Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

1. Mahasiswa Alih Jenjang

Mahasiswa merupakan individu usia 18-25 tahun yang dikategorikan

pada masa remaja akhir sampai dengan dewasa awal yang terdaftar sebagai

peserta didik yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi (Pujiono,

2015). Mahasiswa merupakan golongan akademis dengan intelektual yang

terdidik dengan segala potensi yang dimiliki untuk berada di dalam suatu

lingkungan sebagai agen perubahan. Mahasiswa mempunyai tanggung jawab

yang besar untuk dapat memecahkan masalah dalam bangsanya, maka dari itu

mahasiswa bertanggung jawab dan mempunyai tugas dalam hal akademis

ataupun organisasi (Oharella, 2011).

Mahasiswa keperawatan merupakan seseorang yang dipersiapkan

untuk dijadikan perawat profesional di masa yang akan datang yang memiliki

rasa tanggung jawab atau akuntabilitas pada dirinya (Black, 2014).

Berdasarkan Undang- Undang No. 38 Tahun 2014 tentang keperawatan

menyebutkan bahwa jenjang Diploma (D3) keperawatan merupakan jenjang

pendidikan vokasi paling rendah yang nantinya perlu menempuh pendidikan

profesi yang lebih tinggi ketingkat Sarjana, Ners, Spesialis, Magister sampai

dengan Doktor.

13
14

Menurut Dahlia dalam Tessema (2014) mahasiswa ekstensi

merupakan mahasiswa dari kalangan perawat yang sudah bekerja yang

melanjutkan pendidikan dari D3 ke S1 Keperawatan. Hal yang sama juga

dikemukakan oleh kepala Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan

(BAAK) Universitas Harapan Bangsa bahwa mahasiswa alih jenjang adalah

mahasiswa yang melanjutkan studi dari D3 ke S1 Keperawatan Universitas

Harapan Bangsa.

2. Burnout

a. Pengertian Burnout

Burnout merupakan sindrom kelelahan, baik secara fisik maupun

maupun mental yang didalamnya berkembang konsep diri yang negatif,

kurangnya konsentrasi serta perilaku yang negatif (Pines dan Maslach

(1993) dalam Schaufeli (2009). Burnout merupakan kondisi psikologi

yang negatif dari individu yang berlangsung lama dan sebagian besar

terjadi pada individu yang telah bekerja (Casserley dan Megginson, 2009).

Burnout merupakan istilah psikologis yang digunakan untuk menunjukkan

keadaan kelelahan kerja.

Istilah burnout pertama kali diperkenalkan oleh Bradley pada

tahun 1969, namun tokoh yang dianggap sebagai penemu dan penggagas

istilah burnout adalah Herbert Freudenberger, dalam bukunya, Burnout:

The High Cost of High Achievement pada tahun 1974, memberikan ilustrasi

tentang apa yang dirasakan seseorang yang mengalami sindrom tersebut


15

seperti gedung yang terbakar habis (burned-out). Suatu gedung yang pada

mulanya berdiri tegak dan megah dengan berbagai aktivitas di dalamnya,

setelah terbakar yang tampak hanyalah kerangka luarnya saja. Demikian

pula dengan seseorang yang terkena kelelahan kerja, dari luar segalanya

masih tampak utuh, namun di dalamnya kosong dan penuh masalah (seperti

gedung yang terbakar tadi). Sejak itu pula terminologi burnout

berkembang menjadi pengertian luas dan dipakai untuk memahami

fenomena kejiwaan seseorang. Burnout dapat diartikan sebagai kehabisan

tenaga (Babakus, et al., 1999).

Burnout banyak ditemukan pada orang yang bekerja bersifat

pelayanan/human service salah satunya perawat, burnout dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu konflik peran ganda,stres kerja, beban kerja dan

kurangnya dukungan sosial. Perawat yang tidak dapat mengatasi problem

yang disebabkan oleh tekanan baik dalam pekerjaan maupun keluarga

dapat mengalami burnout (Lee dan Asforth,1996 dalam Pangastiti, 2011).

b. Penyebab Burnout

Menurut Schaufeli, et al (2009) penyebab terjadinya burnout yaitu:

1) Kelebihan beban kerja

Dalam perspektif organisasi beban kerja berat produktifitas,

sedangkan dalam persepektif individu beban kerja berarti waktu dan

tenaga yang terbatas.

Ketatnya kompetisi mengharuskan pimpinan melakukan efisiensi

kerja. Setiap orang dituntut untuk melakukan banyak hal dengan


16

waktu dan biaya yang terbatas, akibatnya setiap pekerja mendapat

beban yang melebihi kemampuannya dalam hal ini terjadi pada

mahasiswa alih jenjang.

2) Kurangnya Kontrol

Banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan membuat

seseorang harus menentukan prioritas sesuai denga urgensinya dalam

hal ini pada mahasiswa alih jenjang. Ketika tidak dapat menentukan

kontrol terhadap terhadap pekerjaan maka semakin tidak dapat

mengidentifikasi ataupun mengatasi masalah- masalah yang timbul.

Akibatnya dapat mengalami exhaution dan cynism.

3) Sistem imbalan yang tidak memadai atau tidak sesuai

Maslach dan Leiter menemukan bahwa salah satu yang

berperan terhadap munculnya burnout adalah tidak adanya sistim

imbalan intrinsik seperti dapat melaksanakan tugas yang

menyenangkan, membangun keahlian, memperoleh penghargaan dari

mitra kerja. Kurang keseimbangan antara sistem imbalan yang bersifat

ekstrinsik (gaji dan tunjangan) dan intrinsik akan melemahkan

semangat untuk menyukai pekerjaan.

4) Terganggunya sistem komunitas dalam pekerjaan

Adanya persaingan yang ketat dan waktu kerja yang padat

menimbulkan kondisi pekerja terpisah dari pekerja lainnya. Kondisi

kerja yang kompetitif, individual, dan mengutamakan perstasi dapat

menyebabkan perasaan tidak nyaman dan rasa hormat


17

5) Hilangnya keadilan

Dalam dunia kerja yang dapat dipandang adil adalah yang

memiliki tiga hal yaitu: kepercayaan, keterbukaan, dan rasa hormat dan

jika tidak seimbang dapat menyebabkan burnout.

6) Konflik Nilai

Paradigma kesuksesan organisasi adalah kepuasan pelanggan,

konsekuensinya adalah organisasi harus menerapkan nilai-nilai baru

seperti ketepatan waktu, keramahan, perlakuan secara pribadi. Namun

banyak perusahaan yang menerapkan nilai- nilai tersebut secara

langsung tanpa proses sosialisasi dan internalisasi yang memadai,

padahal tidak semua karyawan memiliki nilai tersebut yang akhirnya

muncul konflik.

7) Konflik Peran Ganda

Konflik peran ganda yang terjadi pada mahasiswa yang telah

bekerja adanya tuntutan pada perguruan tinggi dan tempat bekerja

relatif tidak dapat ditolerir.

Konflik peran yang tidak teratasi dapat memicu terjadinya stres dan

tanpa adanya dukungan sosial keluarga secara berkepanjangan akan

mengakibatkan burnout sehingga akan berdampak pada tingkat

prestasi dan produktifitas sebagai seorang mahasiswa dan karyawan

(Anbazhagan, 2015).
18

Menurut Francheschi (2013) burnout dapat terjadi pada

perawat maupun mahasiswa perawat yang sudah bekerja. Burnout

dapat disebabkan oleh tingginya beban kerja yang tidak dapat ditolerir,

imbalan yang tidak memadai, kurangnya kontrol dalam menyelesaikan

tugas ditambah dengan konflik peran ganda dimana dituntut untuk

membagi waktu antara pekerjaan, dan keluarga.

c. Tanda dan Gejala Burnout

Francheschi (2013) mengemukakan tanda dan gejala burnout

diantaranya:

1) Behaviour Change (perubahan perilaku): depresi, marah, merasa

bersalah, sensitif, kelebihan kerja, kurang berespon, sulit

berkonsentrasi, negatif thinking, tidak nafsu makan, gangguan tidur,

tidak fokus dalam bekerja, dan dapat menimbulkan sakit.

2) Feelings (Perasaan): gangguan pada pikiran, acuh, idak semangat

dalam bekerja, tidak bersemangat, tidak percaya diri, pikiran

bercabang, tidak peduli dan tidak berharap, pikiran kosong, sulit

berkomunikasi, tidak konsentrasi dan tidak berespon.

3) Physical Changes (perubahan Fisik): kelelahan kronis, nyeri kepala,

gangguan cerna, hipertensi, takikardia, gangguan tidur, kekakuan dan

nyeri pada otot, sering sakit, sulit fokus, dan cemas.


19

d. Dimensi Burnout

Menurut Leiter dan Maslach (1997) dalam Schaufeli et al (2009)

menyebutkan ada 3 dimensi dari burnout dalam hal ini disituasikan pada

mahasiswa alih jenjang, yaitu:

1) Exhaustion

Exhaustion merupakan dimensi burnout yang ditandai dengan

kelelahan yang berkepanjangan baik secara fisik, mental, maupun

emosional. Ketika individu merasakan kelelahan (exhaustion), individu

tersebut tidak mampu menyelesaikan masalah sendiri, tetap merasa lelah

meski sudah istirahat yang cukup, serta kurang energi dalam melakukan

aktivitas.

2) Cynicism / Depersonalisation

Cynicism merupakan dimensi burnout yang ditandai dengan sikap

sinis, cenderung menarik diri dari dalam lingkungan kerja atau kuliah.

Ketika individu merasakan cynicism (sinis), individu tersebut cenderung

dingin, menjaga jarak, cenderung tidak ingin terlibat dengan lingkungan

perkuliahannya.

Cynism juga merupakan cara untuk terhindar dari rasa kecewa.

Secara konkret seseorang yang sedang depersonalisasi cenderung

meremehkan, memperolok, tidak peduli dengan orang lain yang dilayani,

dan bersikap kasar. Perilaku negatif seperti ini dapat memberikan dampak

yang serius pada efektivitas perkuliahan.


20

3) Ineffectiveeness

Ineffectiveness merupakan dimensi burnout yang ditandai dengan

perasaan tidak berdaya, merasa semua tugas yang diberikan berat. Ketika

tidak efektif mereka cenderung mengembangkan rasa tidak mampu,

setiap pekerjaan terasa sulit dan tidak bisa dikerjakan, rasa percaya diri

berkurang. Pekerja manjadi tidak percaya diri dan orang lain tidak

percaya dengannya.

d. Dampak Burnout

Menurut Lieter dan Maslach (2005) dalam Schaufeli et al (2009)

dampak dari burnout dalam hal ini disituasikan pada mahasiswa alih jenjang

adalah:

1) Burnout is lost energy

Mahasiswa yang mengalami burnout akan merasa stress,

overhelmed, dan exhausted. Mahasiswa akan sulit tidur menjaga jarak

dengan lingkungan akan mempengaruhi performa dalam bekerja karena

dipagi dan siang hari mereka bekerja dan disore hari mengikuti

perkuliahan sedangkan waktu malam hari untuk keluarga begitupun dan

seterusnya.

2) Burnout is Lost Enthusiasm

Keinginan mahasiswa dalam bekerja semakin menurun, semua

hal yang berhubungan dengan pekerjaan menjadi tidak menyenangkan.

Kreativitas, ketertarikan terhadap pekerjaan semakin berkurang sehingga

hasil yang diberikan sangat minim.


21

3) Burnout is Lost Confidence

Tanpa adanya energi dan keterlibatan aktif pada pekerjaan akan

membuat pekerja tidak maksimal dalam bekerja. Pekerja semakin tidak

efektif dalam bekerja yang semakin lama membuat pekerjaan itu sendiri

merasa ragu dengan kemampuannya. Hai ini memberikan dampak bagi

pekerjaan itu sendiri.

e. Cara Mengukur Burnout

Schaufeli dan Enzman dalam Parameshwary (2007) menjelaskan

bahwa terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mengukur burnout,

seperti observasi, interview, dan kuesioner pelaporan diri (self-report

questionnaires). Hanya saja para peneliti beranggapan bahwa metode

observasi dinilai kurang sistematis dan tidak terstandarisasi, sehingga

hasilnya dapat mempengaruhi validitas dan reliabilitas metode ini sebagai

salah satu teknik pengukuran burnout. Salah satu teknik pengukuran

burnout juga dianggap tidak efisien karena melelahkan, rumit, serta

membutuhkan banyak biaya.

Sedangkan melalui teknik wawancara, para peneliti juga menilai bahwa

teknik tersebut dapat bersifat subjektif, tidak efisien, sehingga juga

dianggap kurang reliabel untuk mengukur burnout. Oleh sebab itu, itu,

disarankan untuk menggunakan kuesioner pelaporan diri. Kuesioner ini

tersaji dalam berbagai bentuk, yakni Freudenberger Burnout Inventories

(FBI), Burnout Measure (BM), dan Maslach Burnout Inventorry (MBI).

Hanya saja diantara ketiga alat ukur tersebut, hanya MBI yang dinilai

paling lengkap untuk mengukur burnout.


22

Hingga saat ini MBI merupakan alat ukur yang paling sering

digunakan untuk mengetahui tingkat burnout seseorang. Hal ini disebabkan

dalam MBI tercakup tiga indikator burnout yang bersifat multidimensional,

yaitu dimensi exhaustion, depersonalisasi, dan penurunan pencapaian

prestasi pribadi. Adanya ketiga indikator yang bersifat multidimensional

tersebut membuat MBI dinilai lebih dapat memahami perilaku individu

dalam konteks sosial dan memfokuskan pada faktor-faktor sosial dan

personal. Selain itu, administrasi pengerjaan tes yang cepat dan mudah

serta cara skoring yang relatif sederhana menjadikan MBI sebagai

instrumen yang dapat memberikan informasi mengenai tingkat burnout

yang dialami seseorang dengan cepat (Parameshwary, 2007).

f. Cara Mengatasi Burnout

Burnout ataupun kelelahan baik fisik maupun mental dapat diatasi

diantaranya dengan manajemen stres yang baik, relaksasi nafas dalam,

terapi psikologi, massage/pijat, dan exercise fisik termasuk senam

peregangan/stretching exercise (Joshi, 2005).

3. Senam Peregangan

a. Pengertian

Workplace Stretching-Exercise (WSE) merupakan bentuk latihan

yang didesain dengan prinsip gerakan stretching (peregangan otot) dan

iringan musik instrumental tempo sedang. Peregangan otot yaitu usaha


23

untuk memperpanjang otot sehingga mengakibatkan otot menjadi rileks

dan lentur (Nelson dan Kokkonen, 2007).

Menurut Yankes (2018) senam peregangan merupakan kegiatan

melakukan gerakan-gerakan yang bertujuan melenturkan atau melemaskan

kembali bagian-bagian tubuh yang kaku akibat kelelahan kerja. Senam

peregangan merupakan salah satu aktivitas fisik relaksasi dalam program

Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). Gerakan peregangan yang

banyak dilakukan adalah gerakan aktif dinamis sekitar 3 menit.

b. Manfaat Senam Peregangan

Senam peregangan memiliki beberapa manfaat diantaranya:

1) Mengurangi ketegangan otot.

2) Meningkatkan fleksibilitas jaringan otot.

3) Mengurangi risiko cedera otot (kram).

4) Mengurangi risiko nyeri/cedera punggung leher dan bahu.

5) Mengendalikan postur tubuh.

6) Membantu mengoptimalkan aktivitas sehari- hari (Yankes, 2018).

c. Indikasi Senam Peregangan

Senam peregangan dapat dilakukan terutama pekerja kantoran yang

bekerja dengan gerakan statis, duduk terlalu lama, dan bekerja dalam posisi

yang tidak tepat. Posisi tubuh yang salah dan cara kerja yang tidak tepat

dapat menimbulkan rasa tidak nyaman atau keluhan. Jika kondisi ini

berlangsung lama maka dapat menimbulkan gangguan kesehatan.

Gangguan kesehatan yang sering dialami adalah masalah gangguan otot


24

rangka (musculoskeletal) terutama di bagian leher, bahu, pergelangan,

tulang belakang dan siku (Yankes, 2018)

d. Kontra Indikasi Senam Peregangan

Menurut Osvanikova (2017) kontra indikasi senam peregangan

yaitu: seseorang yang mengalami cidera baik cidera sendi maupun otot,

mengalami fraktur, radang sendi dan osteoporosis, dan dalam masa

pemulihan setelah cidera.

e. Langkah- Langkah Dalam Senam Peregangan

Menurut Cipayung (2017) langkah- langkah dalam senam

peregangan yaitu:

NO Langkah Gerakan

1 Gerakan jalan

ditempat 2x8

hitungan
25

2 Gerakan tangan

menghempas

1x2 hitungan

3 Tangan

dipinggang,

menggerakan

kepala ke atas

dan kebawah 1x2

hitungan..

4 Tangan di

pinggang,

menggerakan

kepala ke kanan

dan ke kiri 1x 2

hitungan
26

5 Gerakan putar

bahu ke depan

dan ke belakang

1x2 hitungan

6 Gerakan siku ke

belakang dan

buka siku 2x4

hitungan

7 Gerakan tangan

ke atas dan ke

bawah

bergantian kanan

dan kiri 1x4

hitungan
27

8 Gerakan tangan

seperti orang

berenang 1x4

hitungan

9 Gerakan seperti

orang

mendayung 2x4

hitungan

10 Gerakan tangan

ke kanan dan ke

kiri secara

bergantian 1x2

hitungan
28

11 Gerakan tangan

ke atas kanan

dan kiri

bergantian 2x1

hitungan

12 Gerakan

membungkuk

tangan dilutut

2x3 hitungan

13 Gerakan tangan

di pinggang,

punggung ditarik

ke belakang 2x3

hitungan
29

14 Tangan di

pinggang putar

ke kanan dan ke

kiri 2x4 hitungan

15 Gerakan

menekuk kaki

kiri ke kanan dan

sebaliknya 1x2

hitungan

16 Gerakan kaki kiri

ke kanan dan

sebaliknya 1x2

hitungan
30

17 Gerakan melipat

kaki ke belakang

kiri dan kanan

bergantian 1x4

hitungan

18 Gerakan

menyentuh

tangan kanan ke

kaki kiri dan

sebaliknya1x4

hitungan

19 Gerakan

menggoyangkan

lutut ke kanan

dan ke kiri

secara bergantian

1x4 hitungan.
31

20 Gerakan

melemaskan kaki

kanan dan kiri

bergantian 1x4

hitungan

21 Gerakan

meregangkan jari

tangan 1x2

hitungan

22 Gerakan seperti

sayap pinguin

1x2 hitungan
32

23 Gerakan

Menggoyangkan

pinggang ke kiri

dan kanan 1x4

hitungan

24 Gerakan tepuk

tangan 1x4

hitungan

Gambar 2.1 Langkah-langkah Senam Peregangan


33

Penelitian yang dilakukan oleh Alimah (2016) tentang gambaran

burnout pada mahasiswa jurusan Keperawatan FIKES di Universitas Jendral

Soedirman menggunakan metode cross sectional dengan menggunakan teknik

total sampling terhadap 156 responden dengan hasil mayoritas mahasiswa

mengalami burnout tingkat sedang (56,4%). Penelitian lainnya yang

dilakukan oleh Anggreini et al (2018) tentang Pengaruh Aromaterapi Lemon

Terhadap Tingkat Kejenuhan Kerja/Burnout Perawat Intensive Care Unit

RSUD Sultan Syarif Mohammad Al Kadrie Kota Pontianak selama 3 hari

sebanyak 3 kali exercise dengan hasil sebelum diberikan aroma terapi

sebanyak 87,5% mengalami burnout rendah dan setelah diberikan aromaterapi

terjadi penurunan burnout menjadi 75% dengan burnout rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Hastuti dan Kurnia (2017) tentang

pengaruh workplace stretching exercise terhadap kebosanan dan kelelahan

mahasiswa poltekes Surakarta dengan metode quasi eksperimental pre dan

postest design dengan teknik purposive sampling sebanyak 86 responden

dengan hasil ada pengaruh workplace stretching exercise terhadap kebosanan

dan kejenuhan pada mahasiswa Poltekes Surakarta.

Penelitian yang dilakukan oleh Jambarsang (2015) tentang The Effect

of AerobicExercise (Stretching Exercise) on The Fatique Severity Of Nurses

In NICU in Hospital Affiliated to Mazandaran University Of Medical Science

dengan metode Quasi eksperimental with single group before and after.

Sample yang digunakan purposive sampling sebanyak 14 perawat NICU in

Hospital Affiliated to Mazandaran University Of Medical Science selama 8


34

hari sebanyak 8 kali exercise dengan hasil ada pengaruh aerobic exercise

(stretching exercise) terhadap kelelahan perawat NICU di Hospital Affiliated

to Mazandaran University.
35

B. KERANGKA TEORI

Mahasiswa Alih Jenjang


bekerja dan kuliah

1. Kelebihan beban kerja


2. Kurangnya kontrol
3. Sistem imbalan yang
tidak memadai
4. Terganggunya sistem
komunitas dalam
pekerjaan Kelelahan, tidak mampu
5. Hilangnya keadilan menyelesaikan masalah
6. Konflik nilai /values (Exhaustion)
7. Konflik peran ganda

Sinis, pesimis dan


9. Cultural ketidakpuasan kerja, menarik
Burnout
diri, dingin dari lingkungan
kerja atau kuliah
(Depersonalisation)

Tidak percaya diri, beban kerja


berat, merasa tidak mampu,
menganggap sulit pekerjaan
Teknik relaksasi: (Ineffektiveness)
senam peregangan

Gambar 2.1. Kerangka Teori

Sumber : Lieter dan Maslach (2005) dalam Schaufeli et al (2009), (Lee dan
Asforth,1996 dalam Pangastiti (2011), Yankes (2018).
36

C. KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep merupakan uraian tentang hubungan antara

variabel- variabel yang terkait dengan masalah penel;itian dan dibangun

berdasarkan kerangka teori atau kerangka pikir atau hasil studi sebelumnya

sebagai pedoman penelitian (Supardi, 2013)

Variable bebas : Variable terikat :

Senam Peregangan Burnout pada mahasiswa


alih jenjang S1
Keperawatan Universitas
Harapan Bangsa

Keteranga :

: Diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

D. HIPOTESIS

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari penelitian, patokan

duga atau adil semtara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam

penelitian (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis yang dikemukakan pada

penelitian ini adalah :

Ho : Tidak ada pengaruh senam peregangan terhadap burnout pada

mahasiswa alih jenjang Sarjana Keperawatan Universitas Harapan

Bangsa.
37

Ha : Ada pengaruh senam peregangan terhadap burnout pada mahasiswa

alih jenjang Sarjana Keperawatan Universitas Harapan Bangsa.

Anda mungkin juga menyukai