Anda di halaman 1dari 31

1 BAB II

TINJAUAN TEORI

1.1 Konsep Adaptasi

1.1.1 Pengertian Teoritis Adaptasi Roy

Roy menunjukkan bahwa penerima perawatan adalah individu, keluarga,

kelompok, dan komunitas yang dianggap sebagai "sistem adaptasi keseluruhan"

yang membentuk unit dalam segala hal. Dalam teori keperawatan Roy, model

konseptual didasarkan pada adaptasi konseptual. Model konseptual

keperawatan Roy menggambarkan pemikiran dan proporsi proses pelayanan

keperawatan yang dianggap sebagai sistem adaptif terbuka dari sifat holistik

penerima. Model adaptif Roy menggambarkan manusia sebagai sistem adaptif

yang terdiri dari empat konsep utama: input, kontrol, dan output (Parker and

Smith, 2012).

Stimulus adalah segala faktor yang dapat menimbulkan respon, dan

stimulus tersebut dapat berasal dari lingkungan internal atau eksternal. Model

konseptual adaptif Roy adalah tindakan yang menggabungkan tiga kelas

rangsangan:

a. Stimulus fokus, yaitu stimulus yang segera menginduksi individu.

b. Stimulus kontekstual adalah stimulus lain yang meningkatkan efektivitas

stimulus fokal.

c. Stimulus residual adalah faktor lingkungan yang pengaruhnya dalam situasi

tertentu tidak jelas. Rangsangan yang mempengaruhi proses adaptif antara

lain: a). Kebudayaan meliputi status sosial ekonomi, suku, dan sistem

kepercayaan. b). keluarga meliputi: struktur dan tugas-tugas. c). tahap

perkembangan meliputi: faktor usia, jenis kelamin, tugas, keturunan dan


genetik. d). integritas mode adaptif meliputi: fungsi fisiologis (mencakup

patologi penyakit), konsep diri, fungsi peran, interdependensi. e). efektivitas

kognator meliputi: persepsi, pengetahuan, keterampilan. f). pertimbangan

lingkungan meliputi: perubahan lingkungan internal atau eksternal,

pengelolaan medis, obat-obatan, alkohol dan tembakau. Ketiga stimuli

tersebut akan bekerja bersamaan dan mempengaruhi level adaptasi

seseorang yaitu kemampuan seseorang untuk berespon positif terhadap

situasi (McKenna, Pajnkihar, and Murphy 2014).

Menurut Roy, adaptasi mengacu pada proses dan konsekuensi pemikiran

dan emosi individu yang kompeten dalam suatu kelompok dengan menggunakan

kesadaran dan pilihan untuk menciptakan kesatuan antara manusia dan

lingkungan. Manusia tidak hanya merupakan sistem yang menderita dari

rangsangan lingkungan untuk menjaga integritas, tetapi semua kehidupan

manusia memiliki tujuan di alam semesta kreatif ini, dan tidak ada yang dapat

dipisahkan dari lingkungan (Johnson and Webber, 2015).

1.1.2 Model Adaptasi

Tingkat adaptasi beradaptasi dengan mekanisme koping individu dan

proses kontrol. Kedua subsistem tersebut dapat diamati melalui empat model

adaptif berikut:

a. Model adaptasi fisiologis

Kemampuan fisik seseorang untuk merespon rangsangan lingkungan.

Kebutuhan fisik model ini meliputi oksigen, nutrisi, ekskresi, aktivitas, istirahat

dan perlindungan. Empat proses kompleks yang terlibat dalam pengaturan

aktivitas dalam model ini meliputi fungsi sensorik/sensorik, cairan dan elektrolit,

fungsi saraf, dan fungsi endokrin. Integritas fisik adalah respon adaptif dari model

ini (McKenna, Pajnkihar and Murphy, 2014).


b. Model adaptasi konsep diri

Model ini mencakup aspek psikologis dan spiritual individu. Konsep diri

seseorang terdiri dari perasaan dan keyakinan yang terbentuk tentang dirinya.

Konsep diri terbentuk dari persepsi orang dalam dan persepsi orang lain. Konsep

diri terdiri dari dua komponen: diri fisik (sensasi tubuh dan citra tubuh) dan diri

pribadi (konsistensi diri, diri ideal dan etika moral, diri spiritual) (Johnson and

Webber, 2015).

c. Model fungsi peran yang disesuaikan

Model ini mengarah pada peran primer, sekunder dan tersier individu

dalam masyarakat. Peran adalah bagaimana seorang individu dapat berfungsi

dalam masyarakat, tergantung pada apa yang diharapkan darinya dalam

masyarakat. Dengan kata lain, model adaptasi interdependen. Model ini

berkaitan dengan mekanisme koping individu dalam hubungan dan interaksi

dengan orang lain dalam memberi dan menerima kasih sayang, kasih

sayang, perhatian, dan rasa syukur (Johnson and Webber, 2015).

1.1.3 Konsep Adaptasi Perawat Lulusan Baru

Kemampuan adaptasi adalah lulusan baru yang harus berubah dan

menyesuaikan diri dengan realitas dari dunia praktik atau yang pendidikan

menunjukkan tingkat kemampuan berpikir kritis yang diharapkan dari lulusan

universitas (Murray, Sundin and Cope, 2022). Proses adaptasi perawat lulusan

baru dapat dipengaruhi beberapa daktor yaitu (Jung et al., 2020):

a. Faktor pengalaman, adaptasi biasanya bergantung pada pengalaman

seseorang dengan stressor serupa, sistem dukungan, dan persepsi

keseluruhan terhadap stres (pengalaman bekerja sebelumnya). Semakin

lama bekerja, maka pengalaman kerja yang didapatkan semakin bertambah

dan mudah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya.


b. Faktor lingkungan adalah dampak dari lingkungan sosial dalam membantu

seorang individu untuk beradaptasi terhadap stressor. Kesesuaian dari

support emosional yang positif berdampak pada kompetensi dan rasa

percaya diri. Support yang sesuai dapat membantu mencegah stress dan

memudahkan transisi dari mahasiswa perawat menjadi perawat.

c. Faktor dukungan yang mencakup sumber/bantuan yang dapat digunakan

untuk mengatasi stresor. Misalnya istirahat yang cukup, melakukan

olahraga, dan refresing bersama keluarga.

Perawat lulusan baru di periode awal kerja mereka emrasakan reaksi

yang bervariasi. Perawat lulusan baru diawal kerjanya merasakan kelelahan fisik

dan emosional, merasa tidak mampu, frustrasi (kehilangan cita-cita), dan muncul

keinginan untuk meninggalkan profesi keperawatan. Ketika perawat lulusan baru

memasuki dunia kerja di pelayanan priktik, mereka membutuhkan dukungan dari

perawat lain yang lebih berpengalaman atau dari sesama perawat baru, rekan-

rekan dan keluarga. Dukungan tersebut dilaporkan dapat mengurangi stress

yang dalami perawat lulusan baru. Menurut Anabel et al., (2020) indikator

adaptasi perawat baru adalah dapat menguasai keterampilan baru, bertindak

dengan cara yang aman, kompeten dalam melakukan tindakan, peka terhadap

keluhan pasien, dan merasa percaya diri.

Lamanya waktu adaptasi yang dijalani perawat lulusan baru tegantung

pada kualitas yang dimiliki masing-masing perawat. banyak faktir yang

mempengaruhi baik buruknya kualitas perawat lulusan baru ketika memulai

pekerjaan di lahan praktik. Faktor yang memperngaruhi kualitas perawat baru

adalah usia, kematangan, pekerjaan sebelumnya, pengalaman, motivasi,

aspirasi, dan ketersediaan dukungan pribadi.


Krammer (1974) menjelaskan transitional shock ini ke dalam 4 fase yang

mengidentifikasi skill dan penguasaan terhadap kebiasaan sehari-hari perawat,

integrasi sosial, moral dan pemecahan.

a. Fase bulan madu (Honeymoon Phase)

Pada tahap ini, semua perawat baru akan mulai bekerja dan mempelajari

peran mereka karena ini adalah awal baru dalam hidup untuk terlibat dalam

kegiatan praktis sendiri setelah menjadi mahasiswa program keperawatan

selama beberapa tahun. Saya sangat bersemangat tentang hal itu. Pada

tahap ini, mereka berjanji untuk menjadi pengasuh profesional. Mereka cemas

dan gugup tentang apa yang mereka cari dalam pekerjaan mereka, tetapi

mereka tetap senang ketika mereka berkontribusi pada profesi keperawatan.

Perawat baru ini juga berkomitmen untuk membantu pasien memaksimalkan

kemampuannya dengan pendidikan untuk memberikan perawatan terbaik.

Fase ini diikuti oleh fase orientasi singkat (Sciences, 2017).

b. Fase shock dan penolakan (shock and rejection phase)

Tahap Ini adalah tahap ketika pengasuh baru melihat konflik antara apa yang

diajarkan kepada mereka dan situasi aktual. Perawat baru merasa gagal atau

pikiran negatif, menunjukkan tanda-tanda kebosanan seperti ketakutan,

kecemasan, rasa bersalah, dan depresi, yang pada akhirnya menyebabkan

stres kerja perawat baru (Powers, Herron and Pagel, 2019).

c. Fase pemulihan (recovery phase)

Tahap ini adalah periode pemulihan di mana pengasuh baru dapat melihat

masalah secara lebih objektif, tekanan dan kecemasan berkurang, dan

pengasuh baru mulai mengenali dan beradaptasi dengan situasi (Chen et al.,

2021).

d. Fase resolusi (resolution phase)


Tahap ini menjadi syarat bagi lulusan baru untuk beradaptasi dan

menempatkan nilai-nilai profesional di lingkungan kerja jika dapat

menyelesaikan konflik dan masalah yang dialami orang lain (Powers, Herron

and Pagel, 2019).

Teori reality shock ini dikembangkan oleh Duchscher JB (2008) setelah

13 tahun penelitian dan penciptaan model "kejutan transisional" yang

menggambarkan pengalaman transisi dari perawat peserta pelatihan ke perawat

spesialis. Murray, Sundin and Cope (2022) menjelaskan reality syok perawat

baru dalam tiga tahap:

a. Fase doing, 3-4 bulan pertama diawal perawat baru menjadi perawat,

merupakan masa penyesuaian dan penyesuaian yang memperhitungkan

realitas yang ditemukan dalam pekerjaan baru, kehidupan kerja, dan

kehidupan duniawi. Pada tahap ini, perawat baru belajar banyak untuk

menempatkan dirinya dalam situasi baru, memainkan peran yang akrab tanpa

menyembunyikan atau mempertahankan kecemasan, dan beradaptasi

dengan lingkungan kerja (Chen et al., 2021).

b. Tahap being atau tahap kedua 5-7 bulan adalah periode ketika perawat baru

menekankan peningkatan progresif dalam perolehan keterampilan,

keterampilan berpikir kritis, dan perluasan pengetahuan. Pada tahap ini,

perawat baru merasa puas dengan peran dan tanggung jawab profesionalnya.

Selama waktu ini, pengasuh baru menghadapi inkonsistensi dan

ketidakmampuan dalam sistem perawatan kesehatan yang tersedia untuk

mengatasi tantangan yang sedikit lebih kompleks. Dan pada tahap ini,

perawat baru lebih sadar akan perbedaan antara apa yang mereka pikirkan

tentang profesi mereka dan kenyataan. Selama waktu ini, pengasuh baru

berada di ambang transisi (Labrague, McEnroe‐Pettite and Leocadio, 2019).


c. Tahap knowing atau tahap ketiga dari teori transisi adalah ketika perawat

berusia 7-8 bulan dan perawat baru dapat pulih dari masa kritis pengalaman

transisi pada tahap sebelumnya. Pada tahap ini, perawat hanya fokus pada

karir mereka dan dapat menerima dan memisahkan pertanyaan yang berbeda

dari ketidakstabilan praktik seputar perawat dan reuni profesi. Ketika peran

dan tanggung jawab dan hubungan dengan karyawan lain menjadi lebih

nyaman, perawat baru mengeksplorasi situasi lebih dalam, mengambil

pandangan kritis terhadap pandangan profesi, dan menguranginya ketika

masalah muncul Anda akan memiliki waktu dan energi untuk menciptakan

visi. Fase ini merupakan fase penting di mana pengasuh baru menemukan

dirinya kembali dan pengasuh baru menghadapi tuntutan dan proses anomali

yang membutuhkan banyak perhatian dan energi: pemutusan, pemulihan,

eksplorasi, kritik, dan menerima. Hasil yang diharapkan pada fase akhir

adalah mempelajari bagaimana perawat baru bersedia merangkul dan tetap

terhubung dengan rekan kerja lainnya (Stolzman, 2021).

1.2 Konsep Perawat

1.2.1 Pengertian perawat

Keperawatan adalah profesi yang memberikan layanan, termasuk

perawatan otonom dan terkoordinasi, kepada individu dari segala usia, keluarga,

kelompok, komunitas, orang sakit, orang sehat, dan individu dari semua

keadaan. Keperawatan meliputi promosi kesehatan, pencegahan penyakit, dan

perawatan orang sakit, cacat, dan sekarat. Advokasi, mempromosikan

lingkungan yang lebih aman, penelitian, partisipasi dalam pembuatan kebijakan

kesehatan, pasien dan manajemen sistem kesehatan, dan pendidikan juga

merupakan fungsi penting dari keperawatan (Harper and Maloney, 2016).


Keperawatan, sebagai bagian integral dari sistem perawatan kesehatan,

meliputi promosi kesehatan, pencegahan penyakit, dan perawatan orang sakit

fisik, mental, dan cacat dari segala usia, disemua perawatan kesehatan dan

pengaturan komunitas lainnya. Dalam spektrum pelayanan kesehatan yang luas

ini, fenomena yang menjadi perhatian khusus perawat adalah respons individu,

keluarga, dan kelompok terhadap masalah kesehatan aktual atau potensial.

Respons manusia ini secara luas berkisar dari reaksi pemulihan kesehatan

hingga episode penyakit individu hingga pengembangan kebijakan dalam

mempromosikan kesehatan jangka panjang suatu populasi (Ballantyne, 2018).

Fungsi unik perawat dalam merawat individu, sakit atau sehat, adalah

untuk menilai respons mereka terhadap status kesehatan mereka dan untuk

membantu mereka dalam melakukan aktivitas yang berkontribusi terhadap

kesehatan atau pemulihan atau kematian yang bermartabat yang akan mereka

lakukan tanpa bantuan jika mereka memilikinya. kekuatan, kemauan, atau

pengetahuan yang diperlukan dan untuk melakukan ini sedemikian rupa untuk

membantu mereka memperoleh kemandirian parsial secepat mungkin. Dalam

lingkungan perawatan kesehatan total, perawat berbagi dengan profesional

kesehatan lain dan mereka di sektor lain dari pelayanan publik fungsi

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi untuk memastikan kecukupan sistem

kesehatan untuk mempromosikan kesehatan, mencegah penyakit, dan merawat

orang yang sakit (Krishnan, 2018).

Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan

dasar keperawatan umum dan diberi wewenang oleh otoritas pengatur yang

sesuai untuk mempraktikkan keperawatan di negaranya. Pendidikan

keperawatan dasar adalah program studi yang diakui secara formal yang

memberikan landasan yang luas dan kuat dalam ilmu perilaku, kehidupan, dan
keperawatan untuk praktik umum keperawatan, untuk peran kepemimpinan, dan

untuk pendidikan pasca-dasar untuk praktik keperawatan khusus atau lanjutan.

Perawat dipersiapkan dan diberi wewenang untuk terlibat dalam lingkup umum

praktik keperawatan, termasuk promosi kesehatan, pencegahan penyakit, dan

perawatan orang sakit fisik, mental, dan cacat dari segala usia dan dalam semua

perawatan kesehatan dan pengaturan komunitas lainnya, melaksanakan

pendidikan kesehatan, untuk berpartisipasi penuh sebagai anggota tim

perawatan kesehatan, untuk mengawasi dan melatih perawat dan pembantu

perawatan kesehatan, dan terlibat dalam penelitian.

1.2.2 Peran perawat

Setiap perawat memiliki peran yang berbeda. Meskipun beberapa peran

tergantung pada pengaturan dan tanggung jawab, ada peran umum yang tidak

dapat terlepas dari diri perawat. Menurut Korniewicz (2015), peran perawat yang

paling penting berdasarkan sudut pandang moral dan etika, adalah:

1. Penyedia perawatan: Memberikan perawatan langsung kepada pasien

dengan cara yang menghormati, memelihara, menghibur, peduli, dan

berpengetahuan.

2. Pendidik: Meningkatkan pengetahuan pasien melalui penyebaran informasi,

mendorong gaya hidup dan praktik sehat dan kepatuhan terhadap perawatan.

3. Konselor: Meningkatkan kemampuan pasien untuk membuat keputusan medis

yang tepat, membantu dalam mengembangkan sikap, perasaan, dan perilaku

baru, dan membantu pasien memulai tindakan untuk meningkatkan perawatan

kesehatan atau untuk mengubah keputusan atau kegiatan yang bertentangan

dengan minat atau keinginan pasien.

4. Agen perubahan: Mengambil tindakan yang diperlukan untuk mendidik dan

memulai perubahan untuk kesejahteraan dan kesehatan masyarakat.


5. Peneliti: Berinisiatif untuk meneliti dan mengeksplorasi hal-hal yang

mempengaruhi isu-isu perawatan kesehatan yang sensitif, dengan demikian

mempromosikan sistem kesehatan dan melindungi hak-hak masyarakat atas

kesehatan yang lebih baik.

1.2.3 Tugas perawat

Peran perawat dalam bertindak sebagai perawat dapat dikenali sesuai

dengan tahapan proses keperawatan (Liehr and Smith, 2017). Kewajiban

perawat disepakati atas dasar kewajiban dan tanggung jawab perawat dalam

memberikan pelayanan asuhan sebagai berikut:

a. Tunjukkan perhatian dan rasa hormat kepada pasien (sincere intereset)

b. Senang hati memberikan penjelasan yang baik kepada klien (explanantion

about the delay).

c. Menununjukkan rasa hormat kepada klien, yang tercermin dalam perilaku

perawat. Misalnya, salam, senyum, membungkuk, jabat tangan, dll.

d. Percakapan dengan klien tidak dipandu oleh minat dan keinginan perawat,

tetapi oleh perasaan klien (see the patient point of view)

e. Menerima sikap kritis klien dan mencoba memahami klien dari sudut

pandang klien (lihat Perspektif Pasien).

Peran perawat dalam bertindak sebagai perawat dapat dikenali sesuai

dengan tahapan proses keperawatan. Tugas perawat berdasarkan peran perawat

dalam perawatan sebagai berikut (Hoover et al., 2020):

a. Pengumpulan data pengkajian

b. Analisis dan interpretasi data dari penilaian kondisi pasien.

c. Buat rencana tindakan perawatan pasien


d. Menggunakan dan menerapkan konsep dan prinsip ilmu perilaku, sosial

budaya, dan biomedis dalam pemberian asuhan untuk memenuhi KDM.

e. Mengidentifikasi kriteria terukur dalam menilai rencana perawatan yang

diberikan kepada pasien

f. Mengevaluasi tingkat pencapaian tujuan. Tindakan yang diambil

g. Identifikasi perubahan yang diperlukan untuk proses perawatan pasien

h. Evaluasi data tentang masalah perawatan yang terjadi

i. Pengumpulan data (dokumentasi) dalam proses keperawatan

j. Gunakan catatan pasien untuk memantau kualitas perawatan.

k. Mengidentifikasi masalah penelitian di bidang keperawatan.

l. Membuat proposal untuk rencana penelitian keperawatan.

m. Menerapkan hasil penelitian untuk praktik keperawatan.

n. Identifikasi kebutuhan pendidikan kesehatan.

o. Merencanakan, mendiskusikan dan mengevaluasi hasil pendidikan kesehatan

yang diberikan

p. Berpartisipasi dalam pelayanan medis bagi individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat.

q. Menjalin komunikasi yang efektif dengan tim perawat dan tim medis lainnya.

1.3 Konsep Perawat Lulusan Baru

1.3.1 Definisi perawat lulusan baru

Perawat baru adalah perawat yang baru lulus pendidikan dan atau baru

pertama kali bekerja dengan masa kerja 0-1 tahun dan perawat lama adalah

perawat dengan masa kerja lebih dari 1 tahun. Perawat baru yang telah

menyelesaikan pendidikan keperawatan formal, tetap membutuhkan bimbingan

untuk membangun kepercayaan diri, mengurangi stres, dan meningkatkan

keterampilan. Beberapa penelitiiab dengan topik yang sama juga mendefinisikan


perawat lulusan baru berdasarkan struktur waktu mereka. Perawat baru adalah

perawat yang telah memulai atau diterima bekerja di lingkungan pelayanan, yaitu

perawat yang telah diterima sebagai pegawai atau sedang menjalani masa bakti

3, 6, 9, atau 12 bulan. Aktivitas orientasi 3 bulan atau 6 bulan (Blomberg and

Welander, 2019).

1.3.2 Fenomena yang terjadi pada perawat lulusan baru

Masih sedikit tinjauan teori atau studi yang membahas mengenai

fenomena yang terjadi pada perawat baru lulus khususnya di Indonesia (Pertiwi,

2019). Padahal penelitian tentang fenomena yang berkaitan dengan perawat

yang baru lulus sangat menarik untuk diteliti karena dapat memberikan masukan

kepada akademik untuk mempersiapkan kemampuan dan mental lulusan mereka

untuk beradaptasi dengan situasi kerja dan juga memberikan masukan kepada

instansi tempat kerja bagaimana cara memperlakukan perawat lulusan baru atau

pertama kali bekerja untuk mendapatkan kepuasan kerja (Andersson, Graneheim

and Nilsson, 2022).

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan untuk mengetahui

pengalaman perawat lulusan baru. dalam penelitiannya, Fowler et al., (2018)

mengungkapkan bahwa pengalaman awal menjadi perawat profesional membuat

lulusan baru merasa penuh stres dengan perasaan kekurangan dan keraguan

diri. Partisipan pada penelitian ini mengatakan bahwa kondisi stres yang mereka

alami berkaitan dengan kurangnya pengalaman, interaksi dengan dokter,

kurangnya kemampuan berorganisasi, dan proses mempelajari situasi dan

prosedur baru.

Penelitian lainnya mengenai perawat lulusan baru pernah dikembangkan

pada tahun 1974 oleh Kramer M, hasil penelitian tersebut memunculkan teori

“Reality Shock” yang menjelaskan reaksi dari pekerja baru (perawat baru) ketika
mereka dalam situasi kerja yang dimana mereka memerlukan waktu untuk bisa

mempersiapkan diri di lingkungan kerja dan diperhadapkan pada permasalahan

antara peran dan kenyataan pada kondisi kerja (Stolzman, 2021). Kejutan

realitas adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan transisi antara

siswa dan pengasuh dan konflik antara harapan dan peran yang diperoleh dalam

kenyataan atau di tempat kerja (Murray, Sundin and Cope, 2020).

1.3.3 Gambaran konsep diri perawat lulusan baru

Pentingnya konsep diri yang rendah untuk perawat disorot oleh kontribusi

potensial untuk persamaan yang mengandung stres tinggi, kelelahan, gesekan,

dan status profesional yang rendah untuk perawat (Ibrahimi et al., 2016).

Meskipun banyak peneliti keperawatan telah mengangkat masalah konsep diri

dalam keperawatan, penyelidikan terus sebagian besar terbatas pada sarjana

dan lulusan baru. Kenyataannya, sampai saat ini, ahli teori keperawatan tidak

mampu menyajikan gambaran terpadu dari konstituen konsep diri untuk

digunakan dalam teori asuhan keperawatan dan untuk pengembangan identitas

profesional (Labrague, McEnroe‐Pettite and Leocadio, 2019).

1.3.4 Transisi lulusan baru

Transisi dari peran mahasiswa ke perawat profesional yang bekerja bisa

menjadi perjalanan yang penuh gejolak (Manuel et al., 2021). Masa transisi saat

ini menarik perhatian para penulis dan peneliti keperawatan secara global untuk

mengkaji karakteristik khusus dari masa transisi serta untuk memberikan strategi

dan arahan untuk pengelolaan tahap transisi yang baik. Ada sejumlah isu penting

dalam masa transisi yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri perawat lulusan

dan tingkat retensi seperti kejutan realitas, kesiapan kerja, dan konflik

interpersonal (Wing et al., 2018).


1.3.5 Kejutan kenyataan

Transisi dari mahasiswa ke perawat lulusan baru adalah periode penting

dalam beberapa hal. Kondisi ini adalah kualitas pengalaman transisi yang

mungkin mempengaruhi retensi perawat lulusan baru (Stolzman, 2021). Setiap

orang yang memasuki tempat kerja baru berpotensi mengalami kejutan

kenyataan atau pemahaman mendadak bahwa imajinasi dan persepsi mereka

tentang tempat kerja baru mereka jauh berbeda dengan keadaan sebenarnya.

Apa yang membuat kenyataan mengejutkan menjadi masalah yang berpotensi

berbahaya adalah ketika ketidaksesuaian antara harapan di tempat kerja dan

kenyataan begitu besar sehingga pekerja baru mengevaluasi kembali pilihan

karir mereka dan memutuskan untuk berhenti lebih cepat daripada nanti (Powers,

Herron and Pagel, 2019).

Pendidikan perawat telah berada dalam domain sistem pendidikan di

Australia selama kurang lebih 15-20 tahun. Orientasi awal perawat dan kontrol

pengetahuan keperawatan tidak lagi menjadi domain tempat kerja perawatan

kesehatan. Sosialisasi profesional, penyangga potensial untuk efek kejutan

realitas, termasuk perolehan pengetahuan, keterampilan, identitas, sifat

pekerjaan, nilai, norma, dan konsep diri. Jika tempat kerja perawatan kesehatan

sangat bervariasi dari sosialisasi profesional yang diprakarsai oleh pendidikan

tinggi perawat, potensi kejutan realitas dan gesekan konsekuen akan

meningkatkan kekurangan perawat (Murray, Sundin and Cope, 2020).

1.3.6 Kesiapan kerja

Meningkatnya kompleksitas dan ketajaman perawatan kesehatan

menyertai harapan oleh organisasi perawatan kesehatan bahwa perawat lulusan

baru akan berhasil. Namun secara paradoks, perawat lulusan baru memulai
dengan pendapatan yang paling rendah dari perawat yang teregistrasi. Di satu

sisi, tempat kerja mengharapkan lulusan baru untuk dapat memenuhi potensi

mereka sebagai pekerja berpengetahuan, namun disisi lain, organisasi

perawatan kesehatan memberi upah kepada lulusan baru pada skala serendah

mungkin. Ketidaksesuaian seperti tingkat stres yang tinggi, tanggung jawab dan

beban kerja yang tinggi dengan upah minimum saat ini menambah efek kejutan

realitas (Natasha, Jeong and Smith, 2018).

Tempat kerja perawat menuntut kesiapan kerja dari perawat terbarunya

dan kemitraan tanggung jawab untuk kesiapan kerja antara pendidikan

keperawatan dan tempat kerja sering dapat digambarkan sebagai kondisi

genting. Dalam beberapa tahun terakhir, strategi mentorship dan preceptorship

telah dianut dalam banyak organisasi perawatan kesehatan sebagai sarana

untuk meningkatkan kesiapan kerja, mengurangi efek kejutan realitas dan

mengurangi kemungkinan atrisi perawat lulusan (Ingvarsson, Verho and

Rosengren, 2019).

1.4 Konsep Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD)

1.4.1 Definisi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

Perawatan darurat adalah platform terintegrasi untuk memberikan layanan

perawatan kesehatan yang sensitif terhadap waktu untuk penyakit akut dan

cedera sepanjang perjalanan hidup (Tscheschlog and Jauch, 2015). Sistem

perawatan darurat yang memberikan layanan ini meluas dari perawatan di

tempat kejadian melalui transportasi dan perawatan unit darurat, dan

memastikan akses ke operasi awal dan perawatan kritis bila diperlukan

(Permenkes RI No. 47, 2018). Banyak intervensi kesehatan yang terbukti sangat

bergantung pada waktu – mereka menyelamatkan nyawa, tetapi hanya jika


diberikan tepat waktu. Dengan memastikan pengenalan dini kondisi akut dan

akses tepat waktu ke perawatan yang dibutuhkan, sistem perawatan darurat

yang terorganisir menyelamatkan nyawa dan memperkuat dampak dari banyak

bagian lain dari sistem kesehatan.

Kegawatdaruratan adalah keadaan klinis yang memerlukan perhatian

medis segera untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan

(Permenkes RI No. 47, 2018). Pelayanan gawat darurat adalah tindakan medis

segera yang dibutuhkan pasien gawat darurat untuk menyelamatkan nyawa dan

mencegah kecacatan (Permenkes RI No. 47, 2018). Fasilitas pelayanan

kesehatan adalah sarana dan/atau tempat pelaksanaan prakarsa pelayanan

kesehatan, baik periklanan, pencegahan, penyembuhan, maupun rehabilitasi,

yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau

Masyarakat (2018). Permenkes RI No.47) .

Unit Gawat Darurat adalah salah satu unit pelayanan rumah sakit dan

merupakan perawatan primer (untuk pasien yang datang langsung ke rumah

sakit) / aftercare (pasien yang dirujuk dari fasilitas medis lain) untuk penyakit dan

cedera yang berpotensi mengancam kelangsungan hidup. (Permenkes RI No. 47

2018). UGD membantu menerima, menstabilkan, dan mengatur pasien yang

membutuhkan perawatan darurat, baik dalam situasi sehari-hari maupun pada

saat bencana (Permenkes RI No. 47 Tahun 2018). Instalasi Gawat Darurat

digunakan untuk menerima, menstabilkan, dan merawat pasien yang

membutuhkan penanganan gawat darurat, baik dalam situasi sehari-hari maupun

pada saat terjadi bencana (Permenkes RI No. 47, 2018). Kegiatan unit gawat

darurat rumah sakit dan tanggung jawab unit gawat darurat umum secara umum

adalah sebagai berikut:


1) Sebuah organisasi layanan darurat yang ditujukan untuk mengobati kondisi

akut atau menghilangkan nyawa atau kecacatan pasien.

2) Menerima pasien rujukan dari fasilitas kesehatan lain yang memerlukan

penanganan lebih lanjut/definitif.

3) Memperkenalkan keadaan darurat ketika rumah sakit tidak dapat

memberikan layanan lebih lanjut.

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit perlu dikelola dan diintegrasikan dengan

fasilitas/unit lain di dalam rumah sakit. Standar Umum Instalasi Gawat Darurat

Rumah Sakit (Permenkes RI No. 47 Tahun 2018):

1) Dokter/dokter gigi sebagai kepala ruang gawat darurat rumah sakit

memenuhi kategori perawatan.

2) Dokter/dokter gigi yang bertanggung jawab atas pelayanan ambulans

diangkat oleh direktur/direktur rumah sakit.

3) Perawat bertanggung jawab atas pelayanan medis darurat.

4) Semua dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan lain, dan tenaga non kesehatan

dapat melakukan bantuan hidup dasar.

5) Program manajemen pasien skala besar (rencana tanggap darurat) untuk

menimbulkan bencana pada kejadian di dalam dan di luar rumah sakit.

6) Jumlah, jenis dan kualifikasi staf di ruang gawat darurat rumah sakit

memenuhi persyaratan pelayanan.


Tabel 2.1 Mapping Jurnal Penelitian Terdahulu

N Penulis Negara Tujuan Desain Samp Temuan


o. penelitian el penting
1. Suzuki et al, Jepang Tujuan Cross 17  Metode
2019 penelitian ini sectional peraw koping stres
untuk study at ini dapat
menganalisis pemul mempengaru
faktor yang a hi kelelahan
mempengaru di antara
hi burnout perawat
pada pemula.
perawat  Ditemukan
lulusan baru bahwa
perawat
pemula
menjadi tidak
puas dengan
tempat kerja
jika mereka
tidak dapat
mengatasi
stres, yang
mengakibatk
an
kelelahan.
2 Casafont et Spanyol Penelitian ini Kualitatif 10  Wabah
al, 2021 bertujuan fenomenol peraw COVID-19
untuk ogi at berdampak
memahami pemul pada
pengalaman a mahasiswa
mahasiswa keperawatan
perawat yang
dalam diangkat
menangani sebagai
Covid-19 perawat,
baik dalam
kehidupan
pribadi
maupun
profesional
mereka.
 Kecemasan,
kesedihan,
ketakutan,
dan
ketidakpastia
n juga sering
terjadi,
terutama
karena
kurangnya
protokol dan
panduan.
 Orientasi,
tindak lanjut,
dan
dukungan
emosional
dalam situasi
krisis adalah
kunci bagi
perawat
yang tidak
berpengalam
an dalam
mengatasi
emosi stres.
3 Kwon et al, Korea Tujuan Penelitian 12  Perawat
2022 Selatan penelitian ini kualitatif peraw baru
adalah untuk at baru berusaha
menggali mengatasi
pengalaman stres dengan
perawat saling
lulusan baru menyemang
dalam ati meski
merawat memiliki
pasien tubuh yang
Covid-19 di lelah dan
rumah sakit pikiran yang
militer sepi, dengan
tetap
mematuhi
peraturan
militer,
seperti
larangan
keluar rumah
akibat
pandemi
COVID-19.
 Perawat
baru secara
aktif
membantu
dan
mendorong
rekan-rekan
mereka dan
mengatasi
stres melalui
kerja tim.
 Perawat
baru
menunjukka
n tingkat
ketahanan
yang lebih
rendah
daripada
perawat
berpengalam
an dan
kurangnya
pengalaman
klinis
dikaitkan
dengan
kemampuan
yang buruk
untuk
mengatasi
stres.
4 Serafin et al, Polandi Penelitian ini korelasi 257  Perawat
2022 a bertujuan dan cross- peraw baru
untuk sectional at mengungkap
menganalisis komparatif kan dirinya
terjadinya mengalami
dan stress berat
hubungan selama
timbal balik transisi
antara  Perawat
bullying dan lulusan baru
burnout menghadapi
syndrome beberapa
pada tantangan,
perawat baru termasuk
lulus. stres berat
karena
ketidakpastia
n
perkembang
an penyakit,
kelelahan
fisik dan
emosional,
atau
kekhawatiran
tentang
paparan
langsung
COVID-19 di
tempat kerja.
 Studi ini
membuktika
n bahwa
menjadi
perawat di
masa
pandemi
sangat
mengalami
peningkatan
stres kerja
5 Naylor et al, Amerika Penelitian ini Penelitian 13  Perawat
2021 Serikat bertujuan fenomenol peraw mengungkap
untuk ogi at kan bahwa
mengekplora pemul menangani
si a pasien kritis
pengalaman dimasa
perawat baru pandemic
yang bekerja meningkatka
di IGD
selama n stress
pandemi yang dialami.
 Perawat
menggambar
kan
peningkatan
kejadian
kode harian
dan
ketidakpastia
n tentang
hasil kode
yang
menambah
stres mereka
 Perawat
yang tidak
bekerja
dengan
pasien covid-
19 tidak
kebal
terhadap
stres karena
mereka
merasa
bersalah
karena
mereka tidak
dapat
membantu
perawat di
ruangan
covid-19.
 Perawat
baru selama
pandemi
merasa
tertantang
oleh
pengalaman
dan
kewalahan
terhadap
kondisi yang
dialami
 Perawat
pemula
mengalami
tanda dan
gejala
seperti
ketidakmam
puan untuk
makan dan
tidur, mimpi
buruk,
menangis
karena
situasi kerja
yang sulit,
keengganan
untuk
kembali
bekerja, dan
merasa
tertekan.
6 Sessions et Marylan Studi ini Penelitian 15  Perawat
al, 2021 d mengeksplor kualitatif peraw baru
asi at baru mengungkap
pengalaman kan adanya
hidup RN stress
yang karena
bertransisi kurangnya
dari pengalaman
mahasiswa  Temuan ini
menjadi menunjukka
profesional n kerentanan
selama dan
pandemi. ketahanan
yang dialami
oleh perawat
dalam masa
transisi saat
mereka
berusaha
untuk
mengatasi
berbagai
stres dalam
lingkungan
yang
dicirikan oleh
ketidakpastia
n.
 kebencian,
kecemasan,
kecemasan,
kekhawatiran
,, dan
tekanan
moral adalah
respons
emosional
untuk
bekerja di
tengah
pandemi di
mana terus
berkembang.
 experienced
nurses
assumed the
role of
novice, trying
to navigate
through an
unprecedent
ed crisis
while
attempting to
guide and
mentor
others.
Tangible
institutional
supports
such as
food, gifts,
and
improved
staffing
resources
facilitated
coping with
the stress of
caregiving.
Family,
significant
others, and
community
support and
encouragem
ent also
promoted
nurses’
resilience
and
adaptation to
crisis
situations.
7 Murat et al, Turki Dalam cross- 705  Ditemukan
2021 penelitian sectional peraw bahwa
deskriptif ini study at perawat
bertujuan rumah sakit
untuk pemerintah
mengetahui merasakan
tingkat stres, stres lebih
depresi dan tinggi
burnout daripada
perawat lini perawat di
depan. rumah sakit
lainnya
 Perawat
merasa tidak
kompeten
dalam
memberikan
asuhan
keperawatan
memiliki
stres lebih
tinggi
dibandingka
n dengan
perawat
yang
kompeten.
 Tingkat stres
ditemukan
lebih tinggi
pada
perawat
yang baru
bekerja
selama
pandemi
covid-19,
yang bekerja
di rumah
sakit
pemerintah,
dan kurang
memiliki
pengetahuan
.
 Gejala stres,
depresi dan
kecemasan
lebih tinggi
pada
perawat baru
dibandingka
n dengan
masyarakat,
tenaga
kesehatan
lain dan
mereka yang
bekerja di
unit
administrasi
rumah sakit
 Stress,
kecemasan,
depresi dan
insomnia
terjadi pada
perawat
lulusan baru
yang bekerja
selama
pandemi
8 García- Spanyol Tujuan Penelitian Snowb  Perawat
Martín et al, penelitian ini kualitatif all merasa
2020 adalah untuk sampli cemas
memahami ng bekerja di
pengalaman IGD karena
perawat baru merasa ragu
yang bekerja dan tidak
di IGD memiliki
selama waktu
pandemi adaptasi
yang cukup
 Perawat
baru merasa
menjadi
beban bagi
sesama
perawat.
 Perawat
mengakui
telah
merasakan
ketakutan
dan stres
sebelum
mulai
pekerjaan di
UGD dan
merawat
pasien covid-
19.
 Perawat
merasa tidak
terbiasa
dengan
situasi kerja,
dan
pekerjaan
mereka
karena
protokol
yang selalu
berubah
serta
penggunaan
permanen
alat
pelindung
diri ( PPE),
yang
menambahn
tingkat stres
dan konflik di
IGD
9 Kovanc & Turki Penelitian ini Penelitian 14  Studi ini
zbas, 2021 betujuan kualitatif peraw mengungkap
untuk deskriptif at baru kan bahwa
menjelaskan lulus partisipan
pengalaman menderita
perawat beberapa
pemula faktor stres
selama dalam
bekerja kehidupan
dimasa sosial
padnemi mereka, dan
harus
beradaptasi
dengan
perubahan
substansial,
dalam waktu
singkat
selama
masa transisi
mereka
bertepatan
dengan
pandemi
COVID-19.

10 Kim et al, Amerika Tujuan Cross- 320  Sebagian


2020 Serikat penelitian ini sectional peraw besar
untuk study at perawat
menganalisis lulusan melaporkan
faktor yang baru stres
mempengaru sedang/tingg
hi kesehatan i, sementara
mental perawat
perawat lainnya
selama masing-
pandemi masing
melaporkan
kecemasan
dan depresi
sedang/berat
. Perawat
lulusan baru
secara jelas
mengalami
stres tinggi
sedang/berat
11 Labrague et Filipina Tujuan Penelitian 15  perawat baru
al, 2018 penelitian ini kualitatif baru lulus
mengeksplor fenomenol lulus melaporkan
asi ogi merasa
pengalaman tertekan dan
transisi stres karena
perawat harapan
lulusan baru yang tinggi
di Filipina diberikan
kepada
mereka.
 perawat
melaporkan
bahwa
beberapa
bulan awal
bekerja
sangat
menguras
tenaga,
karena
mereka
diberikan
pasien
dengan
kasus yang
kompleks.
 perawat
menyatakan
kekecewaan
nya atas
jumlah
pasien yang
dialokasikan
untuk
perawatan
mereka,
bersama
dengan
harapan lain
untuk segera
mempelajari
semua
rutinitas di
bangsal.
12 Hoeve et al, belanda Penelitian ini Penelitian 18  Perawat
2019 bertujuan kualitatif peraw kewalahan
untuk longitudina at dengan
menggambar l pemul emosi yang
kan a kuat dan
pemahaman mereka tidak
tentang tahu
tuntutan bagaimana
pribadi dan mengendalik
profesional an perasaan
yang rasakan mereka.
perawat  Perawat
pemula dan merasa tidak
upaya untuk siap untuk
meningkatka menghadapi
n proses perawatan
transisi akhir hayat
perawat dan
merasakan
keputusasaa
n dan
tekanan
emosional.
 Perawat
mengakui
keterbatasan
mereka dan
mereka
melaporkan
perasaan
tidak mampu
ketika
mereka
dihadapkan
dengan
situasi yang
mereka
merasa tidak
siap. Mereka
sering
mengatakan
bahwa
mereka
khawatir
akan
membuat
kesalahan
karena
pengetahuan
dan
pengalaman
mereka yang
terbatas.
Kurangnya
kepercayaan
diri dan
ketidakbiasa
an dengan
lingkungan
baru juga
berkontribusi
pada
kecemasan
dan stres
mereka.
13 Wahab et al, Singapu Studi ini Penelitian 9  Perawat
2018 ra mengeksplor kualitatif peraw dilaporkan
asi faktor at mengalami
penghambat, lulusan stres seperti
pendukung baru yang dialami
dan perawat ketika masih
lulusan baru mahasiswa
dalam perawat,
menjalani sehingga
masa transisi untuk
menjadi
tangguh,
mereka
harus
beradaptasi
dengan
situasi baru
14 Sarnkhaowk Thailan Penelitian ini Penelitian 12  Perawat
hom et al, d bertujuan deskriptif peraw pemula
2021 untuk kualitatif. at merasa
mengeksplor pemul stres, putus
asi a asa, takut
pengalaman dan bangga
perawat selama
pemula merawat
merawat pasien
pasien COVID-19.
terdiagnosis  Perawat
COVID-19 di pemula
Thailand. merasa
stres, takut
terinfeksi
dan takut
tidak dapat
melakukan
pekerjaan
dan
prosedurnya
secara
mandiri
karena
kurang
pengalaman.
15 Lee et al, Korea Untuk Penelitian 10  Perawat
2022 Selatan menggali kualitatif peraw merasakan
motivasi dan at tekanan fisik
pengalaman dan
hidup psikologis
perawat akibat
menanggapi kondisi
pandemi pandemi.
COVID-19 di  Perawat
Korea mengakui
Selatan. perlunya
menggunaka
n APD
menjadi
sumber
tekanan fisik
 Perawat
baru
mengalami
stresor dari
berbagai
sumber
selama
bekerja di
pelayanan.
 Kerja tim
yang baik
dirasa dapat
menurunkan
stress yang
dirasakan
16 Crimson et Amerika Penelitian ini Penelitian 82  the
al, 2021 serikat bertujuan kualitatif peraw pandemic
untuk deskriptif at baru exacerbated
mengekplora the stress of
si persepsi the transition
dampak from
pandemic education to
terhadap new nursing
transisi roles.
perawat  The stress of
lulusan baru transitioning
to a new
nursing role
is well
documented
and often
associated
with
disconnects
between new
nurses'
expectations
and the
reality of the
role
 The nurses
in our study
expressed
added stress
as the
pandemic
eroded
programs,
such as
nurse
residencies,
designed to
breach this
gap and
decrease the
stress of
transition.
 The nurses
in our
sample also
expressed
concerns
with
increased
workloads
and
changing
policies and
expectations
during their
transition
due to
COVID-19
17 Fernández- Spanyol Tujuan Penelitian 14  Perawat
Basanta et penelitian ini Kualitatif peraw baru
al, 2022 untuk meng at baru merasakan
eksplorasi stress
pengalaman selama
perawat baru bekerja
merawat  Perawat
pasien covid- baru merasa
19 kelelahan,
stress dan
beban kerja
yang berat
 Kurangnya
kopetensi
berdampak
pada
kesehatan
mental
perawat baru

Anda mungkin juga menyukai