Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah hak asasi manusia dan merupakan investasi juga


merupakan karunia Tuhan, oleh karenanya perlu diperlihatkan dan ditingkatkan
kualitasnya. Faktor perilaku dan lingkungan mempunyai peranan yang sangat
penting dalam peningkatan kualitas kesehatan dan merupakan pilar-pilar
utama dalam pencapaian Indonesia Sehat.
Pekerja merupakan salah satu kelompok masyarakat yang memiliki risiko
mengalami berbagai masalah kesehatan. Jumlah pekerja di Indonesia pada
bulan Februari tahun 2015 yaitu sebanyak 120,8 juta dimana jumlah ini
mengalami peningkatan sebesar 6,2 juta orang dibandingkan dengan dengan
data yang didapatkan di Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Agustus tahun
2014 (Kementrian Kesehatan RI, 2016). Jumlah pekerja di Jawa Tengah pada
tahun 2016 yaitu 69,89 per juta orang (Survey Kerja Nasional, 2016).
Tingginya tingkat pertisipasi pekerja harus diimbangi dengan adanya pelayan
kesehatan yang memadai pada pekerja sehingga pekerja terhindar dari
gangguan penyakit akibat kerja, penyakit tidak menular, kecelakaan kerja yang
berpotensi menurunkan bahkan menghilangkan tingkat produktifitasnya
(Kementrian Kesehatan RI, 2016).
UU No. 14 Th 1996 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga
kerja yang memuat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan,
pemeliharaan moral kerja saat perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia
dan moral agama dan pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup
norma kesehatan dan hygine persh, norma keselamatan kerja, norma kerja dan
pemberian ganti rugi, perawatan, rehabilitasi dalam kecelakaan kerja,
menekankan perawat sebagai tenaga kesehatan untuk melaksanakan tugas
mengenai kesehatan pekerja dengan baik. Permasalahan tentang keselamatan
dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan dari permasalahan dari dunia
industri, karena keselamatan dan kesehatan kerja berkaitan erat dengan
peningkatan produksi dan produktivitas.
Masalah kesehatan kerja dapat berupa penyakit tidak menular dan
penyakit menular. Data penyakit tidak menular yang dialami oleh pekerja pada
tahun 2013 adalah Hipertensi (25.8%), Diabetes Millitus (2.1%), Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (3.8%), Kanker (1.4%), Obesitas Sentral (26.6%), Penyakit
Jantung Koroner (1.5%) dan Stroke (1.21%) (Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI, 2015). Pada penyakit tidak menular ini, kesehatan
dan kinerja seorang pekerja dipengaruhi oleh beban kerja, kapasitas kerja dan
beban kerja atau lingkungan kerja (Soedirman & Suma’mur, 2014).
Ketidakseimbangan antara beban kerja, kapasitas kerja dan beban kerja akan
menimbulkan masalah kesehatan yaitu berupa kelelahan kerja.perawatan
kesehatan kerja (occupational health nursing-).
Perawat kesehatan kerja merupakan perawat komunitas yang
berkecimpung dalam bidang keselamatan kerja. Perawat kesehatan kerja
memiliki tugas antara lain mampu menilai secara sistematis status kesehatan
kerja, mampu melakukan analisa data yang dikumpulkan untuk menegakkan
diagnosis keperawatan, mampu mengidentifikasi tujuan spesifik keperawatan
yang diharapkan, mampu mengembangkan rencana keperawatan yang
komprehensif dan memformulasikan tindakan intervensi yang dilakukan pada
setiap tingkat pencegahan serta terapinya, mampu melaksanakan promosi
kesehatan untuk pencegahan penyakit kecelakaan akibat kerja serta pemulihan
sesuai rencana praktik, dan yang terakhir mampu melakukan evaluasi
berkesinambungan terhadap respon pekerja dan kemajuan yang dicapai
(Soedirman & Suma’mur, 2014). Dari latar belakang yang telah dijelaskan
diatas menjadi alasan kami untuk membahas dan memahami konsep area kerja
keperawatan komunitas.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengerti dan memahami konsep area kerja keperawatan komunitas
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah:
a. Menjelaskan tentang definisi perawatan kesehatan kerja.
b. Menjelaskan bahaya ditempat kerja.
c. Menjelaskan praktik perawatan kesehatan kerja.
d. Menjelaskan isu praktik perawatan kesehatan kerja.
e. Menjelaskan analisis perkembangan perawatan kesehatan kerja
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI KESEHATAN KERJA


Kesehatan kerja yaitu suatu ilmu yang penerapannya untuk meningkatkan
kualitas hidup tenaga kesehatan kerja melalui peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit akibat kerja yang diwujudkan melalui pemeriksaan
kesehatan, pengobatan dan asupan makanan yang bergizi (Jerusalam &
Khayati, 2010).

Kesehatan kerja adalah specialisasi ilmu kesehatan/ kedokteran beserta


praktiknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh drajat
kesehatan setinggi - tingginya, baik fisik, mental ataupun social dengan usaha –
usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit – penyakit/ gannguan –
gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor – faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja, serta terhadap penyakit
– penyakit umum (Effendy, 1998).

Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian anatara kapasitas, beban,


dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar
diperoleh produktivitas kerja yang optimal (Undang – undang kesehatan tahun
1992). Konsep dasar dari upaya kesehatan kerja adalah mengidentifikasi
permasalahan, mengevaluasi, dan dilanjutkan dengan tindakan pengendalian.
Sasaran kesehatan kerja adalah manusia dan meliputi aspek kesehatan dari
pekerka itu sendiri (Efendi & Makhfudli, 2009).

Pengertian perawatan kesehatan kerja (Occupation Health Nursing)


merupakan cabang dari perawatan kesehatan masyarakat, yang memberikan
pelayanan pada tenaga kerja atau kelompok tenaga kerja. Pelayanan berfokus
pada promosi, proteksi, dan pemulihan kesehatan naker dalam hubungannya
dengan keselamatan dan lingkungan kerja yang sehat. Pelayanan keperawatan
kesehatan kerja bersufat otonom dan independen dalam menetukan
penatalaksanaan keperawatan bidang kesehatan kerja. (American Association
of Occupational Health Nursing, 1994).
2.2 BAHAN BAHAYA DI TEMPAT KERJA
Bahan Potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan

gangguan kesehatan dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut :


2.1.1 Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan
gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar,
misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas &
dingin), intensitas penerangan
kurang memadai, getaran, radiasi.
a. Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang
dalam bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya
(foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita
kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu
penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan
lain-lain. Selain benda-benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang
bersifat unsur alamiah dan berada di udara, di dalam air atau berada di
dalam lapisan bumi. Beberapa di antaranya adalah Uranium dan
Thorium di dalam lapisan bumi; Karbon dan Radon di udara serta
Tritium dan Deuterium yang ada di dalam air.
Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion
dan radiasi non-pengion :
1) Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan
proses ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila
berinteraksi dengan materi. Yang termasuk dalam jenis radiasi
pengion adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X
dan neutron. Setiap jenis
radiasi memiliki karakteristik khusus.
2) Radiasi Non Pengion
Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan
menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi.
Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita.
Yang termasuk dalam jenis radiasi non- pengion antara lain
adalah gelombang radio (yang
membawa informasi dan hiburan melalui radio dan televisi);
gelombang mikro (yang digunakan dalam microwave oven dan
transmisi seluler handphone); sinar inframerah (yang memberikan
energi dalam bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat);
sinar ultraviolet (yang dipancarkan
matahari).
 Pengaruh Radiasi Terhadap Manusia
Ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi
radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek
stokastik. Efek deterministik adalah efek yang disebabkan karena
kematian sel akibat paparan radiasi. Efek deterministik timbul bila
dosis yang diterima di atas dosis ambang (threshold dose) dan
umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar radiasi. Sedangkan
efek stokastik adalah efek yang terjadi sebagai akibat paparan
radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan
pada sel. Efek Stokastik dapat muncul dengan dosis radiasi
serendah apapun untuk menimbulkan perubahan pada sistem
biologik, baik pada tingkat molekul maupun sel. Contoh : Radiasi
infra merah dapat menyebabkan katarak, Laser berkekuatan besar
dapat merusak mata dan kulit, Medan elektromagnetik tingkat
rendah dapat menyebabkan kanker.
b. Kebisingan
Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak
dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan
merupakan salah satu penyebab penyakit lingkungan (Slamet, 2006).
Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki
yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan
kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi. Aspek yang berkaitan
dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi
frekuensi, dan lama pajanan.
Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat
menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada
ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi
yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan
(pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu para karyawan yang
bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka
harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna
mencegah
gangguan pendengaran.
Disamping itu dampak dari kebisingan :
a. Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah
komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya
mengganggu job performance tenaga kerja.
b. Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada
jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat
sementara maupun kronis.
c. Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling
banyak di klaim.
Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.

c. Penerangan / Pencahayaan (Illuminasi)


Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan
menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan
tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Disamping itu cahaya yang
cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang
dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari
kesalahan kerja.
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan
menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau
pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit
kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual,
menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu
kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya
ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata
lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur
(kelelahan mata).
d. Getaran
Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising
seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran
terus menerus atau intermitten. Peralatan yang menimbulkan getaran
juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-
skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang
belakang. Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.
Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi
yang mengenai tubuh:

2.1.2 Potensi bahaya kimia


Potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia yang
digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki
atau mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui: inhalation (melalui
pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin
contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap
tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau
kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap asap; daya racun
bahan
(toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh.
 Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan
kimia adalah
a. Korosi
Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada
permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem
pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena. Contoh :
konsentrat asam dan basa , fosfor.
b. Iritasi
Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak.
Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis.
Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak
napas, peradangan dan oedema (bengkak). Contoh :
 Kulit : asam, basa,pelarut, minyak.
 Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen
dioxide, phosgene, chlorine, bromine, ozone.
c. Reaksi Alergi

Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi


alergi pada kulit atau organ pernapasan.
Contoh :
 Kulit: colophony (rosin), formaldehyde, logam seperti
chromium atau nickel, epoxy hardeners, turpentine.
 Pernapasan: isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde,
nickel.

d. Asfiksiasi
Asfiksian sederhana adalah inert gas yang mengencerkan
atmosfer yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah
tanah. Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari
19,5% volume udara. Sedangkan, asfiksian kimia mencegah transport
oksigen dan oksigenasi normal pada
darah atau mencegah oksigenasi normal pada kulit.
Contoh :
Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium. Asfiksian
kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen
cyanide, hidrogen sulphide.
e. Karsinogen
Terbukti karsinogen pada manusia : benzene (leukaemia);
vinylchloride (liver angiosarcoma) ; 2-naphthylamine, benzidine
(kanker kandung kemih);asbestos (kanker paru-paru,mesothelioma).
f. Efek Reproduksi
Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual
dari seorang manusia.
Contoh : Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers
dari ethylene glycol, mercury. Organic mercury
compounds, carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut.
g. Racun Sistemik
Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada
organ atau sistem tubuh.
Contoh :

 Otak : pelarut, lead, mercury, manganese


 Sistem syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon
disulphide
 Sistem pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers
 Ginjal : cadmium, lead, mercury, chlorinated hydrocarbons
 Paru-paru : silica, asbestos, debu batubara (pneumoconiosis).

2.1.3 Potensi Bahaya Biologis


Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kuman- kuman
penyakit yang terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber pada
tenaga kerja yang menderita penyakit-penyakit tertentu, misalnya : TBC,
Hepatitis A/B, Aids,dll maupun yang berasal dari bahan-bahan yang
digunakan dalam proses produksi. Faktor biologi ditempat kerja
umumnya dalam bentuk mikro
organisma sebagai berikut :
a. Bakteri
Contoh : penyakit yang diakibatkan oleh bakteri : anthrax, tbc,
lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.
b. Virus
Contoh : penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza,
varicella, hepatitis, HIV, dan sebagainya.
c. Jamur
Contoh : Dermatofitosis (infeksi jamur superfisial yang disebabkan
genus dermatofita, yang dapat mengenai kulit, rambut dan kuku).

2.1.4 Faktor Faal ergonomic


Biasanya disebabkan oleh peralatan kerja yang tidak sesuai dengan
ukuran tubuh atau anggota badan (tidak ergonomik). Hal ini dapat
menimbulkan kelelahan secara fisik dan adanya keluhan- keluhan dan
gangguan kesehatan, misalnya : Carpal tunnel syndrome, tendinitis,
tenosynovitis, dan lain sebagainya.
2.1.5 Potensi bahaya Psiko-sosial
Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-
aspek psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau kurang
mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak
sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau
pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak
sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan
pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh,
serta hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi
dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan
terjadinya stress dengan gejala psikosomatis berupa mual, muntah, sakit
kepala, nyeri ulu hati, jantung berdebar-debar, dll. Sedangkan penyakit
psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi,
gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma
bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.

2.3 PRAKTIK KEPERAWATAN KESEHATAN KERJA


Praktek perawatan kesehatan kerja menekankan pada pengambilan keputusan
otonom, praktek mandiri, pencegahan dan promosi kesehatan, keterampilan
analitik dan investigasi, manajemen, dan pengembangan kebijakan. Hal ini
berhubungan erat dengan keperawatan kesehatan masyarakat adalah praktek
mempromosikan dan melindungi kesehatan masyarakat dengan menggunakan
pengetahuan dari keperawatan, sosial, dan ilmu kesehatan masyarakat.

Praktik keperawatan kesehatan masyarakat adalah suatu proses yang sistematis


di mana:
a. Kebutuhan kesehatan dan perawatan kesehatan suatu populasi dinilai
untuk mengidentifikasi sub-populasi, keluarga, dan individu yang akan
mendapat manfaat dari promosi kesehatan atau yang
berisiko sakit, cedera, cacat, atau kematian dini.
b. Sebuah rencana untuk intervensi dikembangkan oleh masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia, berbagai kegiatan yang berkontribusi terhadap kesehatan dan
pencegahan penyakit, cedera, cacat, atau kematian
dini.
c. Rencana tersebut dilaksanakan secara efektif, efisien, dan adil.
d. Evaluasi dilakukan untuk menentukan sejauh mana intervensi
berdampak pada status kesehatan individu dan populasi.
e. Hasil dari proses tersebut digunakan untuk mempengaruhi dan perawatan
langsung, penyebaran sumber daya kesehatan, dan pengembangan lokal,
regional, negara, dan kebijakan kesehatan nasional dan penelitian untuk
meningkatkan kesehatan dan
mencegah penyakit.
 Beberapa cakupan praktek perawatan kesehatan kerja, di
antaranya:
1) Worker/workplace assessment and surveillance
Perawat kesehatan Kerja harus harus memiliki pengetahuan yang luas
tentang pekerjaan/proses bekerja, mengerti lingkungan kerja, dan
mempunyai karakteristik kerja cepat sehingga bisa memberikan intervensi
yang tepat pada klien. perawat Kerja kesehatan juga harus tahu tentang
penyakit dan injury yang paling umum terjadi di tempat kerja sehingga
intervensi kesehatan yang tepat dapat dilakukan.
Selama pengkajian dan aktivitas pengawasan, strategi preventive dan
corrective misalnya pada mesin,system kerja administrasi dan proteksi diri
dapat didiskusikan untuk menguurangi resiko dan meminimalkan
masalah kesehatan. Kerja perawat kesehatan biasanya orang pertama
yang menerima kompain dan mengenali potensi terjadinya paparan
(exposure).
2) Occupational health and primary care
Occupational health and primary care diberikan kepada pekerja dengan
penyakit ataupun injuri akibat kerja maupun nonkerja. Perawatan ini
dilakukan melalui kolaborasi pendekatan multidisiplin. Perawatan
langsung diberikan kepada pekerja dengan penyakit ataupun injuri yang
mengancam nyawa (luka bakar dan trauma kepala), penyakit akut dan
injuri yang berhubungan dengan pekerjaan, masalah kesehatan minor,
monitoring kesehatan, dan perawatan kesehatan preventif serta program
khusus untuk pekerja meliputi pemeriksaan pendengaran, travel health,
obat-obatan dan
pemeriksaan penggunaan alcohol.
3) Case management
Case manangement merupakan komponen integral dalam manajemen
perawatan kesehatan kerja yang melibatkan kondisi yang dialami baik
yang berhubungan dengan pekerjaan maupun tidak. Koordinasi dan
manajemen biaya perawatan kesehatan kerja yang efektif seseuai dengan
penyakit atau injuri yang terjadi untuk meningkatan proses penyembuhan
yang optimal. Oleh karena itu, diperlukan intervensi dini dan evaluasi
terhadap outcome meliputi penghematan biaya merupakan komponen
esensial dalam mengidentifikasi masalah yang dialami pekerja dan
menentukan rencana tindakan sampai tercapai kesembuhan.
4) Health promotion/ health protection

Health promotion/ health protection dilakukan dengan cara meningkatkan


level kesehatan menjadi lebih optimal. Aktivitas tersebut bisa diterapkan
oleh individu, kelompok maupun populasi melalui pendidikan, perilaku,
dan lingkungan. Health protection dapat disebut juga perilaku pencegahan
untuk mempertahankan dan melindungi individu ataupun kelompok dalam
melawan penyakit dan injuri. Health protection ini dapat dilakukan secara
primer, sekunder dan tersier dengan meningkatkan penggunaan alat
perlindungan diri, screening, aktivitas surveillance, dan program
rehabilitasi.
5) Conseling
Conselling dilakukan untuk mencegah dan memanajemen penyakit
ataupun injuri saat bekerja, stres kerja, isu produktivitas, keluarga, konflik,
keuangan, masalah pribadi dan lain sebagainya. Hal ini sangat penyting
untuk menentukan kesuksesan intervensi termasuk rujukan. Perawat
kesehatan kerja merupakan profesi yang dapat melakukan konseling pada
pekerja. Mereka harus memiliki kemampuan dan pengetahuan konseling
yang spesifik seperti pengenalan masalah, membangun dukungan,
kepercayaan, dan hubungan yang confidential, pendekatan krisis, dan
pengetahuan tentang sumber komunitas untuk mendapatkan rujukan yang
efektif bagi para pekerja.
6) Management and administration
Management and administration termasuk dalam kebijakan
pengembangan kesehatan yang berperan besar terhadap keefektifan dari
program dan pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja. Menentukan
budaya kerjasama yang mendukung kesehatan di lingkungan kerja
sangat penting untuk
keefektifan program kesehatan dan keselamatan kerja.
7) Community orientation
Community orientation dapat meningkatakan pengembangan kemitraan
dan kolaborasi dalam perawatan kesehatan kerja. Hal ini dapat dilakukan
oleh sukarelawan ataupun pemerintah seperti program parenting,
rehabilitasi jantungb dan obat-obatan ataupun perawatan kesehatan
rumahan yang sangat menguntungkan baik bagi pekerja maupun
pengusaha.
8) Research and trens analysis
Research and trens analysis sangat penting dalam meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan pekerja, meningkatkan kondisi dengan cara
mengurangi atau meminimalisir bahaya dan untuk membangun badan
pengetahuan perawatan kesehatan kerja.
9) Legal ethical monitoring
Legal ethical monitoring sangat penting untuk memastikan keselamatan
dan kesehatan lingkungan kerja yang konsisten dengan OSH Act,
standar hubungan dan Nurse Practice Act. Perawat kesehatan kerja harus
peduli terhadap status kesehatan dan keselamatan kerja dan mampu
merekomendasikan program dan strategi yang sesuai dengan untuk
memenuhi kebutuhan. Selain itu, juga harus mampu memberikan pengaruh
dan bantuan dalam pengembangan hukun seperti kerahasiaan rekam medis
ataupun proteksi tehadap kesehatan pekerja.
 Sementara peran perawat kesehatan kerja meliputi:
1. Clinician
Perawat kesehatan kerja menyediakan perawatan kesehatan langsung baik
pada penyakit dan injuri akibat kerja ataupun tidak. Hal ini dilakukan
sesuai dengan protocol yang ada. Hal ini meliputi pengkajian, screening,
surveillance dan konselingdan tindak lanjutan terhadap paparan.
2. Case manager
Perawat kesehatan kerja berperan dalam memberikan perawatan kesehatan
pada pekerja mulai dari onset sampai kesehatan
kembali optimal.
3. Coordinator
Perawat kesehatan kerja berperan dalam menjalankan fungsi tunggal dari
perusahaan dalam kesehatan dan keselamatan kerja. Selain itu juga
berperan dalam memberikan instruksi untuk kebutuhan assessment dan
memberikan rancangan program yang
sesuai dengan populasi klien.
4. Manager
Perawat berperan dalam unit kebijakan dan pengaturan, administering dan
evaluasi pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja. Manajemen tersebut
meliputi unit kesehatan, keuangan dan
peningkatan kualitas layanan.
5. Practitioner
Perawat berperan secara independen dan kolaboratif dalam menentukan
diagnosa selama pengkajian, membuat diagnosa yang berbeda, promosi
kesehatan yang optimal, dan menyediakan pengobatan secara farmakologi
dan nonfarmakologi pada perawatan langsung penyakit akut dan kronik.

6. Corporate director
Perawat sebagai pembuat kebijakan pada tingkat perusahaan dan
pengembangan dan pengaturan segala program kesehatan dan keselamatan
kerja sera mengkonsulkannya dengan ahli. Selain itu juga mengevaluasi
outcome secara kuantitatif dan analisis cost benefit, memperkuat strategi
perencanaan dan analisis dan menyediakan visi dalam mengatur program
K3.
7. Consultant
Perawat berperan dalam meberikan saran untuk pengembangan kesehatan
dan keselamatan kerja dan dalam menyusun pelayanan yang diberikan
pada klien meliputi managed care dan case management.
8. Educator
Perawat berperan dalam merencanakan kurikulum yang sesuai dengan
persiapan edukasi dan bertanggung jawab dalam menyusun kurikulum dan
pengalaman klinik pada tingkat universitas, pendidikan professional
ataupun unit staf pengembangan program serta melakukan evaluasi uang
berkelanjutan terhadap program.
9. Researcher
Perawat berperan dalam mengembangkan penelitian melalui pembuatan
pertanyaan, desain penelitian, conduct research, write grant dan
disseminate research finding untuk meningkatkan praktek dan membangun
pengetahuan tentang profesi.
Proses Asuhan Keperawatan Pada Kelompok Kerja
1. Pengkajian
Pada tahap pengkajian, perawat melakukan pengumpulan data yang
bertujuan mengidentifikasi data yang penting mengenai klien.
Yang perlu dikaji pada kelompok atau komunitas adalah :
a. Core atau inti: data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri:
umur, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai,
keyakinan serta riwayat timbulnya kelompok atau komunitas.
b. Delapan subsistem yang mempengaruhi komunitas (Betty Neuman) :
1) Perumahan: Rumah yang dihuni oleh penduduk, penerangan,
sirkulasi dan kepadatan.
2) Pendidikan: Apakah ada sarana pendidikan yang dapat

digunakan untuk meningkatkan pengetahuan.


3) Keamanan dan keselamatan di lingkungan tempat tinggal:
Apakah tidak menimbulkan stress.
4) Politik dan kebijakan pemerintah terkait dengan kesehatan: Apakah
cukup menunjang sehingga memudahkan komunitas
mendapat pelayanan di berbagai bidang termasuk kesehatan
5) Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan deteksi dini
gangguan atau merawat atau memantau apabila gangguan
sudah terjadi.
6) System komunikasi: Sarana komunikasi apa saja yang dapat
dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk meningkatkan pengetahuan
terkait dengan gangguan nutrisi misalnya televisi,
radio, Koran atau leaflet yang diberikan kepada komunitas.
7) Ekonomi: Tingkat sosial ekonomi komunitas secara keseluruhan apakah
sesuai dengan UMR (Upah Minimum Regional), dibawah UMR atau
diatas UMR sehingga upaya pelayanan kesehatan yang diberikan dapat
terjangkau, misalnya anjuran untuk
konsumsi jenis makanan sesuai status ekonomi tersebut.
8) Rekreasi: Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka, dan apakah
biayanya terjangkau oleh komunitas. Rekreasi ini
hendaknya dapat digunakan komunitas untuk mengurangi stress.
c. Status kesehatan komunitas
Status kesehatan komunitas dapat dilihat dari biostatistik dan vital statistic,
antara lain angka mortalitas, angka morbiditas, IMR, MMR, serta cakupan
imunisasi.

2. Diagnosa keperawatan
Masalah yang ada di komunitas atau kelompok dan analisa data Setelah
dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-data yang dicari, maka
kemudian dikelompokkan dan dianalisa seberapa besar stressor yang
mengancam masyarakat dan seberapa berat reaksi yang timbul pada
masyarakat tersebut. Berdasarkan hal tersebut diatas dapat disusun diagnose
keperawatan komunitas dimana terdiri dari: Masalah kesehatan, Karakteristik
populasi, karakteristik lingkungan.
3. Perencanaan (intervensi)
Tahap kedua dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa
yang harus dilakukan untuk membantu sasaran dalam upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Langkah pertama dalam tahap perencanaan
adalah menetapkan tujuan dan sasaran kegiatan untuk mengatasi masalah yang
telah ditetapkan sesuai dengan diagnosis keperawatan. Dalam menentukan
tahap berikutnya yaitu rencana pelaksanaan kegiatan maka ada dua faktor yang
mempengaruhi dan dipertimbangkan dalam menyusun rencana tersebut yaitu
sifat masalah dan sumber/potensi masyarakat seperti dana, sarana, tenaga
yang tersedia. Dalam pelaksanaan
pengembangan masyarakat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut
a. Tahap persiapan
Dengan dilakukan pemilihan daerah yang menjadi prioritas menentukan
cara untuk berhubungan dengan masyarakat,
mempelajari dan bekerjasama dengan masyarakat.
b. Tahap pengorganisasian
Dengan persiapan pembentukan kelompok kerja kesehatan untuk
menumbuhkan kepedulian terhadap kesehatan dalam masyarakat. Kelompok
kerja kesehatan (Pokjakes) adalah suatu wadah kegiatan yang dibentuk oleh
masyarakat secara bergotong royong untuk
menolong diri mereka sendiri dalam mengenal dan memecahkan masalah
atau kebutuhan kesehatan dan kesejahteraan, meningkatkan kemampuan
masyarakat berperanserta dalam
pembangunan kesehatan di wilayahnya.
c. Tahap pendidikan dan latihan
Kegiatan pertemuan teratur dengan kelompok masyarakat
 Melakukan pengkajian
 Membuat program berdasarkan masalah atau diagnose
keperawatan
 Melatih kader
 Keperawatan langsung terhadap individu, keluarga dan
masyarakat
d. Tahap formasi kepemimpinan
e. Tahap koordinasi intersektoral
f. Tahap akhir
Dengan melakukan supervisi atau kunjungan bertahap untuk mengevaluasi
serta memberikan umpan balik untuk perbaikan kegiatan kelompok kerja
kesehatan lebih lanjut.

Pendidikan kesehatan tentang gangguan nutrisi


 Demonstrasi pengolahan dan pemilihan makanan yang baik
 Melakukan deteksi dini tanda-tanda gangguan kurang gizi melalui
pemeriksaan fisik dan laboratorium
 Bekerjasama dengan aparat Pemda setempat untuk mengamankan
lingkungan atau komunitas bila stressor dari lingkungan
 Rujukan ke rumah sakit bila diperlukan

4. Pelaksanaan (Implementasi)
Perawat bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan yang
telah direncanakan yang sifatnya:
a. Bantuan dalam upaya mengatasi masalah-masalah kurang nutrisi,
mempertahankan kondisi seimbang atau sehat dan meningkatkan
kesehatan.
b. Mendidik komunitasi tentang perilaku sehat untuk mencegah kurang
gizi.
c. Sebagai advokat komunitas, untuk sekaligus menfasilitasi
terpenuhinya kebutuhan komunitas.
Pada kegiatan praktik keperawatan komunitas berfokus pada tingkat
pencegahan, yaitu:
a. Pencegahan primer yaitu pencegahan sebelum sakit dan difokuskan pada
populasi sehat, mencakup pada kegiatan kesehatan secara umum serta
perlindungan khusus terhadap penyakit, contoh: imunisasi, penyuluhan
gizi, simulasi dan bimbingan dini dalam
kesehatan keluarga.
b. Pencegahan sekunder yaitu kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya
perubahan derajat kesehatan masyarakat clan ditemukan masalah kesehatan.
Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini dan tindakan
untuk mnghambat proses penyakit, Contoh: Mengkaji keterbelakangan
tumbuh kembang anak, memotivasi keluarga untuk melakukan
penieriksaan kesehatan
seperti mata, gigi, telinga, dll.
c. Pencegahan tertier yaitu kegiatan yang menekankan pengembalian individu
pada tingkat berfungsinya secara optimal dari ketidakmampuan keluarga,
Contoh: Membantu keluarga yang mempunyai anak dengan resiko
gangguan kurang gizi untuk melakukan pemeriksaan secara teratur ke
Posyandu.
INTERVENSI IMPLEMENTASI
Penyuluhan Penggunaan APD Menjelaskan peralatan yang
dengan benar termasuk APD (baju khusus, kaca
*Sasaran (pemilik dan pekerja) mata, masker, helm, dll)
 Menganjurkan para pekerja selalu
menggunakan penutup kepala saat
bekerja (minimalisir cedera otak)
 Menganjurkan pemilik usaha untuk
memberikan fasilitas alat
perlindungan diri bagi karyawan
Penyuluhan Kesehatan Dan  Menganjurkan para pekerja agar
diri Rumah selalu memakai masker saat
*Sasaran (pemilik dan pekerja) bekerja (mencegah terkontaminasi
dengan mikroorgnisme atau
menghirup zat kimia)
 Menganjur pemilik perusahaan
untuk memperbaiki ventilasi
dilingkungan kerja (sirkulasi udara
yang kaya O2)
 Menginformasikan bahaya
merokok saat bekerja dan dampak
bagi kesehatan tubuh
Penyuluhan Aktivita Fisik Dan  Menginformasikan bahaya posisi
asupan nutrisi tubuh yang sama dalam waktu
*Sasaran (pemilik dan pekerja) yang lama (masalah nyeri sendi)
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian terhadap program yang telah dilaksanakan
dibandingkan dengan tujuan semula dan dijadikan dasar untuk memodifikasi
rencana berikutnya. Evaluasi proses dan evaluasi hasil. Sedangkan fokus dari
evaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan
komunitas adalah :
a) Relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada dengan target
pelaksanaan
b) Perkembangan atau kemajuan proses: kesesuaian dengan
perencanaan, peran staf atau pelaksana tindakan, fasilitas dan jumlah
peserta
c) Efisiensi biaya. Bagaimanakah pencarian sumber dana dan
penggunaannya serta keuntungan program.
d) Efektifitas kerja. Apakah tujuan tercapai dan apakah klien atau
masyarakat puas terhadap tindakan yang dilaksanakan.
e) Dampak. Apakah status kesehatan meningkat setelah dilaksanakan
tindakan, apa perubahan yang terjadi dalam 6 bulan atau 1 tahun
IMPLEMENTASI EVALUASI
 Menjelaskan peralatan yang  Pemilik dan pkerja mampu
termasuk APD (baju khusus, kaca menyebutkan perlengkapan yang
mata, masker, helm, dll) termasuk ke dalam APD
 Menganjurkan para pekerja selalu  Ketika pekerja melakukan
menggunakan penutup kepala saat aktivitasnya mereka
bekerja (minimalisir cedera otak)
menggunakan pengaman kepala
 Menganjurkan pemilik usaha untuk
memberikan fasilitas alat dengan benar
 Pemilik menyediakan
perlindungan diri bagi karyawan
perlengkapan APD bagi pekrja
dan PPPK untuk pertolongan
pertama bagi pekerja

 Menganjurkan para pekerja agar  Para pekerja menggunakan


selalu memakai masker saat bekerja masker saat bekerja di
(mencegah terkontaminasi lingkungan yang banyak polusi
dengan mikroorgnisme atau udara, masuk ke tempat
menghirup zat kimia) penyimpanan bahan kimia, dll
 Menganjur pemilik perusahaan  Pemilik segera melakukan
untuk memperbaiki ventilasi perbaikan ventilasi untuk
dilingkungan kerja (sirkulasi udara mencegah terjadinya sesak dan
yang kaya O2) memungkinkan adanya
 Menginformasikan bahaya merokok pertukaran udara
saat bekerja dan dampak bagi  Pekerja dan
kesehatan tubuh pemilik menyebutkan bahaya
akibat konsumsi rokok dan
mengurangi
konsumsi rokok
 Menginformasikan bahaya posisi  Pekerja mampu dan bersedia
tubuh yang sama dalam waktu mengganti posisi atau melakukan
yang lama (masalah nyeri sendi) gerakan kecil secara berkala pada
 Menganjurkan untuk pekerja saat bekerja (@2 jam sekali)
mempertahankan asupan cairan  Pekerja bersedia mengkonsumsi
(mencegah dehidrasi) caira ± 6 gelas selama bekerja
 Menganjurkan pekerja untuk  Pekerja mampu memanfaatkan
memperhatikan jam makan dan waktu istirahat dengan
disesuaikan dengan aktivitas yang mengkonsumsi makanan untuk
Dilakukan mengembalikan energy tubuh
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perawatan kesehatan kerja merupakan pelayanan kesehatan
yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap tenaga kerja
atau kelompok tenaga kerja serta meningkatkan kualitas hidup tenaga
kesehatan kerja. Bentuk pelayanan kesehatan diwujudkan melalui pemeriksaan
kesehatan, pengobatan dan asupan makanan yang bergizi. Bahan potensi
bahaya ditempat kerja yakni potensi bahaya fisik,potensi bahaya kimia,potensi
bahaya biologis,faktor faal ergonomic,potensi bahaya psikososial.
Peran perawat kesehatan kerja meliputi clinician, case manager,
coordinator, manager, practioner, corporate director,consultant, educator,
researcher. Masalah yang biasanya terjadi yaitu mengenai masalah
komunikasi, masalah SDM, kegagalan teknis dan kebijakan dan prosedur
yang tidak adekuat.
3.2 Saran
Sebagai perawat kesehatan kerja harus memiliki kemampuan dan
pengetahuan konseling yang spesifik seperti pengenalan masalah, membangun
dukungan, kepercayaan, dan hubungan yang confidential, pendekatan krisis,
dan pengetahuan tentang sumber komunitas untuk mendapatkan informasi
yang efektif bagi para pekerja. Banyak beberapa masalah di keperawatan
kesehatan kerja yang muncul di Indonesia contohnya saja tidak ada waktu
untuk memberikan sosialisasi terhadap pekerja, sehingga dengan adanya
masalah tersebut sebaiknya keperawatan tenaga kesehatan kerja harus bisa
meningkatkan strategi khusus untuk dapat melakukan Pendidikan
kesehatan secara efektif. Serta diharapkan bagi perawat kesehatan kerja
lebih mengutamakan upaya preventif dengan melakukan promosi kesehatan
dll. dalam hal meningkatkan pelayanan keperawatan di lingkungan kerja.
DAFTAR PUSTAKA

Agency for healthcare research & quality. 2003. AHRQ's patient safety
initiative. USA: AHRQ publication No. 04-RG005
Chairani, Reni. 2015. Modul Keperawatan Komunitas 1 : Asuhan
Keperawatan Komunitas pada Kelompok Khusus. Jakarta : Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan Badan Pengembangan dan
Pemberdayaaan Sumber Daya Manusia
Effendy, Nasrul. (1998). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat
(2 ed.). Jakarta: EGC.
Efendi, Ferry, & Makhfudli. (2009). KEPERAWATAN KESEHATAN
KOMUNITAS. Teori dan Praktik dalam Keperawatan (Nursalam Ed.).
Jakarta: Salemba Medika.
ILO. 2005. Statistic and Databases. Online. Diakses dari [http://www.ilo.org]
diakses pada 28 April 2016
Jamsostek. 2005. Angka Kematian Tenaga Kerja Indonesia. Online. Diakses
dari [http://www. jamsostek.go.id] diakses pada 28 April 2016
Jurusalem, Mohammad Adam &Khayati Enny Zuhny. 2010. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Fakultas Teknik Universitas Negri Yogyakarta
Kesehatan Kerja Dan Keperawatan Kesehatan Kerja.
https://www.scribd.com/doc/216292949/ Kesehatan-Kerja-Dan-
Keperawatan-Kesehatan-Kerja. diakses 28 April 2016 pukul 18.30 WIB.
Oakley, K. 2002. Occupational Health Nursing. Philadelpia: Whurr Publisher

Permatasari, Henny. 2010. Tinjauan Teori Keperawatan Kesehatan


Kerja.Online.Diakses dari
[http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/240/pdf_169]

https://nasional.kompas.com/read/2020/07/17/06350121/81.668 Kasus
Covid-19 di Indonesia dan Tingginya Penularan di Tempat Kerja
(kompas.com)

Anda mungkin juga menyukai