Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Burnout

2.1.1 Pengertian Burnout

Burnout adalah suatu kondisi yang menggambarkan terjadinya

keletihan yang lama dan menghilangnya ketertarikan terhadap suatu hal. Burnout

terjadi karena adanya intensitas yang kontinuitas terhadap suatu kegiatan atau

pekerjaan yang tidak menghasilkan perubahan. Cherniss (1980) mendefinisikan

burnout sebagai suatu keadaan kelelahan fisik, mental, sikap, dan emosi individu atau

pekerjaan karena keterlibatan yang intensif dengan pekerjaan dalam jangka waktu

yang panjang. Walaupun pada kenyataannya, ketahanan dari setiap individu terhadap

tuntutan lingkungan berbeda-beda, namun setiap individu memiliki peluang yang

sama besar mengalami burnout (Sugara, 2016).

Burnoutmerupakan istilah yang menunjukan pada sindroma yang merupakan

kumpulan respon individu terhadap stress.Burnout merupakan respon yang

berkepanjangan terkait faktor penyebab stress yang terus-menerus terjadi ditempat

kerja dimana hasilnya merupakan perpaduan antara pekerja dan pekerjaannya

(Nugroho, dkk, 2012).

Dikatakan bahwa burnout merupakan sindrom kelelahan emosional dan

sinisme yang muncul di antara orang-orang yang bekerja pada “people work”,

13
14

misalnya: guru, perawat, pekerja sosial, dan konselor. Muchinsky menjelaskan leih

jauh, di dalam suatu organisasi terdapat dua kekuata yang berpengaruh di tempt kerja,

suatu kekuatan berasal dari individu, dan yang lain berasal dari organisasi. Kekuatan

yang berasal dari individu ini antara lain faktor pribadi, (misalnya: umur, jenis

kelamin, suku), kemampuan, pengetahuan, keterampilan yang diiliki, minat, dan

kepribadian. Semua itu merupakan input atau andil yang diberikan oleh seseorang

kepada organisasi ( Rosyid H. F, ).

Burn-out terjadi ketika masalah dalam pekerjaan di masa lalu dan saat ini

terus-menerus muncul dan sulit untuk dapat diatasi. Pekerja kemanusiaan yang

langsung berhadapan dengan masyarakat dampingan cenderung lebih rentan

mengalami burnout karena dituntut untuk dapat berempati secara mendalam dalam

berbagai situasi sulit msyarakat yang dihadapinya sehari-hari.Hal ini sangat menyita

energi pekerja kemanusiaan tersebut. Burn-out adalah keadaan fisik, emosi dan

kelelahan mental yang dialami seseorang karena keterlibatan jangka panjang dalam

situasi yag menuntut keterlibatan emosi secara mendalam (Sumampouw & Mundzir,

2017).

Dengan kata lain, burnout dapat diartikan kondisi emosional ketika seseorang

merasa lelah dan jenuh secara mental maupun fisik sebagai akibat tuntutan pekerjaan

yang meningkat. Dampak psikis dari kelelahan fisik tersebut akan berdampak pada

terhambatnya pencapaian prestasi individu secara personal, akademik, sosial atau

professional (Sugara, 2016).


15

Ahli lain mengatakan bahwa burnout adalah suatu sindrom kelelahan

emosional, fisik, dan mental ditunjang oleh perasaan rendahmya self esteem, dan self

efficacy, disebabkan penderitaan stress yang intens dan berkeanjangan (Baron dan

Greenberg,1990). Dalam definisi ini tampak bahwa burnout dapat muncul akibat

kondisi internal seseorang yang ditunjang oleh faktor lingkungan berupa stress yang

berlarut-larut. Ahli lainmengemukakan bahwa burnout mencerminkan suatu reaksi

emosional pada orang-orang yang bekerja pada pelayanan kemanusiaan dan bekerja

erat dengan masyarakat. Dari sini terlihat bahwa burnout lebih banyak dialami oleh

orang-orang yang pekerjaannya melayani orang lain dan bekerja dengan orang

banyak( Rosyid H. F, 2011).

Burnout adalah kelelahan fisik, emosi dan kelelahan mental yang dialami

seseorang karena keterlibatan jangka panjang dalam situasi yang menuntut

keterlibatan emosi secara mendalam (Sumampouw & Mundzir, 2017).

Burnout merupakan kondisi yang dialami oleh seseorang pegawai yang

ditandai dengan kelelahan, stress kerja dan berkurangnya pencapaian pribadi. Burnout

merupakan bentuk stress yang berkepanjangan dan ketidakmampuan dalam mencaai

tujuan pribadi seseorang individu atas apa yang dia kerjakan (Kartono, 2017).

Burnout syndrome adalah keadaan lelah atau frustasi yang disebabkan oleh

terhalangnya pencapaian harapan (Freundenberger, 1974).Pines dan Aronson melihat

bahwa burnout syndrome merupakan kelelahan fisik, emosi dan mental karena berada

dalam situasi yang menuntut emosional mengemukakan bahwa burnout syndrome

sebagai suatu perubahan sikap dan perilaku dalam bentuk reaksi menarik diri secara
16

psikologis dari pekerjaan.Burnout syndrome adalah suatu kondisi psikologis pada

seseorang yang tidak berhasil mengatasi stress kerja sehingga menyebabkan stress

berkepanjangan dan mengakibatkan beberapa gejala seperti kelelahan emosional,

kelelahan fisik, kelelahan mental dan rendahnya diri sendiri (Nursalam,2013).

Santrock (2002) dalam Raden Adjeng R.A., (2013) mendefinisikan kelelahan

kerja sebagai suatu perasaan keputusan yang diakibatkan oleh stress berlarut-larut

yang berkitan dengan kerja. Schaufeli et al. (2004) menjabarkan kelelahan kerja

sebagai sutu bentuk stress kerja yang spesifik pada seseorang pegawai yang bekerja

dalam bidang pelayanan sosial, sebagai dampak dari tuntutan emosional dalam

hubungan antara pekerja dengan orang yang haru dilayani (Kartono, 2017)

Individu yang mengalami burnout dicirikan dengan kepuasan kerja yang

berkurang, keluhan fisik, keluhan kelelahan, gangguan kinerja kognitif (Maslach,

Schaufeli, Leiter, 2001; Schaufeli & Enzamann, 1998; Schmidt, Neubach, & Heuer,

2007; Taris, 2006; Dam, Keijers, Verbraak, Eling & Becker, 2012).Menurut (Pines &

Aronson dalam Enzmann & Schaufeli, 1998).Burnout merupakan bagian dari bentuk

kelelahan fisik, emosional, dan mental yang diakibatkan oleh keterlibatan individu

dalam waktu yang panjang terhadap sebuah situsi dengan penuh tuntutan emosional

(Kartono, 2017).

Burnout lebih sering terjadi pada kategori profesi tertentu yang menuntut

interaksi dengan orang lain seperti guru, profesi dibidang kesehatan, pekerja sosial,

polisi dan hakim. Selain bekerja dengan masyarakat, individu yang bekerja dalam
17

lingkungan lain yang melibatkan tanggung jawab yang tidak disukai, berada pada

resiko yang berbeda untuk berkembangnya kelelahan (Nursalam, 2013).

Penelitian telah menunjukan bahwa perawat yang bekerja di rumah sakit

berada pada resiko tertinggi kelelahan. Beberapa alas an menjadi poin utama dalam

asuhan keperawatan, beban kerja yang berat atau tekanan saat harus memberikan

banyak perawatan bagi banyak pasien saat shift kerja, kurangnya rasa hormat dari

pasien, ketidaksukaan dan dommminasi dokter dalam sistem pelayanan kesehatan,

kurangnya kejelasan peran, serta kurangnya dukungan dari lingkungan kerja. Faktor

lain yang sangat terkait denggan pengembangan burnout adalah jenis kepriadian yang

mencerminkan kapasitas individu untuk tetap bertahan pada pekerjaannya (Nursalam,

2013).

2.1.2 Dimensi – dimensi Burnout

Menurut (Maslach et al.,2008) Burnout memiliki tiga dimensi yaitu kelelahan

(exchaustion), depersonalization (cynism), rendahnya pencapaian prestasi diri

(Lowpersonalaccomplishment).

1. kelelahan (exchaustion), ditandai dengan perasaan letih dalam tempo yang

lama baik secara fisik, seperti; sakit fisik, insomnia, dan lain-lain. Kelelahan

mental, seperti; merasa tidak bahagia, merasa gagal, dan lain-lain. Kelelahan

emosional, seperti; jenuh, sedih mersa tertekan, dan lain-lain.


18

2. depersonalization (cynism),sikap sinis terhadap orang-orang yang berada

dalam lingkup pekerjaan dan kecenderungan untuk menarik diri serta

menguragi keterlibatan diri dalam pekerjaan.

3. rendahnya pencapaian prestasi diri (Lowpersonalaccomplishment), ditandai

dengan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, terhadap pekerjaan, dan

terhadap kehidupan sehingga memicu timbulnya penilaian rendah terhadap

kompetensi diri dan pencapaian

keberhasilan diri.

Namun demikian shirom et al. (shirom, 2003; Shirom, Melamed, Toker,

Berliner, & Shapira 2005) menjelaskan bahwa kejenuhan meliputi tiga aspek yang

saling berhubungan, yakni kelelahan fisik, kelelahan emosional, serta kelelahan

kognitif.Kelelahan fisik berhubungan dengan kurangnya energi untuk menghadapi

tugas sehari-hari. Kelelahan emosional berhubungan dengan kurangnya antusias

untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan feksi ditempat kerja, termasuk

proses membangun dan memperkuat hubungan interpersonal dengan rekan kerja.

Komponen terakhir dari taksonomi Shirom adalah kelelahan kognitif yang ditandai

dengan kesulitan berkonsentrasi dan berpikir secara normal pada

individu.Kesimpulannya, berdasarkan Shirom (2003) kejenuhan adalah kosekuensi

kumulatif dari ketiga jenis kelelahan yang bertahap terbentuk pada individu dari

waktu ke waktu yang bukan merupakan hasil dari satu komponen saja dan waktu

yang sebentar (Kartono, 2017).


19

2.1.3 Gejala – gejala Burnout

Terdapat begitu banyak gejala burnout. Gejala burnout ini dapat

dikelompokkan sebagai reaksi fisik, reksi emosional, dan reaksi perilaku, misalnya:

1. Reaksi fisik

a. Kehilangan energy, kelelahan yang luar biasa

b. Sakit kepala

c. Gangguan tidur (insomnia, mimpi buruk, terlalu banyak tidur, dsb)

d. Ketegangan pada otot, dsb.

2. Reaksi emosional

a. Depresi

b. Perasaan tidak berdaya

c. Perasaan terjebak

d. Rasa marah/mudah tersinggung

e. Frustasi

3. Reaksi perilaku

a. Membolos kerja

b. Datang terlambat pada hari kerja

c. Penurunan kualitas pelayanan

d. Ketidakampuan umtuk berkonsentrasi

e. Berkurangnya inisiatif dalam bekerja

f. Tidak menghargai orang lain (pada atasan, masyarakat, rekan kerja)

g. Terlalu banyak bekerja atau sebaliknya, tidak melakukan apa-apa


20

h. Mencari kambing hitam, menyalahkan orang lain atas setiap masalah yang ada

i. Tidaak mempercayai rekan kerja atau pimpinan

j. Sering terlibat konflik dengan orang lain

k. Melakukan perilaku beresiko (mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi,

peningkatan konsumsi kafein, rokok, minum minuman beralkohol, dan

penggunaan obar terlarang).

Berbagai gejala burnout juga dapat dikelompokkan menjadi 8 tema utama, yaitu:

1. Menurunnya rasa humor: jarang tersenyum, sulit tertawa ketika ada lelucon.

2. Mengabaikan jam istirahat

3. Meningkatnya waktu kerja tambahan (lembur) dan tidak memanfaatkan libur

4. Meningkatnya keluhan fisik: kelelahan, ketegangan otot, gampang sakit

5. Menarik diri dalam hubungan sosial: menghindari berkumpul dengan rekan

kerja, teman dan keluarga.

6. Performa/unjuk kerja yang berubah dari biasanya (penurunan kualitas): sering

membolos, produktivitas menurun dan kurang inisiatif.

7. Meningkatnya perilaku beresiko: peningkatan penggunaan alcohol, obat-

obatan

8. Adanya perubahan kondisi internal (psikologis): penurunan harga diri (self-

esteem, depresi dan merasa frustasi (Sumampouw & Mundzir, 2017)

2.1.4 Faktor – faktor yang berhubungan dengan Burnout


21

Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

burnout, diantaranya :

1. Faktor individual

a. Umur

Maslach dan Jakson maupun Schaufeli dan Buunkmenemukan

pekerja yang berusia muda lebih tinggi mengalami burnout daripada

pekerja yang berusia tua.Namun tidak ada batasan umur dalam

kriterian pekerja yang berusia muda maupun pekerja yang berusia

tua.Usia dapat berpengaruh terhadap kekuatan fisik pekerja. Kekuatan

fisik seseorang pekerja dapat berubah, namun disisi lain kekuatan fisik

disamping dipengaruhi oleh faktor usia juga dapat dipengaruhi faktor

lain, rupanya faktor usia berpengaruh terhadap adanya perasaan

kelelehan kerja maupun perubahan waktu reaksi seorang pekerja

(Maurits, 2017).

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan keadaan biologis yang membedakan

perempuan dan laki-laki(Kumalasari&Andhyantoro,2013). Maslach

dan Jacksonmenemukan bahwa pria yang burnout cenderung

mengalami depersonalisasi sedangkan wanita yang burnout cenderung

mengalami kelelahan emosional(Sari I K, 2015).

c. Tingkat pendidikan
22

Pendidikan memegang peran penting serta sentral dalam

perkembangan individu dan merupakan suatu kekuatan yang diamis

dalam mempengaruhi seluruh aspek kepribadian atau kehidupan

individu (poerwanto, 1989).Pendidikan berpengaruh terhadap status

kesehatan maupun keadaan kelelahan kerja kronis seorang

pekerja.Maslach dan Jackson menyebutkan bahwa tingkat pendidikan

juga turut berperan dalam sindrom burnout. Hal ini didasari oleh

kenyataan bahwa stress yang terkait dengan masalah pekerjaan

seringkali dialami oleh pekerja dengan pendidikan yang rendah, makin

tinggi pendidikan seseorang makin mudah seseorang berfikir secara

luas, makin tinggi daya inisiatifnya dan makin mudah pula untuk

menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Bila pekerjaannya tidak

sesuai dengan kehendak hatinya mereka lebih sulit merasa puas, lebih

mudah bosan dan jenuh dalam bekerja serta makin tinggi tuntutan

terhadap perusahaan (Maurits, 2017).

d. Status perkawinan

Annual review of psychology melaporkan bahwa individu yang belum

menikah (khususnya laki-laki) dilaporkan lebih rentan terhadap sindrom

burnoutdibandingkan individu yang sudah menikah.Namun perlu penjelasan

lebih lanjut untuk status perkawinan.Mereka yang sudah menikah bisa saja

memiliki resiko untuk mengalami burnoutjika perkawinnanya kurang


23

harmonis atau mempunyai pasangan yang tidak dapat memberikan dorongan

sosial (Sari I K, 2015).

2. Faktor pekerjaan

a. Masa kerja

Masa kerja berhubugan erat dengan kemampuan fisik, semakin lama

seseorang bekerja, maka semakin menurun kemampuan fisiknya. Kemampuan

fisik akan berangsur-angsur menurun akibat kelelahan dari pekerjaan dan

dapat diperberat bila dalam melakukan variasi dalam bekerja. Secara tidak

langsung, masa kerja akan menyebabkan kontraksi otot-otot penguat dan

penyangga perut secara terus-menerus dalam waktu yang lama (Mayate,

2009). Pada keseluruhan keluhan yang dirasakan tenaga kerja dengan masa

kerja kurang dari 1 tahun paling banyak mengalami keluhan.Kemudian

keluhan tersebut berkurang ada tenaga kerja setelah bekerja 1-5 tahun.

Namun, keluhan akan meningkat pada tenaga kerja setelah bekerja pada masa

kerja lebih dari 5 tahun (Tarwaka,2004 dalam Sari I K, 2015).

b. Beban kerja

Beban kerja adalah lama dan beratnya serta banyaknya tugas dikantor

yang meliputi, resiko kerja yaitu dampak yang dapat dialami oleh para

karyawan khususnya saat bekerja.Beban kerja adalah jumlah kegiatan

yang harus oleh seseorang ataupun sekelompok orang selama periode

waktu tertentu dalam keadaan normal. Menurut Kepmenpan no.


24

75/2004, beban kerja sejumlah target pekerjaan atau target hasil yang

harus di capai satu satuan waktu tertentu (Hera dkk, 2016).

c. Stres kerja

Stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam

menghadapi pekerjaan. Stress kerja ini tampak dari symptom, antara

lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit

tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang,

gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan

(Mangkunegara, 2015).

3. Faktor kepribadian

a. Konsep diri rendah

Maslach (dalam Sari I K, 2015) menunjukan bahwa individu yang

memiliki konsep diri rendah rentan terhadap burnout.individudengan

konsep diri rendah mempunyai karakteristik tidak percaya diri dan

memiliki penghargaan diri yang rendah.

b. Perilaku tipe A

Friedman dan Rosenman (dalam Cherniss, 1987) menyebutkan bahwa

individu yang memiliki perilaku tipe A cenderung menunjukan kerja

keras, kompetitif dan gaya hidup yang penuh dengan tekanan waktu.

Individu dengan perilaku tipe A lebih memungkinkan untuk

mengalami burnout daripada individu yang lainnya (Sari I K, 2015).


25

c. Individu yang introvert

Khan (dalam Cherniss, 1987) individu yang introvert akan mengalami

ketegangan emosional yang lebih besar saat menghadapi konflik,

mereka cenderung menarik diri dari kerja dan hal ini akan menghambat

efektivitas penyelesaian konflik (Sari I K, 2015).

d. Locus of control eksternal

Rotter (dalam Cherniss, 1987) menjelaskan bahwa individu dengan

Locus of control eksternal meyakini bahwa keberhasilan dan kegagalan

yang dialami disebabkan oleh kekuatan dari luar diri. Mereka meyakini

bahwa dirinya tidak berdaya terhadap ituasi menekan sehingga mudah

menyerah dan bila berlanjut mereka bersikap apatis terhadap pekerjaan

(Sari I K, 2015)..

4. Faktor organisasi

Faktor-faktor seperti gaya kepemimpinan, iklim orgaisasi, sumber

daya, kekuatan struktur (Cherniss, 1978) dapat mempengaruhi tingkat

burnoutpada karyawan (Maurits, 2017).

2.1.5 Proses terjadinya Burnout


26

Burnout tidak muncul secara tiba-tiba melainkan melalui suatu proses. Burn-

out juga berkembang dari merasa lelah sampai masalah serius yang dapat mengancam

kariernya. Proses terjadinya burn-out adalah sebagai berikut:

1. Tahap bulan madu

Pada tahap ini, pekerja kemanusiaan merasa puas dengan pekerjaannya dan

melaksanakan tugas dengan penuh antusias.Namun, pada akhirnya, tugas

pekerjaan menjadi sesuatu yang tidak menarik lagi dan pekerja kemaanusiaan

kehilangan energi atau semangatnya.

2. Tahap “habis bensin”

Pekerja kemanusiaan mengalami kelelahan. Beberapa gejala yang muncul di

tahap ini, misalnya: sulit tidur dan penggunaan obat-obatan.

3. Tahap kronis

Munculnya keluhan fisik seperti: terus-menerus merasa lelah, mudah sakit.

Hal ini berdampak pada kondisi psikologisnya, seperti: mudah marah atau

merasa depresi.

4. Tahap krisis

Di tahap ini, pekerja kemanusiaan mengalami suau penyakit sehingga tidak

dapat bertugas. Relasi dengan keluarga terpengaruh, misalnya: mudah marah

ke istri/anak.

5. Tahap “membentuk tembok”


27

Masalah fisik dan psikologis yang dialami menjadi lebih serius dan

berdampak pada kerentanan mengalami penyakt yang serius.Ada begitu

banyak masalah dalam pekerjaannya sehingga karirnya terancam hilang

(Sumampouw & Mundzir, 2017: 14-15).

2.2 Konsep Perawat

2.2.1 Pengertian Perawat

Beberapa ahli mempunyai pendapat yang berbeda tentang pengertian perawat,

tetapi pada prinsip mempunyai persamaan, seperti berikut.

1. Menurut UU RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan. Perawat adalah

mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan

keperawatan berdasarkan lmuyang dimiliki diperoleh melalui pendidikan

keperawatan.

2. Taylor C., Lilis C., Le Mone, mendefinisikan perawat adalah seseorang yang

berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dengan melindungi

seseorang karena sakit, luka, dan proses penuaan.

3. INC (International Council of Nursing, 1965), perawat adalah seseorang yang

telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang memenuhi syarat, serta

berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan pelayanan keperawatan

yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan, pencegahan

penyakit, dan pelayanan penderita sakit.


28

4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang

Registrasi dan Praktik Perawat, pada Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi:

“Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik didalam

maupun diluar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku”.

2.2.2 Sejarah Keperawatan

Keperawatan sebagai suatu keperawatan yang mulia bagi perawat,

keperawatan terus berkembanag sesuai dengan kemajuan peradaban teknologi dan

kebudayaan. Konsep keperawatan dari abad ke abad terus berkembang, berikut

adalah perkembangan keperawatan di dunia ( dikutip Ode,2012 ) :

1 MotherInstink

Setiap manusia pada tahap ini menggunakan akal pikirannya untuk menjaga

kesehatan, mengurangi stimulus kurang menyenangkan, merawat anak,

menyusui anak dan perilaku masih banyak perilaku lainnya.

2 Animisme

Manusia pada tahap ini memiliki keyakinan bahwa keadaan sakit adalah

disebabkan oleh arwah atau ruh halus yang ada pada manusia yang hidup atau

pada alam (batu besar, pohon, gunung, sungai, api, dan lain-lain). Untuk

mengupayakan penyembuhan atau perawatan bagi manusia yang sakit maka

roh jahat harus di usir, para dukun mengupayakan proses penyembuhan

dengan berusaha mencari pengetahuan tentang roh dari sesuatu yang


29

mempengaruhi kesehatan orang yang sakit. Setelah dirasa memdapatkan

kemampuan, para dukun berupaya mengusir roh dengan menggunakan

mantra-mantra atau obat-obatan yang berasal dari alam.

3 Keperawatan penyakit akibat kemarahan para dewa

Pada tahan ini manusia sudah memiliki kepercayaan tentang adanya dewa-

dewa, manusia yang sakit disebabkan oleh kemarahan dewa.Untuk membantu

penyembuhan orang yang sakit dilakukan pemujaan kepada para dewa di

tempat pemujaan (kuil), dengan demikian dapat dikatakan bahwa kuil adalah

tempat pelayanan kesehatan.

4 Ketabiban

Mulai berkembang kemungkinan sejak ± 14 abad SM pada masa ini telah

dikenal teknik pembidaian, hygiene umum, anatomi manusia.

5 Diakones dan Philantrop

Berkembang sejak ± 400 SM, para diakones memberikan pelayanan

perawatan yang diberikan dari rumah ke rumah, tugas mereka adalah

membantu pendeta memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pada masa

ini merupakan cikal bakal berkembang ilmu keperawatan kesehatan

masyarakat.Philantop adalah kelompok yang mengaasingkan diri dari

keramaian dunia dimana mereka merupakan tenaga inti yang memberikan

pelayanan di pusat pelayanan kesehatan.

6 Perkembangan ilmu kedokteran Islam


30

tahun 632 Masehi, Agama Islam melalui Nabi Muhamad SAW dan para

pengikutnya mentebarkan agama Islam keseluruh pelosok dunia. Selain

menyebarkan ajaran agama beliau juga menyebarkan ilmu pengetahuan

tentang perilaku hidup bersih dan pengobatan terhadap penyakit (kedokteran)

7 Perawat terdidik (600-1583)

Pada masa ini pendidikan keperawatan mulai muncul dimana program itu

menhasilkan perawat-perawat terdidik.Pendidikan keperawatan diawali di

Hotel Dien dan Lion Prancis yang kemudian berkembang menjadi rumah sakit

terbesar disana.Pada awalnya perawat terdidik diseleksi dari para pengikut

agama dimana tenaga mereka diperbantukan dalam kegiatan perawatan paska

terjadinya perang salib.Tokoh perawat yang terkenal pada saat (1182-1226)

itu adalah S. Fransiscas dari Asis italia.

8 Perawat Profesional (abad 18-19)

Perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat sejak abad ini termasuk ilmu

kedokteran dan keperawatan.Florence Nightingale (1820-1910) adalah tokoh

yang berjasa dalam pengembangan ilmu keperawatan, beliau mendirikan

sekolah keperawatan moderen pada tahun 1960 di RS St. Thomas di London.

Melihat perkembangan keperawatan di dunia dengan kemajuannya dari tahap

yang paling klasik sampai dengan terciptanya tenaga keperawatan yang profesional

yang diakui oleh dunia internasioanl tentu dapat dijadikan cerminan bagi

perkembangan keperawatan di dunia, keperawatan di Indonesia juga terus

berkembang, adapun perkembangannya adalah sebagai berikut:


31

1) Seperti halnya perkembangan keperawatan di dunia, di Indonesia pada awalnya

pelayanan perawatan masih didasarkan pada naluri, kemudian berkembang

menjadi aliran animisme, dan orang bijak beragama.

2) Penjaga orang sakit (POS atau zieken oppasser)

Sejak masuknya Belanda di Indonesia mulai didirikan rumah sakit, Binnen

Hospital adalah RSq pertama yang didirikan tahun 1799, tenaga kesehatan yang

melayani adalah para dokter bedah, tenaga perawat diambil dari putra pertiwi.

Pekerjaan perawat pada saat itu bukan pekerjaan perawat pada saat itu bukan

pekerjaan dermawan atau intelektual, melainkan pekerjaan yang hanya pantas

dilakukan oleh prajurit yang bertugas pada kompeni.Tugas perawat pada saat itu

adalah memasak dan membersihkan bagsal (domestik work), mengontrol pasien,

menjaga pasien agar tidak lari atau pasien gangguan kejiwaan.

3) Model keperawatan Vokasional (abad ke-19)

Berkembangnya pendidikan keperawatan non formal, pendidikan diberikan

melalui pelatihan-pelatihan model vokasional dan di padukan dengan latihan

kerja.

4) Model keperawatan kuratif (1920)

Pelayanan pengobatan menyeluruh bagi masyarakat dilakukan oleh perawat

seperti imunisasi atau vaksinasi, dan pengobatan penyakit seksual.

5) Keperawatan semi profesional


32

Tuntutan kebutuhan akan pelayanan kesehatan (keperawatan) yang berumutu oleh

masyarakat, menjadikan tenaga keperawatan dipacu untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan dibidang keperawatan.

6) Keperawatan preventif

Pemerintah Belanda menganggap perlunya hygiene dan sanitasi serta penyuluhan

dalam upaya pencegahan dan pengendalian wabah, pemerintah juga menyadari

bahwa tindakan kuratif hanya berdampak minimal bagi masayarakat dan hanya

ditujukan bagi mereka yang sakit.Pada tahun 1937 didirikan sekolah manti higene

di Purwokerto, pendidikan ini terfokus pada pelayanan kesehatan lingkungan dan

bukan merupakan pengobatan.

7) Menuju keperawatan profesional

Sejak Indonesia merdeka (1945) perkembangan keperawatan mulai nyata dengan

berdirinya sekolah pengatur rawat (SPR) dan sekolah bidan di RS besar yang

bertujuan untuk menunjang pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pendidikan itu di

beruntukan bagi mereka lulusan SLTA ditambah pendidikan selama 3 tahun,

disamping itu juga didirikan sekolah bagi guru perawat dan bidan untuk menjadi

guru di SPR. Perkembangan keperawatan semakin nyata dengan didirikannya

organisasi persatuan perawat nasioaL Indonesia tahun 1974.

8) Keperawatan profesional

Melalui lokakarya nasioan keperawatan dengan kerjasama antara Depdikbud RI,

Depkes RI dan DPP PPNI, ditetapkan definisi, tugas, fungsi dan kompetensi

tenaga perawat profesional di Indonesia. Diilhami dari hasil lokakarya itu maka
33

didirikanlah akademi keperawatan, kemudian disusul pendirian PSIK FK-UI

(1985) dan kemudian didirikan pula program SI Keperawatan (1999).

2.2.3 Peran Perawat

Peran perawat diartikan sebagai tigkah laku yag diharapkan oleh orang lain

terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat

dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar

profesi keperawatan yang bersifat konstan. Selain itu peran perawat secara

rinci dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Peran Perawat Menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan Tahun 1989

a. Pemberi asuhan keperawatan, dengan memerhatikan keadaan

kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian

pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan,

dari yang sederhana sampai dengan kompleks.

b. Advokat pasien/klien, dengan menginterprestasikan berbagai

informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam

pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan

kepada pasien mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien.

c. Pendidik/educator, dengan cara membantu klien dalam meningkatkan

tingkaat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang

diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari kliensetelah

dilakukan pendidikan kesehatan.


34

d. Koordintor, dengan cara mengarahkan, merecanakan, serta

mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga

pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah, serta sesuai dengan

kebutuhan klien.

e. Kolaborator, peran ini dilakukan karna perawat bekerja melalui tim

kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain,

yang berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang

diperlukan termaksud diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan

bentuk pelayanan selanjutnya.

f. Konsultan, perawat sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau

tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilkukan

atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan

keperawatan yang diberikan.

g. Peneliti, perawat mengadakan perencanan, kerja sama, perubahan

yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian

pelayanan keperawatan.

2. Peran Perawat Menurut Hasil Lokalkarya Nasional Keperawatan

Tahun 1983

a. Pelaksana pelayanan keperawatan, perawat memberikanasuhan

keperawatan baik secara langsug maupun tidak langsung dengan

metode proses keperawatan.


35

b. Pendidik dalam keperawatan, perawat mendidik individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat, serta tenaga kesehatan yang

berada dibawah tanggung jawabnya.

c. Pengelola pelayanan keperawatan, perawat mengelola pelayanan

maupun pendidikan keperawatan sesuai dengan managemen

keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan.

d. Peneliti dan pengembang pelayanan keperawatan, perawat

melakukan identifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan

metode penelitian, serta memnfaatkan hasil penelitian untuk

meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan

keperawatan.

2.2.4 Fungsi perawat

Fungsi perawat adalah suatu pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan sesuai

dengan perannya.Fungsi tersebut dapat berubah disesuaikan dengan keadaan yang

ada, perawat dalam menjalankan perannya memiliki beberapa fungsi, seperti berikut.

1. Fungsi Independen

a. Dalam fungsi ini, tindakan perawat tidak memerlukan perintah dokter.

b. Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu keperawatan.

c. Perawat bertanggung jawab terhadap klien, akibat yang timbul dari tindakan

yang diambil. Contoh melakukan pengkajian.


36

2. Fungsi Dependen

a. Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan

khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter,

seperti pemasangan infus, pemberian obat, dan melakukan suntikan.

b. Oleh karena itu, setiap kegagalan tindakan medis menjadi tanggung jawab

dokter.

3. Fungsi interdependen

a. Tindakan perawat berdasarkan pada kerja sama dengan tim perawatan atau

tim kesehatan.

b. Contohnya untuk menangani ibu hamil yang menderita diabetes perawat

bersama tenaga gizi berkolaborasi membuat rencana untuk menentukan

kebutuhan makanan yang diperlukan bagi ibu dan perkembangan janin.

2.2.5 Tugas dan Tanggung Jawab Perawat

Tugas perawat dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan

keperawatan ini, dapat dilaksanakan sesuai tahapan dalam proses keperawatan. Tugas

perawat ini disepakati dalam lokalkarya tahun 1983, yang berdasarkan tugas dan

tanggung jawab perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sebagai berikut.

1. Menyampaikan perhatian dan rasa hormat pada klien (sincere intereset).

2. Jika perawat terpaksa menunda pelayanan maka perawat bersedia memberikan

penjelasan dengan ramah kepada kliennya (explanation about the delay).


37

3. Menunjukan kepada klien sikap menghargai (respect) yang ditunjukan dengan

perilaku perawat. Misalnya, mengucapkan salam, terseyum, membungkuk,

bersalaman dan sebagainya.

4. Berbicara dengan klien yang berorientasi pada perasaan klien (subjects the

patients desires) bukan pada kepentingan atau keinginan perawat.

5. Tidak mendiskusikan klien lain didepan pasien dengan maksud menghina

(derogatory).

6. Menerima sikap kritis klien dan mencoba memahami klien dalam sudut pandang

klien (see the patient point of view).

Selanjutnya, dilihat dari jenis tanggung jawab (responsibility) perawat dalam

menjalankan tugas dan fungsinya dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

1. Tanggung jawab utama terhadap tuhannya (responsibility to god).

2. Tanggung jawab terhadap klien dan masyarakat (responsibility to client and

society).

3. Tanggung jawab terhadap rekan sejawat dan atasan (responsibility to colloague

and supervisor).

2.3 Penelitian Terkait

Penelitian Ramdan, I, M, (2016) yang berjudul: Analisis Faktor yang

Berhubungan pada Perawat Kesehatan Jiwa, bertujuan untuk menganalisis hubungan

umur, jenis kelamin, status kepegawaian, beban kerja, dukungan keluarga dan

kepemimpinan dengan burnout perawat, dan menganalisi variabel yang paling


38

berpengaruh. Penelitian Cross Sectional dilakukan terhadap 125 orang perawat di

Rumah Sakit Atma Husada (RS AH) Samarinda.Pengumpulan data menggunakan

kuesioner dan analisis data menggunakan uji statistic chi-square dan analisi regresi

logistic berganda. Hasil penelitian menunjukan 56% perawat di RS AH Samarinda

mengalami burnout, variabel jenis kelamin (p=0.000), status kepegawaian (p=0,034),

beban kerja (p=0.022), dukungan keluarga (p=0.000), dan kepempimpinan (p=0000)

berhubungan dengan burnout, sedangkan umur tidak berhubungan dengan burnout

(p=0.426). Dukungan keluarga mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap

burnout perawat (nilai OR 17.87), disusul dengan variabel kepemimpinan (nilai OR

14.92) dan beban kerja (nilai OR 2.36).

Penelitian Swasti G.K, Ekawati W,dkk yang berjudul : Faktor – Faktor Yang

Mempengaruhi Burnout Pada Wanita Bekerja di Kabupaten Banyumas, yang

bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi burnout pada wanita

bekerja di Kabupaten Banyumas. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif

dengan desain analisis korelatif.Sampel dipilih secara simple random sampling.

Analisis hubungan karakteristik demografi responden dengan burnout dilakukan

dengan Uji Chi Square dan Sommers d. Hasil analisi diketahui bahwa 55% responden

mengalami burnout ringan dan 42,5% lainnya mengalami burnout sedang. Burnout

pada wanita bekerja di Kabupaten Banyumas dipengaruhi oleh faktor tingkat

pendidikan,jenis kelamin, penghasilan, dan jam bekerja.


39

Penelitian Maharani & Triyoga, (2012) yang berjudul: Kejenuhan Kerja

(Burnout) Dengan Kinerja Perawat Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan, yang

bertujuan untuk mengetahui hubungan kejenuhan kerja dengan kinerja perawat dalam

pemberian asuhan keperawatan. Desain penelitian Analitik Korelasi.Populasi

penelitian perawat yang bekerja di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Baptis Kediri,

jumlah sampel 53 responden, diambil dengan teknik Accidental Sampling.Variabel

indenpenden kejenuhan kerja (burnout), dan variabel dependen kinerja perawat. Data

dikumpulkan menggunakan kuesioner dan observasi, kemudian diuji menggunakan

Spearman’s rho dengan tingkat kemaknaan p>0,05. Hasil penelitian menunjukan

bahwa sebagian besar responden mengalami kejenuhan kerja ringan yaitu sebanyak

45 responden (85%), dan sebagian besar responden memiliki kinerja dalam

pemberian asuhan keperawatan yang baik yaitu sebanyak 39 responden (73,6%).

Hasil uji statistic menunjukan Þ = 0,068.

Penelitian Nugroho A.S, (2012) yang berjudul: Studi Deskriptif Burnout dan

Coping Stres Pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya,

yang bertujuan untu melihat gambaran burnout yang dialami perawat dan

penggunaan bentuk strategi coping yang dapat mereduksi stress perawat. Penelitian

ini merupakan total population study. Subjek dalam peelitian ini adalah keseluruhan

jumlah perawat yang bekerja diruang rawat inap berjumlah 82 orang, terdiri 39

perempuan dan 43 laki-laki. Teknik pengambilan data menggunakan metode angket,

yang terdiri dari angket terbuka dan tertutup, adapun angket tertutup meliputi burnout

dan coping stress. Hasil analisis menunjukan bahwa perawat diruang rawat inap
40

menggunakan kedua jenis strategi coping stress dengan kategori sedang, problem

focused coping dengan persentase 53,7% dan emotional focused coping sebesar

57,3%. Burnout yang dihasilkan termaksuk dalam kategori rendah (68,3) dan sangat

rendah (26,8).

Penelitian Dewi & Paramita, (2013) yang berjudul: Tingkat Burnout Ditinjau

dari Karakteristik Demografis (Usia, Jenis Kelamin dan Masa Kerja) Guru SDN

Inklusi di Surabaya, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat burnout ditinjau dari

karakteristik demografis yang terdiri atas usia, jenis kelamin, dan masa kerja pada

guru SDN inklusi di Surabaya. Usia merupakan karakteristik seksual laki-laki dan

perempuan yang terbentuk dalam masyarakat. Masa kerja merupakan waktu yang

pernah ditempuh oleh seseorang selama melaksanakan tugas.Burnout adalah akibat

jangka panjang dari stress dan emosi yang akut pada individu atas pekerjaannya.

Penelitian dilakukan di SDN inklusi wilayah Surabaya Timur.Jumlah subyek

sebanyak 59 guru yang berperan mengajar murid berkebutuhan khusus.Alat

pengumpul data berupa kusioner MBI dengan skala Likert yang digunakan untuk

mengukur tingkat burnout.kusioner disertai dengan data responden yang mencakup

nama, usia, jenis kelamin, dan usia, dan Anova Satu Jalur untuk masa kerja. Secara

keseluruhan taraf signifikan >0.05 yaitu pada usia sebesar 0.760, jenis kelamin

sebesar 0.697, dan masa kerja sebesar 0.283, sehingga atas hal ini membuat hipotesis

nol diterima atau tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat burnout pada usia,

jenis kelamin dan masa kerja.


41

2.4 Kerangka Teori

Faktor individu
- Umur
- Jenis kelamin
- Status perkawinan
- Pendidikan

BURNOUT
(Kejenuhan Kerja)
Faktor pekerjaan
- Masa kerja
- Beban kerja
- Stress kerja

Penurunan
Produktivitas
Faktor kepribadian Kerja perawat
- Konsep diri rendah
- Perilaku tipe A
- Individu yang introvert
- Lows of conrol eksternal
Penurunan
Kualitas
Pelayanan
Faktor organisasi
- Gaya kepemiminan
- Iklim organisasi
- Sumber daya
- Kekuaatan struktur Penurunan
Kepuasan
Pasien

(Maslach,2001)

Anda mungkin juga menyukai