Anda di halaman 1dari 32

TUGAS PREKTEK KLINIK PROFESI NERS

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)


LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK

DISUSUN OLEH :

NAMA : ANISYAH POHAN


NIM : 201133007

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

i
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam
Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di
Tingkat Regional Tahun 2020"

MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Berbasis  Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.

ii
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
PKK KEPERAWATAN DASAR PROFESI
GANGGUAN MOBILITAS FISIK

Pontianak, 6 Oktober 2020


Telah di persiapkan dan disusun oleh :

ANISYAH POHAN
NIM. 201133007

Telah disetujui
Tanggal :

Oleh :

Dosen Penanggung Jawab

Ns. Gusti Barlia, M.Pd

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan limpahan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
pendahuluan ini. Dalam penyusunan laporan pendahuluan ini penulis telah
melibatkan bantuan moril dan material dari banyak pihak sehingga penulis dapat
menyelesaikan resume ini. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga atas bantuan, kerja sama,
terutama yang terhormat :
1. Bapak Didik Hariyadi, S. Gz., M. Si selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Pontianak.
2. Ibu Nurbani, S. Kp., M. Kep selaku Ketua Jurusan Keperawatan.
3. Ibu Ns. Puspa Wardhani, M. Kep selaku Ketua Program Studi Profesi
Ners Poltekkes Kemenkes Pontianak.
4. Bapak Ns. Raju Kapadia S.Kep., M.Med.Ed selaku koordinator mata
kuliah Keperawatan Dasar Profesi
5. Semua dosen Program Studi Ners Keperawatan Pontianak yang telah
memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasanya serta ilmu yang
bermanfaat.
6. Kedua orangtua, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan pendahuluan ini
masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan pendahuluan ini. Semoga
laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa di
Poltekkes Kemenkes Pontianak dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran
mahasiswa di Prodi Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Pontianak.

Pontianak, 6 Oktober 2020

Penulis

iv
BAB I
KONSEP DASAR

A. Definisi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk
aktualisasi (Mubarak, 2008) Mobilisasi merupakan kemampuan individu
untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannnya.
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas,
mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan
penting untuk kemandirian (Barbara kozzier, 2010). Mobilisasi yaitu
proses aktivitas yang dilakukan setelah operasi dimulai dari latihan ringan
diatas tempat tidur sampai denganbisa turun dari tempat tidur, berjalan ke
kamar mandi dan berjalan ke luar kamar (Brunner & Suddarth, 2013).

Mobilitas adalah proses yang kompleks yang membutuhkan adanya


koordinasi antara sistem muskuloskeletal dan sistem saraf (P. Potter,
2010). Carpenito (2013) menjelaskan bahwa mobilisasi merupakan faktor
utama dalam mempercepat pemulihan dan pencegahan terjadinya
komplikasi pasca bedah, mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari
lama rawat dan mengurangi resiko karena tirah baring lama seperti
terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot-otot diseluruh tubuh,
gangguan sirkulasi darah, gangguan pernafasan, dan gangguan peristaltik
maupun berkemih. Kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
mobilisasi adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini
mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan
fungsi fisiologis. Mobilisasi merupakan suatu kebutuhan dasar manusia
yang diperlukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang

1
berupa pergerakan sendi, sikap, gaya berjalan, latihan maupunkemampuan
aktivitas (Perry & Potter, 2010).
Gangguan Mobilitas atau Imobilitas merupakan keadaan di mana
seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang
mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya trauma tulang belakang,
cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya

(Widuri, 2010) imobilitas atau gangguan mobilitasadalah keterbatasan


fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah
(Nurarif .A.H. dan Kusuma. H, 2015).
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North
American NursingDiagnosis Association(NANDA) sebagai suatu kedaaan
dimana individu yangmengalami atau beresiko mengalami keterbatasan
gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami
keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu denganpenyakit
yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu
yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan
fungsi motorik, klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda),
penggunaan alat eksternal (seperti gips atau traksi),dan pembatasan
gerakan volunter, atau gangguan fungsi motorik dan rangka (Kozier,
Snyder, 2010).

B. Etiologi
Imobilisasi dapat disebabkan oleh trauma, kondisi patologis, beberapa
penyakit yang beresiko menyebabkan stroke seperti hipertensi, DM,
Arterosklerosis, embolis serta kontak antara bagian tubuh dengan sumber
panas ekstrem.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat mobilisasi seseorang


diantaranya menurut Aziz Alimul (2009) :

2
1. Gaya Hidup. Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan
mobilisasi seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau
kebiasaan sehari-hari.
2. Proses Penyakit/Cedera. Proses penyakit dapat memengaruhi
kemampuan mobilisasi karena dapat memengaruhi fungsi sistem
tubuh. Sebagai contoh, orang yang mengalami fraktur femur akan
mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bawah. Ada
kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit
tertentu misalnya penyakit stroke yang berakibat kelumpuhan typoid
dan penyakit kardiovaskuler.
3. Kebudayaan. Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga
dipengaruhi kebudayaan. Contohnya orang yang memiliki budaya
sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilisasi yang kuat;
sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilisasi (kaki)
karena adat dan kebudayaan tertentu dilarang untuk beraktivitas.
4. Tingkat Energi. Energi adalah sumber untuk melakukan mobilisasi.
Agar seseorang dapat melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan
energi yang cukup.
5. Usia dan Status Perkembangan. Terdapat perbedaan kemampuan
mobilisasi pada tingkat usia yang berbeda dalam Potter and Perry
(2005). Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat
gerak sejalan dengan perkembangan usia antara lain :
a) Bayi: sistem muskuloskeletal bayi bersifat fleksibel. Ekstremitas
lentur dan persendian memiliki ROM lengkap. Posturnya kaku
karena kepala dan tubuh bagian atas dibawa ke depan dan tidak
seimbang sehingga mudah terjatuh.
b) Batita: kekakuan postur tampak berkurang, garis pada tulang
belakang servikal dan lumbal lebih nyata
c) Balita dan anak sekolah: tulang-tulang panjang pada lengan dan
tungkai tumbuh. Otot, ligamen, dan tendon menjadi lebih kuat,
berakibat pada perkembangan postur dan peningkatan kekuatan

3
otot. Koordinasi yang lebih baik memungkinkan anak melakukan
tugas-tugas yang membutuhkan keterampilan motorik yang baik.
d) Remaja: remaja putri biasanya tumbuh dan berkembang lebih
dulu dibanding yang laki-laki. Pinggul membesar, lemak
disimpan di lengan atas, paha, dan bokong. Perubahan laki-laki
pada bentuk biasanya menghasilkan pertumbuhan tulang panjang
dan meningkatnya massa otot. Tungkai menjadi lebih panjang dan
pinggul menjadi lebih sempit. Perkembangan otot meningkat di
dada, lengan, bahu, dan tungkai atas.
e) Dewasa: postur dan kesegarisan tubuh lebih baik. Perubahan
normal pada tubuh dan kesegarisan tubuh pada orang dewasa
terjadi terutama pada wanita hamil. Perubahan ini akibat dari
respon adaptif tubuh terhadap penambahan berat dan
pertumbuhan fetus. Pusat gravitasi berpindah ke bagian depan.
Wanita hamil bersandar ke belakang dan agak berpunggung
lengkung. Klien biasanya mengeluh sakit punggung.
f) Lansia: kehilangan progresif pada massa tulang total terjadi pada
orangtua.
6. Kondisi patologik
1) Postur abnormal :
a) Tortikolis : kepala miring pada satu sisi, di mana adanya
kontraktur pada otot sternoklei domanstoid.
b) Lordosis : kurva spinal lumbal yang terlalu cembung ke depan/
anterior
c) Kifosis : peningkatan kurva spinal torakal.
d) Kipolordosis : kombinasi dari kifosis dan lordosis.
e) Skolioasis : kurva spinal yang miring ke samping, tidak
samanya tinggi hip/ pinggul dan bahu.
f) Kiposkoliosis: tidak normalnya kurva spinal anteroposterior
dan lateral.
g) Footdrop: plantar fleksi, ketidakmampuan menekuk kaki
karena kerusakan saraf peroneal.
4
2) Gangguan perkembangan otot, seperti distropsi muskular, terjadi
karena gangguan yang disebabkan oleh degenerasi serat otot
skeletal.
3) Kerusakan sistem saraf pusat
4) Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal: kontusio, salah
urat, dan fraktur.
7. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental yang menghalangi seseorang untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Ketidakmampuan dibagi
menjadi dua yaitu :
a. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau
trauma (misalnya : paraisis akibat gangguan atau cedera pada
medula spinalis).
b. Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari
ketidakmampuan primer (misalnya kelemahan otot dan tirah
baring) (Mubarak, 2008

C. Klasifikasi
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam mpbilisasi
dan imobilisasi antara lain :

1. Jenis Mobilisasi
a. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan
interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.
b. Mobilisasi sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara
bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sensorik pada tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera
atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Mobilisasi sebagian
ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

5
1) Mobilisasi sebagian temporer, merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
sementara. Dapat disebabkan oleh trauma reversible pada
sistem musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi
sendi dan tulang.
2) Mobilisasi permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang ireversible,
contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi
karena cedera tulang belakang, poliomyelitis karena
terganggunya system saraf motorik dan sensorik.

2. Jenis Imobilisasi

a. Imobilisasi fisik, ketidakmampuan bergerak secara fisik karena


terjadi gangguan pada system neuro dan muskoloskeletal secara
langsung maupun komplikasi dari penyakit. Imobilitas fisik juda
merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada
pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan
tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi
tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
b. Imobilisasi intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang
mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
c. Imobilisasi emosional, keadaan ktika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-
tiba dalam menyesuaikan diri. Contohnya keadaan stres berat dapat
disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami
kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang
paling dicintai.

6
d. Imobilisasi sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya
sehingga dapat memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

D. Patofisologi
Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam mobilisasi
dapat disebabkan oleh trauma, kondisi patologis, beberapa penyakit yang
beresiko menyebabkan stroke seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis,
embolis serta kontak antara bagian tubuh dengan sumber panas ekstrem.
Terjadinya trauma dan kondisi patologis tersebut dapat menimbulkan
adanya fraktur yang menyebabkan pergeseran fragmen tulang sehingga
terjadi perubahan bentuk (deformitas) yang menimbulkan gangguan fungsi
organ dan akhirnya menimbulkan hambatan mobilitas fisik. Beberapa
penyakit seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis dapat
menyebabkan pembekuan darah dan terjadi penyempitan pembuluh darah
sehingga aliran darah ke otak terganggu dan terjadi iskemia sel-sel otak
yang menimbulkan stroke yang menyerang pembuluh darah otak bagian
depan mengakibatkan penurunan kekuatan otot (hemiparesis) hingga
hilangnya kekuatan otot (hemiplegia) yang akhirnya menimbulkan
hambatan mobilitas fisik. Penyebab lain karena kontak langsung yang
terjadi antara tubuh dengan sumber panas ekstrem seperti air panas, api,
bahan kimia, listrik yang menyebabkan combustio (luka bakar) dan
merusak jaringan kulit yang lebih dalam, menimbulkan sensasi nyeri
terutama saat dilakukan pergerakan pada bagian tersebut sehingga terjadi
hambatan mobilitas fisik.

E. Tanda dan Gejala

Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA)


2012-2014, batasan karakteristik dari hambatan mobilitas fisik adalah
sebagai berikut:

7
1. Penurunan waktu reaksi.
2. Kesulitan membolak balik posisi
3. Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti gerakan (mis.
Meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan
prilaku, fokus pada ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit).
4. Dispnea setelah aktivitas.
5. Perubahan cara berjalan.
6. Pergerakan gemetar.
7. Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik
halus.
8. Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik
kasar.
9. Keterbatasan rentang pergerakan sendi
10. Tremor akibat pergerakan.
11. Ketidakstabilan postur.
12. Pergerakan lambat.
13. Pergerakan tidak terkodinasi.

F. Komplikasi

Dampak dari imobilisasi dalam sangat besar pada tubuh Fundamental


Keperawatan Perry dan Potter (2005) diantaranya adalah :
1. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilisasi dapat mengganggu metabolisme
secara normal, mengingat imobilisasi dapat menyebabkan turunnya
kecepatan metabolisme di dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai
pada menurunnya basal metabolism rate (BMR) yang menyebabkan
berkurangnya energi untuk perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat
memengaruhi gangguan oksigenasi sel.

2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit

8
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai
dampak dari imobilisasi akan mengakibatkan persediaan protein
menurun dan konsentrasi protein serum berkurang sehingga dapat
mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Di samping itu, berkurangnya
perpindahan cairan dari intravascular ke interstisial dapat
menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.

3. Gangguan Fungsi Gastriointestinal


Imobilisasi dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal.
Hal ini disebabkan karena imobilisasi dapat menurunkan hasil makanan
yang dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat
menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung
yang dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
4. Perubahan Sistem Pernafasan
Akibat imobilisasi, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru
menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses
metabolisme terganggu.
5. Perubahan Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskular juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga
perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja
jantung, dan pembentukan thrombus. Hipotensi ortostatik adalah
penurunan tekanan darah sistolik 25 mmHg dan diastolik 10mmHg
ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk ke posisi berdiri.
Pada klien imobilisasi, terjadi penurunan sirkulasi volume cairan,
pengumpulan darah pada ekstremitas bawah, dan penurunan respon
otonom.
6. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskeletal sebagai
dampak dari imobilisasi adalah sebagai berikut: (Fundamental
Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3)

9
a) Gangguan Muskular. Menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara
langsung. Menurunnya fungsi kapasitas otot ditandai dengan
menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot dapat
menyebabkan atropi pada otot. Sebagai contoh, otot betis
seseorang yang telah dirawat lebih dari enam minggu ukurannya
akan lebih kecil selain menunjukkan tanda lemah atau lesu.

b) Gangguan Skeletal. Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan


gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadinya kontraktur
sendi dan osteoporosis. Kontraktur merupakan kondisi yang
abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang
disebabkan atropi dan memendeknya otot.

7. Perubahan Sistem Integumen


Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan
elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilisasi
dan terjadinya iskemia serta nekrosis jaringan superficial dengan
adanya luka decubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan
sirkulasi yang menurun ke jaringan.

8. Perubahan Eliminasi
Eliminasi urine klien berubah oleh adanya imobilisasi. Pada posisi
tegak lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke
dalam ureter dan kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika klien
dalam posisi rekumben atau datar, ginjal dan ureter membentuk garis
datar seperti pesawat. Ginjal yang membentuk urine harus masuk ke
dalam kandung kemih melawan gaya gravitasi. Akibat kontraksi
peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan gaya gravitasi, pelvis
ginjal menjadi terisi sebelum urine masuk ke dalam ureter.
9. Perubahan Prilaku

10
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilisasi, antara lain
timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi,
depresi, perubahan siklus tidur, dan menurunnya koping mekanisme.
Terjadinya perubahan perilaku tersebut merupakan dampak
imobilisasi karena selama proses imobilisasi seseorang akan
mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain-lain.

G. Penatalaksanaan medis

Therapy yang dapat dilakukan antara lain menurut Potter and Perry
(2005):

1) Kesejajaran Tubuh
Dalam mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, perawat
mengangangkat klien dengan benar, menggunakan teknik posisi yang
tepat, dan memindahkan klien dengan posisi yang aman dari tempat
tidur ke kursi atau brankar. Pengaturan posisi dalam mengatasi
masalah kebutuhan mobilitas, digunakan untuk meningkatkan
kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi
tersebut, yaitu : posisi fowler (setengah duduk), posisi litotomi, posisi
dorsal recumbent, posisi supinasi (terlentang), posisi pronasi
(tengkurap), posisi lateral (miring), posisi sim, posisi trendelenbeg
(kepala lebih rendah dari kaki)
2) Mobilisasi Sendi

Untuk menjamin keadekuatan mobilisasi sendi maka perawat


dapat mengajarkan klien latihan ROM (Range Of Motion). Apabila
klien tidak mempunyai control motorik volunteer maka perawat
melakukan latihan rentang gerak pasif. Mobilisasi sendi juga
ditingkatkan dengan berjalan. Latihan ini baik ROM aktif maupun

11
pasif merupakan tindakan pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada
sendi dan kelemahan otot. Latihan-latihan itu, yaitu : Fleksi dan
ekstensi pergelangan tangan, fleksi dan ekstensi siku, pronasi dan
supinasi lengan bawah, pronasi fleksi bahu, abduksi dan adduksi,
rotasi bahu, fleksi dan ekstensi jari-jari, infersi dan efersi  kaki fleksi
dan ekstensi pergelangan kaki, fleksi dan ekstensi lutut, rotasi pangkal
paha.
3) Mengurangi Bahaya Mobilisasi

Intervensi keperawatan klien imobilisasi harus berfokus mencegah dan


meminimalkan bahaya imobilisasi. Intervensi harus diarahkan untuk
mempertahankan fungsi optimal pada seluruh sistem tubuh.

H. Pemeriksaan Diagnostik

1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan


perubahan hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan
lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang
sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio,
dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang Dll.
4. Pemeriksaan Laboratorium:
5. Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑,
kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.

12
13
14
BAB II
WOC

15
BAB III
PROSES KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
1) Identitas
a) Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
No. Reg :
Tgl. MRS :
Tgl. Pengkajian :
Dx Medis
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Hub.dgn pasien :

2) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan saat ini
Alasan masuk rumah sakit
Faktor pencetus
Faktor memperberat nyeri
Keluhan utama
Timbulnya keluhan
Pemahamanaan penatalaksanaan masalah kesehatan
Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Diagnosa medik
b. Status kesehatan masa lalu
16
Penyakit yang pernah dialami
Pernah dirawat
Operasi
Kebiasaan obat – obatan
Riwayat kesehatan keluarga
3) Pengkajian Kesehatan Fungsional Pola Gordon
Pola Fungsi Kesehatan
a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
 Tingkat pengetahuan kesehatan/penyakit
 Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
 Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan
b. Nutrisi/ metabolik
 Berapa kali makan sehari
 Makanan kesukaan
 Berat badan sebelum dan sesudah sakit
 Frekuensi dan kuantitas minum sehari
c. Pola eliminasi
 Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
 Nyeri
 Kuantitas
d. Pola aktivitas dan latihan

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan/minum

Mandi

Toileting

Berpakaian

Mobilisasi di tempat tidur

Berpindah

Ambulasi ROM

17
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain
dan alat, 4: tergantung total.

e. Pola tidur dan istirahat

 Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur

 Somnambolisme

 Kualitas dan kuantitas jam tidur.

f. Pola kognitif-perseptual

 Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca


Indra)

g. Pola persepsi diri/konsep diri

 Gambaran diri

 Identitas diri

 Peran diri

 Ideal diri

 Harga diri

h. Pola seksual dan reproduksi

18
 Adakah gangguan pada alat kelaminya.

i. Pola peran-hubungan

 Hubungan dengan anggota keluarga

 Dukungan keluarga

 Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.

j. Pola manajemen koping stress

 Cara pemecahan dan penyelesaian masalah

k. Pola keyakinan-nilai

 Persepsi keyakinan

 Tindakan berdasarkan keyakinan

4) Kemampuan Fungsi Motorik


Pengkajian motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan
dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau
spastis.
5) Kemampuan Mobilisasi
Pengkajian kemampuan mobilisasi dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan
19
berpindah anpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah
sebagai berikut :

Tingkat Aktivitas/Mobilisasi Kategori

Tingkat 0 Mempu merawat diri secara penuh

Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat

Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang


lain

Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang


lain, dan peralatan

Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan


atau berpartisipasi dalam perawatan

6) Kemampuan Rentang Gerak


Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada
daerah seperti bau, siku, lengan, panggul dan kaki.

Tipe gerakan Derajat rentang


normal

Leher, spinal, servikal

Fleksi : menggerakkan dagu menempel ke dada 45

Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak 45

Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang sejau mungkin 10

Fleksi lateral : memiringkan kepala sejau mungkin ke arah 40-45


setiap bahu

Rotasi : memutar kepala sejau mungkin dalam gerakan 180


sirkuler

Bahu

Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke 180


depan ke posisi di atas kepala

20
Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi semula 180

Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping di atas 180


kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala

Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan menyilang 320


tubu sejau mungkin

Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar bahu dengan 90


menggerakkan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam
dan ke belakang.

Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan lengan 90


sampai ibu jari ke atas dan samping kepala

Lengan bawa

Supinasi : memutar lengan bawa dan telapak tangan seingga 70-90


telapak tangan menghadap ke atas

Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak tangan 70-90


menghadap ke bawah

Pergelangan tangan

Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi dalam lengan 80-90


bawah

Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan, 80-90


dan lengan bawa berada pada arah yg sama

Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan tangan miring Sampai 30


(medial) ke ibu jari

Adduksi (fleksi luar) : menekuk pergelangan tangan miring 30-50


(medial) ke ibu jari

Jari-jari tangan

Fleksi : membuat pergelangan 90

Ekstensi : meluruskan jari tangan 90

Hiperkstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke belakang 30-60


sejau mungkin

21
Ibu jari

Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang permukaan 90


telapak tangan

Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus menjau dari tangan 90

Pinggul

Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan atas 90-120

Ekstensi : menggerakkan kembali ke samping tungkai yang 90-12 0


lain

Lutut

Fleksi : menggerakkan tumit ke arah belakang paha 120-130

Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai 120-130

Mata kaki

Dorsofleksi : menggerakkan sehingga jari-jari kaki menekuk 20-30


ke atas

Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki 45-50


menekuk ke bawah

7) Kekuatan Otot Dan Gangguan Koordinasi


Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara
bilateral atau tidak. Derajat kekuatan otot ditentukan dengan :

Skala Presentase Karakteristik


kekuatan
normal

0 0 Paralisis sempurna

1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat


dipalpasi atau dilihat

2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi


22
dengan topangan

3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi

4 75 Gerakan penuh yang normal melawan


gravitasi dan melawan tahanan minimal

5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh ang


normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

8) Pengkajian Fisik
 Keadaan umum pasien
 Kesadaran
 Pemeriksaan TTV

23
B. Diagnosa dan Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1 Gangguan Mobilitas Fisik SLKI SIKI

1. Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi

Kriteria Hasil : 1. Identifikasi adanya nyeri


Rasional :untuk mengetahui tingkat

1. Pergerakan ekstremitas kekuatan nyeri

otot rentang gerak (ROM) 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan


meningkat. pergerakan

2. Nyeri menurun Rasional : untuk mengetahui aktivitas

3. Kecemasan menurun fisik klien

4. Kaku sendi menurun 3. Monitor frekuensi jantung dan

5. Gerakan tidak terkoordinasi tekanan darah sebelum mobilisasi

menurun Rasional : untuk mengetahui kondisi

6. Gerakan terbatas menurun

21
7. Kelemahan fisik menurun klien
4. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Rasional : untuk membantu aktivitas
klien
5. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
Rasional : untuk menambah
pengetahuan klien dan keluarga

2. Kerusakan integritas Kulit SLKI SIKI

Integritas Kulit Dan Jaringan Perawatan Luka


(L.14125)

1. monitor karakteristik luka


Kriteria Hasil : rasional : untuk mengetahui

22
1. Elastis meningkat keadaan luka
2. Hidrasi meningkat 2. monitor tanda-tanda infeksi
3. Perfusi jaringan meningkat rasional : untuk menghambat
4. Kerusakan jaringan menurun terjadinya infeksi
5. Kerusakan lapisan kulit 3. ganti balutan sesuai jumlah eksudat
menurun dan drainase
6. Nyeri menurun rasional : agar tidak terjadinya
7. Perdarahan menurun risiko infeksi
8. kemerahan menurun 4. jelaskan tanda dan gejalan infeksi
9. hematoma menurun rasional : untuk menambah tingkat
10. pigmentasi abnormal menurun pengetahuan klien dan keluarga
11. jaringan parut menurun 5. anjurkan makanan tinggi kalori dan
protein
rasional : untuk menambah energi
klien
6. kolaborasi pemberian antibiotik
rasional : agar tidak terjadinya
infeksi

23
24
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing


Diagnoses: Definitions & classification, 2015-2017.  Oxford : Wiley
Blackwell.

Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical


surgical Nursing. Mosby: ELSIVER

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


(SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia


(SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


(SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

24

Anda mungkin juga menyukai