Anda di halaman 1dari 6

BURNOUT PADA PERAWAT DI RSI UNISMA MALANG

Dita Yuli Artika


Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang.

Keperawatan merupakan salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam
penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Perawat adalah salah
satu jenis tenaga kesehatan yang dikelompokkan dalam tenaga keperawatan. Tenaga
keperawatan terdiri dari perawat dan bidan (Peraturan Pemerintah RI No. 32.1996).
Menurut Gunarsa (1995) pekerjaan seorang perawat harus mengutamakan pelayanan karena
perawat berhubungan langsung dengan pasien sehingga harus mengetahui kebutuhan pasien yang
merupakan konsumen utama di rumah sakit. Salah satu performa sebuah rumah sakit diukur dari
performa perawatnya sehingga seorang perawat harus memiliki kemampuan interpersonal yang
tinggi, terutama rasa empati
Penelitian dari National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) menetapkan
perawat sebagai profesi yang berisiko sangat tinggi terhadap stress (Schultz dan Schultz, 1994)
Perawat memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat tinggi terhadap keselamatan nyawa
manusia. Selain itu ia juga mengungkapkan pekerjaan perawat mempunyai beberapa
karakteristik yang dapat menciptakan tuntutan kerja yang tinggi dan menekan. Karakteristik
tersebut adalah otoritas bertingkat ganda, heterogenitas personalia, ketergantungan dalam
pekerjaan dan spesialisasi, budaya kompetitif di rumah sakit, jadwal kerja yang ketat dan harus
siap kerja setiap saat, serta tekanan–tekanan dari teman sejawat.
Tuntutan pekerjaan yang tinggi tersebut memberikan dampak bagi diri perawat itu sendiri. Di
satu sisi tuntutan pekerjaan yang tinggi secara fisik akan meningkatkan Burnout/keletihan.
Pekerjaan yang banyak dan bermacam-macam akan menyebabkan meningkatnya keletihan
karyawan. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan kemampuan karyawan untuk melayani pasien.
Perawat sering dihadapkan pada kondisi upaya menyelamatkan pasien, mengerjakan tugas
rutinitas , ruang kerja yang sumpek, jumlah pasien yang banyak, dan harus bertindak cepat dalam
menangani pasien kebutuhan pasien. Banyaknya jumlah pasien yang dirawat dan semakin
beragamnya penyakit merupakan stresor kerja bagi perawat, stressor kerja yang tidak dapat
diadaptasi dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama dengan intensitas yang cukup tinggi
inilah yang disebut dengan burnout (Novita, Budi dan Nurcholis. 2011).
Burnout merupakan permasalahan yang dialami oleh setiap pekerja, terutama bagi pekerja
dengan mekanisme shift. Bekerja pada pagi atau siang hari merupakan beban tugas yang alami
sesuai dengan irama kehidupan. Secara umum manusia bekerja pada pagi dan siang hari,
sedangkan malam hari untuk beristirahat dan tidur. Hal seperti ini mengikuti pola jam biologik
yang disebut circadian rhythms (Pulat, 1992). Pekerja shift harus melawan kodrat tersebut, demi
pekerjaannya. Bila seorang pekerja harus bekerja shift maka circadian rhythms juga akan ikut
terganggu dan bisa mengakibatkan terganggunya pola tidur.

1
Dalam pelaksanaan proses kerjanya, seorang pekerja memerlukan tidur yang cukup dan asupan
gizi yang seimbang untuk dapat mempertahankan kapasitas kerjanya. Apabila kapasitas kerja
seorang pekerja terjaga dengan baik karena cukup tidur dan cukup asupan gizinya maka Burnout
yang terjadi dapat diminimalkan. Burnout adalah kelelahan yang bersifat umum yang merupakan
suatu keadaan yang ditandai oleh adanya perasaan lelah yang merupakan gejala subyektif dan
penurunan kesiagaan.
Burnout merupakan kumpulan gejala yang muncul akibat penggunaan energi yang melebihi
sumber daya seseorang sehingga mengakibatkan munculnya Burnout fisik, emosional dan mental
(Schaufeli & Greenglass, 2001)

Hasil Penelitian Malliarou, Moustaka dan Konstantinidis (2008) menunjukkan Burnout


tampaknya pada umumnya berada dalam tingkat sedang. 9,37%, Burnout pada tingkat tinggi
sebesar 6,24% dan tingkat rendah sebesar 1 %. Burnout emosional berkorelasi secara signifikan
dengan bekerja shift Burnout emosional berkorelasi secara signifikan dengan pengunduran diri
dari rumah sakit Depersonalisasi berkorelasi secara signifikan dengan kerjasama multidisiplin
Maslach et al., (2001) mengatakan bahwa Burnout merupakan suatu pengertian yang multi
dimensional. Dikatakannya, Burnout merupakan sindroma-psikologis yang terdiri atas tiga
dimensi, yaitu: (1) Burnout emosional, (2) depersonalisasi, dan (3) low personal
accomplishment. Dijelaskan, bahwa pekerjaan yang berorientasi melayani orang lain, dapat
membentuk hubungan yang bersifat ”asimetrik”, antara pemberi dan penerima pelayanan.
Seseorang yang berkerja pada bidang pelayanan akan memberikan perhatian, pelayanan, bantuan
dan dukungan kepada klien atau pasien
Masalah Burnout ini menjadi penting untuk diteliti, Burnout yang tidak diatasi dapat
menimbulkan berbagai permasalahan kerja yang fatal dan mengakibatkan kecelakaan dalam
bekerja. Sehingga dapat dipastikan suatu rumah sakit wajib mengetahui tingkat kinerja dan hal
yang dapat menimbulkan permasalahan dalam bekerja yaitu antara lain Burnout yang dialami
secara umum pada karyawan, dan salah satunya pada perawat

Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini diharapkan sebagai masukan bagi manajemen
rumah sakit dalam mengatasi permasalahan yang timbul terutama dalam hal mengatasi Burnout
dan stres kerja yang timbul pada tenaga perawat

Burnout

Burnout merupakan fenomena yang kompleks yang disebabkan oleh faktor biologi pada proses
kerja serta dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal pengaruh
terjadinya Burnout yaitu lingkungan kerja yang tidak memadai, dan eksternal pengaruh Burnout
yaitu masalah psikososial (Setyawati, 2010). Burnout menunjukan keadaan yang berbeda-beda
tetapi semuanya berkaitan kepada penggurangan kapasitas kerja dan ketahanan umum

Menurut Setyawati (2010), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya Burnout terdiri
dari faktor lingkungan kerja yang tidak memadai untuk bekerja dan masalah psikososial mereka
ataupun fisik mereka. Fisik seorang pekrja dapat dipengaruhi oleh tingkatan umur, karyawan
muda umumnya memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan karyawan
yang berumur lebih tua.

2
Menurut Suma’mur (1995), sebab-sebab Burnout terdiri dari :
1. Monoton/melakukan pekerjaan yang sama setiap waktunya
2. Beban kerja yang tinggi dan lama kerja
3. Lingkungan yang kurang mendukung
4. Faktor kejiwaan pekerja
5. Sakit, rasa sakit, dan gizi buruk seorang pekerja

Beberapa hal yang patut mendapat perhatian dan diselenggarakan sebaik-baiknya agar Burnout
dapat dikendalikan menurut Setyawati (2010), antara lain:
1. Lingkungan kerja yang bebas dari zat-zat yang berbahaya, pencahayaan yang memadai
sesuai dengan jenis pekerjaan yang dihadapi pekerja, pengaturan udara di tempat kerja yang
adekuat di samping bebas dari kebisingan dan getaran.
2. Waktu kerja yang berjam-jam harus diselingi oleh istirahat yang cukup untuk makan dan
keperluan khusus lain.
3. Kesehatan umum pekerjaan harus baik dan selalu dimonitor, khususnya untuk daerah tropis
dimana banyak pekerja yang cenderung mengalami kekurangan gizi dan menderita penyakit
serius.
4. Disarankan pula agar kegiatan yang menegangkan dan beban kerja yang berat tidak terlalu
lama.
5. Jarak tempat tinggal dan tempat kerja diusahakan seminimal mungkin dan bila perlu
dicarikan alternatif penyelesaiaanya, yaitu berupa pengadaan transportasi bagi pekerja dari
dan ke tempat kerja.
6. Pembinaan mental para pekerja di perusahaan secara teratur maupun berkala dan khusus
perlu dilaksanakan dalam rangka stabilitas direncanakan secara baik dan berkesinambungan.
7. Perhatian khusus bagi kelompok pekerja tertentu perlu diberikan, yaitu kepada pekerja muda
usia, wanita yang hamil dan menyusui, pekerja usia lanjut, pekerja yang menjalani shift kerja
malam, pekerja yang baru pindah dari bagian lain.
8. Pekerja-pekerja bebas dari alkohol maupun obat-obatan yang membahayakan serta yang
menimbulkan ketergantungan

Maslach et. al (2001) berpendapat bahwa sumber utama timbulnya burnout adalah karena adanya
stres yang berkembang secara akumulatif akibat keterlibatan pemberi dan penerima pelayanan
dalam jangka panjang. Namun, Maslach secara tersirat juga mengakui bahwa ada faktor- faktor
pendukung terciptanya kondisi burnout di lingkungan kerja tempat terjadinya interaksi antara
pemberi dan penerima pelayanan. Selain itu, analisis juga diperlukan untuk mengkaji faktor-
faktor individu yang ada pada pemberi pelayanan yang turut memberi sumbangan terhadap
timbulnya burnout. Dengan demikian timbulnya burnout disebabkan oleh adanya:
1. karakteristik individu,
2. lingkungan kerja, dan
3. keterlibatan emosional dengan penerima pelayanan

Maslach et.al (2001) menyatakan bahwa Burnout sebagai sindrom Burnout emosional,
depersonalisasi, dan reduced personal accomplishment yang terjadi diantara individu-individu
yang melakukan pekerjaan yang memberikan pelayanan kepada orang lain dan sejenisnya
Burnout diukur dengan Maslach Burnout Inventory (MBI). MBI diciptakan oleh Maslach dan

3
Jackson pada tahun 1981 untuk mengukur burnout pada pekerja bidang Pelayanan Sosial dan
dikenal sebagai MBI – Human Services Survey (MBI – HSS). MBI versi kedua kemudian
didesain bagi para pendidik yaitu MBI – Educators Survey (MBI – ES). Kedua versi tersebut
sama-sama terfokus pada jenis pekerjaan yang mengharuskan individu berinteraksi secara
intensif dengan orang lain yaitu klien dan pasien atau mahasiswa dan murid (Maslach, Schaufeli
& Leiter, 2001)

Alat ukur MBI terdiri dari 22 item pertanyaan yang menggambarkan tiga skala/dimensi pengukuran
yaitu:
1. Physical Exhaustion (Kejenuhan Fisik)
2. Emotional Exhaustion/Depersonalization (Kejenuhan
Emosional/Depersonalisasi)
3. Personal Accomplishment (Pencapaian personal)

METODE PENELITIAN
Subyek Penelitian

Subjek atau sampel adalah sebagian kecil individu yang dijadikan wakil dalam penelitian
(Winarsunu, 2009). Karakteristik subjek atau sampel penelitian ini adalah perawat pada RSI
Unisma yang melaksanakan pekerjaan secara shift..

Metode pengumpulan data


Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala yang telah distandarisasikan
yaitu Maslach Burnout Inventory (MBI) yang diciptakan Maslach dan Jackson pada tahun 1981.
Dalam skala Maslach Burnout Inventory (MBI) tersebut terdiri dari 22 item skala yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Model skala ini memiliki alternatif dengan skala 1-10
yang berisi tingkat Tidak Setuju (=0) sampai Setuju (=10). Rangkaian duapuluh dua pertanyaan
diajukan kepada para responden untuk mengetahui frekuensi terjadinya tiga aspek dari sindrom
“burnout” sebagaimana yang diidentifikasikan oleh Maslach yaitu Kejenuhan Fisik (Physical
Exhaustion=PE),KejenuhanEmosional/Depersonalisasi(EmotionalExhaustion/Depersonalization
= EE + DP) dan Pencapaian Diri/Personal (Personal Accomplishment = PA)

Variabel yang diukur dari penelitian ini adalah Burnout Perawat. Aspek yang diukur untuk
mengukur Burnout menurut Maslach (2001), antara lain : Physical Exhaustion (Kejenuhan Fisik),
Emotional Exhaustion/Depersonalization (Kejenuhan Emosional/Depersonalisasi) dan Personal
Accomplishment (Pencapaian personal)

Prosedur penelitian
1. Lokasi dan Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSI Unisma Malang
Penelitian ini akan dilaksanakan dalam kurun waktu dua minggu.
Peneliti memilih lokasi penelitian berdasarkan atas :
1) Peneliti dapat menghemat waktu dan biaya
2) Mudah untuk mendapatkan data yang diperlukan karena jaraknya yang tidak jauh
3) Tersedia sampel atau subyek yang dibutuhkan dalam penelitian

4
2. Pengorganisasian
a. Tahap pra lapangan
1) Menyusun rancangan dan usulan penelitian yang berisikan latar belakang, tinjauan
pustaka, rancangan pengumpulan data dan rancangan prosedur analisa data
2) Menentukan subyek penelitian (responden) yaitu dengan menentukan responden yang
memenuhi syarat berdasarkan permasalahan yang diungkap
3) Mengurus perijinan yang akan ditujukan pada pihak atau responden yang
bersangkutan dimana penelitian akan dilaksanakan
4) Menjajaki dan menilai lingkungan sosial responden
5) Mempersiapkan perlengkapan lapangan

b. Tahap pekerjaan lapangan


1) Memasuki lapangan , peneliti melakukan rapport dengan responden, menghindari
terjadi kesenjangan peneliti dengan responden
2) Mendatangi target subyek
3) Memberikan instruksi pada subyek dengan bahasa yang mudah dimengerti, dan
membagikan skala angket.
4) Peneliti melakukan pengumpulan data kemudian mulai melakukan analisa data
lapangan.
5) Peneliti membuat kesimpulan dari analisa data yang telah didapatkan

5
Referensi

Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Y. S. 1995. Psikologi perawatan. Jakarta: BPK


Malliarou et.al. 2008. Burnout Of Nursing Personnel In A Regional University Hospital. Hsj –
Health Science Journal® Volume 2, Issue 3 (2008)
Maslach C, Schaufeli WB, Leiter MP. (2001). Job Burnout. Annual Review of Psychology:
52:397-422
Pulat, B.M. 1992. Fundamental Of Industrial Ergonomics. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New
Jersey
Schultz, D., & Schultz, S.E. .1994. Theories of Personality 5th Edition. California : Brooks/Cole.
Schaufeli Wilmar B. & Greenglass, Esther R. 2001. Introduction To Special Issue On Burnout
And Health. Psychology and Health, 2001, Vol. 16, pp. 501-510
Setyawati, L. M., 2010, Selintas Tentang Kelelahan Kerja, Amara Books, Yogyakarta.
Suma’mur, P. K., 1995, Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja, Gunung Agung, Jakarta.
Tawale Efa N, Budi, W. dan Nurcholis, G., 2011 Hubungan Antara Motivasi Kerja Perawat
Dengan Kecenderungan Mengalami Kelelahan Pada Perawat Di Rsud Serui–Papua.
INSAN Vol. 13 No. 02, Agustus 2011
Winarsunu, Tulus. 2009. Statistik dalam penelitian psikologi dan pendidikan. Malang: UMM
Press

Anda mungkin juga menyukai