MAKALAH PERBAIKAN
DASAR-DASAR PENDIDIKAN DALAM AL-QURAN
Tentang
ISYARAT-ISYARAT PENDIDIKAN DALAM AL-QURAN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Perkuliahan Pada Mata Kuliah
Dasar-Dasar Pendidikan Dalam Al-Quran
Oleh:
Oleh:
Afrizal
Nim: 88315311
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. H. Said Aqil Husin Al Munawar, M.A.
Prof. Dr. H. Rusydi AM, Lc., M.Ag.
A. Pendahuluan
Al-Quran merupakan firman Allah yang dijadikan pedoman hidup,
penerang jalan hidup, pembeda antara hak dan bathil, petuah dan nasehat,
sumber informasi bagi kaum muslim yang tidak ada keraguan di dalamnya. Di
dalamnya terkandung ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala
aspek kehidupan baik aspek hukum, sejarah, aqidah (keimanan), eskatalogi,
maupun isyarat tentang pendidikan dan pengetahuan yang selanjutnya dapat
dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing bangsa dan kapanpun
masanya dan hadir secara fungsional memecahkan problem kemanusiaan.
Salah satu permasalah yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah masalah
pendidikan.
Sebagai sumber informasi al-Quran sendiri telah memberi isyarat
bahwa pendidikan sangat penting, jika al-Quran dikaji lebih mendalam maka
kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan yang selanjutnya bisa
dijadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan
yang bermutu. Ada beberapa indikasi yang terdapat dalam al-Quran yang
berkaitan dengan isyarat pendidikan, untuk mengkaji aspek pendidikan dalam
al-Quran maka makalah ini sengaja dibuat, dalam makalah ini penulis akan
memaparkan tentang istilah-istilah pendidikan yang terdapat dalam al-qur-an,
kedudukan ilmuwan serta komponen pendidikan dalam al qur-an.
B. Isyarat-Isyarat Pendidikan Dalam Al-qur-an
Al-qur-an merupakan sumber motivasi, inovasi kemasyarakatan,
budaya dan peradaban yang teratur, berkembang relevan dengan kemajuan, 1
maka ayat-ayatnya syarat dengan masalah pendidikan. Karena pendidikan
merupakan usaha yang paling strategis untuk mengangkat harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk yang paling mulia. 2 Penjelasan mengenai
pendidikan dalam al-qur-an memang tidak bisa ditemukan secara rinci,
karena pada dasarnya al-qur-an itu hanya menjelaskan prinsip-prinsip pokok,
ada beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa al-qur-an memberikan
perhatian besar terhadap pendidikan, hal ini dapat dilihat pada uraian berikut:
1. Istilah-istilah Pendidikan Dalam Al-Qur-an
Dalam al-qur-an disebutkan ada sejumlah istilah yang berkaitan
dengan pendidikan, diantaranya:
1 Said Aqil Husin Al Munawar, Aktualisasi Nilai-Nilai Quran Dalam Sistem Pendidikan Islam,
(Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 21.
2Q.S. at-Tin, 95/28: 5, yang artinya, Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dengan sebaikbaik bentuk. Juga lihat Q.S. al-Isra, 17/50: 70 artinya,dan sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan .
a. Tarbiyah
Dalam al-Quran tidak ditemukan kata at-Tarbiyah, akan tetapi
Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa kata tarbiyah berasal dari tiga kata yaitu :
raba, rabiya, dan rabba.3 Kata Rab-Yarb-Tarbiyatan dengan arti namayanamu yang punya arti bertambah dan tumbuh menjadi besar. Kata Rabiya
Yarb dengan wazan khafia-yakhfa artinya naik, menjadi besar/dewasa,
tumbuh dan berkembang. Dengan demikian tarbiyah berarti usaha
menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik baik secara fisik, sosial,
maupun
spritual.
Kata
rabba-yarubbu
dengan
arti
aslahahu
al-Raghib
al-Asfahaniy
(502H/1108M)
adalah
memperbaiki,
perawatan,
tambah,
mengumpulkan,
dan
memperindah.7 Sedangkan al-Qurthubi (486H-576H) memberikan arti alrabb dengan pemilik, tuan, yang maha memperbaiki, yang maha pengatur,
yang maha menambah, dan yang maha menunaikan. 8 Imam Fakhruddin alRazi (544H/1210M) berpendapat bahwa al-rabb merupakan kata yang seakar
dengan al-tarbiyah yang mempunyai makna al-tanmiyah (pertumbuhan dan
3 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. (Bandung, Rosda Karya., 1992), h. 5
4 Maragustam, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna, (Yokyakarta: Nuha Litera, 2010),
h. 21.
5 Abudin Nata, Pendidikan Dalam Prespektif Al-quran, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 90
6 Ibid,.
7 Louis Maluf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-Alam, (Beirut: Dr al- Masyriq, 1984), Cet. XXVII,
h . 243-244.
8 Ab Abdillh Muhammad bin Ahmad al-Anr al-Qurthub, al-Jmi li-Ahkmi al-Qurn, Jilid
I (t.d), h,, 136-137.
10
Sesungguhnya
beruntunglah
orang
yang
11
apabila jiwa kotor, akan menghasilkan perbuatan yang buruk. Dari konsep
tazkiyah ini dapat dipahami bahwa dalam pendidikan terkandung proses
penumbuhan atau pengembangan diri peserta didik atau satuan sosial
sehingga ia menjadi suci dan bersih sesuai dengan fitrahnya.18
d. Tadris
Tadris memiliki makna tersisa bekas, dan tersisanya bekas
mengharuskan adanya upaya yang sungguh-sungguh oleh karena pelajaranpelajaran dijelaskan dengan cara yang tuntas.19 Diantara ayat al-qur-an kata
yang mengggunakan kata al-tadris adalah Q.S al-Anam : 105, berbunyi:
Artinya: Demikianlah Kami mengulang-ulangi ayat-ayat Kami
supaya (orang-orang yang beriman mendapat petunjuk) dan
supaya orang-orang musyrik mengatakan: "Kamu telah
mempelajari ayat-ayat itu (dari ahli Kitab)", dan supaya Kami
menjelaskan Al Quran itu kepada orang-orang yang
mengetahui.
Definisi ini memberikan makna bahwa al-tadris lebih menekan pada
proses pembelajaran, adapun subjek dari al-tdaris adalah Allah dan para nabi,
sementara objek sasaran adalah umat manusia, dan materi ajaran itu adalah
al-kitab.
e. At-Tafaquh
Kata at-tafaquh berasal dari kata tafaqqaha-yatafaqqahu-tafaqquhan
yang berarti mempelajari. Kata tafaqquh berasal dari kata faqiha atau alfiqh
yang berarti menghubungan kepada pengetahuan yang ghaib (rasional)
dengan ilmu yang tampak.20 Kata tafaqquh dalam al-quran diulang sebanyak
20 kali dengan pengertian-pengertianya sebagai berikut:
1) Digunakan untuk arti memahami seperti dalam Q.S An-Nisa: 78, Q.S alAnam : 65, Q.S Al-Araf: 179.
18 Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam; Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, h. 11
19 Abudin Nata, ibid,. h. 99.
20 Ibid, h. 101.
12
13
21 Al-Raghib al-Ashafahaniy, Mujam Murfadat Alfadz al-Quran, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), 354.
22 Ibid
14
15
berpikir, meneliti atau mengkaji alam sekita muncullah zikir dan ketika ia
berzikir mucullah pikirnya.24 Dengan melakukan kedua hal tersebut akan
sampai kepada hikmah yaitu mengetahui, memahami dan menghayati bahwa
di balik fenomena Alam dan segala sesuatu yang ada didalamnya menunjukan
adanya Sang Pencipta Allah SWT. Muhammad Abduh (1849 M-1905M),
menyatakan bahwa dengan merenungkan penciptaan langit dan bumi,
pergantian siang dan malam akan membawa manusia menyaksikan ke-Esaan
Allah yaitu adanya aturan yang dibuat-Nya serta karunia dan berbagai
manfaat yang terdapat di dalamnya.25 Hal itu menunjukan kepada fungsi akal
sebagai alat untuk mengingat, berfikir dan merenung.
Lebih lanjut Al-Maraghy (1300 H-1371 H), mengatakan bahwa
keberuntungan dan kemenangan akan tercipta dengan mengingat keagaungan
Allah dan memikirkan terhadap segala ciptaan-Nya (makhluk-Nya).
Kebahagiaan tersebut dapat dilhat dari munculnya bebagai temuan manusia
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada hakikatnya merupakan
generalisasi atau teorisasi terhadap gejala-gejala dan hukum yang terdapat di
alam jagat raya ini.26 Keadaan tersebut dapat mengantarkan pula manusia
untuk mensyukuri dan meyakini bahwa segala cipataan Allah ternyata amat
bermanfaat dan tidak ada sia-sia.
Pemahaman tentang potensi berpikir yang dimiliki akal sebagai
tersebut di atas, memiliki hubungan yang erat dengan pendidikan. Hubungan
tersebut antara lain terlihat dalam rumusan tujuan pendidikan. Benyamin
Bloom, cs., dalam bukunya Taxonomy of Educational Objective membagi
tujuan-tujuan pendidikan dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor. Ranah kognitif dan afektif sangat erat kaitannya dengan fungsi
kerja akal. Dalam ranah kognitif terkandung fungsi mengetahui, memahami,
menerapkan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi.27 Hal ini erat
24 Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi: Pesan-Pesan Al-Qur-an tentang Pendidikan,(Jakarta: Amzah,
2013), Cet-ke-I, h. 85
25 Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy, juz XXVIII, (semarang: CV Toha Putra,
1989), h. 26
26 Ibid, h. 163
27 Danil Golomen, Kecerdasan Emosional, (Bandung: Prima, 2001), cet. Ke-1, h. 12
16
17
yang berarti memikirkan setelah peristiwa terjadi.32 Dari kata tersebut pula
muncuul kata tadabaru yang berarti saling membelakangi atau mendahului
dengan tujuan untuk menyaingi secara tidak sehat. Kata al-tadabbur juga
serumupun dengan kata yudabbiru yang dalam al-quran diulang sebanyak 21
kali. Kata yudabbiru terkadang berarti menciptakan, mengatur, memikirkan,
dan merenungkan.33 Arti ini dijumpai pada ayat berikut ini:
Artinya: Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk
mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at
kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan
kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil
pelajaran?. (QS. Yunus:3).
Artinya: Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al
Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah,
tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
dalamnya. (Q.S an-nisa: 82).
Pada ayat di atas, terlihat bahwa kata Yudabbiru atau yatadabbaru
berarti mengatur, memperhatikan, merenungkan, memikirkan dan sebagainya.
Secara keseluruhan kegiatan tersebut mempergunakan potensi akal dan
segenap kemampuan panca indera, serta potensi bathiniah lainnya. Dengan
kegiatan tersebut akan diperoleh hikmah, pelajaran, nilai-nilai serta yang
lainnya, yang pada akhirnya sampai pada mensyukuri nikmat Allah SWT.
Pelajaran, hikmah, dan nilai-nilai tersebut datangnya dibelakang atau
kemudian, setelah dilakukan perenungan, pemikiran, dan perhatian tersebut.
Dengan demikian, melalui kegiatan tadabbur atau yatadabbara
segala
sesuatu
kejadian
akan
diberi
makna
tersebut
transendental
yang
18
dan pengajaran. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dalam kata altadabbur berkaitan erat dengan kegiatan pendidikan dan pengajaran.
h. Al-Tazkirah
Kata al-tazkirah berasal dari kata al-dzikr yang berarti kondisi
kejiwaan yang memungkin manusia dapat mengahafal sesuatu yang diajarkan
padanya berupa pengetahuan. Dengan demikian kata al-dzikr sama dengan
al-hafidfz yang berarti mengahafal dengan suatu perbedaan, bahwa
mengahafal berkenaan dengan sesuatu yang tampak, dan terkadang
dimaksudkan untuk menghadirkan sesuatu pada hati sanubari atau ucapan.
Dengan demikian, adzikr terbagi dua, yaitu dzikr dengan hati, dan dzikr
dengan lisan.34 Di dalam al-quran kata al-tazkirah diulang sebanyak 9 kali,
seperti pada ayat berikut ini:
Artinya Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar
kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang
yang takut (kepada Allah), (Q.S. Thaha:2-13)
Artinya: Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna
bagi musafir di padang pasir. (QS. Al-waqiah: 73)
Dari ayat di atas, terlihat bahwa kata tazkirah berarti peringatan agar
orang tidak lengah, dan juga agar dengan peringatan tersebut seseorang dapat
menangkap pesan yang terkandung di dalamnya.
tazkirah ini berkembang pula kata-kata yatazakkaru seperti pada ayat berikut
ini:
Artinya: Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa
yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama
dengan orang yang buta? hanyalah orang-orang yang berakal
saja yang dapat mengambil pelajaran, (Q.S Ar-rad: 19).
Artinya: ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan
kepadamu
penuh
dengan
berkah
supaya
mereka
memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat
pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (Q.S
Shaad:29).
34 Al-Raghib al-Ashafahaniy, op. Cit, h. 166
19
Dari
ayat-ayat
di
atas,
diketahui
bahwa
kata
mengingat,
mengetahui
dan
al-quran.
Kegiatan
memori
yang
hasilnya
pengetahuan
yang
kata
al-Tazkirah
yang
berarti
peringatan,
20
dihubungkan
dengan
kegiatan
berfikir
yang
21
alternatif serta mengkaji ide-ide dan rencana kerja yang telah dibuat dari
berbagi prespektif guna mengantisipasi masa depan yang lebih baik.37
Kata al-Intidzar yang berasal dari kata nadzara dalam al-Quran
diulang sebanyak 150 kali. Seperti ayat berikut ini:
Artinya: Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnahsunnah Allah; karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan
perhatikanlah
bagaimana
akibat
orang-orang
yang
mendustakan (rasul-rasul). (Q.S Ali-Imran:137).
Artinya: Katakanlah: "Berjalanlah di muka bumi, kemudian
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan itu." (Q.S al-anam:11).
Pada ayat di atas, terlihat bahwa kata Undzuru
diartikan
memperhatikan
mengobservasi,
pengkategorisasian,
perbedaannya,
dalam
artian
mengetahui,
mencarikan
unsur
membandingkan,
mengamati,
memahami,
persamaan
dan
menganalisa,
22
pengamatan,
pengamatan
terhadap
dan
lain
berbagai
sebagainya,
peristiwa
seperti
masa
lalu
ilmu
materiologi
dan
geofisika,
analisis
terhadap
proses
pencipataan
manusia
yang
al-wadz
terdapat
dalam
al-quran
dalam
23
pengajaran,
nasehat,
peringatan
dalam artian
24
dan penuh percaya diri. Kegiatan ini dapat diwakili dari istilah al-intidzar,
al-tafakkur, dan lain-lain.40
2. Kedudukan Pendidik dalam Al-Qur-an
Isyarat pendidikan dalam al-qur-an, dapat dipahami bagaimana
al-quran mengapresiasi orang-orang memiliki ilmu pengetahuan atau
pendidik dalam kehidupan. Banyak istilah yang digunakan dalam Al-Quran
untuk menyebut ilmuwan atau cendekiawan, yaitu : ulama, ulul al-Nuha, ulul
ilmi, ulul al-bab, ulul abshar, antara lain:41
a. Ulama, yaitu orang yang berilmu
Artinya: dan demikian (pula) di antara manusia, binatangbinatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang
bermacam-macam
warnanya
(dan
jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hambahamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun. (Q_S. Al-Fathir: 28).
Makna lafadz al Ulama dalam al Quran di atas adalah hamba
Allah yang takut melanggar perintah Allah dan takut melalaikan
perintahNya dikarenakan dengan ilmunya ia sangat mengenal keagungan
Allah. Ia bertahuid (mengesakan) Allah dalam rububiyah, uluhiyah dan
asma wa sifat. Mereka sangat berhati-hati dalam ucapan dan tindakan
karena memiliki sifat wara, khowasy dan arif. 42 Kata al Ulama bukan
sekedar istilah dan kedudukan sosial buatan manusia. Bukan pula orang
yang didudukan di lembaga bentukan pemerintahan dengan subsidi dana.
Namun kosa kata al Ulama berasal dari Kalamullah dan memiliki arti dan
kedudukan sangat terhormat disisi Rabb. Oleh karena itu, termasuk
perkara yang sangat penting untuk kita ketahui dan pahami adalah
manzilah (kedudukan) ahlul ilmi yang mulia di dalam Al-Quran dan AsSunnah. Sehingga kita bisa beradab terhadap mereka, menghargai mereka
dan menempatkan mereka pada kedudukannya. Itulah tanda barakahnya
40 Abuddin Nata, op. Cit, h. 120-121
41 Ali Munawar Yusuf, Islam dan Sain Modern: Sentuhan Islam Terhadap Berbagai Disiplin
Ilmu, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), h. 290.
42 Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan, Kedudukan Ulama dalam Al-Qur`an dan AsSunnah, 7/01/2016 In: http://belajaralislam.wordpres.com/
25
ilmu dan rasa syukur kita dengan masih banyaknya para ulama di zaman
ini.
b. Ulu al-Nuha, yaitu orang yang berpikir secara tertib dan sistematis,
sehingga mampu mengambil kesimpulan
Artinya:
makanlah
dan
gembalakanlah
binatangbinatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu,
terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang
yang berakal. (QS. Thaha: 54).
Artinya: Maka tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka
(kaum musyrikin) berapa banyaknya Kami membinasakan
umat-umat sebelum mereka, Padahal mereka berjalan (di
bekas-bekas)
tempat
tinggal
umat-umat
itu?
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tandatanda bagi orang yang berakal. (QS. Thaha: 128).
c. Ulu al-'Ilmi, identik dengan istilah ulama, yaitu orang yang memiliki dan
menguasai ilmu pengetahuan
Artinya: Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia
(yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan
orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada
Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. (QS. Ali-Imran: 18).
d. Ulul al-Abshar, yaitu orang yang tajam dan cermat dalam melihat realitas
objektif kehidupan
Artinya: Allah mempergantikan malam dan siang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran
yang
besar
bagi
orang-orang
yang
mempunyai
penglihatan. (QS. An-Nur: 44).
e. Ulu al-Albab, yaitu orang yang aktif dalam memerankan rasa dan
rasionya secara seimbang
Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,
dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tandatanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan
Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa
neraka. (QS. Ali-Imran: 190-191).
26
27
kepada dua kelompok besar, yang pertama sekadar beriman dan beramal
saleh dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan.
Derajat kelompok yang kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena
nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada
pihak lain, baik secara lisan, atau tulisan, maupun dengan keteladanan. Ilmu
yang di maksud oleh ayat di atas bukan saja ilmu agama, tetapi ilmu apapun
yang bermanfaat.44
Ayat di atas, mengilhami kepada manusia untuk serius dan konsisten
dalam memperdalam dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Beberapa
tokoh penting (ilmuwan) dalam sejarah Islam jelas menjadi bukti janji Allah
s.w.t akan terangkatnya derajat mereka baik dihadapan Allah maupun sesama
manusia. Wahbah Zuhaili (1932 M- 2015 M) dalam Tafsir Al Munir-nya
memaknai kata darajaat (beberapa derajat) dengan beberapa derajar
kemuliaan di dunia dan akhirat. Orang alim yang beriman akan memperoleh
fahala di akhirat karena ilmunya dan kehormatan serta kemuliaan di sisi
manusia yang lain di dunia. Karena itu Allah s.w.t meninggikan derajat orang
mumin di atas selain mumin dan orang-orang alim di atas orang-orang
tidak berilmu.45
Dalam perspektif sosiologis, orang yang mengembangkan ilmu berada
dalam puncak piramida kegiatan pendidikan. Banyak orang sekolah/ kuliah
tetapi tidak menuntut ilmu. Mereka hanya mencari ijazah, status/gelar. Tidak
sedikit pula guru atau dosen yang mengajar tetapi tidak mendidik dan
mengembangkan ilmu. Mereka ini berada paling bawah piramida dan
tentunya jumlahnya paling banyak. Kelompok kedua adalah mereka yang
kuliah untuk menuntut ilmu tetapi tidak mengembangkan ilmu. Mereka ini
ingin memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan untuk bekal hidupnya atau
untuk dirinya sendiri, tidak mengembangkannya untuk kesejahteraan
masyarakat. Kelompok ini berada di tengah piramida kegiatan pendidikan.
Sedangkan kelompok yang paling sedikit dan berada di puncak piramida
adalah seorang yang kuliah dan secara bersungguh-sungguh mencintai dan
mengembangkan ilmu. Salah satunya adalah dosen yang sekaligus juga
seorang pendidik dan ilmuwan.
Dari ayat tersebut dapat diketahui tiga hal sebagai berikut:
Pertama, bahwa para sahabat berupaya ingin saling mendekat pada saat
berada di majelis Rasulullah SAW, dengan tujuan agar ia dapat mudah
mendengar wejangan dari Rasulullah SAW yang diyakini bahwa dalam
wejangannya itu terdapat kebaikan yang amat dalam serta keistimewaan yang
agung.
Kedua, bahwa perintah untuk saling meluangkan dan meluaskan tempat
ketika berada di majelis, tidak saling berdesakan dan berhimpitan dapat
dilakukan sepanjang dimungkinkan, karena cara damikian dapat
menimbulkan keakraban di antara sesama orang yang berada di dalam majelis
dan bersama-sama dapat mendengar wejangan Rasulullah SAW.
44 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 13 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 490-491
45Wahbah.Az-Zuhaili, At-Tafsir Al- Munir Fil Aqidah wal Syariah wal Manhaj .Juz 28. (BeirutLibanon: Darul Fikr. 1411 H/1991 M), h 43
28
29
Iqra` adalah bentuk kata imperatif (fil amr) terambil dari kata kerja
qara`a yang pada mulanya berarti "menghimpun". Menurut Quraish Shihab,
arti asal kata ini menunjukkan bahwa iqra` yang diterjemahkan dengan
"bacalah!" tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek baca.
Ia tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain. Oleh karena
itu, dalam kamus, dapat ditemukan arti yang beraneka ragam bagi kata ini.
Antara lain, menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciriciri sesuatu, yang kesemuanya bermuara pada arti "menghimpun".49
Dapat dikemukakan suatu kaidah: "Apabila suatu kata kerja yang
membutuhkan objek tetapi tidak disebutkan objeknya, objek yang dimaksud
bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh kata
tersebut". Dari sini, dapat ditarik kesimpulan bahwa karena kata iqra`
digunakan dalam arti membaca, menelaah, menyampaikan, dan sebagainya,
dan karena objek bacaan dalam ayat ini tidak disebut sehingga bersifat umum,
objek kata tersebut mencakup segala yang dapat terjangkau, perintah membaca
di sini bukan hanya membaca apa yang tertulis akan tetapi membaca ayat-ayat
yang terbentang dalam alam semesta juga merupakan objek yang wajib dibaca,
diteliti, dan direnungkan.50 Perintah al-quran agar manusia memperhatikan
segala sesuatu yang ada di alam semesta memerlukan observasi dan
eksprimentasi sehingga diperoleh ilmu pengetahuan. Semua aktivitas ini,
memerlukan kemampuan berpikir kritis dan alatnya berupa ilmu pengetahuan.51
Bi ism Rabbik adalah suatu ungkapan. Sudah menjadi kebiasan orang
Arab sejak dahulu mengaitkan suatu pekerjaan yang mereka lakukan dengan
nama sesuatu yang mereka muliakan. Ini dimaksudkan untuk memberi kesan
yang baik-atau katakanlah "berkat" terhadap pekerjaan tersebut. Juga, untuk
49 Di dalam al-Quran, kata qara`a disebutkan sebanyak tiga kali, masing-masing pada surah ke17, ayat 14 dan surah ke-96, ayat 1 dan 3. Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur`n Al-Karm
(Tafsir atas Surat-Surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu). (Bandung: Pustaka
Hidayah, 1997), Cet. Ke-II, h.77-78.
50 Muhammad Iqbal, Moralitas Al-Quran: Antara cita dan Realitas, (Bandung: Citapustaka
Media Perintis, 2012), h. 144-145.
51 J suyuti Pulungan, Universalisme Islam, (Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2002), h, 96-97
30
jika
dibaca
dalam
arti
ditelaah,
diobservasi,
diidentifikasi,
31
bahwa
kata
akram
digunakan
oleh
al-Quran
untuk
32
33
34
eksternal, berupa tantangan yang cepat dari lingkungan strategis dari luar
Indonesia.63 Maka, untuk menghadapi kedua tantangan tersebut, perubahan dan
inovasi merupakan kata kunci yang perlu dijadikan titik tolak dalam
mengembangkan pendidikan Islam di Indonesia. Pengembangan pendidikan
dari segi isi (content) dapat didekati secara parsial dan integral. Secara parsial,
artinya pendidikan bersifat terbuka, menumbuhkan qalb dan aql. Sedangkan,
secara integral, pendidikan berada dalam sistem tertutup, yakni menumbuhkan
dan melestarikan nilai-nilai mulia dan akhlak terpuji.
C. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam Al-qur-an banyak terdapat istilah-istilah yang mengarah kepada
pendidikan dan pengajaran atau pembelajaran, yaitu tarbiyah, talm,
tazkiyah, al-tadris, al-tafaqquh, al-taaqqul, al-tadabbur, al-tazkirah, altafakkur,
al-intidzar, dan al-mauizah. Dari berbagai istilah tersebut
terkandung makna pendidikan sebagai berikut:
a. Kegiatan yang bersifat pengajaran dalam artian transfer of knowledge
dari orang yang sudah dewasa (guru) kepada orang yang belum dewasa
(peserta didik). Melalui kegiatan pengajaran ini dapat dihasilkan orangorang yang memiliki pengetahuan dan berpandangan luas, yang
selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam
merumuskan berbagai kebijakan yang akan diambilnya. Kegiatan ini
dapat diwakili oleh kata al-talim, al-tadris, al-taaqqul, dan altafaquh.
b. Kegiatan yang bersifat pendidikan (education) yaitu merangsang,
menggali, mengarahkan, membina, dan membentuk sikap mental serta
kepribadian yang didasarkan pada nilai-nilai luhur dan mulia, seperti
membentuk sikap jujur, ulet, kerja keras, sabar, mandiri, dan lain-lain.
Proses pendidikan ini tidak semudah proses pengajaran, akan tetapi
proses pendidikan tidak ahanya membutuhkan pengetahuan guru
tentang bahan ajar saja, tetapi harus memiliki program pendidikan yang
bersifat personalized. Kegiatan ini dapat diwakili dengan istilah altarbiyah, al-tazkiyah, al-dzikir, dan al-mauidzah.
c. Kegiatan yang bersifat penelitian (research) yang bertumpu bukan
hanya pada guru tetapi juga pada peserta didik. Kegiatan penelitian ini
terkait dengan kegiatan pembelajaran yang pada intinya adalah
mendorong dan mengarahkan peserta didik agar tergali segala potensi
dan bakat yang dimilikinya, sehingga segala potensi yang dimilikinya
dapat diberdayakan secara optimal yang megarahkan pada lahirnya
63 Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam: Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan
(Jakarta: PT RajaGrafindo, 2006), h. 71-72.
35
peserta didik yang unggul dan penuh percaya diri. Kegiatan ini dapat
diwakili dari istilah al-intidzar, al-tafakkur, dan lain-lain.
2. Posisik pendidik sebagai orang yang berilmu dalam al-quran sangat
terhormat dan tinggi derajatnya.
3. Komponen utama pendidikan dalam al-quran diataranya yakni komponen
visi (humanisme-religious, pada kata bismirabbika/dengan menyebut nama
Tuhanmu), komponen metode (iqra/bacalah), komponen alat dan sarana
prasarana (bi al-qalam/dengan pena) dan komponen kurikulum (m lam
yalam/sesuatu yang belum diketahui).
DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, Pendidikan Dalam Prespektif Al-quran, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2005).
---------------, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Isu-isu Kontemporer Pendidikan
Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2012).
Ab Abdillh Muhammad bin Ahmad al-Anr al-Qurthub, al-Jmi li-Ahkmi
al-Qurn, Jilid I (t.d).
A. Baiquni, Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern (Cet. I; Bandung: Mizan, 1988).
Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy, juz XXVIII, (semarang: CV
Toha Putra, 1989).
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. (Bandung, Rosda Karya.,
1992).
36
37