Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan

C. Sistematika Penulisan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medik

1. Pengertian

Sirosis Hepatis merupakan penyakit hati menahun ditandai adanya

pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan proses

peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha

regenerasi nodul, sehingga menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro sel

hepar tidak teratur (Nugroho, 2011).

Sirosis adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan penggantian jaringan

hati normal dengan fibrosis yang menyebar, yang mengganggu struktur dan fungsi

hati. Sirosis, atau jaringan parut pada hati, dibagi menjadi tiga jenis: alkoholik,

paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis, dan jenis sirosis yang paling

umum,; paskanekrotik, akibat hepatitis virus akut sebelumnya; dan bilierm akibat

obstruksi bilier kronis dan infeksi (jenis sirosis yang paling jarang terjadi)

(Brunnerd & Suddart, 2013).

2. Anatomi dan Fisiologi

3. Etiologi

Penyebab sirosis hepatis belum teridentifikasi dengan jelas, meskipun demikian,

Menurut Black & Hawks, 2009 ada beberapa faktor yang menyebabkan sirosis

hepatis yaitu:
a. Sirosis Pascanekrosis (Makronodular) Merupakan bentuk paling umum di

seluruh dunia.Kehilangan masif sel hati, dengan pola regenerasi sel tidak

teratur. Faktor yang menyebabkan sirosis ini pasca- akut hepatitis virus (tipe B

dan C).

b. Sirosis Billier Merupakan turunnya aliran empedu bersamaan dengan

kerusakan sel hepatosit disekitar duktus empedu seperti dengan kolestasis atau

obstruksi duktus empedu.

c. Sirosis Kardiak Merupakan penyakit hati kronis terkait dengan gagal jantung

sisi kanan jangka panjang, seperti atrioventrikular perikarditis konstriktif lama.

d. Sirosis Alkoholik (mikronodular Laenec) Merupakan bentuk nodul kecil

akibat beberapa agen yang melukai terus-menerus, terkait dengan

penyalahgunaan alcohol.

4. Patofisiologi

Menurut Black & Hawks tahun 2009 sirosis adalah tahap akhir pada banyak tipe

cedera hati. Sirosis hati biasanya memiliki konsistensi noduler, dengan berkas

fibrosis (jaringan parut) dan daerah kecil jaringan regenerasi. Terdapat kerusakan

luas hepatosit. Perubahan bentuk hati merubah aliran sistem vaskuler dan limfatik

serta jalur duktus empedu. Periode eksaserbasi ditandai dengan stasis empedu,

endapan jauundis. Menurut Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, (2012),

gangguan hematologik yang sering terjadi pada sirosis adalah kecendrungan

perdarahan, anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Penderita sering mengalami

perdarahan hidung, gusi, menstruasi berat, dan mudah memar. Masa protrombin

dapat memanjang. Manifestasi ini terjadi akibat berkurangnya pembentukan

faktor-faktor pembekuan oleh hati. Anemia, leukopenia, dan trombositopenia


diduga terjadi akibat hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar

(spelenomegali) tetapi juga lebih aktif menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi.

Mekanisme lain yang menimbulkan anemia adalah defisiensi folat, vitamin B12,

dan besi yang terjadi sekunder akibat kehilangan darah dan peningkatan hemolisis

eritrosit. Penderita juga lebih mudah terserang infeksi. Kerusakan hepatoseluler

mengurangi kemampuan hati mensintesis normal sejumlah albumin. Penurunan

sintesis albumin mengarah pada hipoalbuminemia, yang dieksaserbasi oleh

kebocoran protein ke dalam ruang peritonium. Volume darah sirkulasi menurun

dari kehilangan tekanan osmotik koloid. Sekresi aldosteron meningkat lalu

merangsang ginjal untuk menahan natrium dan air. Sebagai akibat kerusakan

hepatoseluler, hati tidak mampu menginaktifkan aldosteron. Sehingga retensi

natrium dan air berlanjut. Lebih banyak cairan tertahan, volume cairan asites

meningkat. Hipertensi vena porta berkembang pada sirosis berat. Vena porta

menerima darah dari usus limpa. Jadi peningkatan di dalam tekanan vena porta

menyebabkan:

a. Aliran balik meningkat pada tekanan reistan dan pelebaran vena esofagus,

umbilikus, dan vena rektus superior, yang mengakibatkan perdarahan varises

b. Asites (akibat pergesaran hidrostastik atau osmotik mengarah pada akumulasi

cairan di dalam peritoneum)

c. Bersihan sampah metabolik protein tidak tuntas dengan akibat meningkat

amonia, selanjutnya mengarah kepada esefalopati hepatikum. Kelanjutan

proses sebagai akibat penyebab tidak diketahui atau penyalahgunaan alkohol

biasanya mengakibatkan kematian dari ensefalopati hepatikum,

infeksi bakteri (gram negatif) peritonitis (bakteri), hepatoma (tumor hati), atau

komplikasi hipertensi porta. Gangguan endokrin sering terjadi pada sirosis.


Hormon korteks adrenal, testis dan ovarium, dimetabolisme dan diinaktifkan oleh

hati normal. Atrofi testis, ginekomastia, alopesia, pada dada dan aksila, serta

eritema palmaris (telapak tangan merah), semuanya diduga disebabkan oleh

kelebihan esterogen, dalam sirkulasi. Peningkatan pigmentasi kulit diduga

aktivitas hormon perangsang melanosit yang bekerja secara berlebihan.

5. Patoflowdiagram

6. Tanda dan Gejala

a. Sirosis terkompensasi: biasanya ditemukan secara sekunder dari pemeriksaan

fisik rutin, gejala samar.

b. Sirosis terdekompensasi: gejala penurunan protein, faktor pembekuan dan zat

lain serta manifestasi hipertensi porta.

c. Pembesaran hati di awal penyakit (hati berlemak) pada penyakit lanjut, ukuran

hati berkurang akibat jaringan parut.

d. Obstruksi asites portal: organ menjadi tempat bagi kongesti pasif kronis terjadi

dyspepsia dan perubahan fungsi usus.

e. Infeksi dan peritonit: tanda klinis mungkin tidak ada, diperlukan tindakan

parasentesis untuk menegakkan diagnosis.

f. Varises Gastrointestinal: pembuluh darah abdomen terdistensi dan menonjol

pembuluh darah disepanjang saluran GI terdistensi varises hemoroid hemoragi

dari lambung.

g. Edema

h. Defisiensi vitamin (A, C dan K) dan anemia

i. Perburukan mental diikuti dengan ensefalopati hepatic dan koma hepatik

(Brunner & Suddart, 2013).

j. Eritema Palmaris
k. Spider Angioma

l. Jaundice (Black & Hawks 2009)

7. Test Diagnostik

8. Komplikasi

Menurut Black & Hawks tahun 2009, komplikasi dari serosis hepatis adalah

sebagai berikut:

a. Hipertensi Porta

Hipertensi porta terjadi ketika tekanan darah meningkat menetap pada

sistem vena porta hal tersebut sebagai akibat peningkatan resistansi dan

obstruksi aliran darah melalui sistem vena porta ke dalam hati.

Etiologi dan faktor risiko

Vena porta kemungkinan tersumbat oleh thrombus tumor adalah penyebab

paling sering berikutnya. Faktor yang mungkin menyebabkan hipertensi

porta peningkatan resistensi terhadap aliran, sirosis, hepatitis alkoholik,

dll. Patofisiologi

Aliran darah normal untuk dan dari hati bergantung pada fungsi vena porta

yang baik (70 % aliran masuk), arteri hepatik (30 % aliran masuk), dan

vena hepatik (aliran keluar) proses penyakit yang merusak hati atau

pembuluh darah utamanya atau perubahan aliran darah melalui struktur ini

bertanggung jawab bagi perkembangan hipertensi porta. Hipertensi porta

akibat dari peningkatan aliran darah pada vena porta maupun peningkatan

resistansi terhadap aliran di dalam sistem vena porta.

Manifestasi Klinis

Pada klien dengan hipertensi porta, ketika pengkajian di dapatkan jaringan

pembuluh darah epigastrik sedikit berliku-liku yang bercabang akhir pada


daerah umbilikus serta kearah kedepan sternum dan tulang rusuk,

pelebaran, dan asites yang tipikal tampak ketika penyakit ahati bersamaan.

b. Asites

Etiologi dan Faktor Resiko

Asites adalah akumulasi cairan di dalam ruang peritoneum akibat interaksi

beberapa perubahan patofisiologi. Hipertensi porta, penurunan tekanan

plasma osmotik koloid dan retensi natrium semua berkontribusi terhadap

kondisi ini.

Patofisiologi

Sebuah proses yang mengeblok aliran darah melalui sinusoid hati ke vena

hepatik dan vena cava menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik di

dalam sistem vena porta. Sebagaimana tekanan porta meningkat, plasma

bocor langsung dari kapsul hati dan vena porta kongesti ke dalam ruang

peritoneum. Kongesti saluran limfa terjadi, mengarah pada kebocoran

lebih plasma ke dalam ruang peritoneum. Kehilangan protein plasma ke

dalam cairan asites dari sistem vena porta mengurangi tekanan onkotik di

dalam kompratemen pembuluh darah. Penurunan tekanan onkotik

membatasi kemampuan sistem pembuluh darah menahan atau

mengumpulkan air.

Manifestasi Klinis

Cairan asites secara tipikal menyebabkan distensi perut, panggul menonjol,

serta umbilikus yang menonjol keluar dan ke bawah. Meskipun akumulasi

cairan asites banyak dan nyata, namun jika jumlah kecil atau sedang lebih

sulit untuk mendeteksi.


c. Ensefalopati Hepatikum

Ensefalopati Hepatikum merupakan gangguan SSP. Gangguan mungkin

tampak bersamaan dengan cedera hati berat atau gagal hati atau setelah

pembedahan puntasan portosistemik. Penyebab gangguan ini adalah

ketidakmampuan untuk memetabolisme ammonia untuk membentuk

ureum sehingga ini dapat diekresikan.

Patofisiologi

Penyebab spesifik ensefalopati hepatikum tidak diketahui, tapi hal ini

dirincikan oleh peningkatan kadar amonia dalam darah dan cairan

serebrospinal. Amonia dihasilkan dalam usus ketika protein dipecah oleh

bakteri, oleh hai dan dalam jumlah yang lebih kecil, oleh getah lambung

dan metabolisme jaringan perifer. Ginjal adalah sumber amona lain di

dalam adanya hipokalemia. Implikasi lebih terkini penyebab ensefalopati

adalah neurotransmiter palsu, naiknya kadar mercaptan (kimia organik

yang mengandung radikal sulfhidril, terbentuk ketika molekul oksigen dan

alkohol diganti oleh sulfur ), fenol dan rantai pendek asam lemak. Secara

normal, hati amonia ke dalam glutamin, yang disimpan dalam hati dan

kemudian diubah menjadi ureum dan diekresikan melalui ginjal. Kadar

amonia darah meningkat ketika sel hatitidak mampu membentuk fungsi ini

mungkin dikarenakan sel hati rusak dan nekrosis. Ini juga mungkin akibat

dari pintasan darah dari sistem vena porta secara langsung kedalam

sirkulasi vena sistemik (pintasan hati). Pada kasus lain, sebagaimana kadar

amonia darah naik, banyak bahan tidak biasanya mulai terbentuk.

Beberapa bahan ini (misal oktopamn) tampak bertindak sebagai


neurotransmiter palsu di dalam SSP. Amonia juga adalah toksin SSP,

memengaruhi sel glia dan saraf, ini mengarah kepada perubahan

metabolisme dan fungsi SSP. Sebuah proses yang meningkatkan protein di

dalam intestinal, seperti meningkatkan diet protein atau perdarahan GI,

menyebabkan peningkatan kadar amonia darah dan kemungkinan gejala

ensefalopati hepatikum pada klien dengan gagal hepatoseluler atau yang

telah menjalani pembedahan pintasan portosistemik.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis ensefalopati hepatikum adalah secara primer neurologis

dan rentang dari kebingungan mental ringan sampai koma dalam.

Perubhan neurologis terjadi dengan akumulasi amonia serebral atau

perdarahan GI. Ensefalopati hepatikum mengganggu memori, perhatian,

konsentrasi, dan kecepatan respons. Pola terbalik sering terjadi, klien

terbangun malam hari dan mengantuk pada siang hari. Menulis dan ucapan

menunjukkan perubahansignifikan seperti terjadi penyimpangan

intelektual. Asteriksis mungkin ada. Pada beberapa klien dengan

ensefalopati hepatikum, hiperventilasi dengan alkalosis respiratorik

berkembang karena kadar amnia tinggi merangsang pusat pernafasan.

Adanya methylmercaptan menyebabkan bau karakteristik pada pernafan

yang disebut fetorhepaticus. Sebagaiman perkembangan sindrom, tingkat

kesadaran klien perlahan berkurang, dan kebingungan menjadi lebih berat,

namun, tingkat depresi SSP umunya fluktasi. Koma akhirnya terjadi, yang

mendalam sampai tidak ada respons nyeri dan refleks kornea, benar-benar

tidak ada. Berikut stadium ensefalopati hepatikum:

a. Stadium 1
1) Letih

2) Gelisah

3) Iritabel

4) Penurunan tampilan intelektual

5) Penurunan rentang perhatian

6) Berkurangnya ingatan jangka pendek

7) Perubahan kepribadian

8) Pola tidur terbalik

b. Stadium 2

1) Penyimpangan dalam menulis

2) Asteriksis

3) Gangguan status mental

4) Bingung

5) Lemah

6) Fetor hepaticus

c. Stadium 3

1) Bingung berat

2) Ketidakmampuan mengikuti perintah

3) Somnolen dalam, tapi dapat bangun

d. Stadium 4

1) Koma

2) Tidak respons terhadap rangsangan nyeri

3) Kemungkinan sikap tubuh dekortikasi atau deserebasi Hasil

laboratorium menunjukkan naiknya amonia darah dan kadag

glutamin cairan serebrospinal. Meskipun temuan ini membantu


mengomfirmasi diagnosis ensefalopati, tapi tidak spesifik.

Memantau kadar serum amonia, kadar elektrolit, gas darah, hasil

tes fungsi hati (bilirubin, albumin, protrombin, dan enzim)

keseluruhan perjalanan penyakit. Temuan ini membantu

menentukan tingkat ketidakseimbangan dan tingkat cedera hepatik.

Prognosis

Meskipun intervensi biasanya mengurangi ensefalopati hepatikum,

klien mungkin meninggal karena komplikasi sirkulasi atau

respirasi, infeksi, atau delirium dan kejang. Kematian terjadi pada

klien yang berkembang kerah koma dengan gagal hati. Langkah-

langkah dramatis mungkin dibutuhkan untuk mengurangi kadar

toksik amonia dalam darah. Cara tersebut termasuk hemodialisis

dan transfusi tukar, yang melibatkan pembuangan pergantian

sekitar 80% darah klien. Transplatasi hati dilakukan pada kasus

gagal hati fulminan.

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis pada sirosis hepatis yaitu:

a. Terapi mencakup antasid, Suplemen vitamin dan nutrisi, diet seimbang;

diuretik penghemat kalium (untuk asites) hindari alkohol Brunner & Suddart,

(2013).

b. Dokter biasanya meresepkan multivitamin untuk menjaga kesehatan. Sering

kali vitamin K diberikan untuk memperbaiki faktor pembekuan (Black &

Hawks, 2009).

c. Dokter mungkin juga meresepkan pemberian albumin IV untuk menjaga

volume plasma (Black & Hawks, 2009).


Sedangkan menurut Lyndon Saputra (2014), penatalaksanaan medis pada sirosis

hepatis yaitu sebagai berikut:

a. Memberikan oksigen

b. Memberikan cairan infus

c. Memasang NGT (pada perdarahan)

d. Terapi transfusi: platelet, packed red cells, fresh frozen plasma (FFP)

e. Diuretik: spironolakton (Aldactone), Furosemid (lasix)

f. Sedatif: fenobarbital (Luminal)

g. Pelunak feses : dekusat

h. Detoksikan Amonia: Laktulosa

i. Vitamin: zink

j. Analgetik: Oksikodon

k. Antihistamin: difenhidramin (Benadryl)

l. Endoskopik skleroterapi: entonolamin

m. Temponade balloon varises: pipa Sengstaken-Blakemore (pada perdarah aktif)

n. Profilaksis trombosis vena provunda : stocking kompresi sekuensial.

Penatalaksanaan Keperawatan Menurut Black & Hawks (2009), penatalaksaan

keperawatan sebagai berikut: 1) Mencegah dan memantau perdarahan Pantau

klien untuk perdarahan gusu, purpura, melena, hematuria, dan

hematemesis.Periksa tanda vital sebagai pemeriksa tanda syok. Selain itu untuk

menceah perdarahan, lindungi klien dari cedera fisik jatuh atau abrasi, dan

diberikan suntikan hanya ketika benarbenar diperlukan, menggunakan jarum

sintik yang kecil. Instruksikan klien untuk menghindari nafas hidung dengan kuat
dan mengejan saat BAB. Terkadang pelunak fases diresepkan untuk mencegah

mengejan dan pecahnya varises. 2) Meningkatkan status nutrisi Modifikasi diet:

diet tinggi proten untuk membangun kembali jaringan dan juga cukup karbohidrat

untuk menjaga BB dan menghemat protein. Berikan suplemen vitamin biasanya

pasien diberikan multivitamin untuk menjaga kesehatan dan diberikan injeksi Vit

K untuk memperbaiki faktor bekuan. 3) Meningkatkan pola pernapasan efektif

Edema dalam bentuk asites, disamping menekan hati dan memengaruhi fungsinya,

mungki juga menyebabkan nafas dangkal dan kegagalan pertukaran gas, berakibat

dalam bahaya pernafasan. Oksigen diperlukan dan pemeriksaan AGD arteri.

Posisi semi fowler, juga pengkuran lingkar perut setiap hari perlu dilakukan oleh

perawat. 4) Menjaga keseimbangan volume cairan Dengan adanya asites dan

edema pembatasan asupan cairan klien harus dipantau ketat. Memantau asupan

dan keluaran, juga mengukur lingkar perut. 5) Menjaga integritas kulit Ketika

tedapat edema, mempunyai resiko untuk berkembang kemungkinan lesi kulit

terinfeksi. Jika jaundis terlihat, mandi hangat-hangat kuku dengan pemakai sabun

non-alkalin dan penggunaan lotion. 6) Mencegah Infeksi Pencegahan infeksi

diikuti dengan istirahat adekuat, diet tepat, memonitor gejala infeksi dan

memberikan antibiotik sesuai resep.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai