A. Konsep Teori
a. Pengertian Burnout
Burnout adalah kondisi kelelahan fisik, mental, dan emosional yang
muncul sebagai konsekuensi dari ketidaksesuaian antara kondisi karyawan
dengan pekerjaannya (lingkungan dan desain pekerjaan). Sejauh ini fenomena
burnout masih belum mendapat perhatian serius dari pihak manajemen
organisasi, meskipun sudah banyak hasil penelitian yang memperlihatkan
bahwa burnout menurunkan efektivitas organisasi. Kelompok karyawan yang
dipandang rentan terhadap burnout antara lain adalah karyawan senior. Oleh
karena itu, diperlukan strategi tertentu untuk menangani fenomena tersebut
dengan mempertimbangkan karakteristik karyawan senior dan kemampuan
organisasi untuk melakukan tindakan preventif maupun kuratif (Mc Cormack
& Cotter, 2013).
Istilah burnout, diperkenalkan oleh Bradley pada tahun 1969, namun
tokoh yang dianggap sebagai penemu dan penggagas istilah burnout adalah
Herbert Freudenberger yang menulis artikel tentang fenomena burnout pada
tahun 1974. Pada masa itu, Freudenberger yang bekerja sebagai psikiater di
salah satu klinik kecanduan obat di New York melihat bahwa banyak tenaga
sukarelawan yang semula bersemangat melayani pasien lalu mengalami
penurunan motivasi dan komitmen kerja yang disertai dengan gejala keletihan
fisik dan mental. Freudenberger menggambarkan proses fenomena tersebut
seperti lilin yang terbakar lalu perlahan meleleh sampai akhirnya habis. Dia
memilih satu kata yang dianggap tepat untuk menggambarkan fenomena
tersebut dengan nama burnout (Gunarsa, 2013)
Menurut Ema (2004) burnout merupakan suatu kondisi yang
disebabkan karena adanya suatu keadaan kerja yang tidak mendukung karena
tidak sesuai dengan harapan dan kebutuhan, sehingga mengakibatkan
hilangnya energi yang terperas habis dalam psikis maupun fisik seseorang.
Terdapat suatu pengertian umum tentang burnout dari Maslach dan Jackson
yang banyak dikutip oleh para ahli, termasuk oleh Schaufeli dan Buunk
sebagai berikut: “Burnout is a syndrome of emotional exhaustion,
depersonalization, and reduced personal accomplishment that occur among
individuals who do people work of some kind” (Bailey, 2012). Maslach dan
Leiter (2000), juga menjelaskan bahwa burnout ialah sindrom psikologis
kelelahan, sinisme, dan ketidakefisienan di tempat kerja.
Bakker dan Schaufeli, Sixma serta Bosveld menjabarkan burnout
sebagai bentuk reaksi stress kerja yang spesifik pada orang-orang yang bekerja
dalam bidang pelayanan sosial, sebagai hasil dari tuntutan emosional dalam
hubungan antara karyawan dan orang-orang yang harus dilayani. Dari kedua
pengertian tersebut burnout merupakan fenomena yang sifatnya spesifik
karena hanya dialami oleh mereka yang berprofesi sebagai karyawan dibidang
sosial / melayani atau mengurusi orang (Gunarsa, 2013).
National Safety Council (NSC) mengatakan bahwa burnout akibat
stress kerja dan beban kerja yang paling umum, gejala khusus pada burnout ini
antara lain kebosanan, depresi, pesimisme, kurang kosentrasi, kualitas kerja
buruk, ketidakpuasan, keabsenan dan kesakitan atau penyakit (Dale, 2011).
Perawat tersebut rata- rata sering mengalami pusing, lelah dan tidak bisa
beristirahat karena beban kerja yang tinggi dan menyita waktu yang lama,
selain itu perawat juga mendapatkan gaji yang rendah dan insentif yang
kurang memadai. Burnout juga berdampak kehilangan minat terhadap
pekerjaan dan motivasi menurun yang pada akhirnya akan menyebabkan
kualitas kerja dan kualitas hidup akan menurun (Maharani & Triyoga, 2012)
b. Gejala burnout
Burnout adalah epidemi yang mempengaruhi karyawan, bahkan karyawan
yang terbaik sekalipun. Tidak ada perusahaan, seberapa pun bagusnya, yang
dapat benar-benar mencegah sejumlah karyawan pekerja keras mengalami
kelelahan. Sering kali karyawan terbaik akan mengeluarkan terlalu banyak
upaya untuk menyenangkan atasannya atau karena mereka punya ketakutan
yang berkaitan dengan keamanan kerja (Hawley, 2010). Rossi (2009), bahwa
gejala-gejala burnout dapat dikategorikan ke dalam tiga dimensi, yaitu
exhaustion, cynicism, dan ineffectiveness.
1. Exhaustion /Kelelahan
Merupakan dimensi burnout yang ditandai oleh perasaan letih
berkepanjangan baik secara fisik, mental, dan emosional. Ketika seseorang
mengalami exhaustion, mereka merasakan energinya seperti terkuras habis
dan ada perasaan “kosong” yang tidak dapat diatasi lagi. Gejala-gejala
tersebut dipandang sebagai gejala inti dari burnout.
2. Cynicism /Sinisme
Mencerminkan adanya sikap yang sinis terhadap orangorang yang berada
dalam lingkup pekerjaan dan kecenderungan untuk menarik diri serta
mengurangi keterlibatan diri dalam bekerja. Perilaku tersebut diperlihatkan
sebagai upaya untuk melindungi diri dari perasaan kecewa, penderitanya
menganggap dengan berperilaku tersebut akan aman dan terhindar dari
ketidakpastian dalam bekerja.
3. Ineffectiveness/ketidakefektifan
Mencerminkan adanya perasaan tidak berdaya, tidak lagi mampu
melakukan tugas dan menganggap tugas-tugas yang dibebankan terlalu
berlebihan, sehingga tidak sanggup lagi menerima tugas yang baru.
Penderita dalam hal ini merasa bahwa dunia di luar dirinya menentang
upaya untuk melakukan perbaikan dan kemajuan, sehingga kondisi
tersebut akhirnya membuat mereka merasa kehilangan kepercayaan
terhadap kemampuannya sendiri dan juga kehilangan kepercayaan dari
orang lain akibat perilakunya.
Aspek – aspek tersebut tidak jauh berbeda dengan pendapat yang
disampaikan oleh Pines dan Aronso (1989) yang menyatakan bahwa aspek
– aspek burnout yaitu :
a. Kelelahan fisik
Kelelahan ini bersifat fisik dan energi fisik. Pada kelelahan fisik
ditandai sakit pada bagian tubuh seperti sakit punggung, tegang pada
otot leher dan bahu, rasa ngilu dan letih yang parah, sakit kepala,
sering demam dan flu, susah tidur, dan perubahan pola makan.
Sedangakn untuk kelelahan energi fisik ditandai oleh penurunan
energi menjadi rendah dan adanya kelelahan yang secara terus
menerus hingga tenggelamnya energi tersebut.
b. Kelehan emosi
Kelelahan yang berhubungan dengan perasaan dari diri yang dicirikan
seperti sinisme dan mudah tersinggung pada orang lain, mudah marah
dan mudah sedih, merasa gelisah, tertekan dan tidak berdaya, selain
itu mudah merasa bosan.
c. Kelelahan mental
Ditandai dengan perilaku yang berhubungan dengan harga diri seperti
konsep diri yang rendah, merasa tidak berharga, putus asa dan kurang
motivasi hidup. Hal tersebut juga berdampak di dalam lingkungannya
seperti selalu bersifat negatif terhadap orang lain dan lebih sering
tidak peduli atau acuh pada lingkungannya. Selain itu mudah merasa
tidak mampu dan tidak puas dalam menghadapi pekerjaannya. Namun
berbeda oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Ulfiana (2013)
yang menyatakan hanya terdapat dua aspek burnout yaitu, kelelahan
emosi dan pencapaian pribadi yang rendah. Hal tersebut dinyatakan
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengasilkan konfigurasi
negatif pada aspek depersonalisasi yang sering dikemukakan oleh
para ahli psikologi. Aspek tersebut menunjukkan nilai negatif kerena
budaya Indonesia yang masih sangat erat dengan nilai-nilai agama.
d. Manifestasi burnout
83% tenaga kesehatan mengalami burnout syndrome derajat sedang dan berat.
41% tenaga kesehatan mengalami keletihan emosi derajat sedang dan berat, 22%
mengalami kehilangan empati derajat sedang dan berat, serta 52% mengalami
kurang percaya diri derajat sedang dan berat.
Dokter yang menangani pasien COVID-19, baik dokter umum maupun spesialis,
berisiko 2 kali lebih besar mengalami keletihan emosi dan kehilangan empati
dibandingkan mereka yang tidak menangani pasien COVID-19
Bidan yang menangani pasien COVID-19 berisiko 2 kali lebih besar mengalami
keletihan emosi dibandingkan mereka yang tidak menangani pasien COVID-19
G. Penyelesaian masalah
Untuk penyelesaian masalah yang terjadi rekomendasi bagi pemerintah, manajemen
rumah sakit dan fasilitas kesehatan bahwa selain aspek proteksi keselamatan dan
kesehatan fisik harus mulai memprioritaskan aspek intervensi kesehatan mental
seperti pendampingan dan konseling psikologis untuk tenaga kesehatan .Aspek lain
yang juga harus di lakukan adalah menciptakan suasana aman dan nyaman bagi
tenaga kesehatan dalam menjalankan fungsi yang komprehensif.
https://www.asuhanperawat.com/2019/12/burnout-dan-resikonya-pada-perawat.html?
m=1