Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

DI PANTI TRESNA WERDHA

Pembimbing Akademik:
Ns. Agrina M.Kep., Sp.Kom., PhD

Pembimbing Klinik:
Ns. Yumiati, S.Kep

Disusun Oleh:
Ayu Anita, S. Kep
NIM. 2111437255

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN GERONTIK


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN GERONTIK
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2022

NAMA :Ayu Anita, S.Kep


NIM : 2011436918
TANGGAL :10 Januari– 15 Januari 2022
PERTEMUAN : Minggu Ke-1 (Kunjungan 1 - 6)

1. Latar Belakang
a. Karakteristik Lansia
Menurut Ratnawati (2017), lansia adalah seseorang individu telah berusia diatas
60 tahun,dan tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari. Menurut WHO seseorang disebut lansia jika berumur 60-70
tahun.berdasarkan pengertian lanjut usia secara umum, seseorang dapat dikatakan
lanjut usia apabila usianya telah mencapai 65 tahun keatas (Effemdi dan Makhfudli,
dalam Zulfiana 2019).
Proses menua adalah proses alamiah setelah 3 tahap kehidupan yaitu masa anak,
masa dewasa, dan masa tua yang tidak dapat dihindari oleh individu. Menurut
organisasi kesehatan dunia (WHO), sesorang yang dikatakan lanjut usia (lansia)
meliputi usia pertengahan (middle age) dengan rentang usia 45 sampai 59 tahun, usia
lanjut (elderly) antara 60 sampai 74 tahun, usia tua (old) antara 75 sampai 90 tahun, dan
usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Mubarak dkk, 2006). Departemen kesehatan
RI (2006) memberikan batasan lansia dengan 3 kategori yaitu Virilitas (prasenium)
yang merupakan masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa yakni
dengan rentang usia 55 sampai 59 tahun, usia lanjut dini (senescen) yakni kelompok
yang mulai memasuki masa usia lanjut dini dengan rentang usia 60 sampai 64 tahun,
dan lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif yakni dengan
usia di atas 65 tahun (Fatmah, 2010). Menurut Undang-Undang No.4 tahun 1965 pasal
1 “seseorang dinyatakan sebagai orang jompo atau lanjut usia setelah yang
bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari
nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang
lain.
Golongan di atas merupakan orang-orang yang mengalami pertambahan usia
dimana pertambahan usia akan menimbulkan perubahan-perubahan pada struktur dan
fisiologis dari berbagai sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia.
Proses ini menjadikan kemunduran fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai
dengan kulit mengendur, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan
memburuk, gerakan lambat, dan kelainan di berbagai organ vital. Sedangkan
kemunduran psikis terjadi peningkatan sensitivitas emosional, menurunnya gairah,
bertambahnya minat terhadap diri, berkurangnya minat terhadap penampilan,
meningkatnya minat terhadap material, dan minat kegiatan rekreasi tidak berubah
hanya orientasi dan subyek yang berbeda.
Kemunduran-kemunduran yang dialami oleh lansia berdampak pada penyakit
yang dideritanya. Beberapa penyakit yang ditemukan pada lansia memiliki karakteristik
tertentu yaitu penyakit yang sering multiple (berhubungan satu sama lain), penyakit
bersifat degenerative (sering menimbulkan kecacatan), gejala sering tidak jelas yakni
berkembang secara perlahan), sering bersama-sama problem psikologis dan sosial,
lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut, dan sering terjadi penyakit yang
bersifat iatrogenik (Mubarak, 2006).
Proses asuhan keperawatan individu gerontik merupakan suatu proses kompleks
dengan pendekatan yang sistematis berdasarkan konseptualisasi keperawatan keluarga
untuk bekerja sama dengan keluarga dan individu sebagai anggota keluarga. Dalam
memberikan asuhan keperawatan keluarga digunakan pendekatan proses keperawatan
yang terdiri dari pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi serta evaluasi.
Pengkajian merupakan tahap utama dimana seorang perawat harus mengumpulkan data
dan menggali informasi secara bertahap dan terus-menerus terhadap lansia. Data yang
telah terkumpul kemudian dianalisa sehingga mendapatkan suatu rumusan masalah dan
dapat ditegakkan suatu diagnosa keperawatan. Setelah diagnosa keperawatan
ditegakkan maka perawat akan merumuskan rencana asuhan keperawatan yang
kemudian akan di implementasikan kepada lansia binaan.
b. Data yang perlu dikaji
Data yang perlu dikaji pada tahap penjajakan 1, meliputi :
1. Data umum yang terdiri dari nama kepala keluarga, alamat dan nomor telepon,
komposisi keluarga, suku, agama, status social ekonomi keluarga dan aktivitas
rekreasi.
2. Riwayat kesehatan sebelumnya.
3. Struktur keluarga terdiri dari pola komunikasi keluarga, struktur kekuatan keluarga,
struktur peran serta nilai dan norma budaya.
4. Stress dan koping terdiri dari stress jangka pendek, stress jangka panjang,
kemampuan keluarga berespon terhadap masalah, strategi koping yang digunakan,
dan strategi adaptasi disfungsional.
5. Pemeriksaan fisik secara head to toe.
c. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan belum dapat dirumuskan karena ners muda belum
melakukan pengkajian secara mendalam terhadap klien. Masalah kesehatan baru bisa
ditemukan pada hari ketiga setelah melakukan pengkajian terhadap klien.
2. Proses Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan belum bisa ditegakkan karena belum melakukan
pengkajian mendalam terhadap klien. Pengkajian dilakukan mulai tanggal 06 Januari
2021. Diagnosa keperawatan bisa ditegakkan pada hari ketiga tanggal 08 Januari 2021.
b. Tujuan Umum
Dalam waktu 3 pertemuan x 60 menit dapat mengidentifikasi dan membuat
asuhan keperawatan sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi keluarga dimulai
dari tahap pengkajian, diagnosa, dan menyusun rencana asuhan keperawatan.
c. Tujuan Khusus
1) Lansia menerima kunjungan mahasiswa dan terbina hubungan saling percaya dalam
1 x 60 menit.
2) Lansia memberikan informasi masalah kesehatan yang dialami lansia, pemeriksaan
fisik.
3) Teridentifikasi masalah keperawatan
3. Implementasi Tindakan Keperawatan
a. Topik
Melakukan pengkajian secara menyeluruh dari berbagai aspek lansia binaan.
b. Metode
Metode yang digunakan dalam melakukan pengumpulan data yaitu dengan cara
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi).
c. Media dan Alat
Media dan alat yang digunakan dalam melakukan pengumpulan data yaitu format
pengkajian, nursing kit, dan alat tulis.
d. Waktu dan Tempat
Waktu kunjungan dengan lansia binaan berlangsung yang dimulai dari tahap
pengkajian sampai dengan implementasi dan evaluasi selama dua minggu dimulai dari
tanggal 10 Januari sampai 15 Januari 2022 di Pelayanan Sosial Tresna Werdha.
4. Kriteria Evaluasi
a. Kriteria Struktur
1) Menyiapkan laporan pendahuluan.
2) Menyiapkan alat bantu dan media yang digunakan.
3) Mendapatkan lansia binaan dan membuat kontrak selanjutnya.
b. Kriteria Proses
1) Pelaksanaan sesuai dengan waktu dan tempat yang ditetapkan
2) Lansia menerima mahasiswa dan aktif dalam kegitan.
c. Kriteria Hasil
1) Diperoleh data umum lansia, riwayat kesehatan, kebiasaan sehari hari dan
pemeriksaan fisik.
2) Teridentifikasi masalah kesehatan lansia.
3) Diagnosa dapat ditegakkan.
4) Menetapkan skala prioritas dari diagnosa yang sudah diangkat.
5) Rencana tindakan keperawatan disusun sesuai dengan diagnosa
5. Konsep lansia
a. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak berdaya
mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari
(Ratnawati, 2017). Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia
adalah seseorang yang telah berusia > 60 tahun, mengalami penurunan
kemampuan beradaptasi, dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari seorang diri.
b. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi lansia menurut Burnside dalam Nugroho (2012):
1) Young old (usia 60-69 tahun)
2) Middle age old (usia 70-79 tahun)
3) Old-old (usia 80-89 tahun)
4) Very old-old (usia 90 tahun ke atas)
c. Karakteristik Lansia
Karakteristik lansia menurut Ratnawati (2017); Darmojo & Martono (2006)
yaitu
1) Usia
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lansia
adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Ratnawati, 2017).
2) Jenis kelamin
Data Kemenkes RI (2015), lansia didominasi oleh jenis kelamin perempuan.
Artinya, ini menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling tinggi adalah
perempuan (Ratnawati, 2017).
3) Status pernikahan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015, penduduk lansia ditilik
dari status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60 %) dan cerai
mati (37 %). Adapun perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus
cerai mati sekitar 56,04 % dari keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-
laki yang berstatus kawin ada 82,84 %. Hal ini disebabkan usia harapan hidup
perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan usia harapan hidup laki-laki,
sehingga presentase lansia perempuan yang berstatus cerai mati lebih banyak
dan lansia laki-laki yang bercerai umumnya kawin lagi (Ratnawati, 2017).
4) Pekerjaan
Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat berkualitas
adalah proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial dan mental
sehingga dapat tetap sejahtera sepanjang hidup dan tetap berpartisipasi dalam
rangka meningkatkan kualitas hidup sebagai anggota masyarakat.
Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI 2016 sumber dana
lansia sebagian besar pekerjaan/usaha (46,7%), pensiun (8,5%) dan (3,8%)
adalah tabungan, saudara atau jaminan sosial (Ratnawati, 2017).
5) Pendidikan terakhir
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmojo menunjukkan bahwa
pekerjaan lansia terbanyak sebagai tenaga terlatih dan sangat sedikit yang
bekerja sebagai tenaga professional. Dengan kemajuan pendidikan diharapkan
akan menjadi lebih baik (Darmojo & Martono, 2006).
6) Kondisi kesehatan
Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016)
merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur derajat
kesehatan penduduk. Semakin rendah angka kesakitan menunjukkan derajat
kesehatan penduduk yang semakin baik. Angka kesehatan penduduk lansia
tahun 2014 sebesar 25,05%, artinya bahwa dari setiap 100 orang lansia
terdapat 25 orang di antaranya mengalami sakit. Penyakit terbanyak adalah
penyakit tidak menular (PTM) antar lain hipertensi, artritis, strok, diabetes
mellitus (Ratnawati, 2017).
d. Perubahan pada Lanjut Usia
Menurut Potter & Perry (2009) proses menua mengakibatkan terjadinya
banyak perubahan pada lansia yang meliputi:
1) Perubahan Fisiologis
Pemahaman kesehatan pada lansia umumnya bergantung pada persepsi
pribadi atas kemampuan fungsi tubuhnya. Lansia yang memiliki kegiatan
harian atau rutin biasanya menganggap dirinya sehat, sedangkan lansia
yang memiliki gangguan fisik, emosi, atau sosial yang menghambat
kegiatan akan menganggap dirinya sakit. Perubahan fisiologis pada lansia
bebrapa diantaranya, kulit kering, penipisan rambut, penurunan
pendengaran, penurunan refleks batuk, pengeluaran lender, penurunan
curah jantung dan sebagainya. Perubahan tersebut tidak bersifat patologis,
tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit.
Perubahan tubuh terus menerus terjadi seiring bertambahnya usia dan
dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor, dan lingkungan.
2) Perubahan Fungsional
Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif, dan sosial.
Penurunan fungsi yang terjadi pada lansia biasanya berhubungan dengan
penyakit dan tingkat keparahannya yang akan memengaruhi kemampuan
fungsional dan kesejahteraan seorang lansia. Status fungsional lansia
merujuk pada kemampuan dan perilaku aman dalam aktivitas harian
(ADL). ADL sangat penting untuk menentukan kemandirian lansia.
Perubahan yang mendadak dalam ADL merupakan tanda penyakit akut
atau perburukan masalah kesehatan.
3) Perubahan Kognitif
Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan dengan
gangguan kognitif (penurunan jumlah sel dan perubahan kadar
neurotransmiter) terjadi pada lansia yang mengalami gangguan kognitif
maupun tidak mengalami gangguan kognitif. Gejala gangguan kognitif
seperti disorientasi, kehilangan keterampilan berbahasa dan berhitung,
serta penilaian yang buruk bukan merupakan proses penuaan yang normal.
4) Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan proses
transisi kehidupan dan kehilangan. Semakin panjang usia seseorang, maka
akan semakin banyak pula transisi dan kehilangan yang harus dihadapi.
Transisi hidup, yang mayoritas disusun oleh pengalaman kehilangan,
meliputi masa pensiun dan perubahan keadaan finansial, perubahan peran
dan hubungan, perubahan kesehatan, kemampuan fungsional dan
perubahan jaringan sosial.
Menurut Ratnawati (2017) perubahan psikososial erat kaitannya
dengan keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, lansia yang
memasuki masa-masa pensiun akan mengalami kehilangan-kehilangan
sebagai berikut:
a) Kehilangan finansial (pedapatan berkurang).
b) Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas).
c) ehilangan teman/kenalan atau relasi d) Kehilangan
pekerjaan/kegiatan. Kehilangan ini erat kaitannya dengan beberapa
hal sebagai berikut:
(1) Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan bahan
cara hidup (memasuki rumah perawatan, pergerakan lebih
sempit).
(2) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan.
Biaya hidup meningkat padahal penghasilan yang sulit,
biaya pengobatan bertambah.
(3) Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik.
(4) Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
(5) Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan
kesulitan.
(6) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
(7) Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan keluarga.
(8) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan
terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri)
e. Permasalahan Lanjut Usia
Menurut Suardiman (2011), Kuntjoro (2007), dan Kartinah (2008) usia lanjut
rentan terhadap berbagai masalah kehidupan. Masalah umum yang dihadapi oleh
lansia diantaranya:
1) Masalah ekonomi
Usia lanjut ditandai dengan penurunan produktivitas kerja, memasuki
masa pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Disisi lain, usia lanjut
dihadapkan pada berbagai kebutuhan yang semakin meningkat seperti
kebutuhan akan makanan yang bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan
secara rutin, kebutuhan sosial dan rekreasi. Lansia yang memiliki pensiun
kondisi ekonominya lebih baik karena memiliki penghasilan tetap setiap
bulannya. Lansia yang tidak memiliki pensiun, akan membawa kelompok
lansia pada kondisi tergantung atau menjadi tanggungan anggota keluarga
(Suardiman, 2011).
2) Masalah sosial
Memasuki masa lanjut usia ditandai dengan berkurangnya kontak
sosial, baik dengan anggota keluarga atau dengan masyarakat. kurangnya
kontak sosial dapat menimbulkan perasaan kesepian, terkadang muncul
perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, serta merengek-
rengek jika bertemu dengan orang lain sehingga perilakunya kembali
seperti anak kecil (Kuntjoro, 2007).
3) Masalah kesehatan
Peningkatan usia lanjut akan diikuti dengan meningkatnya masalah
kesehatan. Usia lanjut ditandai dengan penurunan fungsi fisik dan rentan
terhadap penyakit (Suardiman, 2011).
4) Masalah psikososial
Masalah psikososial adalah hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan sehingga membawa lansia kearah kerusakan atau
kemrosotan yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak,
misalnya, bingung, panik, depresif, dan apatis. Hal itu biasanya bersumber
dari munculnya stressor psikososial yang paling berat seperti, kematian
pasangan hidup, kematian sanak saudara dekat, atau trauma psikis.
(Kartinah, 2008).
f. Perubahan Pada Lansia

Menurut Aspiani (2014) ada beberapa perubahan yang terjadi pada usia

lanjut yaitu:

1) Perubahan fisiologis

a) Sel

Perubahan yang terjadi pada sel ini seperti lebih sedikitnya jumlah

sel, sel berubah menjadi besar, berkurangnya jumlah cairan tubuh dan

bertambahnya cairan intraseluler, menurunnya proporsi protein.

b) Sistem kardiovaskuler

Perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler ini seperti

menurunnya dinding aorta, katup jantung aorta menjadi menurun,

kemampuan jantung memompa darah menurun.

c) Sistem pernafasan

Perubahan yang terjadi pada sistem pernafasan seperti otot-otot

pernafasan kehilangan kekuatan dan mejadi kaku, terjadi penurunan

aktivitas silia, kehilangan elastisitas pada paru-paru, alveoli melebar dari

biasanya.

d) Sistem persarafan

Perubahan yang terjadi pada sistem persarafan ini seperti berat otak

menurun 10-20%, cepatnya menurun hubungan persarafan, lambat dalam

respon dan waktu untuk bereaksi, terjadi pengecilan pada panca indra.

e) Sistem gastrointestinal
Perubahan yang terjadi pada sistem gastrointestinal seperti

kehilangan gigi. Kehilangan gigi disebabkan karena adanya periodontal

disease yang terjadi setelah umur 30 tahun, adapun penyebab lain meliputi

kesehatan gigi yang buruk dan gizi buruk. Pada perubahan sistem

gastrointestinal indra pengecap juga menurun karena adanya iritasi yang

kronis dan selaput lender, atrofi indra pengecap (+ 80 %), hilangnya

sensitivitas dari indra pengecap dilidah terutama rasa manis dan asin,

hilangnya sensivitas dari saraf pengecap tentang rasa asin, asam dan pahit.

Selain itu perubahan lainnya pada gastrointestinal seperti esophagus

membesar, lambung (rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu

pengosongan juga menurun), peristaltik lemah dan biasanya timbul

konstipasi.

f) Sistem genitourinaria

Perubahan yang terjadi pada sistem genitourinaria seperti pada

ginjal.

g) Sistem endokrin

Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin pada usia lanjut

seperti produksi dari hampir seluruh hormon menurun, fungsi parathoid

dan sekresinya tidak berubah, perubahan juga terjadi pada pituitari

(pertumbuhan ada tetapi lebih rendah dan hanya di pembuluh darah,

berkurangnya produksi dari ACTH (Adrenocortikotropic Hormone), TSH

(Thyroid Stimulating Hormone), FSH (Folikel Stimulating Hormone) dan

LH (Leutinezing Hormone).

h) Sistem indera: pendengaran, penglihatan, perabaan dan pengecap atau

penghidu.
i) Sistem integumen

Dengan bertambahnya usia, terjadilah perubahan instrinsik dan

ekstriksik yang dapat mempengaruhi penampilan kulit seperti kulit

menjadi mengkerut atau keriput akibat hilangnya jaringan lemak,

permukaan kulit menjadi kasar dan bersisik karena akibat kehilangan

proses keratinisasi serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel

epidermis.

j) Sistem muskuloskeletal

Penurunan progresif dan gradual masa tulang mulai terjadi sebelum

usia 40 tahun seperti tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh

serta osteoporosis, mengalami kifosis, pinggang dan lutut serta jari-jari

pergelangan terbatas, discus intervertebralis menjadi menipis.

k) Sistem reproduksi dan seksualitas

Perubahan pada sistem ini pada lanjut usia seperti pada vagina

(selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi mejadi

berkurang, reaksi sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan warna).

2) Perubahan psikososial lansia

Menurut Efendi dan Makhfudli (2009), perubahan psikososial pada

lansia yaitu:

Psikososial terjadi terutama setelah seseorang mengalami pensiun.

Berikut ini adalah hal-hal yng akan terjadi pada masa pensiun.

a) Kehilangan sumber finansial atau pemasukan berkurang.

b) Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup

tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya.

c) Kehilangan teman atau relasi.


d) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.

e) Merasakan atau kesadaran akan kematian (sense of awarensess of

mortality).

Menurut Aspiani (2014) perubahan mental yang terjadi pada usia

lanjut yaitu:

a) Kenangan (memory)

Kenangan jangka panjang (berjam-jam hingga berhari-hari

yang lalu mencakup beberapa perubahan). Kenangan jangka pendek 0-10

menit, kenangan buruk.

b) IQ (Intellegentia Quantion)

Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan

verbal. Berkurangnya penampilan, persepsi dan keterampilan.

g. Psikososial Lansia

Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada seseorang yang

mencakup aspek psikis dan sosial. Psikososial menunjukan pada hubungan yang

dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling berinteraksi dan

mempengaruhi satu sama lain. Psikososial sendiri berasal dari kata psiko dan

sosial. sosial mengacu pada hubungan eksternal individu dengan orang-orang

disekitarnya (Padila, 2013).

h. Kondisi Kesehatan Psikologis

Kata psiko mengacu pada aspek psikologis dari individu (pikiran,

perasaan dan perilaku), jadi yang dimaksud dengan kondisi kesehatan psikologis

itu adalah kondisi individu atau seseorang sehat secara pikiran, perasaan dan juga

perilaku (Padila, 2013). Kondisi kesehatan psikologis ini dapat ditinjau dari

konsep diri seseorang.


1) Konsep diri

Konsep diri merupakan ide, pikiran, perasaan, kepercayaan dan

pendirian yang dapat diketahui oleh individu mengenai diri sendiri dan

mempengaruhi individu dalam berhubungan kepada orang lain (Yusuf, PK, &

Nihayati, 2015). Menurut Yusuf et al., (2015), ada beberapa komponen

konsep diri diantaranya adalah:

a) Citra tubuh

Citra tubuh atau Gambaran diri adalah sikap individu terhadap

tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, meliputi penampilan,

potensi tubuh, fungsi tubuh, serta persepsi dan perasaan tentang ukuran

dan bentuk tubuh (Sunaryo, 2013).

b) Ideal diri

Ideal diri merupakan suatu persepsi seseorang tentang bagaimana

ia harus berperilaku sesuai dengan standar perilaku (Tarwoto &

Wartonah, 2010).

c) Harga diri

Harga diri adalah suatu penilaian seseorang tentang pencapaian

diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri

(Dalami et al., 2009).

d) Peran

Peran adalah seperangkat perilaku yang diharapkan secara sosial

yang berhubungan dengan fungsi individu pada berbagai kelompok

sosial, dimana tiap individu mempunyai berbagai peran yang terintegrasi

dalam pola fungsi individu. Peran ini memberikan sarana untuk berperan
serta dalam kehidupan sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas

dengan memvalidasi pada orang yang berarti (Dalami et al., 2009).

e) Identitas diri

Identitas diri merupakan kesadaran akan dirinya sendiri yang

bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari

semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (Tarwoto &

Wartonah, 2010).

i. Kondisi Kesehatan Sosial

Kata sosial mengacu pada hubungan eksternal individu dengan orang-

orang disekitarnya. Jadi kondisi kesehatan sosial itu adalah kondisi dimana

seseorang atau individu mampu berhubungan (berinteraksi) dengan orang

disekitarnya (Padila, 2013).

1) Interaksi sosial

Interaksi sosial merupakan suatu hubungan manusia dengan manusia

lainnya, atau hubungan manusia dengan kelompok, atau hubungan kelompok

dengan kelompok (Sarwono, 2014).

j. Masalah Psikososial

Menurut Maas, Buckwalter, Hardy, Tripp-Reimer, Titler dan Specht

(2011), ada beberapa masalah psikososial yang terjadi pada usia lanjut yaitu:

1) Kecemasan (ansietas)

Menurut Direja (2011), kecemasan (ansietas) adalah kekhawatiran

yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan adanya perasaan tidak

pasti dan tidak berdaya. Biasanya keadaan emosi ini tidak memiliki objek

yang spesifik.

2) Kehilangan
Menurut Yusuf et al., (2015), kehilangan merupakan suatu keadaan

individu mengalami kehilangan sesuatu yang sebelumnya ada dan dimiliki.

Menurut Direja (2011), kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah

dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian

ataupun keseluruhan.

3) Ketidakberdayaan

Ketidakberdayaan merupakan persepsi bahwa segala tindakannya

akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang dapat

mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan (Direja,

2011).

4) Keputusasaan

Keputusasaan adalah keadaan emosional subjektif terus menerus,

dimana seseorang individu tidak melihat alternatif atau tersedia pilihan

pribadi untuk memecahkan masalah-masalah atau mencapai apa yang

diinginkan dan tidak dapat menggerakkan energi atas namanya sendiri untuk

menentapkan suatu tujuan (Direja, 2011).

5) Isolasi sosial

Menurut Yusuf et al. (2015), isolasi sosial adalah keadaan seseorang

mengalami penurunan atau bahkan individu tidak mampu berinteraksi

dengan orang lain di sekitarnya.

6) Harga diri rendah

Harga diri rendah adalah evaluasi diri atau perasaan tentang diri atau

kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang lama.

(Direja, 2011).

7) Depresi
Menurut Lubis (2016) depresi adalah suatu gangguan perasaan atau

afek yang ditandai dengan afek disforik (kehilangan kegembiraan/ gairah).


DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R.Y. (2014). Buku ajar asuhan keperawatan gerontik aplikasi nanda NIC & NOC
Jilid 1. Jakarta: CV Trans Info Media
Dalimartha, S., Purnama, B. T., Sutarina, N., Mahendra, B., & Darmawan, R. (2008). Can
your self hipertensi. Jakarta: Penebar Plus.
Dewi, S. R. (2014). Buku ajar keperawatan gerontik Ed I.Yogjakarta: Deepublish.
Direja, A. H. S. (2011). Buku ajar asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Fatimah. (2010). Merawat manusia lanjut usia suatu pendekatan proses keperawatan
gerontik. Jakarta: CV TIM
Fatmah. (2010). Gizi usia lanjut . Jakarta: Penerbit Erlangga
Kartinah. & Sudaryanto. A. (2017). Masalah psikososial pada lanjut usia. Jurnal UMS FIK
UMS. Retrieved from http://journals.ums.ac.id/index.php/BIK/article/view/3743
Keliat, B. A., Helena, N. & Farida, P. (2013). Manajemen keperawatan psikososial dan
kader kesehatan jiwa. Jakarta: EGC
Padila. (2013). Buku ajar keperawatan gerontik. Jakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai