scan (CT-scan) merupakan modalitas pilihan pada
kasus emergensi. Apabila MRI tidak tersedia atau bila ada kontraindikasi
MRI seperti penggunaan implan logam, penggunaan alat pacu jantung, atau
klaustrofobia, msks CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan.

Gambaran tumor pada CT-scan dapat tampak hipodens, isodens, atau


hiperdens. Hampir semua tumor mengalami penyangatan (enhancement)
dengan pemberian kontras. CT-scan lebih baik dibandingkan MRI untuk
melihat kalsifikasi dan lesi destruksi pada tulang tengkorak akibat invasi
tumor.[3,7,8]

CT-scan toraks, abdomen, dan pelvis diperlukan untuk mencari lokasi


primer tumor bila ditemukan lesi yang dicurigai sebagai metastasis di otak.
CT-scan pada tumor otak metastasis dapat memberikan gambaran lesi
soliter, bulat, batas tegas, dan edema peritumoral lebih luas (fingers of
edema). Lesi multipel juga sering ditemukan pada kasus metastasis otak.
[3,8]

 Positron Emission Tomography Scan (PET-Scan)

Positron emission tomography scan (PET-scan) berguna pada pasien pasca


terapi karena dapat membedakan antara tumor rekuren atau reaksi jaringan.
PET-scan juga dapat mendeteksi glioma low grade.[8,17]

 Pemeriksaan Cairan Serebrospinal

Pemeriksaan sitologi cairan serebrospinal dan flowcytometry diperlukan


bila ada kecurigaan metastasis leptomeningeal, limfoma sistem saraf pusat,
atau penyebaran kraniospinal, misalnya ependimoma.[8]

 Laboratorium Darah

Pemeriksaan laboratorium darah merupakan pemeriksaan yang rutin


dikerjakan dalam proses diagnosis tumor otak. Pemeriksaan laboratorium
darah yang dikerjakan antara lain pemeriksaan darah lengkap (complete
blood count), koagulasi, kadar elektrolit, dan fungsi metabolik. Pemeriksaan
laboratorium darah juga dilakukan untuk melihat keadaan umum pasien
terutama pra operatif.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan selain darah lengkap dan elektrolit


adalah hemostasis, gula darah, LDH, fungsi hati dan ginjal, dan serologi
hepatitis B dan C. Pemeriksaan laboratorium untuk mengukur kadar hormon
pada pasien yang dicurigai sebagai tumor pituitari juga perlu dilakukan.[6-8]

Primary brain tumors in adult : Diagnosis and treatment. Sumber: Perkins A, Liu
G, et al. 2016 [3]
I. DIAGNOSA BANDING
Diagnosis banding tumor otak tergantung dari usia pasien, faktor risiko
infeksi, penyakit kanker lain yang diderita, dan karakteristik pada pencitraan.
Diagnosis banding tumor otak dapat dikategorikan menjadi metastasis, infeksi,
lesi vaskular, dan kelainan inflamasi.

Lesi soliter dengan penyangatan membentuk cincin dengan tepi yang tegas
dapat dicurigai sebagai metastasis. Lesi dengan tepi yang kurang jelas dengan
korteks yang luas dapat dicurigai sebagai glioma high grade. Lesi dengan
difusi yang berkurang di bagian sentral dapat dicurigai sebagai suatu abses.

 Acute Subdural Hematoma in the ED


 Encephalitis
 Epidural Hematoma in Emergency Medicine
 Hemorrhagic Stroke
 Ischemic Stroke
 Abces Cerebri
 Toxoplasmosis

J. PENATALAKSANAAN
Pengobatan akut untuk edema serebral akibat neoplasma intrakranial
adalah sebagai berikut:
 Kortikosteroid dapat secara dramatis mengurangi tanda dan gejala,
meredakan gejala dalam beberapa jam.
 Deksametason adalah obat pilihan Dosis yang dianjurkan umumnya
berkisar antara 4-24 mg sehari.
 Pengobatan pasti adalah sebagai berikut:
Umumnya , perawatan pasien dengan tumor otak bersifat multidisiplin,
membutuhkan bantuan dari ahli bedah saraf, ahli onkologi, ahli radiologi,
dan ahli dalam terapi radiasi.
Manajemen sangat bervariasi tergantung pada lokasi tumor, jenis jaringan,
dan kondisi komorbid. Pilihan perawatan bedah mungkin termasuk
pengangkatan tumor atau debulking, pemasangan pirau ventrikel, dan
penempatan implan radioaktif
1. Approach Considerations
Umumnya, perawatan pasien tumor otak bersifat multidisiplin,
membutuhkan bantuan ahli bedah saraf, ahli onkologi, ahli radiologi, dan
ahli terapi radiasi. Dokter utama pasien paling baik mengatur koordinasi
konsultan, tetapi ahli bedah saraf yang bertanggung jawab harus
mengarahkan pengobatan komplikasi atau perawatan pasca operasi tertentu.
Kejadian baru tumor SSP mungkin memerlukan pemindahan ke fasilitas
dengan staf bedah saraf yang sesuai.
Penatalaksanaan sangat bervariasi tergantung pada lokasi tumor, jenis
jaringan, dan kondisi komorbid. Pilihan perawatan bedah mungkin termasuk
pengangkatan tumor atau debulking, pemasangan pirau ventrikel, dan
penempatan implan radioaktif.
2. Emergency Department Care
Perawatan di unit gawat darurat (IGD) pasien dengan neoplasma
intraserebral bergantung pada sifat tumor dan kondisi umum pasien.
Keputusan mengenai reseksi bedah, inisiasi pengobatan radiasi, dan
kemoterapi berada di luar lingkup praktik dokter UGD.
Masalah umum yang dihadapi dokter UGD adalah pasien dengan
neoplasma otak yang mengeluhkan sakit kepala atau gejala lain yang
memburuk. Skenario ini selalu meningkatkan kemungkinan kambuhnya tumor
atau memperburuk edema serebral. Dapatkan CT scan atau MRI untuk
menyingkirkan kejadian yang mengancam jiwa, seperti perdarahan atau
herniasi.
Kortikosteroid dapat secara dramatis mengurangi tanda dan gejala yang
berhubungan dengan edema serebral. Pasien yang terkena mungkin
mengalami kelegaan dalam beberapa jam pertama terapi steroid.
Deksametason adalah agen pilihan karena sifat penahan garam yang
minimal. Dosis yang dianjurkan umumnya berkisar antara 4-24 mg setiap hari.
Untuk pasien dengan gangguan kesadaran atau tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial (ICP), 10 mg IV [12] atau 10-24 mg IV
direkomendasikan sebagai dosis pertama. Efek samping, terutama kelemahan
otot bagian proksimal, bergantung pada dosis. Seringkali, kortikosteroid dapat
dikurangi atau dihentikan setelah terapi definitif. Dosis akhir steroid harus
paling rendah yang diperlukan untuk mengontrol gejala neurologis pasien.
Untuk pasien dengan tanda atau gejala herniasi yang akan datang dan
gangguan jalan napas, pertimbangkan penggunaan obat tambahan untuk
intubasi urutan cepat. Ini mungkin termasuk lidokain dan obat untuk blokade
neuromuskuler onset cepat, dengan tindakan pencegahan untuk mengurangi
fasikulasi. Agen induksi, seperti thiopental, dapat digunakan. Setelah jalan
napas terkontrol secara definitif, pertimbangkan hiperventilasi lembut.
Diskusikan penggunaan manitol dengan konsultan yang sesuai. Meskipun
mannitol dapat mengurangi ICP yang lebih rendah untuk sementara,
kekhawatiran tentang peningkatan kembali dalam ICP membuat
penggunaannya bermasalah.
3. Medical Care
Perawatan rawat inap lebih lanjut rumit dan mungkin melibatkan banyak
konsultan, tergantung pada jenis tumor dan prognosis secara keseluruhan.
Dokter yang merawat harus mengoordinasikan konsultasi onkologi onkologi
atau radiasi. Terapi radiasi untuk glioma biasanya dilakukan pada pasien
rawat jalan.
4. Surgical Care
Diagnosis pasti membutuhkan biopsi jaringan yang dilakukan oleh ahli
bedah saraf yang berkualifikasi. Pilihan bedah saraf termasuk reseksi atau
debulking dan penempatan pirau ventrikel dengan hidrosefalus obstruktif.

K. PROGNOSIS
Gambaran prognostik meliputi:
Resectability tumor, lokasi tumor, usia pasien, dan histologi tumor adalah
penentu utama kelangsungan hidup. Tanpa terapi radiasi, harapan hidup rata-
rata pasien dengan metastasis otak adalah 1 bulan. Terapi radiasi dapat
memperpanjang kelangsungan hidup hingga 4-6 bulan. Pasien dengan kejang
sekunder akibat tumor otak umumnya mengalami kemunduran neurologis
yang jelas selama 6 bulan. Kebanyakan pasien dengan metastasis otak
meninggal karena perkembangan keganasan primer mereka daripada karena
kerusakan otak.
Dalam sebuah penelitian terhadap 69 penderita tumor otak anak, pasien
menunjukkan defisit dalam fungsi eksekutif, memori, dan perhatian. Terapi
radiasi seluruh otak, ukuran tumor, usia muda saat diagnosis, dan jenis
kelamin laki-laki merupakan faktor risiko gejala sisa kognitif lanjut. [6]
Orang dewasa yang selamat dari tumor otak anak memiliki peningkatan
risiko penyakit kejiwaan, termasuk depresi, kecemasan, keinginan bunuh diri,
skizofrenia dan psikosis terkait, dan masalah perilaku. [7]
Di Amerika Serikat, kanker otak dan sistem saraf lainnya diperkirakan
menyebabkan sekitar 16.830 kematian pada tahun 2018. [4] Tumor otak
adalah kanker paling umum kedua pada anak-anak, mencakup 15-25% dari
semua keganasan anak. Mungkin tidak ada kanker lain yang ditakuti seperti
tumor otak, karena kecacatan parah, termasuk kelumpuhan, kejang, gangguan
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Tn. B
Umur : 40 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Agama : Islam

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Lemah badan seblah kanan
Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang laki-laki berusia 40th MRS Anutapura Pada tanggal 28 Januari 2021
dirujuk dari RS Torabelo dengan keluhan lemah badan seblah kanan, yang dialami
sejak ± 1 minggu yll, pasien sebelumnya masuk ke RS Torabelo dengan keluhan
demam ± 1 minggu dan kejang seluruh tubuh yang diawali dari kaki seblah kanan
dan disertai keluar air liur, kejang dialami 2-3 kali dalam sehari selama 1-2 menit.
Pasien terakhir kejang saat berada di UGD RS Anutapura. Pasien juga
mengeluhkan sakit kepalanya memberat selama ± 1 bulan terakhir disertai mual
dan muntah sehabis makan. Riwayat trauma kepala disangkal, riwayat batuk dan
sesak juga disangkal, saat ini pasien tidak dapat berbicara, kesulitan makan dan
sering menjerit kesakitan. BAB tidak lancar, BAK lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Sejak 3 tahun terakhir dalam seminggu pasien selalu mengeluhkan sakit
kepala, tidak ada riwayat DM, Jantung dan HT. Kedua orang tua pasien memiliki
riwayat HT.
Anamnesis tentang pekerjaan/keluarga :
Pasien bekerja sebagai karyawan swasta dan sebelumnya pernah bekerja
diperusahaan dipasang kayu. Pasien menikah sebanyak 4 kali.

III. PEMERIKSAAN FISIK :


KeadaanUmum :
 Kondisi : Sakit Berat
 Gizi : Kurang
 Kesadaran : Apatis

Tanda Vital
 Tekanan Darah : 130/90 mmHg
 Nadi : 90kali/menit
 Suhu : 37.3oC
 Pernapasan : 20 kali/menit
 Anemis : -/-
 Ikterus : -/-
 Sianosis : -/-

Pemeriksaan Thorax :
Paru-paru :
- Inspeksi : Simetris Bilateral
- Palpasi : Vocal fremitus kiri = kanan,
- Perkusi : Sonor kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung :
- Perkusi : Batas jantung normal
- Auskultasi : BJ I-II murni, regular
Pemeriksaan Abdomen :
- Inspeksi : Tampak datar
- Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS


 GCS : E3M5V1
Kepala:
o Penonjolan : (-)
o Posisi : Sentral
o Bentuk/ukuran : Normocephal
o Auskultasi : Berdenyut

N. Cranialis:
o N. Olfactorius (I) : TDP
o N.Optikus (II) : TDP
 Ketajaman penglihatan : TDP
 Lapangan penglihatan : TDP
o N. Occulomotoris (N.III), N. Trochlearis (N.IV), N. Abducens (N.VI)
 Celah kelopak mata :
- Ptosis : (-)/(-)
- Exopthalmus : (-)/(-)
 Posisi bola mata : Sentral/Sentral
 Pupil : Ukuran/bentuk: 2 mm/Bulat
Isokor/anisokor : Isokor (+)/(+)
Reflex cahaya langsung : (+)/(+)
Reflex cahaya tidak langsung : (+)/(+)
Reflex akomodasi : TDP
 Gerakan bola mata :
Parese kearah (-)
Nistagmus (-)
o N. V Trigeminus :
 Sensibilitas : N.V1: TDN
N.V2: TDN
N.V3: TDN
 Motorik : Inspeksi:
Mengigit : TDN
Membuka mulut : TDN
o N. VII Facialis
 Motorik : M. Frontalis M. orbik. Okuli M. orbik. Oris
Istirahat : Simetri Simetris Simetris
Gerakan mimik : DBN DBN DBN
 Pengecap 2/3 lidah bagian depan : Tidak dilakukan pemeriksaan.

o N. VIII Vestibulocochlearis
 Pendengaran : baik (+)/(+)
 Tesrinne/weber : Tidak dilakukan pemeriksaan.
 Fungsivestibularis : Tidak dilakukan pemeriksaan.
o N. IX/X: (Glossopharingeus/vagus):
 Posisi arkus pharinks : Tidak dilakukan pemeriksaan.
 Reflex telan/muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan.
 Pengecap 1/3 lidahbagian belakang : Tidak dilakukan pemeriksaan.
 Fonasi : Terganggu
o N. XI:
 Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan : TDN
 Angkat bahu : TDN
o N.XII:
 Deviasi lidah : TDN
 Fasciculasi : TDN
 Atrofi : TDN
 Tremor : TDN
 Ataxia : TDN

3. Leher:
 Tanda-tanda perangsangan selaput otak
 Kaku kuduk : (+)
 Kernig’s sign : (+)
 Laseque sign : (-)
 Petrick sign : (-)
 Arterikarotis:
 Palpasi : Berdenyut
 Auskultasi : Bising (-)
 Kelenjar gondok : Tidak terdapat pembesaran
4. Abdomen:
 Reflex kulit dinding perut : Tidak dilakukan pemeriksaan

5. Kolumna vertebralis:
 Inspeksi : TDN
 Palpasi : TDN
 Perkusi : TDN
 Pergerakan : TDN

6. Ekstremitas :
 Motorik:
Superior Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Pergerakkan T BT T BT
Kekuatan 0 4 2 4
Tonus Meningkat Normal Menurun Normal
Bentukotot Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

 Otot yang terganggu: Tidak ada

 Reflex fisiologi
Superior Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Biceps +++ ++
Triceps ++ ++
Patella +++ ++
Achilles +++ ++

 Klonus : Lutut : -/-


Kaki : -/+
 Reflex patologis :
Hoffman : +/-
Tromner : +/-
Babinski : +/-
Chaddock : Tidak dilakukan pemeriksaan
Gordon : Tidak dilakukan pemeriksaan
Schaefer : Tidak dilakukan pemeriksaan
Oppenheim : Tidak dilakukan pemeriksaan

 Sensibilitas :
 Ekstroseptif
Nyeri : Tidak dilakukan pemeriksaan
Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan
Rasa raba halus: Tidak dilakukan pemeriksaan
 Propioseptif
Rasa sikap : Tidak dilakukan pemeriksaan
Rasa nyeri dalam : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Fungsi Kortikal Luhur : Tidak dilakukan pemeriksaan

Pergerakan abnormal yang spontan : (-)


8. Gangguan koordinasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
9. Gangguan keseimbangan : Tidak dilakukan pemeriksaan
10. Pemeriksaan fungsi luhur :
 Reaksi emosi : Normal
 Fungsi bicara : Menurun
 Fungsi psikosensorik : TDN
 Fungsi psikomotorik : Normal

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Uric Acid : 2.1 mg/dl (L)
 Glucosa Puasa : 121 mg/dl (N)
 Triglycerides : 267 mg/dl (H)
 Cholesterol : 221 mg/dl (H)
 HDL Direct : 27 mg/dl (L)
 LDL Direct : 174 mg/dl (H)
 Na+ : 123 mmol/L (L)
 Cl : 86 mmol/L (L)
 RBC : 4,6 106/ul (L)
 Neutrofil : 80,8% (H)
 Lym : 8,6 % (L)
 HIV Antibody : Reaktif

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGI


Foto Thorax PA:

 Bercak infilrat minimal pada lapangan tengah dan bawah paru kanan
 Tidak tampak proses spesifik aktif
 Cor dan Aort normal
 Kedua sinus dan diafragma baik
 Tulang-tulang intak
Kesan: Mild Bronchopneumonia dextra

CT-SCAN SKULL dengan kontras

 Tampak beberapa lesi hipodens dan hiperdens pada parietal bilateral


dan frontal kiri yang tidak menyangat post kontras
 Sulci dan gyri dalam batas normal
 Tidak tampak midline shift
 Lesi hipodens pada sinus Maxillaris, Speinodhalis dan ethmoidalis
dextra, sinus para nasalis lainnya dan Air cell mastoid dalam batas
normal.
 Kedua orbita dan ruang retroorbita dalam batas normal
 Tulang-tulang intak
Kesan:
 Multipel infark serebri bilateral dengan hematoma
 Multipel sinitus

VII. RESUME
Seorang laki-laki berusia 40th MRS Anutapura Pada tanggal 28 Januari
2021 dirujuk dari RS Torabelo dengan keluhan Hemiparese dekstra, yang
dialami sejak ± 1 minggu yll, pasien sebelumnya masuk ke RS Torabelo
dengan keluhan febris ± 1 minggu dan seizure seluruh tubuh yang diawali
dari kaki seblah kanan dan disertai keluar air liur, seizure dialami 2-3 kali
dalam sehari selama 1-2 menit. Pasien terakhir seizure saat berada di UGD
RS Anutapura. Saat ini pasien afasia, kesulitan makan dan sering menjerit
kesakitan, Riayat sefalgia 3 tahun terakhir memberat selama ± 1 bulan
terakhir. Nausea (+) dan vomitus (+), Riwayat trauma kepala, batuk dan
sesak disangkal, Pemeriksaan tanda vital TD:130/90 mmHg,
N:90kx/menit, S;37.3oC, P: 20x/menit. Pemeriksaan rangsang menings
(+), Pemeriksaan kesadaran GCS= E3M5V1, BAB tidak lancar, BAK
lancar.

VIII. DIAGNOSIS
 Diagnosis klinis : Hemiparese Dekstra
 Diagnosis Topis : Hemisfer secebri sinistra
 Diagnosis Etiologi : Multiple infark cerebri bilateral dengan hematoma
IX. TERAPI
Medikamentosa
 Injeksi citikolin 250 mg/12jam
 Inj. Omeprazole 40mg/24 jam
 Inj. Dexmetasone 1 A/ 8jam
 Fenofibrat 300mg 1x1 (im)
 Chlorpromazine 100mg 1x1/4 bila cegukan
 Kutoin 100mg 2x1
 Bamgetol 200mg 2x1

X. DIFFERENTIAL DIAGNOSA
- Tumor Otak
- Toxoplasmosis
- Abses serebri

XI. PROGNOSIS
 Qua ad vitam : Dubia ad Malam
 Qua ad sonationem : Dubia ad Malam

XII. Anjuran
Konsul bedah saraf
BAB IV

PEMBAHASAN

Tumor otak merupakan suatu massa atau benjolan yang tumbuh secara tidak
normal di dalam otak. Benjolan ini dapat bersifat jinak maupun ganas. Sumbernya
pun bisa berasal dari otak itu sendiri (tumor primer) maupun penyebaran dari
bagian tubuh lainnya (tumor sekunder atau metastasis).
Diagnosa pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan menunjang, didapatkan bahwa pasien mengalami keluhan
sakit kepala sejak 3 tahun terakhir dan memberat dalam 1 bulan terakhir, pasien
mengalami demam tinggi kemudian kejang seluruh tubuh yang diawali dari kaki
kanan pasien. Setelah beberapa kali kejang pasien mengalami hemiparese dextra
kemudia pasien tidak dapat berbicara. Pemeriksaan kesadaran GCS=E3M5V1
(Apatis), Pemeriksaan N. Cranialis sulit dilakukan penilaian, Pemeriksaan
Motorik didapatkan pada ekstremitas dekstra, terbatasnya pergerakan, penurunan
kekuatan otot , penigkatan tonus otot pada tangan kanan dan penurunan tonus otot
pada kaki kiri, ditemukan peningkatan pada reflex fisiologi dan positif pada reflex
patologi.
Terapi yang diberikan pada pasien yaitu Dexametasone 1A/8jam dan
Bamgetol 200mg 2x1mg, berdasarkan dengan teori sudah sesuai. Dexametasone
merupakan golongan Kostikostroid yang di anjurkan untuk mengurangi
peradangan dan pembesaran otak. Bamgetol merupakan obat antikonvulsan
diberikan untuk mancegah dan mengontrol kejang.
BAB V

KESIMPULAN

Tumor otak merupakan suatu massa atau benjolan yang tumbuh secara tidak
normal di dalam otak. Benjolan ini dapat bersifat jinak maupun ganas. Sumbernya
pun bisa berasal dari otak itu sendiri (tumor primer) maupun penyebaran dari
bagian tubuh lainnya (tumor sekunder atau metastasis).
Etiologi pasti yang dapat menyebabkan perubahan genetik ini belum
diketahui. Etiologi tumor otak adalah perubahan genetik yang menyebabkan
ketidakseimbangan onkogen dan tumor suppressor genes. Beberapa faktor risiko
tumor otak, antara lain radiasi pengion dosis tinggi, genetik, radiofrekuensi
elektromagnetik, dan faktor lain.
Secara global, insidensi tumor otak maligna di seluruh dunia adalah 3,4/
100.000 penduduk. Insidensi tumor otak di Amerika Serikat adalah 21,42/
100.000 penduduk per tahun dengan insidensi tumor ganas 7,25/ 100.000
penduduk per tahun. Masing-masing jenis tumor otak memiliki insidensi yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sari EDY, Windarti I, Wahyuni A. Clinical characteristics and histopathology


of brain tumor at two hospitals in Bandar Lampung.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/243/24
1
2. Ostrom QT, Gittleman H, Liao P, Vecchione-Koval T, Wolinsky Y, Kruchko
C, Barnholtz-Sloan JS. CBTRUS statistical report: primary brain and central
nervous system tumors diagnosed in the United States in 2010-2014. Neuro-
Oncology.2017;19(5):v1-v88.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5693142/
3. Perkins A, Liu G. Primary brain tumors in adults: diagnosis and treatment.
Am Fam Physician. 2016;93(3):211-217B.
https://www.aafp.org/afp/2016/0201/p211.html
4. de Robles P, Fiest KM, Frolkis AD, Pringsheim T, Atta C, Smith CSG, et al.
The worldwide incidence and prevalence of primary brain tumors: a
systematic review and meta-analysis. Neuro-Oncology. 2015;17(6):776-783.
doi:10.1093/neuonc/nou283
5. American Brain Tumor Association. Metastatic brain tumors.
https://www.abta.org/wp-content/uploads/2018/03/metastatic-brain-tumor.pdf
6. National Institute for Health and Clinical Excellence. Improving outcomes for
people with brain and other CNS tumours. 2006.
https://www.nice.org.uk/guidance/csg10/evidence/full-guideline-pdf-
2188963405
7. Lo BM. Brain neoplasm. https://emedicine.medscape.com/article/779664-
overview
8. Komite Penanggulangan Kanker Nasional Kemenkes RI. Panduan
penatalaksanaan tumor otak.
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKOtak.pdf
9. Lapointe S, Perry A, Butowski NA. Primary brain tumours in adults. The
Lancet. 2018;392(10145):432-446. doi:10.1016/s0140-6736(18)30990-5

Anda mungkin juga menyukai