DISUSUN OLEH :
i
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam
Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di
Tingkat Regional Tahun 2020"
MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Berbasis Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
PKK KEPERAWATAN DASAR PROFESI
GANGGUAN MOBILITAS FISIK
ANISYAH POHAN
NIM. 201133007
Telah disetujui
Tanggal :
Oleh :
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan limpahan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
pendahuluan ini. Dalam penyusunan laporan pendahuluan ini penulis telah
melibatkan bantuan moril dan material dari banyak pihak sehingga penulis dapat
menyelesaikan resume ini. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga atas bantuan, kerja sama,
terutama yang terhormat :
1. Bapak Didik Hariyadi, S. Gz., M. Si selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Pontianak.
2. Ibu Nurbani, S. Kp., M. Kep selaku Ketua Jurusan Keperawatan.
3. Ibu Ns. Puspa Wardhani, M. Kep selaku Ketua Program Studi Profesi
Ners Poltekkes Kemenkes Pontianak.
4. Bapak Ns. Raju Kapadia S.Kep., M.Med.Ed selaku koordinator mata
kuliah Keperawatan Dasar Profesi
5. Semua dosen Program Studi Ners Keperawatan Pontianak yang telah
memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasanya serta ilmu yang
bermanfaat.
6. Kedua orangtua, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan pendahuluan ini
masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan pendahuluan ini. Semoga
laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa di
Poltekkes Kemenkes Pontianak dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran
mahasiswa di Prodi Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Pontianak.
Penulis
iv
BAB I
KONSEP DASAR
A. Definisi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk
aktualisasi (Mubarak, 2008) Mobilisasi merupakan kemampuan individu
untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannnya.
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas,
mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan
penting untuk kemandirian (Barbara kozzier, 2010). Mobilisasi yaitu
proses aktivitas yang dilakukan setelah operasi dimulai dari latihan ringan
diatas tempat tidur sampai denganbisa turun dari tempat tidur, berjalan ke
kamar mandi dan berjalan ke luar kamar (Brunner & Suddarth, 2013).
1
berupa pergerakan sendi, sikap, gaya berjalan, latihan maupunkemampuan
aktivitas (Perry & Potter, 2010).
Gangguan Mobilitas atau Imobilitas merupakan keadaan di mana
seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang
mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya trauma tulang belakang,
cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya
B. Etiologi
Imobilisasi dapat disebabkan oleh trauma, kondisi patologis, beberapa
penyakit yang beresiko menyebabkan stroke seperti hipertensi, DM,
Arterosklerosis, embolis serta kontak antara bagian tubuh dengan sumber
panas ekstrem.
2
1. Gaya Hidup. Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan
mobilisasi seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau
kebiasaan sehari-hari.
2. Proses Penyakit/Cedera. Proses penyakit dapat memengaruhi
kemampuan mobilisasi karena dapat memengaruhi fungsi sistem
tubuh. Sebagai contoh, orang yang mengalami fraktur femur akan
mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bawah. Ada
kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit
tertentu misalnya penyakit stroke yang berakibat kelumpuhan typoid
dan penyakit kardiovaskuler.
3. Kebudayaan. Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga
dipengaruhi kebudayaan. Contohnya orang yang memiliki budaya
sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilisasi yang kuat;
sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilisasi (kaki)
karena adat dan kebudayaan tertentu dilarang untuk beraktivitas.
4. Tingkat Energi. Energi adalah sumber untuk melakukan mobilisasi.
Agar seseorang dapat melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan
energi yang cukup.
5. Usia dan Status Perkembangan. Terdapat perbedaan kemampuan
mobilisasi pada tingkat usia yang berbeda dalam Potter and Perry
(2005). Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat
gerak sejalan dengan perkembangan usia antara lain :
a) Bayi: sistem muskuloskeletal bayi bersifat fleksibel. Ekstremitas
lentur dan persendian memiliki ROM lengkap. Posturnya kaku
karena kepala dan tubuh bagian atas dibawa ke depan dan tidak
seimbang sehingga mudah terjatuh.
b) Batita: kekakuan postur tampak berkurang, garis pada tulang
belakang servikal dan lumbal lebih nyata
c) Balita dan anak sekolah: tulang-tulang panjang pada lengan dan
tungkai tumbuh. Otot, ligamen, dan tendon menjadi lebih kuat,
berakibat pada perkembangan postur dan peningkatan kekuatan
3
otot. Koordinasi yang lebih baik memungkinkan anak melakukan
tugas-tugas yang membutuhkan keterampilan motorik yang baik.
d) Remaja: remaja putri biasanya tumbuh dan berkembang lebih
dulu dibanding yang laki-laki. Pinggul membesar, lemak
disimpan di lengan atas, paha, dan bokong. Perubahan laki-laki
pada bentuk biasanya menghasilkan pertumbuhan tulang panjang
dan meningkatnya massa otot. Tungkai menjadi lebih panjang dan
pinggul menjadi lebih sempit. Perkembangan otot meningkat di
dada, lengan, bahu, dan tungkai atas.
e) Dewasa: postur dan kesegarisan tubuh lebih baik. Perubahan
normal pada tubuh dan kesegarisan tubuh pada orang dewasa
terjadi terutama pada wanita hamil. Perubahan ini akibat dari
respon adaptif tubuh terhadap penambahan berat dan
pertumbuhan fetus. Pusat gravitasi berpindah ke bagian depan.
Wanita hamil bersandar ke belakang dan agak berpunggung
lengkung. Klien biasanya mengeluh sakit punggung.
f) Lansia: kehilangan progresif pada massa tulang total terjadi pada
orangtua.
6. Kondisi patologik
1) Postur abnormal :
a) Tortikolis : kepala miring pada satu sisi, di mana adanya
kontraktur pada otot sternoklei domanstoid.
b) Lordosis : kurva spinal lumbal yang terlalu cembung ke depan/
anterior
c) Kifosis : peningkatan kurva spinal torakal.
d) Kipolordosis : kombinasi dari kifosis dan lordosis.
e) Skolioasis : kurva spinal yang miring ke samping, tidak
samanya tinggi hip/ pinggul dan bahu.
f) Kiposkoliosis: tidak normalnya kurva spinal anteroposterior
dan lateral.
g) Footdrop: plantar fleksi, ketidakmampuan menekuk kaki
karena kerusakan saraf peroneal.
4
2) Gangguan perkembangan otot, seperti distropsi muskular, terjadi
karena gangguan yang disebabkan oleh degenerasi serat otot
skeletal.
3) Kerusakan sistem saraf pusat
4) Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal: kontusio, salah
urat, dan fraktur.
7. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental yang menghalangi seseorang untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Ketidakmampuan dibagi
menjadi dua yaitu :
a. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau
trauma (misalnya : paraisis akibat gangguan atau cedera pada
medula spinalis).
b. Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari
ketidakmampuan primer (misalnya kelemahan otot dan tirah
baring) (Mubarak, 2008
C. Klasifikasi
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam mpbilisasi
dan imobilisasi antara lain :
1. Jenis Mobilisasi
a. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan
interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.
b. Mobilisasi sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara
bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sensorik pada tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera
atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Mobilisasi sebagian
ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
5
1) Mobilisasi sebagian temporer, merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
sementara. Dapat disebabkan oleh trauma reversible pada
sistem musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi
sendi dan tulang.
2) Mobilisasi permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang ireversible,
contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi
karena cedera tulang belakang, poliomyelitis karena
terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
2. Jenis Imobilisasi
6
d. Imobilisasi sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya
sehingga dapat memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
D. Patofisologi
Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam mobilisasi
dapat disebabkan oleh trauma, kondisi patologis, beberapa penyakit yang
beresiko menyebabkan stroke seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis,
embolis serta kontak antara bagian tubuh dengan sumber panas ekstrem.
Terjadinya trauma dan kondisi patologis tersebut dapat menimbulkan
adanya fraktur yang menyebabkan pergeseran fragmen tulang sehingga
terjadi perubahan bentuk (deformitas) yang menimbulkan gangguan fungsi
organ dan akhirnya menimbulkan hambatan mobilitas fisik. Beberapa
penyakit seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis dapat
menyebabkan pembekuan darah dan terjadi penyempitan pembuluh darah
sehingga aliran darah ke otak terganggu dan terjadi iskemia sel-sel otak
yang menimbulkan stroke yang menyerang pembuluh darah otak bagian
depan mengakibatkan penurunan kekuatan otot (hemiparesis) hingga
hilangnya kekuatan otot (hemiplegia) yang akhirnya menimbulkan
hambatan mobilitas fisik. Penyebab lain karena kontak langsung yang
terjadi antara tubuh dengan sumber panas ekstrem seperti air panas, api,
bahan kimia, listrik yang menyebabkan combustio (luka bakar) dan
merusak jaringan kulit yang lebih dalam, menimbulkan sensasi nyeri
terutama saat dilakukan pergerakan pada bagian tersebut sehingga terjadi
hambatan mobilitas fisik.
7
1. Penurunan waktu reaksi.
2. Kesulitan membolak balik posisi
3. Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti gerakan (mis.
Meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan
prilaku, fokus pada ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit).
4. Dispnea setelah aktivitas.
5. Perubahan cara berjalan.
6. Pergerakan gemetar.
7. Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik
halus.
8. Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik
kasar.
9. Keterbatasan rentang pergerakan sendi
10. Tremor akibat pergerakan.
11. Ketidakstabilan postur.
12. Pergerakan lambat.
13. Pergerakan tidak terkodinasi.
F. Komplikasi
8
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai
dampak dari imobilisasi akan mengakibatkan persediaan protein
menurun dan konsentrasi protein serum berkurang sehingga dapat
mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Di samping itu, berkurangnya
perpindahan cairan dari intravascular ke interstisial dapat
menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.
9
a) Gangguan Muskular. Menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara
langsung. Menurunnya fungsi kapasitas otot ditandai dengan
menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot dapat
menyebabkan atropi pada otot. Sebagai contoh, otot betis
seseorang yang telah dirawat lebih dari enam minggu ukurannya
akan lebih kecil selain menunjukkan tanda lemah atau lesu.
8. Perubahan Eliminasi
Eliminasi urine klien berubah oleh adanya imobilisasi. Pada posisi
tegak lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke
dalam ureter dan kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika klien
dalam posisi rekumben atau datar, ginjal dan ureter membentuk garis
datar seperti pesawat. Ginjal yang membentuk urine harus masuk ke
dalam kandung kemih melawan gaya gravitasi. Akibat kontraksi
peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan gaya gravitasi, pelvis
ginjal menjadi terisi sebelum urine masuk ke dalam ureter.
9. Perubahan Prilaku
10
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilisasi, antara lain
timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi,
depresi, perubahan siklus tidur, dan menurunnya koping mekanisme.
Terjadinya perubahan perilaku tersebut merupakan dampak
imobilisasi karena selama proses imobilisasi seseorang akan
mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain-lain.
G. Penatalaksanaan medis
Therapy yang dapat dilakukan antara lain menurut Potter and Perry
(2005):
1) Kesejajaran Tubuh
Dalam mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, perawat
mengangangkat klien dengan benar, menggunakan teknik posisi yang
tepat, dan memindahkan klien dengan posisi yang aman dari tempat
tidur ke kursi atau brankar. Pengaturan posisi dalam mengatasi
masalah kebutuhan mobilitas, digunakan untuk meningkatkan
kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi
tersebut, yaitu : posisi fowler (setengah duduk), posisi litotomi, posisi
dorsal recumbent, posisi supinasi (terlentang), posisi pronasi
(tengkurap), posisi lateral (miring), posisi sim, posisi trendelenbeg
(kepala lebih rendah dari kaki)
2) Mobilisasi Sendi
11
pasif merupakan tindakan pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada
sendi dan kelemahan otot. Latihan-latihan itu, yaitu : Fleksi dan
ekstensi pergelangan tangan, fleksi dan ekstensi siku, pronasi dan
supinasi lengan bawah, pronasi fleksi bahu, abduksi dan adduksi,
rotasi bahu, fleksi dan ekstensi jari-jari, infersi dan efersi kaki fleksi
dan ekstensi pergelangan kaki, fleksi dan ekstensi lutut, rotasi pangkal
paha.
3) Mengurangi Bahaya Mobilisasi
H. Pemeriksaan Diagnostik
12
13
14
BAB II
WOC
15
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1) Identitas
a) Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
No. Reg :
Tgl. MRS :
Tgl. Pengkajian :
Dx Medis
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Hub.dgn pasien :
2) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan saat ini
Alasan masuk rumah sakit
Faktor pencetus
Faktor memperberat nyeri
Keluhan utama
Timbulnya keluhan
Pemahamanaan penatalaksanaan masalah kesehatan
Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Diagnosa medik
b. Status kesehatan masa lalu
16
Penyakit yang pernah dialami
Pernah dirawat
Operasi
Kebiasaan obat – obatan
Riwayat kesehatan keluarga
3) Pengkajian Kesehatan Fungsional Pola Gordon
Pola Fungsi Kesehatan
a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Tingkat pengetahuan kesehatan/penyakit
Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan
b. Nutrisi/ metabolik
Berapa kali makan sehari
Makanan kesukaan
Berat badan sebelum dan sesudah sakit
Frekuensi dan kuantitas minum sehari
c. Pola eliminasi
Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
Nyeri
Kuantitas
d. Pola aktivitas dan latihan
Makan/minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
Ambulasi ROM
17
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain
dan alat, 4: tergantung total.
Somnambolisme
f. Pola kognitif-perseptual
Gambaran diri
Identitas diri
Peran diri
Ideal diri
Harga diri
18
Adakah gangguan pada alat kelaminya.
i. Pola peran-hubungan
Dukungan keluarga
k. Pola keyakinan-nilai
Persepsi keyakinan
Bahu
20
Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi semula 180
Lengan bawa
Pergelangan tangan
Jari-jari tangan
21
Ibu jari
Pinggul
Lutut
Mata kaki
0 0 Paralisis sempurna
8) Pengkajian Fisik
Keadaan umum pasien
Kesadaran
Pemeriksaan TTV
23
B. Diagnosa dan Intervensi
21
7. Kelemahan fisik menurun klien
4. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Rasional : untuk membantu aktivitas
klien
5. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
Rasional : untuk menambah
pengetahuan klien dan keluarga
22
1. Elastis meningkat keadaan luka
2. Hidrasi meningkat 2. monitor tanda-tanda infeksi
3. Perfusi jaringan meningkat rasional : untuk menghambat
4. Kerusakan jaringan menurun terjadinya infeksi
5. Kerusakan lapisan kulit 3. ganti balutan sesuai jumlah eksudat
menurun dan drainase
6. Nyeri menurun rasional : agar tidak terjadinya
7. Perdarahan menurun risiko infeksi
8. kemerahan menurun 4. jelaskan tanda dan gejalan infeksi
9. hematoma menurun rasional : untuk menambah tingkat
10. pigmentasi abnormal menurun pengetahuan klien dan keluarga
11. jaringan parut menurun 5. anjurkan makanan tinggi kalori dan
protein
rasional : untuk menambah energi
klien
6. kolaborasi pemberian antibiotik
rasional : agar tidak terjadinya
infeksi
23
24
DAFTAR PUSTAKA
24