Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN INDIVIDU MODUL THT

TULI

BLOK INDRA KHUSUS

Disusun oleh:

Nama : Afifah Idelma Makkmur


Stambuk : 16 777 025
Kelompok : 1 (Satu)
Pembimbing : dr.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. SKENARIO
Seorang laki-laki, 35 tahun pekerja pabrik datang ke poli THT dengan keluhan tuli
sejak 6 bulan lalu yang dirasakan semakin berat disertai telinga mendengung.

B. KATA KUNCI
1. Wanita 20 tahun
2. Gatal dan bercak kemerahan disertai sisik pada badan
3. Gejala dialami 2 minggu yang lalu
4. Tidak ada riwayat keluarga
5. Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal

C. PERTANYAAN
1. Bagaimana Anatomi, Fisiologi, dan Histologi kulit?
2. Bagaimana mekanisme gatal pada skenario?
3. Bagaimana mekanisme terbentuknya sisik?
4. Anamnesis tambahan untuk menujang diagnosis?
5. Bagaimana mekanisme bercak kemerahan?
6. Apa saja DD dari scenario diatas?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
NIPTS
Ganguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Inducend Hearing Loss)

Etologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan :
1. Intensitas kebisingan
2. Frekwensi kebisingan
3. Lamanya waktu pemaparan bising
4. Kerentanan individu
5. Jenis kelamin
6. Usia
7. Kelainan di telinga tengah

Patofisiologi
Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss) ialah gangguan pendengaran
yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup
lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat ketulian adalah tuli
sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga. Secara umun bising adalah bunyi
yang tidak diinginkan secara audiologik bising adalah campuran bunyi nada murni dengan
berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya 85 desibelatau lebih dapat menyebabkan kerusakan
pada reseptor pendengaran Corti di telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat
korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000Hz – 6000Hz dan yang terberat kerusakan alat
Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000Hz. Banyak hal yang mempermudah
seseorang menjadi tuli akibat terpajang bising, antara lain intensitas bising yang lebih tinggi,
berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising,
mendapat pengobatan yang bersifat racun terhadap telinga (obat ototoksik) seperti streptomisin,
kanamisin, garamisin (golongan aminoglikosida), kina, asetosal dan lain-lain.
Telah diketahui secara umum bahwa bising menimbulkan kerusakan di telinga dalam. Lesinya
sangat bervariasi dari disosiasi organ corti, rupture membrane, perubahan stereosilia dan organel
subseluler. Bising juga menimbulakn efek pada sel ganglion, saraf , membrane tektoria,
pembuluh darah dan stria vaskularis. Pada observasi kerusakan organ korti dengan mikroskop
electron, ternyata bahwa sel-sel sensor dan sel penunjang merupakan bagian yang paling peka di
telinga dalam. Jenis kerusakan pada struktur organ tertentu yang ditimbulkan bergantung pada
intensitas, lama pajanan, dan frekuensi bising. Penelitian manggunakan intensitas bunyi120dB
dan kualitas nada murni sampai bisingdengan waktu pajanan 1-4 jam menimbulkan beberapa
tingkatan kerusakan sel rambut. Kerusakan juga dapat dijumpai pada sel penyangga, pembuluh
darah dan serat eferen.
Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas 2 kategori yaitu :
1. Noise Induced Temporary Threshold Shift ( TTS )
2. Noise Induced Permanent Threshold Shift ( NIPTS )

Noise Induced Temporary Threshold Shift ( NITTS )


Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai perubahan, yang
mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekwensi tinggi. Pada
gambaran audiometri tampak sebagai “ notch “ yang curam pada frekwensi 4000 Hz, yang
disebut juga acoustic notch. Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang
bersifat sementara, yang disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan

Noise Induced Temporary Threshold Shift ( NITTS )


Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai perubahan, yang
mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekwensi tinggi. Pada
gambaran audiometri tampak sebagai “ notch “ yang curam pada frekwensi 4000 Hz, yang
disebut juga acoustic notch. Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang
bersifat sementara, yang disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan bising
biasanya pendengaran dapat kembali normal.

Noise Induced Permanent Threshold Shift ( NIPTS )


Didalam praktek sehari-hari sering ditemukan kasus kehilangan pendengaran akibat suara bising,
dan hal ini disebut dengan “ occupational hearing loss “ atau kehilangan pendengaran karena
pekerjaan atau nama lainnya ketulian akibat bising industri. Dikatakan bahwa untuk merubah
NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja dilingkungan bising selama 10 – 15 tahun,
tetapi hal ini bergantung juga kepada :
1. tingkat suara bising
2. kepekaan seseorang terhadap suara bising
NIPTS biasanya terjadi disekitar frekwensi 4000 Hz dan perlahan-lahan meningkat dan
menyebar ke frekwensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila sudah
menyebar sampai ke frekwensi yang lebih rendah ( 2000 dan 3000 Hz ) keluhan akan timbul.
Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk mengadakan pembicaraan di tempat
yang ramai, tetapi bila sudah menyebar ke frekwensi yang lebih rendah maka akan timbul
kesulitan untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch bermula pada frekwensi 3000 – 6000
Hz, dan setelah beberapa waktu gambaran audiogram menjadi datar pada frekwensi yang lebih
tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekwensi 4000 Hz akan terus bertambah dan menetap
setelah 10 tahun dan kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat.

Gangguan pendengaran akibat bising adalah Penurunan pendengaran tipe sensorineural, yang
pada awalnya tidak disadari, karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Sifat
gangguannya adalah tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya terjadi pada ke dua telinga.
Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi,
lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat
berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising
yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat.
Bising berpengaruh terhadap masyarakat terutama masyarakat pekerja yang terpajan bising,
sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan secara umum, antara lain gangguan
pendengaran, gangguan fisiologi lain serta gangguan psikologi. Gangguan fisiologi dapat berupa
peningkatan tekanan darah, percepatan denyut nadi, peningkatan metabolisme basal,
vasokonstriksi pembuluh darah, penurunan peristaltik usus serta peningkatan ketegangan otot.
Efek fisiologi tersebut disebabkan oleh peningkatan rangsang sistem saraf otonom. Keadaan ini
sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap keadaan bahaya yang terjadi
secara spontan. Gangguan psikologi dap t berupa stres tambahan apabila bunyi tersebut tidak
diinginkan dan mengganggu, sehingga menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan
melelahkan. Hal tersebut diatas dapat menimbulkan gangguan sulit tidur, emosional, gangguan
komunikasi dan gangguan konsentrasi yang secara tidak langsung dapat membahayakan
keselamatan

Manifestasi Klinik
Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara ( speech discrimination )
dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam
menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi, seperti suara bayi
menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral.
Selain itu tinnitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu
ketajaman pendengaran dan konsentrasi. Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising
( noise induced hearing loss ) adalah :
1. Bersifat sensorineural
2. Hampir selalu bilateral
3. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss ) Derajat ketulian
berkisar antara 40 s/d 75 dB.
4. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang
signifikan.
5. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz, dimana
kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz.
6. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000
dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15 tahun.
Selain pengaruh terhadap pendengaran ( auditory ), bising yang berlebihan juga mempunyai
pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan konsentrasi,
gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi.
Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan audimetri nada murni terdapat kesan tuli sensorineural sedangkan
pemeriksaan audilogi khusus terdapat fenomena rekrutmen yang patognomonik untuk
tuli saraf koklea
Penatalaksanaan
Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan
bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga terhadap
bising (ear plug), tutup telinga (ear muff) dan pelindung kepala (helmet). Oleh karena tuli bising
adalah tuli sensorineural koklea yang bersifat menetap (irreversible) bila gangguan pendengaran
sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume bercakap biasa, maka dicoba
dengan alat bantu dengar. Apabila pendengaran telah sedemikian buruk , sehingga walaupun
dengan menggunakan alat Bantu dengar tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat perlu
dilakukan psikoterapi agar dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran agar dapat
menggunakan sisa pendengan denga alat Bantu dengar secara efisien dibantu dengan cara
membaca bibir, mimik dan gerakan anggota badanserata bahasa isyarat untuk berkomunikasi.
Disamping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara
juha diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan. Pada
pasien yang telah mengalami tuli bilateral dapat dipertimbangkan untuk memasang implan
koklea

Pencegahan
Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah terjadinya NIHL yang
disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja.

Program ini terdiri dari 3 bagian yaitu :


1. Pengukuran pendengaran
Test pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu :
a. Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja.
b. Pengukuran pendengaran secara periodik.
2. Pengendalian suara bising
Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai ear muff( tutup telinga ), ear
plugs ( sumbat telinga ) dan helmet( pelindung kepala ).
b. Mengendalikan suara bising dari sumbernya, dapat dilakukan dengan cara :
- memasang peredam suara
Epidemiologi
Di Indonesia penelitian tentang gangguan pendengaran akibat bising telah banyak dilakukan
sejak lama. Survai yang dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun yang sama pada Manufacturing
Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat gangguan pendengaran
pada 50% jumlah karyawan disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB pada
karyawan yang telah bekerja terus-menerus selama 5-10 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh
Hendarmin dan Hadjar tahun 1971, mendapatkan hasil bising jalan raya (Jl.MH.Thamrin,
Jakarta) sebesar 95 dB lebih pada jam sibuk.
Sundari pada penelitiannya di pabrik peleburan besi baja di Jakarta, mendapatkan 31,55 %
pekerja menderita tuli akibat bising, dengan intensitas bising antara 85 – 105 dB, dengan masa
kerja rata-rata 8,99 tahun. Lusianawaty mendapatkan 7 dari 22 pekerja ( 31,8%) di perusahaan
kayu lapis Jawa Barat mengalami tuli akibat bising, dengan intensitas bising lingkungan antara
84,9 – 108,2 dB. Purnama pada penelitian dampak pajanan bising bajaj pada pengemudinya
mendapatkan 26
dari 32 pengemudi mengalami tuli akibat bising, 14 pengemudi mengalami tuli akibat bising
tahap awal dan 12 pengemudi mengalami tuli akibat bising tahap lanjut. Rerata intensitas bising
bajaj pada kelompok kasus tersebut adalah 101,42 dB dengan lama pajanan kerja 12,37 tahun
dan 98,5 dB pada kelompok kontrol dengan lama pajanan kerja 8 tahun. Bashiruddin pada
penelitian pengaruh bising dan getaran pada fungsi keseimbangan dan pendengaran mendapatkan
rerata intensitas bising bajaj pada beberapa frekuensi adalah 90 dB dengan intensitas maksimum
98 dB dan serata akselerasi getar adalah 4,2 m/dt. Hal ini melebihi nilai ambang batas bising dan
getaran yang diperkanankan.

Kombinasi antara bising alat transportasi dengan sistem suspensi dan gas buang yang buruk
seperti bajaj dan bising jalan raya menyebabkan risiko gangguan pendengaran pengemudi
kendaraan tersebut menjadi lebih tinggi.

11. Prognosis
Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang sifatnya menetap,
dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang
baik. Oleh sebab itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya ketulian.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Scenario di atas sangat belum lengkap jadi kita harus banyak anamnesis lagi,
DAFTAR PUSTAKA

1) Mehta D, Lim HW. NIHL: Review of Practical Guidelines. Am J Clin Dermatol. 2016 Feb
12. [Medline]
2) Buku Ajar Ilmu THT Edisi 7. 2015.
3) Ilmu Penyakit THT, edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
4) Adhi Djuanda, dkk. 2011. Ilmu THT. Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
5) https://emedicine.medscape.com/article/1943419-overview

Anda mungkin juga menyukai