Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Middle Range Theory

Teori keperawatan middle-range adalah teori yang paling tidak abstrak dan
berisi aplikasi praktik secara terinci (Achir & Kusman, 2014). Middle range
theory dapat didefinisikan sebagai serangkaian ide atau gagasan yang saling
berhubungan dan berfokus pada suatu dimensi terbatas yaitu pada realitas
keperawatan (Smith dan Liehr, 2008). Teori-teori ini terdiri dari beberapa konsep
yang saling berhubungan dan dapat digambarkan dalam suatu model, dapat
dikembangakan pada tatanan praktek serta riset keperawatan (Lee, 2014). Middle
range theory adalah level teori dengan cakupan yang lebih spesifik, sedikit
abstrak, memberikan cara dalam menyelesaikan masalah dalam praktik
keperawatan dan dapat diuji secara empiris (Peterson & Bredow, 2008). Setiap
middle range theory menyebutkan dan menggambarkan fenomena lebih spesifik
dan lebih kongkrit yang menggambarkan apa itu fenomena, menjelaskan mengapa
fenomena terjadi atau memprediksi bagaimana cara fenomena terjadi (Fawcett,
2005). Middle range theory menjadi referensi untuk menyempurnakan dari grand
teori dan mengarahkan practice theory untuk dapat mecapai tujuan yang nyata
(Lee, 2014). Jadi, dapat disimpulkan bahwa middle range theory merupakan teori
yang lebih terbatas, lebih spesifik dan memiliki sedikit konsep, namun kurang
abstrak bila dibandingkan dengan meta theory, grand nursing theory, atau
conceptual models framework. Disamping itu, middle range theory merupakan
teori yang konkrit, akan tetapi tidak lebih konkret bila dibandingkan dengan
practice theories.

2.2 Contoh Middle Range Theory

a. Hildegrad Peplau tentang Psycodinamic nursing


Konsep utama peplau adalah model hubungan interpersonal, hal ini
berkaitan dengan pemanfaatan hubungan yang terapeutik antara perawat dan
klien yang terjadi dalam empat fase yaitu: fase orientasi, identifikasi,
eksploitasi dan resolusi. Apabila seorang individu memiliki kebutuhan dan
membutuhkan bantuan perawat untuk memenuhinya maka perawat masuk ke
dalam hubungan interpersonal dengan seorang individu/klien (Kozier et al.,
2010).
Peplau mendefinisikan manusia sebagai organisme yang berusaha
dengan caranya sendiri untuk mengurangi ketegangan yang dihasilkan oleh
kebutuhan. Klien adalah individu dengan kebutuhan yang dirasakan. Kesehatan
didefinisikan sebagai simbol kata yang menyiratkan perkembangan
kepribadian dan proses manusia lainnya yang berkelanjutan ke arah kehidupan
yang kreatif, konstruktif, produktif, pribadi, dan komunitas. Meskipun Peplau
tidak secara langsung menangani masyarakat atau lingkungan, ia mendorong
perawat untuk mempertimbangkan budaya dan adat istiadat pasien ketika
pasien menyesuaikan diri dengan rutinitas rumah sakit. Hildegard Peplau
menganggap keperawatan sebagai proses interpersonal yang signifikan,
terapeutik. Dia mendefinisikan keperawatan sebagai hubungan manusia antara
individu yang sakit, atau yang membutuhkan layanan kesehatan, dan seorang
perawat yang dididik secara khusus untuk mengenali dan menanggapi butuh
bantuan (Potter & Perry, 2017). Terdapat empat fase terapeutik yaitu:

1. Orientasi
Fase orientasi diarahkan oleh perawat dan melibatkan melibatkan klien
dalam perawatan, memberikan penjelasan dan informasi, dan menjawab
pertanyaan.
a. Tahap pendefinisian masalah
b. Dimulai ketika klien bertemu perawat sebagai orang asing
c. Menentukan masalah dan memutuskan jenis layanan yang dibutuhkan
d. Klien mencari bantuan, menyampaikan kebutuhan, mengajukan
pertanyaan, berbagi prasangka dan harapan dari pengalaman masa lalu
e. Perawat merespons, menjelaskan peran klien, membantu
mengidentifikasi masalah dan menggunakan sumber daya dan layanan
yang tersedia

2. Fase identifikasi
Fase identifikasi dimulai ketika klien bekerja saling tergantung dengan
perawat, mengekspresikan perasaan, dan mulai merasa lebih kuat.
a. Pemilihan bantuan profesional yang sesuai
b. Pasien mulai memiliki perasaan memiliki dan kemampuan
menghadapi masalah yang mengurangi perasaan tidak berdaya dan
putus asa
3. Fase Eksplorasi
Dalam fase eksploitasi, klien memanfaatkan sepenuhnya layanan yang
ditawarkan.
a. Dalam fase eksploitasi, klien memanfaatkan sepenuhnya layanan yang
ditawarkan.
b. Menggunakan bantuan profesional untuk alternatif pemecahan
masalah
c. Keunggulan layanan yang digunakan didasarkan pada kebutuhan dan
minat pasien
d. Individu merasa seperti bagian integral dari lingkungan yang
membantu
e. Pasien mungkin membuat permintaan kecil
f. Prinsip-prinsip teknik wawancara harus digunakan untuk
mengeksplorasi, memahami dan menangani masalah yang
mendasarinya secara memadai
g. Pasien dapat berfluktuasi pada independensi
h. Perawat harus mewaspadai berbagai fase komunikasi
i. Perawat membantu pasien dalam mengeksploitasi semua jalan
bantuan dan dan perkembangan yang dibuat menuju langkah terakhir
4. Fase Resolusi
Dalam fase resolusi, klien tidak lagi membutuhkan layanan profesional
dan melepaskan perilaku ketergantungan. Hubungan berakhir.
a. Dalam fase resolusi, klien tidak lagi membutuhkan layanan
profesional dan melepaskan perilaku ketergantungan. Hubungan
berakhir.
b. Pemutusan hubungan professional
c. Kebutuhan pasien telah dipenuhi oleh efek kolaboratif dari pasien dan
perawat
Teori Peplau membantu para ahli teori keperawatan dan dokter
mengembangkan intervensi terapeutik lebih lanjut tentang peran yang
menunjukkan karakter dinamis yang khas dalam keperawatan klinis. Fase-fase
tersebut memberikan kesederhanaan mengenai perkembangan alami hubungan
perawat-pasien, yang mengarah pada kemampuan beradaptasi dalam setiap
interaksi perawat-pasien. Kelemahan teori ini adalah meskipun Peplau
menekankan hubungan perawat-klien sebagai fondasi praktik keperawatan,
promosi kesehatan, dan pemeliharaan kurang ditekankan. Selain itu teori ini
tidak dapat digunakan pada pasien yang tidak memiliki kebutuhan yang
dirasakan seperti dengan pasien yang menarik diri (Potter & Perry, 2017).

b. Ida jean orlando tentang nursing process theory.


Teori proses keperawatan yang menekankanpada hubungan timbale
balik antara perawat dan pasien. Orlando memangdang fungsi perawat
professional yang berkaitan dengan kemampuan perawat untuk mencari tahu
dan memenuhi kebutuhan pasien yang mendesak. Klien akan membutuhkan
asuhan keperawatan saat mereka memiliki keterbatasan untuk memenuhi
kebutuhannya (Alligood, 2014).

c. Georgene Gaskil Eakes, Mary Lerman Burke, & Margaret A. Hainswort


Dalam middle range theory mereka membahas terkait duka cita kronis
(cronic sorrow) dimana duka cita tersebut terjadi dalam sebuh situasi ketika
adanya fase kehilangan yang belum terselesaikan (Fawcett, 2005).

d. Joyce travelber tentang human to human relationship model.


Teori Joyce berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia.
Tujuan dari keperawatan adalah membantu individu, keluarga, dan komunitas
untuk mencegah dan mengatasi sakit dan menemukan makna dari
pengalamannya tersebut. Dalam mengembangkan hubungan perawat dan
pasien dengan menerapkan teori ini dibutuhkan sebuah empati dari perawat ke
klien sehingga tercipta sebuah harapan dalam proses pencegahan maupun
penyembuhan (Alligood, 2014)

e. Nola j. Pander tentang the health promotion model.


Health Promotion Model ini diusulkan sebagai kerangka untuk
mengintegrasikan keperawatan dan perspektif ilmu perilaku pada faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku kesehatan. Model ini akan digunakan sebagai
panduan yang memotivasi individu untuk berperilaku peduli terhadap
peningkatan kesehatan. Konsep utama dari teori ini adalah karakteristik
individu dan pengalaman, perilaku kognisi tertentu dan yang mempengauhi
(manfaat dari tindakan), pengaruh self efficacy, pengaruh aktivitas yag terkait,
pengaruh interpersonal dan situasional dan hasi dari perilaku tersebut
(Alligood, 2014). Teori ini berfokus kepada promosi kesehatan. Perawat
memahami bahwa karakteristik, pengalaman, dan kepercayaan pribadi pasien
memengaruhi motivasi untuk mengadopsi perilaku sehat (McEwen and Wills,
2019).

f. Ramona T. Mercer tentang maternal role attainment.


Asumsi Mercer berkaitan dengan pengembangan model maternal role
attainment, di antaranya adalah bayi baru lahir diyakini sebagai partner yang
aktif dalam proses pencapaian peran ibu, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
peran ibu serta peran pasangan dan bayinya akan merefleksikan kompetensi ibu
dalam menjalankan perannya sehingga dapat tumbuh dan bekembang.
Perkembangan identitas peran ibu sangat terpengaruh oleh kondisi psikologis
dan perilaku ibu dan bayi (Alligood, 2014).

g. Teori Kolcaba
Teori ini berfokus kepada kenyamanan. Menurut Kolcaba, kenyamanan
adalah penangkal stres yang melekat dalam situasi perawatan kesehatan saat
ini, dan ketika kenyamanan ditingkatkan, pasien dan keluarga dapat diperkuat
untuk tugas-tugas selanjutnya. Selain itu, perawat akan merasa lebih puas
dengan perawatan yang telah mereka berikan. Perawat memfasilitasi perilaku
pencarian kesehatan pada pasien dengan berusaha untuk meringankan distress
fisik, emosional, sosial, lingkungan, dan / atau distress spiritual (McEwen and
Wills, 2014). Kenyamanan pasien ada dalam tiga bentuk: kelegaan,
kemudahan, dan transendensi. Kenyamanan ini dapat terjadi dalam empat
konteks: fisik, psikospiritual, lingkungan, dan sosial budaya. Ketika
kenyamanan pasien perlu diubah, intervensi keperawatan juga berubah.

h. Teori Mishel
Teori Mishel disebut juga dengan Uncertainty in Illness Theory.
Perawat memfasilitasi koping dan adaptasi pasien dengan melakukan intervensi
yang bertujuan membantu pasien memproses dan menemukan makna dari
penyakit mereka (Adelstein et al., 2014).

i. Kathryn E Barnard tentang parent-child interaction model.


Mengemukakan model pengkajian kesehatan anak berdasarkan interaksi
antara ibu dengan anak dan lingkungan. Branand menyatakan bahwa penyedia
layanan kesehatan harus memperhatikan hubungan yang erat antara orang tua
dan anak dalam proses mengevaluasi kesehatan anak-anak. Hal ini berkaitan
dengan karakteristik individu yang mempengaruhi sistem hubungan yang erat
antara ibu dan anak/bayi (Alligood, 2014).

2.3 Hubungan Perwat dan Klien menurut Peplau

Dimensi hubungan perawat dan klien menurut Peplau ada 6 peran (Alligood,
2014), yakni:

a. Peran Orang Asing (role of the sranger)


Peran pertama adalah peran dari orang asing. Peplau menyatakan karena klien
dan perawat adalah orang asing bagi satu dan lainnya, maka klien harus
diperlakukan secara sopan. Dengan kata lain, perawat tidak boleh melakukan
penilaian terlebih dahulu, namun harus bersikap menerimanya apa adanya
yang dialami oleh klien. Selama fase nonpersonal ini, perawat harus
memperlakukan klien secara penuh perasaan, perawat menerima klien secara
obyektif. Tidak boleh ada rasa curiga pada perawat dan berbagai prediksi
yang diasumsikan sendiri oleh perawat.

b. Peran narasumber pribadi (role of resource person)


Peran dari seorang narasumber, perawat memberikan jawaban spesifik dari
setiap pertanyaan, terutama mengenai informasi kesehatan dan
menginterpretasikan kepada klien bagaimana perawatan dan rencana medis
untuk hal tersebut. Pertanyaan-pertanyaan ini terkadang muncul dari konteks
permasalahan yang lebar.

c. Peran Pengajaran (teaching role)


Merupakan kombinasi dari seluruh peran dan selalu berasal dari yang
diketahui klien dan dikembangkan dari minatnya dalam keinginannya dan
kemampuannya menggunakan informasi. Bentuk-bentuk pengajaran didasari
oleh tehnik psikoterapi dengan metode konseling.

d. Peran kepemimpinan (leadership role)


Perawat membantu klien mengerjakan tugas-tugas melalui hubungan
kooperatif dan partisipatif aktif

e. Peran pengganti/wali (surrogate role)


Klien menganggap perawat berperan sebagai walinya. Sikap dan perilaku
perawat dapat memberi perasaan tersendiri bagi klien yang bersifat reaktif
yang muncul dari hubungan sebelumnya. Fungsi perawat untuk membimbng
klien mengenali dirinya dengan sosok yang klien bayangkan. Perawat
mebantu klien melihat diri perawat dengan sosok yang dibayangkannya.
Perawat dan klien mendefinisikan area keterikatan, ketidakterikatan dan antar
keterikatan.

f. Peran penasehat (counseling role)


Peplau mempercayai bahwa peran penasehat memiliki peran besar dalam
hubungan perawat-klien. Penasehat berfungsi dalam hubungan perawat-klien
melalui cara perawat merespon kebutuhan klien. Melalui peran konseling ini
perawat mempromosikan pengalaman yang penting tentang kesehatan. Klien
mempunyai kesadaran diri untuk meningkatkan kesehatan, mengidentifikasi
adanya ancaman kesehatan, dan belajar dari kejadian interpersonal.

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Middle Range Theory

No Theory Kelebihan Kekurangan

1 Middle 1. Diturunkan dari Grand theory 1. Tidak dapat digunakan


2. Cakupannya lebih terbatas dan kurang
range untuk menjelaskan
abstrak.
theory situasi kehidupan yang
3. Menjelaskan fenomena spesifik atau konsep
kompleks
dan mencerminkan praktek keperawatan.
4. Lebih mudah diaplikasikan dalam praktek. 2. Fokus teori lebih
5. Relatif bermanfaat bagi konsep-konsep
sempit dari grand teori
sumatif
6. Dapat diuji secara empiris

2.5 Isolasi Sosial

1. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, diterima, kesepian dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Stuart, 2016).

2. Tanda dan Gejala


Menurut Budi Anna Keliat (2009), tanda dan gejala ditemui seperti:
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b. Menghindar dari orang lain (menyendiri).
c. Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan
klien lain/perawat.
d. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
e. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
f. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan
atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
g. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
h. Posisi janin saat tidur.
3. Faktor Penyebab
Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri
adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri
dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.Perubahan yang terjadi
pada orang dengan isolasi sosial yaitu: perasaan malu terhadap diri sendiri
akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi),
rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri),
gangguan hubungan sosial (menarik diri), percaya diri kurang (sukar
mengambil keputusan), dan mencederai diri (akibat dari harga diri yang
rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri
kehidupannya. Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya
terjadinya resiko perubahan sensori persepsi atau halusinasi (Keliat, 2009).

4. Pengkajian Isolasi Sosial


Terdapat tiga faktor predisposisi yang dapat dikaji sebagai penyebab isolasi
sosial yaitu faktor biologi. psikologis, dan sosial budaya (Wuryaningsih dkk,
2018).
a. Faktor Biologis
Faktor herediter; riwayat penyakit, atau trauma kepala, riwayat
penggunaan NAPZA
b. Faktor Psikologis
Pengalaman tidak menyenangkan pasien terhadap gambaran dir;
ketidakjelasan atau kelebihan perang yang dimiliki; kegagalan dalam
mencapai harapan atau cita-cita; krisis identitas dan kurangnya
penghargaan baik dari diri sendiri maupun lingkungan
c. Faktor Sosial Budaya
Sosial ekonomi rendah, riwayat penolakan lingkungan pada usia
perkembangan anak; tingkat pendidikan rendah; kegagalan dalam
hubungan sosial (perceraia, hidup sendiri).

Pohon masalah:
5. Masalah Keperawatan
Menutut PPNI (2016) penetapan diagnosis keperawatan yaitu isolasi sosial.
Ketidakmananmuan untuk membina hubungan erat, hangat, terbuka, terbuka,
dan interdependen dengan orng lain (PPNI, 2016). Gejala dan Tanda Mayor
yaitu gejala subjektif: merasa ingin sendirian dan merasa tidak aman di
tempat umum, mereka ditolak oleh orang lain dan obyektif yaitu: menarik
diri, tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan.
Gejala dan tanda minor yaitu subyektif: merasa berbeda dengan orang lain,
merasa asyik dengan pikiram sendiri dan merasa tidak mempunyai tujuan
yang jelas dan obyektif yaitu afek datar, mennunjukkan permusuhan, ekspresi
emosi sedih, tidak ada kontak mata, tampak lesu serta tindakan tidak berarti.

6. Rencana Tindakan

Tujuan dari tindakan keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial menurut
Wuryaningsih dkk (2018) meliputi:
a. Pasien mampu membina hubungan saling percaya dengan orang lain
b. Pasien menyadari dengan masalah perilaku isolasi sosial yang dilakukan
c. Pasien dapat berinteraksi sosial secara bertahap baik di lingkungan
keluarga dan lingkungan sosialnya.
Kesembuhan pasien isolasi sosial dapat dicapai dengan optimal jika
melibatkan peran keluarga atau caregiver dalam merawatnya. Sehingga tujuan
dari tindakan keperawatan kepada keluarga dengan pasien isolasi soasial
menurut Wuryaningsih dkk (2018) yaitu:
a. Keluarga atau caregiver mampu mengenal masalah isolasi sosial
(penyebab, tanda dan gejala, manfaat bersosialisasi dan kerugian tidak
berinteraksi dengan orang lain)
b. Keluarga atau caregiver memiliki ketrampilan dalam merawat pasien
dengan baik
c. Keluarga atau caregiver mampu mengenal tanda dan gejala kemambuhan
serta akses rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan jika diperlukan
d. Keluarga atau caregiver mampu mengatasi beban fisik, emosional, sosial,
mampu financial yang dialaminya ketika merawat pasien dengan isolasi
sosial.

7. Tindakan Keperawatan
Strategi Pelaksanaan (SP 1)
1. Identifikasi penyebab isolasi sosial: siapa yang serumah, siapa yang dekat,
yang tidak dekat, dan apa sebabnya
2. Keuntungan punya teman dan bercakap-cakap
3. Kerugian tidak punya teman dan tidak bercakap-cakap
4. Latih cara berkenalan dengan anggota keluarga
5. Masukan pada jadual kegiatan untuk latihan berkenalan

Strategi Pelaksanaan (SP 2)


1. Evaluasi kegiatan berkenalan (berapa orang). Beri pujian
2. Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2 kegiatan)
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan berkenalan 2- 3 orang
tetangga atau tamu, berbicara saat melakukan kegiatan harian

Strategi Pelaksanaan (SP 3)


1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan (berapa orang) & bicara saat
melakukan dua kegiatan harian. Beri pujian
2. Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (2 kegiatan baru)
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan berkenalan 4-5 orang,
berbicara saat melakukan 4 kegiatan harian

Strategi Pelaksanaan (SP 4)


1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, bicara saat melakukan empat
kegiatan harian. Beri pujian
2. Latih cara bicara sosial: belanja ke warung, meminta sesuatu, menjawab
pertanyan
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan berkenalan >5 orang, orang
baru, berbicara saat melakukan kegiatan harian dan sosialisasi
Strategi Pelaksanaan (SP 5)
1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan
harian dan sosialisasi. Beri pujian
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri
4. Nilai apakah isolasi sosial teratasi

Reference:
Keliat, Budi Anna. (2009). Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa.
Jakarta. ECG.
Alligood, M. R. (2014). Nursing Theorists And Their Work. (8th ed). St. Louis:
Elsevier Mosby.
Peterson, S. J. & Bredow, T. S. (2008). Middle Range Theories : Application
to Nursing Research. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
McEwen dan Wills. (2019). Theoretical Basis for Nursing. Edition 3.
Philadelphia: Lippincott, Williams & Wilkins atau Wolters Kluwer
Health
Potter, P. A., Perry, A. G (2017). Fundamentals of Nursing, 2017, Missouri,
Elsevier.
Achir .Y. S., & Kusman. I. (2014). Pakar Teori Keperawatan & Karya
Mereka, Ed.8 vol 1&2. Singapura: Elsevier
Fawcett, J. (2005). Contemporary Nursing Knowledge: Analysis and
Evaluation of Nursing Models and Theories, 2nd Edition.
Philadelphia : FA Davis Company.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Synder, Shirlee. (2010). Buku ajar
fundamental keperawatan: Konsep, proses dan praktik (P. E.
Karyuni, Trans. 7th ed.). Jakarta: EGC.
Lee, S. W. (2014). Overview of nursing theory. Nursing Science Research,
12, 58-67.
Stuart, Gail W. 2016. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa
Stuart. Edisi Indonesia: Elzevier
Townsend, M. 2017. Psychiatric mental health nursing: concept of care in
evidence-base practice (9ed). Philadelphia: F.A. Davix Company.
Wuryaningsih, E W., Windarwati, HD., Dewi, EI., Deviantony, F., Hadi, E.
2018. Keperawatan Kesehatan Jiwa 1. Jember : UPT Percetakaan &
penerbitan Universitas Jember.
PPNI. (2016). Standart Diagnosisi Keperawatan Indonesia: definisi dan
indicator diaknostik, Edisi 1:Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai