TULI
Disusun oleh:
PENDAHULUAN
A. SKENARIO
Seorang laki-laki, 35 tahun pekerja pabrik datang ke poli THT dengan keluhan tuli
sejak 6 bulan lalu yang dirasakan semakin berat disertai telinga mendengung.
B. KATA KUNCI
1. Wanita 20 tahun
2. Gatal dan bercak kemerahan disertai sisik pada badan
3. Gejala dialami 2 minggu yang lalu
4. Tidak ada riwayat keluarga
5. Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal
C. PERTANYAAN
1. Bagaimana Anatomi, Fisiologi, dan Histologi kulit?
2. Bagaimana mekanisme gatal pada skenario?
3. Bagaimana mekanisme terbentuknya sisik?
4. Anamnesis tambahan untuk menujang diagnosis?
5. Bagaimana mekanisme bercak kemerahan?
6. Apa saja DD dari scenario diatas?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
NIPTS
Ganguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Inducend Hearing Loss)
Etologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan :
1. Intensitas kebisingan
2. Frekwensi kebisingan
3. Lamanya waktu pemaparan bising
4. Kerentanan individu
5. Jenis kelamin
6. Usia
7. Kelainan di telinga tengah
Patofisiologi
Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss) ialah gangguan pendengaran
yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup
lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat ketulian adalah tuli
sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga. Secara umun bising adalah bunyi
yang tidak diinginkan secara audiologik bising adalah campuran bunyi nada murni dengan
berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya 85 desibelatau lebih dapat menyebabkan kerusakan
pada reseptor pendengaran Corti di telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat
korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000Hz – 6000Hz dan yang terberat kerusakan alat
Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000Hz. Banyak hal yang mempermudah
seseorang menjadi tuli akibat terpajang bising, antara lain intensitas bising yang lebih tinggi,
berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising,
mendapat pengobatan yang bersifat racun terhadap telinga (obat ototoksik) seperti streptomisin,
kanamisin, garamisin (golongan aminoglikosida), kina, asetosal dan lain-lain.
Telah diketahui secara umum bahwa bising menimbulkan kerusakan di telinga dalam. Lesinya
sangat bervariasi dari disosiasi organ corti, rupture membrane, perubahan stereosilia dan organel
subseluler. Bising juga menimbulakn efek pada sel ganglion, saraf , membrane tektoria,
pembuluh darah dan stria vaskularis. Pada observasi kerusakan organ korti dengan mikroskop
electron, ternyata bahwa sel-sel sensor dan sel penunjang merupakan bagian yang paling peka di
telinga dalam. Jenis kerusakan pada struktur organ tertentu yang ditimbulkan bergantung pada
intensitas, lama pajanan, dan frekuensi bising. Penelitian manggunakan intensitas bunyi120dB
dan kualitas nada murni sampai bisingdengan waktu pajanan 1-4 jam menimbulkan beberapa
tingkatan kerusakan sel rambut. Kerusakan juga dapat dijumpai pada sel penyangga, pembuluh
darah dan serat eferen.
Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas 2 kategori yaitu :
1. Noise Induced Temporary Threshold Shift ( TTS )
2. Noise Induced Permanent Threshold Shift ( NIPTS )
Gangguan pendengaran akibat bising adalah Penurunan pendengaran tipe sensorineural, yang
pada awalnya tidak disadari, karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Sifat
gangguannya adalah tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya terjadi pada ke dua telinga.
Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi,
lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat
berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising
yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat.
Bising berpengaruh terhadap masyarakat terutama masyarakat pekerja yang terpajan bising,
sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan secara umum, antara lain gangguan
pendengaran, gangguan fisiologi lain serta gangguan psikologi. Gangguan fisiologi dapat berupa
peningkatan tekanan darah, percepatan denyut nadi, peningkatan metabolisme basal,
vasokonstriksi pembuluh darah, penurunan peristaltik usus serta peningkatan ketegangan otot.
Efek fisiologi tersebut disebabkan oleh peningkatan rangsang sistem saraf otonom. Keadaan ini
sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap keadaan bahaya yang terjadi
secara spontan. Gangguan psikologi dap t berupa stres tambahan apabila bunyi tersebut tidak
diinginkan dan mengganggu, sehingga menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan
melelahkan. Hal tersebut diatas dapat menimbulkan gangguan sulit tidur, emosional, gangguan
komunikasi dan gangguan konsentrasi yang secara tidak langsung dapat membahayakan
keselamatan
Manifestasi Klinik
Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara ( speech discrimination )
dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam
menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi dengan nada tinggi, seperti suara bayi
menangis atau deringan telepon dapat tidak didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral.
Selain itu tinnitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu
ketajaman pendengaran dan konsentrasi. Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising
( noise induced hearing loss ) adalah :
1. Bersifat sensorineural
2. Hampir selalu bilateral
3. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss ) Derajat ketulian
berkisar antara 40 s/d 75 dB.
4. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang
signifikan.
5. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz, dimana
kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz.
6. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000
dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15 tahun.
Selain pengaruh terhadap pendengaran ( auditory ), bising yang berlebihan juga mempunyai
pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan konsentrasi,
gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi.
Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan audimetri nada murni terdapat kesan tuli sensorineural sedangkan
pemeriksaan audilogi khusus terdapat fenomena rekrutmen yang patognomonik untuk
tuli saraf koklea
Penatalaksanaan
Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan
bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga terhadap
bising (ear plug), tutup telinga (ear muff) dan pelindung kepala (helmet). Oleh karena tuli bising
adalah tuli sensorineural koklea yang bersifat menetap (irreversible) bila gangguan pendengaran
sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume bercakap biasa, maka dicoba
dengan alat bantu dengar. Apabila pendengaran telah sedemikian buruk , sehingga walaupun
dengan menggunakan alat Bantu dengar tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat perlu
dilakukan psikoterapi agar dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran agar dapat
menggunakan sisa pendengan denga alat Bantu dengar secara efisien dibantu dengan cara
membaca bibir, mimik dan gerakan anggota badanserata bahasa isyarat untuk berkomunikasi.
Disamping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara
juha diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan. Pada
pasien yang telah mengalami tuli bilateral dapat dipertimbangkan untuk memasang implan
koklea
Pencegahan
Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah terjadinya NIHL yang
disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja.
Kombinasi antara bising alat transportasi dengan sistem suspensi dan gas buang yang buruk
seperti bajaj dan bising jalan raya menyebabkan risiko gangguan pendengaran pengemudi
kendaraan tersebut menjadi lebih tinggi.
11. Prognosis
Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang sifatnya menetap,
dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang
baik. Oleh sebab itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya ketulian.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Scenario di atas sangat belum lengkap jadi kita harus banyak anamnesis lagi,
DAFTAR PUSTAKA
1) Mehta D, Lim HW. NIHL: Review of Practical Guidelines. Am J Clin Dermatol. 2016 Feb
12. [Medline]
2) Buku Ajar Ilmu THT Edisi 7. 2015.
3) Ilmu Penyakit THT, edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
4) Adhi Djuanda, dkk. 2011. Ilmu THT. Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
5) https://emedicine.medscape.com/article/1943419-overview