TINJAUAN PUSTAKA
Teori keperawatan middle-range adalah teori yang paling tidak abstrak dan
berisi aplikasi praktik secara terinci (Achir & Kusman, 2014). Middle range
theory dapat didefinisikan sebagai serangkaian ide atau gagasan yang saling
berhubungan dan berfokus pada suatu dimensi terbatas yaitu pada realitas
keperawatan (Smith dan Liehr, 2008). Teori-teori ini terdiri dari beberapa konsep
yang saling berhubungan dan dapat digambarkan dalam suatu model, dapat
dikembangakan pada tatanan praktek serta riset keperawatan (Lee, 2014). Middle
range theory adalah level teori dengan cakupan yang lebih spesifik, sedikit
abstrak, memberikan cara dalam menyelesaikan masalah dalam praktik
keperawatan dan dapat diuji secara empiris (Peterson & Bredow, 2008). Setiap
middle range theory menyebutkan dan menggambarkan fenomena lebih spesifik
dan lebih kongkrit yang menggambarkan apa itu fenomena, menjelaskan mengapa
fenomena terjadi atau memprediksi bagaimana cara fenomena terjadi (Fawcett,
2005). Middle range theory menjadi referensi untuk menyempurnakan dari grand
teori dan mengarahkan practice theory untuk dapat mecapai tujuan yang nyata
(Lee, 2014). Jadi, dapat disimpulkan bahwa middle range theory merupakan teori
yang lebih terbatas, lebih spesifik dan memiliki sedikit konsep, namun kurang
abstrak bila dibandingkan dengan meta theory, grand nursing theory, atau
conceptual models framework. Disamping itu, middle range theory merupakan
teori yang konkrit, akan tetapi tidak lebih konkret bila dibandingkan dengan
practice theories.
1. Orientasi
Fase orientasi diarahkan oleh perawat dan melibatkan melibatkan klien
dalam perawatan, memberikan penjelasan dan informasi, dan menjawab
pertanyaan.
a. Tahap pendefinisian masalah
b. Dimulai ketika klien bertemu perawat sebagai orang asing
c. Menentukan masalah dan memutuskan jenis layanan yang dibutuhkan
d. Klien mencari bantuan, menyampaikan kebutuhan, mengajukan
pertanyaan, berbagi prasangka dan harapan dari pengalaman masa lalu
e. Perawat merespons, menjelaskan peran klien, membantu
mengidentifikasi masalah dan menggunakan sumber daya dan layanan
yang tersedia
2. Fase identifikasi
Fase identifikasi dimulai ketika klien bekerja saling tergantung dengan
perawat, mengekspresikan perasaan, dan mulai merasa lebih kuat.
a. Pemilihan bantuan profesional yang sesuai
b. Pasien mulai memiliki perasaan memiliki dan kemampuan
menghadapi masalah yang mengurangi perasaan tidak berdaya dan
putus asa
3. Fase Eksplorasi
Dalam fase eksploitasi, klien memanfaatkan sepenuhnya layanan yang
ditawarkan.
a. Dalam fase eksploitasi, klien memanfaatkan sepenuhnya layanan yang
ditawarkan.
b. Menggunakan bantuan profesional untuk alternatif pemecahan
masalah
c. Keunggulan layanan yang digunakan didasarkan pada kebutuhan dan
minat pasien
d. Individu merasa seperti bagian integral dari lingkungan yang
membantu
e. Pasien mungkin membuat permintaan kecil
f. Prinsip-prinsip teknik wawancara harus digunakan untuk
mengeksplorasi, memahami dan menangani masalah yang
mendasarinya secara memadai
g. Pasien dapat berfluktuasi pada independensi
h. Perawat harus mewaspadai berbagai fase komunikasi
i. Perawat membantu pasien dalam mengeksploitasi semua jalan
bantuan dan dan perkembangan yang dibuat menuju langkah terakhir
4. Fase Resolusi
Dalam fase resolusi, klien tidak lagi membutuhkan layanan profesional
dan melepaskan perilaku ketergantungan. Hubungan berakhir.
a. Dalam fase resolusi, klien tidak lagi membutuhkan layanan
profesional dan melepaskan perilaku ketergantungan. Hubungan
berakhir.
b. Pemutusan hubungan professional
c. Kebutuhan pasien telah dipenuhi oleh efek kolaboratif dari pasien dan
perawat
Teori Peplau membantu para ahli teori keperawatan dan dokter
mengembangkan intervensi terapeutik lebih lanjut tentang peran yang
menunjukkan karakter dinamis yang khas dalam keperawatan klinis. Fase-fase
tersebut memberikan kesederhanaan mengenai perkembangan alami hubungan
perawat-pasien, yang mengarah pada kemampuan beradaptasi dalam setiap
interaksi perawat-pasien. Kelemahan teori ini adalah meskipun Peplau
menekankan hubungan perawat-klien sebagai fondasi praktik keperawatan,
promosi kesehatan, dan pemeliharaan kurang ditekankan. Selain itu teori ini
tidak dapat digunakan pada pasien yang tidak memiliki kebutuhan yang
dirasakan seperti dengan pasien yang menarik diri (Potter & Perry, 2017).
g. Teori Kolcaba
Teori ini berfokus kepada kenyamanan. Menurut Kolcaba, kenyamanan
adalah penangkal stres yang melekat dalam situasi perawatan kesehatan saat
ini, dan ketika kenyamanan ditingkatkan, pasien dan keluarga dapat diperkuat
untuk tugas-tugas selanjutnya. Selain itu, perawat akan merasa lebih puas
dengan perawatan yang telah mereka berikan. Perawat memfasilitasi perilaku
pencarian kesehatan pada pasien dengan berusaha untuk meringankan distress
fisik, emosional, sosial, lingkungan, dan / atau distress spiritual (McEwen and
Wills, 2014). Kenyamanan pasien ada dalam tiga bentuk: kelegaan,
kemudahan, dan transendensi. Kenyamanan ini dapat terjadi dalam empat
konteks: fisik, psikospiritual, lingkungan, dan sosial budaya. Ketika
kenyamanan pasien perlu diubah, intervensi keperawatan juga berubah.
h. Teori Mishel
Teori Mishel disebut juga dengan Uncertainty in Illness Theory.
Perawat memfasilitasi koping dan adaptasi pasien dengan melakukan intervensi
yang bertujuan membantu pasien memproses dan menemukan makna dari
penyakit mereka (Adelstein et al., 2014).
Dimensi hubungan perawat dan klien menurut Peplau ada 6 peran (Alligood,
2014), yakni:
1. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, diterima, kesepian dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Stuart, 2016).
Pohon masalah:
5. Masalah Keperawatan
Menutut PPNI (2016) penetapan diagnosis keperawatan yaitu isolasi sosial.
Ketidakmananmuan untuk membina hubungan erat, hangat, terbuka, terbuka,
dan interdependen dengan orng lain (PPNI, 2016). Gejala dan Tanda Mayor
yaitu gejala subjektif: merasa ingin sendirian dan merasa tidak aman di
tempat umum, mereka ditolak oleh orang lain dan obyektif yaitu: menarik
diri, tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan.
Gejala dan tanda minor yaitu subyektif: merasa berbeda dengan orang lain,
merasa asyik dengan pikiram sendiri dan merasa tidak mempunyai tujuan
yang jelas dan obyektif yaitu afek datar, mennunjukkan permusuhan, ekspresi
emosi sedih, tidak ada kontak mata, tampak lesu serta tindakan tidak berarti.
6. Rencana Tindakan
Tujuan dari tindakan keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial menurut
Wuryaningsih dkk (2018) meliputi:
a. Pasien mampu membina hubungan saling percaya dengan orang lain
b. Pasien menyadari dengan masalah perilaku isolasi sosial yang dilakukan
c. Pasien dapat berinteraksi sosial secara bertahap baik di lingkungan
keluarga dan lingkungan sosialnya.
Kesembuhan pasien isolasi sosial dapat dicapai dengan optimal jika
melibatkan peran keluarga atau caregiver dalam merawatnya. Sehingga tujuan
dari tindakan keperawatan kepada keluarga dengan pasien isolasi soasial
menurut Wuryaningsih dkk (2018) yaitu:
a. Keluarga atau caregiver mampu mengenal masalah isolasi sosial
(penyebab, tanda dan gejala, manfaat bersosialisasi dan kerugian tidak
berinteraksi dengan orang lain)
b. Keluarga atau caregiver memiliki ketrampilan dalam merawat pasien
dengan baik
c. Keluarga atau caregiver mampu mengenal tanda dan gejala kemambuhan
serta akses rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan jika diperlukan
d. Keluarga atau caregiver mampu mengatasi beban fisik, emosional, sosial,
mampu financial yang dialaminya ketika merawat pasien dengan isolasi
sosial.
7. Tindakan Keperawatan
Strategi Pelaksanaan (SP 1)
1. Identifikasi penyebab isolasi sosial: siapa yang serumah, siapa yang dekat,
yang tidak dekat, dan apa sebabnya
2. Keuntungan punya teman dan bercakap-cakap
3. Kerugian tidak punya teman dan tidak bercakap-cakap
4. Latih cara berkenalan dengan anggota keluarga
5. Masukan pada jadual kegiatan untuk latihan berkenalan
Reference:
Keliat, Budi Anna. (2009). Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa.
Jakarta. ECG.
Alligood, M. R. (2014). Nursing Theorists And Their Work. (8th ed). St. Louis:
Elsevier Mosby.
Peterson, S. J. & Bredow, T. S. (2008). Middle Range Theories : Application
to Nursing Research. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
McEwen dan Wills. (2019). Theoretical Basis for Nursing. Edition 3.
Philadelphia: Lippincott, Williams & Wilkins atau Wolters Kluwer
Health
Potter, P. A., Perry, A. G (2017). Fundamentals of Nursing, 2017, Missouri,
Elsevier.
Achir .Y. S., & Kusman. I. (2014). Pakar Teori Keperawatan & Karya
Mereka, Ed.8 vol 1&2. Singapura: Elsevier
Fawcett, J. (2005). Contemporary Nursing Knowledge: Analysis and
Evaluation of Nursing Models and Theories, 2nd Edition.
Philadelphia : FA Davis Company.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Synder, Shirlee. (2010). Buku ajar
fundamental keperawatan: Konsep, proses dan praktik (P. E.
Karyuni, Trans. 7th ed.). Jakarta: EGC.
Lee, S. W. (2014). Overview of nursing theory. Nursing Science Research,
12, 58-67.
Stuart, Gail W. 2016. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa
Stuart. Edisi Indonesia: Elzevier
Townsend, M. 2017. Psychiatric mental health nursing: concept of care in
evidence-base practice (9ed). Philadelphia: F.A. Davix Company.
Wuryaningsih, E W., Windarwati, HD., Dewi, EI., Deviantony, F., Hadi, E.
2018. Keperawatan Kesehatan Jiwa 1. Jember : UPT Percetakaan &
penerbitan Universitas Jember.
PPNI. (2016). Standart Diagnosisi Keperawatan Indonesia: definisi dan
indicator diaknostik, Edisi 1:Jakarta: DPP PPNI.