Anda di halaman 1dari 15

PRE PLANNING

PENDIDIKAN KESEHATAN
GANGGUAN MOBILITAS PADA LANSIA
DI RUANG RAJAWALI 3A RSUP DR. KARIADI SEMARANG

Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Stase Keperawatan Gerontik

Dosen Pembimbing : Megah Andrianny, S.Kp., M.Kep., Sp.Kom., Ph.D.

Pembimbing Klinik : Ifa Maftukhatin F, S.Kep., Ners.

Disusun oleh:

Kelompok 2

Annissa Septianpita Putri (22020123210015)


Alifia Dian Yusriana (22020123210003)
Yufenty Christin Harsel (22020123210076)
Wynka Asyamhilmy P. (22020123210088)
Ghina Mar-atul ‘Azizah (22020123210014)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN 42


DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
A. LATAR BELAKANG
Setiap manusia pasti akan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sejak
lahir ke dunia sampai menjadi tua. Proses sepanjang hidup yang dimulai sejak permulaaan
kehidupan tersebut disebut menua. Menua juga merupakan suatu proses alamiah yang tidak
dapat dipungkiri dan dihindari. Tahap akhir dari proses kehidupan yang pasti akan dialami
oleh setiap individu yang memiliki umur panjang disebut lansia. Seseorang dikatakan lansia
atau lanjut usia adalah ketika telah memasuki usia 60 tahun (Azizah, 2017).
Angka kehidupan lansia diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia.
Berdasarkan data WHO, pada tahun 2013 jumlah populasi lansia di dunia mencapai 13,4%
dan diperkirakan akan meningkat menjadi 25,3% pada tahun 2050 serta akan terus
meningkat hingga pada tahun 2100 diperkirakan mencapai 35,1% dari total penduduk
(WHO, 2016). Di Indonesia sendiri, jumlah populasi lansia di tahun 2021 mencapai 10,82%
atau sama dengan 29,3 juta jiwa yang terbagi menjadi 3 kategori yaitu lansia muda (60-69
tahun) sebanyak 63,65%, lansia madya (70-79 tahun) sebanyak 27,66% dan lansia tua (≥80
tahun) sebanyak 8,86% dengan jenis kelamin penduduk lansia perempuan lebih tinggi
daripada laki laki (BPS, 2021).
Semakin tua kemampuan manusia akan semakin menurun. Memasuki usia lanjut
akan ada banyak permasalahan yang muncul seiring berjalannya waktu, yaitu terdapat
beberapa penurunan masalah kesehatan yang dialami oleh lansia, Penurunan kemampuan
tersebut dapat mengakibatkan munculnya masalah diberbagai aspek, diantaranya masalah
fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis (Anasari, 2015). Lansia sangat berkaitan erat
dengan penurunan kesehatan fisik. Salah satu masalah kesehatan fisik yang sering dialami
lansia adalah gangguan sistem muskuloskeletal. Gangguan sistem muskuloskeletal adalah
gangguan yang melibatkan struktur atau organ seperti otot, sendi, tulang, saraf dan tendon
yang disebabkan karena aktivitas dan menerima beban yang terjadi dalam waktu yang lama
dan berulang sehingga menimbulkan rasa nyeri dan tidak nyaman (Fistra, dkk. 2019).
Penurunan sistem muskuloskeletal terjadi karena perubahan fisiologis yang dialami lansia
akibat proses penuaan. Masalah kesehatan sistem muskuloskeletal yang sering terjadi pada
lansia adalah osteoporosis, arthritis, rheumatoid arthritis, dan gout arthritis yang dapat
menimbulkan keterbatasan aktivitas pada lansia.
Keterbatasan aktivitas fisik pada lansia tidak hanya disebabkan oleh penurunan
sistem muskuloskeletal, namun juga akibat dari penyakit lain seperti kanker, gagal ginjal,
masalah pernafasan atau masalah lain yang mengakibatkan lansia diharuskan untuk tirah
baring dalam waktu yang lama dirumah sakit karena menjalani proses pengobatan. Menurut
Potter dan Perry (2012) tirah baring yang berlangsung lama dapat menyebabkan dampak
yang negatif terhadap sistem tubuh pasien yaitu pada sistem integumen dapat menyebabkan
kerusakan terhadap integritas kulit, seperti abrasi dan ulkus dekubitus atau luka tekan.
Keterbatasan aktivitas yang paling sering dialami lansia yang diharuskan untuk tirah baring
di rumah sakit adalah keterbatasan dalam mobilisasi.
Keterbatasan mobilisasi yang dialami oleh lansia yang tirah baring di rumahsakit
diantaranya adalah berjalan, mandi, dan berpindah dari duduk ke tempat tidur. Keterbatasan
mobilisasi dialami oleh lansia dengan usia ≥ 85 tahun dengan persentase sebesar 47%, pada
rentang usia 75 – 84 tahun sebesar 30% dan pada rentang usia 65 – 74 tahun sebesar 20%.
Keterbatasan aktivitas mandi dialami oleh lansia dengan usia ≥ 85 tahun sebesar 35%, pada
rentang usia 75 – 84 tahun sebesar 15% dan pada rentang usia 65 – 74 tahun sebesar 10%.
Keterbatasan berpindah dari duduk ke tempat tidur dialami oleh lansia dengan usia ≥ 85
tahun dengan persentase sebesar 30%, pada rentang usia 75 – 84 tahun sebesar 15%, dan
pada rentang usia 65 – 74 tahun sebesar 9% . Kondisi ini semakin memburuk seiring dengan
bertambahnya usia (Administration on Aging, 2013). Hal tersebut juga terjadi Ruang
Rajawali 3A dimana 4 dari 5 lansia yang dirawat disana harus menjalani tirah baring dan
mengalami keterbatasan mobilisasi. Oleh karena itu, kelompok akan memberikan
pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga terkait gangguan mobilitas dan
pentingnya mobilisasi dini pada lansia.

B. TOPIK
Topik pada pendidikan kesehatan adalah “Gangguan Mobilitas pada Lansia di Ruang
Rajawali 3A RSUP Dr. Kariadi Semarang”.

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Dengan adanya penyuluhan ini, diharapkan sasaran dapat mengerti dan dapat memahami
tentang gangguan mobilisasi sehingga komplikasi akibat tirah baring dapat dihindari.
2. Tujuan Khusus
a. Keluarga dapat menjelaskan kembali tentang gangguan mobilitas pada lansia.
b. Keluarga mampu menyebutkan risiko gangguan mobilitas pada lansia.
c. Keluarga dapat menyebutkan manfaat mobilitas pada lansia.
d. Keluarga mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mobilitas pada
lansia.
D. KRITERIA KLIEN
1. Keluarga pasien lansia
2. Keluarga bersedia mengikuti pendidikan kesehatan

E. STRUKTUR KEGIATAN
1. Tempat pertemuan
Ruang rajawali 3A RSUP Dr. Kariadi Semarang
2. Hari/tanggal
Jumat, 10 November 2023
3. Waktu
Pukul 10.00
4. Jumlah peserta
5 pasien lansia beserta pendamping pasien (keluarga)
5. Setting tempat

L CL

K K
KP KP

F F

O O
Keterangan :
L : Leader
CL : Co Leader
F : Fasilitator
O : Observer
K : Klien
KP : Keluarga Pasien
Gambar di atas menunjukan posisi pada saat dilakukan pendidikan kesehatan di kamar 1
yang terdapat 2 pasien lansia.
6. Perilaku yang ditampilkan
Lansia terlihat berbaring lemas di bed, lansia mengatakan bahwa ia menghabiskan
waktunya dengan berbaring di bad dan jarang melakukan mobilitas fisik.
7. Metode pendidikan kesehatan
Metode pendidikan kesehatan yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode
penjelasan atau menjelaskan tentang pengertian dari gangguan mobilitas pada lansia,
risiko gangguan mobilitas pada lansia, manfaat mobilitas pada lansia, dan upaya yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan mobilitas pada lansia. Kelompok akan menjelaskan
kepada pasien dan keluarga menggunakan media berupa leaflet dengan harapan dapat
lebih mudah dalam memahami terkait materi yang di sampaikan. Pendidikan kesehatan
ini dilakukan secara bersama-sama dalam 1 kamar yang berisi 2 pasien lansia.
8. Pengorganisasian (Pembagian tugas dan uraian tugas)
a. Leader
- Membuka kegiatan.
- Memperkenalkan diri dan kelompok dengan lansia dan keluarganya serta
mempersilahkan anggota lain untuk memperkenalkan dirinya masing-masing.
- Melakukan kontrak waktu dan menjelaskan kegiatan apa yang akan dilakukan.
- Menanyakan perasaan lansia saat ini.
- Menjelaksan materi pendidikan kesehatan terkait gangguan mobilitas fisik.
- Melakukan evaluasi kegiatan.
- Menutup kegiatan.
b. Co Leader
- Membantu leader dalam pelaksanaan kegiatan.
- Ikut membantu menjelaskan materi terkait gangguan mobilitas fisik dengan sistem
bergantian dengan leader.
- Menanyakan perasaan lansia saat ini setelah kegiatan.
- Menyimpulkan kegiatan.
c. Fasilitator
- Memfasilitasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan selama pelaksanaan
kegiatan.
- Membimbing dan membantu lansia dan keluarganya untuk fokus selama kegiatan
berlangsung.
- Memotivasi lansia dan keluarganya dalam mengikuti kegiatan dengan fokus dan
memperhatikan materi yang sedang dijelaskan.
d. Observer
- Mengidentifikasi situasi dan kondisi kegiatan.
- Sebagai time keeper dalam pelaksanaan kegiatan.
- Mengamati dan mencatat: Jumlah lansia yang hadir, Lansia yang aktif dan yang
pasif selama kegiatan.
- Menyampaikan hasil kegiatan.
- Mencatat dukungan dan hambatan selama kegiatan berlangsung.

F. ALAT/MEDIA YANG DIGUNAKAN


Poster terkait materi gangguan mobilitas fisik.

G. TAHAP PELAKSANAAN
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak waktu dengan lansia.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Mengucapkan salam
2) Memperkenalkan diri, tugas dan peran
3) Memberikan kesempatan kepada klien untuk memberkenalkan diri
4) Menjelaskan tujuan umum pendidikan kesehatan dilakukan
b. Validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini.
2) Menanyakan masalah yang dirasakan
c. Kontrak
1) Topik pendidikan kesehatan : Materi gangguan mobilitas fisik.
2) Waktu : 30 – 40 menit.
3) Tempat : Ruang Rawat Inap Rajawali 3A Kamar No.6
4) Menjelaskan tujuan khusus dilakukan pendidikan kesehatan
5) Menjelaskan peraturan selama kegiatan pendidikan kesehatan:
- Jika ada keluarga klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
kepada leader dengan cara mengangkat tangan dan menyebutkan nama.
- Setiap peserta harus mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.
- Dilarang berbicara sendiri atau mengobrol selama pendidikan kesehatan
dimulai.
- Mendengarkan pendapat orang lain.
- Fokus dan konsentrasi.
3. Tahap Kerja
a. Menjelaskan materi terkait gangguan mobilitas fisik dengan menggunakan poster.
b. Memberikan kesempatan untuk kliean agar dapat bertanya terkait materi yang belum
dipahami selama kegiatan pendidikan kesehatan.
c. Fasilitator membimbing peserta untuk menyimakan materi yang sedang disampaikan
pada leaflet yang sudah dibagikan.
d. Observer mengamati jalanannya proses pendidikan kesehatan dan mengantisipasi
terjadi kendala dan hambatan yang mungkin akan terjadi selama berlangsungnya
pendidikan kesehatan.
e. Co Leader akan memberikan kesimpulan tentang materi pendidikan yang telah
disampaikan dan pentingnya lansia dan keluarga memahami materi yang telah
disampaikan.
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1) Leader atau co leader akan menanyakan perasaan klien setelah mengikuti
pendidikan kesehatan.
2) Leader atau co leader akan memberikan pujian atas partisipasi klien dan keluarga
klien karena telah mengikuti dan memperhatikan pendidikan kesehatan dari awal
sampai dengan akhir.
b. Penutup
Leader menutup kegiatan pendidikan kesehatan dengan mengucapkan terima kasih
dan salam penutup.

H. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Mampu Menyusun dan mempersiapkan pre planning sebelum pelaksanaan
Pendidikan Kesehatan dengan topik gangguan mobilitas pada lansia.
b. Melakukan kontrak waktu dengan pembimbing klinik, lansia, dan keluarga sebelum
kegiatan Pendidikan Kesehatan berlangsung di Rajawali 3A.
c. Menyiapkan alat atau media yang akan digunakan untuk pendidikan kesehatan.
d. Menyusun pembagian tugas kelompok minimal H-1 pelaksanaan pendidikan
kesehatan berlangsung.
2. Evaluasi Proses
a. Pelaksanaan pendidikan kesehatan terkait gangguan mobilitas fisik pada lansia sesuai
dengan waktu yang direncanakan.
b. Peserta meliputi pasien dan keluarga mengikuti pendidikan kesehatan terkait
gangguan mobilitas pada lansia dari awal hingga akhir.
c. Peserta aktif berdiskusi dan tanya jawab selama pendidikan kesehatan terkait
gangguan mobilitas pada lansia.
d. Panita melakukan tugas sesuai dengan pembafian tugas yang direncanakan.
e. Media yang digunakan efektif dalam menunjang pendidikan kesehatan terkait
gangguan mobilitas pada lansia.
f. Kegiatan pendidikan kesehatan terkait gangguan mobilitas pada lansia dilaksanakan
secara kondusif dan sesuai dengan rencana.
3. Evaluasi Hasil
a. Peserta antusias terhadap kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan.
b. Peserta fokus selama Pendidikan kesehatan berlangsung.
c. Peserta memberikan timbal balik yang positif terhadap kegiatan pendidikan
kesehatan.
d. Pasien dan keluarga mengetahui manfaat dilakukaannya pendidikan kesehatan.
e. Pasien dan keluarga mampu mengulang kembali cara melakukan materi gangguan
mobilitas dan menjawab pertanyaan dari panitia dengan baik dan benar.
MATERI PENDIDIKAN KESEHATAN
GANGGUAN MOBILISASI PADA LANSIA

1. Pengertian Gangguan Mobilitas pada Lansia


Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing
Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yang mengalami
atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang
mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan
fungsi anatomik akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi motorik, klien dengan
stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gips atau traksi), dan
pembatasan gerakan volunter, atau gangguan fungsi motorik dan rangka (Gray-Miceli,
2017).
Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dan psikologis dari imobilitas,
perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi
predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi ini imobilitas
mempengaruhi tubuh yang telah terpengaruh sebelumnya. Kompetisi seorang lansia
mungkin berada dekat dengan tingkat ambang batas untuk aktivitas mobilitas tertentu.
Perubahan lebih lanjut atau kehilangan dari imobilitas dapat membuat seseorang menjadi
tergantung. Semakin besar jumlah penyebab imobilitas, semakin besar potensial untuk
mengalami efek-efek akibat imobilitas (Khan, 2018).

2. Dampak Tirah Baring di Rumah Sakit


Tirah baring atau immobilisasi dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan
beberapa gangguan di berbagai system tubuh manusia, diantaranya adalah system
musculoskeletal, system kardiovaskuler dan system respirasi. Pada system musculoskeletal
meliputi gangguan mobilisasi permanen yang akan mempengaruhi daya tahan otot dan
penurunan masa otot, atrofi serta stabilitas otot. Pada sistem cardiovascular meliputi
ganguan hipotensi ortostatik dan pembentukan thrombus, sedangkan pada system respirasi
meliputi gangguan terjadinya penurunan berbagai volume paru sebagai akibat melemahnya
otot-otot respirasi sehingga berpengaruh terhadap gerakan respirasi (Rohman, 2019). Selain
itu, menurut Widuri (2020), dampak immobilisasi adalah sebagai berikut:
a. Perubahan metabolism
Imobilisasi mengakibatkan terganggunya fungsi metabolisme normal tubuh, diantaranya
adalah menurunkan laju metabolisme, mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein, dan menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti nafsu makan dan peristaltik
berkurang.
b. Perubahan pernapasan
Pada sistem pernapasan imobilisasi dapat menyebabkan komplikasi pada pasien akibat
kurangnya pergerakan dan latihan, diantaranya adalah atelektasis dan pneumonia
hipostatik.
c. Sistem intergument
Imobilisasi dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit, seperti abrasi dan dikubitus.
Hal ini disebabkan karena terjadi gesekan, tekanan, jaringan bergeser satu dengan yang
lain, dan penurunan sirkulasi darah pada area yang tertekan, sehingga terjadi iskemia
pada jaringan yang tertekan.
d. Sistem kardiovaskuler
Pada system muskuloskeletal, imobilisasi dapat menyebabkan peningkatan denyut
jantung, peningkatan beban kerja jantung dan hipotensi ortostatik.
e. Sistem Muskuloskeletal
Pada system muskuloskeletal imobilisasi dapat menyebabkan kehilangan daya tahan
tubuh, menurunnya kekuatan dan masa otot, serta menurunnya stabilitas dan
keseimbangan. Imobilisasi lansia lama sering menyebabkan atrofi angguran,

3. Manfaat Mobilitas pada Lansia


Menurut Mubarak, Indrawati, & Susanto (2015), manfaat dilakukannya mobilisasi
adalah sebagai berikut:
a. Mencegah kemunduran dan mempertahankan fungsi tubuh serta mengembalikan rentang
gerak aktif, sehingga penderita dapat kembali bisa bergerak dengan normal serta
setidaknya penderita dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
b. Membantu pernafasan lebih menjadi kuat.
c. Memperlancar eliminasi alvi dan urine.
d. Memperlancar peredaran darah dan mencegah terjadinya penyumbatan darah.
e. Mempertahankan tonus otot, memelihara dan meningkatkatkan fleksibilitas pergerakan
dari persendian.
f. Memperlambat proses penyakit, khususnya penyakit degeneratif.
g. Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation, dengan bergerak, otot-
otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali
dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian pasien merasa sehat dan membantu
memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan.
h. Faal usus dan kandung kencing lebih baik, dengan bergerak akan merangsang peristaltic
usus kembali normal. Aktivitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh
bekerja seperti semula.
i. Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Mobilisasi dapat membantu sirkulasi
darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat
dihindarkan.
j. Menurunkan risiko terjadinya dekubitus imobilisasi terlalu lama.
k. Membantu meningkatkan aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh).

4. Upaya Peningkatan Mobilitas pada Lansia


Berikut adalah upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mobilitas pada
lansia (Potter & Perry, 2012):
a. Kesejajaran Tubuh
Dalam mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, perawat mengangangkat klien
dengan benar, menggunakan teknik posisi yang tepat, dan memindahkan klien dengan
posisi yang aman dari tempat tidur ke kursi atau brankar. Pengaturan posisi dalam
mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan untuk meningkatkan kekuatan,
ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu: posisi fowler
(setengah duduk), posisi litotomi, posisi dorsal recumbent, posisi supinasi (terlentang),
posisi pronasi (tengkurap), posisi lateral (miring), posisi sim, posisi trendelenbeg (kepala
lebih rendah dari kaki).
b. Mobilisasi Sendi
Untuk menjamin keadekuatan mobilisasi sendi maka perawat dapat mengajarkan klien
latihan ROM (Range of Motion). Apabila klien tidak mempunyai control motorik
volunteer maka perawat melakukan latihan rentang gerak pasif. Mobilisasi sendi juga
ditingkatkan dengan berjalan. Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan
tindakan pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot. Latihan-
latihan itu, yaitu: Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan, fleksi dan ekstensi siku, pronasi
dan supinasi lengan bawah, pronasi fleksi bahu, abduksi dan adduksi, rotasi bahu, fleksi
dan ekstensi jari-jari, infersi dan efersi kaki fleksi dan ekstensi pergelangan kaki, fleksi
dan ekstensi lutut, rotasi pangkal paha.
c. Mengurangi Bahaya Mobilisasi
Intervensi keperawatan klien imobilisasi harus berfokus mencegah dan meminimalkan
bahaya imobilisasi. Intervensi harus diarahkan untuk mempertahankan fungsi optimal
pada seluruh sistem tubuh.
Penatalaksanaan lain, yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mobilitas pada
lansia adalah :
a. Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, diberdayakan untuk
meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi.
b. Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara
melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan
lain-lain.
c. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih kekuatan,
ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta meningkatkan fungsi
kardiovaskular.
d. Latihan isotonik dan isometric
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot dengan cara
mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise)
dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan isometrik
(static exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.
e. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk
mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
1) ROM Aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien) dengan
menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien
dalam melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri sesuai dengan rentang gerak
sendi normal (klien aktif).
2) ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang lain
(perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai
dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Indikasi latihan pasif adalah pasien
semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu
melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah
baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008).
f. Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak terjadinya
imobilitas.
g. Melakukan Postural Drainase
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan
memanfaatkan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri. Postural drainase dilakukan
untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas tetapi juga mempercepat
pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis, sehingga dapat meningkatkan
fungsi respirasi. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural drainase
lebih efektif bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi dada.
h. Melakukan Komunikasi Terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan cara berbagi
perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk mengekspresikan kecemasannya,
memberikan dukungan moril, dan lain-lain. (Hidayat, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Administration on Aging. (2013). Aging Statistic. Diakses pada tanggal 9 Mei 2023 dari
http://www.aoa.acl.gov/Aging_Statistics/Profile/2013/16.aspx.
Anasari, T., Artathi Eka S., Trisnawati, Y., (2015). Efektifitas Terapi Benson Terhadap
Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Lansia Di Kelurahan Karang Klesem, Kecamatan
Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas. Jurnal Kebidanan, 07(2), 115 – 222.
Azizah, L. M. (2017). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Badan Pusat Statistik. (2021). Statistik Penduduk Lanjut Usia. https://www.bps.go.id/.
Fistra, J.T., dkk. (2019). Hubungan Indeks Massa Tubuh Terhadap Gangguan Muskuloskeletal
Pada Pasien Pra Lansia dan Lansia. Jurnal Kesehatan Tadulako. Vol. 5(2), hlm 1-17.
Gray-Miceli, D. (2017). Impaired Mobility and Functional Decline in Older Adults: Evidence
to Facilitate a Practice Change. The Nursing Clinics of North America, 52(3), 469–487.
https://doi.org/10.1016/J.CNUR.2017.05.002.
Hidayat, A. A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi konsep dan proses
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Khan, D. R. M. (2018). Mobility impairment in the elderly. 11(1), 14–19.
https://doi.org/10.1177/1755738017748567.
Mubarak, W.I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, proses,
dan praktik volume II (edisi 4). Jakarta: EGC.
Rohman, U. (2019). Perubahan Fisiologis Tubuh Selama Imobilisasi dalam Waktu Lama.
Journal Sport Area, 4(2), 367–378.
https://doi.org/10.25299/sportarea.2019.vol4(2).3533.
Suratun, H., dkk. (2008). Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal: Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Widuri, H. (2020). Kebutuhan Dasar Manusia: Aspek Mobilitas dan Istirahat Tidur (Sujono
Riyadi, Ed.). Yogyakarta: Gosyen Publishing.
World Health Organization. (2016). Tentang Populasi Lansia.
Gangguan Mobilisasi
pada Lansia
u ?
it
p a Gangguan mobilisasi
A adalah Suatu kedaaan
dimana individu yang
mengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan
gerakan fisik (NANDA,
2016).

Manfaat Mobilitas Dampak Baring Lama di


pada Lansia Rumah Sakit

Mencegah kemunduran dan


mempertahankan gerak aktif. Perubahan metabolisme
Membantu pernapasan lebih kuat.
Memperlancar urin.
tubuh.
Memperlancar peredaran darah. Perubahan pernapasan
Mempertahankan fleksibelitas otot Kerusakan kulit
dan persendian. (menyebabkan luka gesekan
Menurunkan risiko dekubitus.
atau luka terbuka).
Membantu meningkatkan harga diri.
(Mubarak, ndrawati & Susanto, 2015) Peningkatan denyut jantung.
Penurunan kekuatan otot._
(Widuri, 2020)

Upaya Peningkatan Mobilitas


Lansia

Kesejajaran tubuh
Mobilisasi sendi
menggunakan latihan ROM
(Range of Motion)
Ambulasi dini
Mengurangi bahaya
mobilisasi
Latihan napas dalam dan
batuk efektif
(Potter & Perry, 2012)

Kelompok 2A Profesi Ners 42


Universitas Diponegoro
Sumber:
NANDA. (2016).buku diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi. Jakarta: EGC
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, proses, dan praktik volume II (edisi 4). Jakarta: EGC.
Widuri, H. (2020). Kebutuhan Dasar Manusia: Aspek Mobilitas dan Istirahat Tidur (Sujono Riyadi, Ed.). Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku ajar ilmu keperawatan dasar. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai