Anda di halaman 1dari 2

Berombongan Menuju Neraka, Sendirian Masuk Surga

Rumah masa depan yang pasti bagi manusia adalah surga, atau neraka. Dengan hanya ada dua
finish tanpa alternatif ketiga itulah manusia dihidupkan selama puluhan tahun, diberi fasilitas dan
segala macam kemudahan, diberi kesempatan, ilmu, juga arena bermain dan bertarung. Arena
itu terus dipergilirkan sesuai urutan yang sudah disusun, sejak dari manusia pertama hingga
manusia terakhir yang mati pada saat datang hari kiamat. Warisan generasi sebelumnya,
menjadi modal bagi generasi pelanjut agar pertarungan dan permainan berkembang lebih
menarik karena tidak harus dimulai dari nol lagi. 

Blok calon penghuni neraka dengan blok calon penghuni surga masing-masing merupakan
kelompok besar dengan kekuatan massa luar biasa. Hanya, hampir tak pernah terjadi kekuatan
kedua blok itu seimbang. Kecenderungan yang terjadi adalah, kelompok calon penduduk neraka
senantiasa jauh lebih banyak jumlahnya. Kampanye pendukung kesesatan terus-menerus
menguasai atmosfir bumi dan menghantui siang maupun malam. Manusia rela mengeluarkan
berapapun dana yang bisa dikumpulkan, untuk kepentingan kesenangan sesaat yang
menyesatkan, hanya demi kian banyaknya kawan yang akan menghuni bersama rumah masa
depan. 

Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan tentang rombongan orang kafir yang disebutkan Al-Qur'an dalam
surah az-Zumar: 71-72, bahwa mereka akan digiring berbondong-bondong ke gerbang pintu
neraka dalam keadaan hina-dina. Setelah sampai, pintu gerbang neraka jahanam dibuka lebar-
lebar. Para penjaganya menegur mereka, “Apakah tak pernah datang kepada kalian rasul-rasul
Allah yang membacakan ayat-ayat-Nya serta mengancam kalian akan datangnya hari ini, hari
tersedianya adzab bagi orang seperti kalian?” 

Mereka menjawab, “Benar telah datang, tapi kami mengingkarinya, menolak, bahkan
melecehkan ajarannya.” 

Maka para penjaga neraka berkata, “Masuklah kalian ke dalam neraka jahanam yang telah
terbuka pintunya lebar-lebar untuk menerima kalian sebagai penghuninya yang kekal di dalam
tempat terburuk ini, tempat yang disediakan bagi orang kafir dan sombong.” 

Keadaan hina-dina, biasanya merupakan sesuatu yang begitu dijauhi oleh orang kafir semasa
hidup di dunia. Justru gemerlapnya malam, menterengnya penampilan, kegagahan, dan
kemewahan adalah simbol yang mereka agung-agungkan. Demi mencapai itu semua, mereka
berani menabrak rambu atau bahkan melenyapkannya, karena memang tidak memiliki rasa takut
terhadap ancaman kehinaan nasib di akhirat. Bila terhadap rambu ciptaan Allah saja mereka tak
peduli, apalagi terhadap rambu bikinan manusia, yang tidak memiliki pengawas berupa malaikat.
Begitu tidak ada manusia yang menyaksikan, segalanya seakan boleh dilakukan. Lama-lama
bahkan manusia tak lagi malu-malu melakukannya secara terang-terangan. Kesesatan terang-
terangan itu dibungkus dengan kemewahan dan glamourisme sehingga kian meningkat
gengsinya, sambil menjatuhkan citra para pembela kebenaran. Manusia, yang memang memiliki
sifat mudah tersilaukan oleh penampilan fisik, pun tersihir ramai-ramai. 

Tetapi semenarik-menarik kampanye, tentu hasilnya tidak akan sehebat bila kampanye itu
merupakan sebuah bagian dari rangkaian pengorganisasian yang lebih besar. Pengorganisasian
yang didukung oleh sarana hampir tak terbatas adalah bila diwujudkan dalam bentuk negara,
atau bahkan trans-nasional. Bila negara telah dikuasai oleh konspirasi yang mengarahkan
manusia ke neraka, maka kecelakaan besar telah mengancam warganya. Ciri dari negara yang
mencegah warganya masuk surga di antaranya adalah bila keinginan untuk berbuat baik tidak
didukung atau difasilitasi. Sebaliknya, negara malah mengutamakan kesan megah dan mewah
yang melupakan Tuhan. Negara juga tidak memberikan arahan yang jelas tentang kebenaran
dan ketidakbenaran, alias cenderung tidak peduli terhadap nilai. Secara praktis dapatlah disebut
sebagai negara sekuler, yang menyerahkan segala urusan keinginan masuk surga warganya
sebagai semata kepentingan pribadi. Bila sudah demikian, maka pertarungan pendukung neraka
dengan pendukung surga biasanya tidak seimbang, karena perbedaan kekuatan dasar mereka. 

Bagaimana dengan kekuatan dan rombongan para penghuni surga? Pada ayat ke-73 Surah az-
Zumar yang dikutip di atas, Allah berfirman: 

“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Rabb-nya, mereka digiring berombongan (pula).
Setelah sampai di gerbang, pintu surga dibuka lebar-lebar dan penjaga berkata kepada mereka,
`Kesejahteraan atas kalian, dan berbahagialah. Masuklah ke surga, dan kalian kekal di
dalamnya.'” 

Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan, dalam memasuki pintu surga ini, kaum Mukminin harus melewati
banyak prosedur. Sebelumnya mereka harus meniti shirath (jembatan) yang menggelincirkan.
Kemudian untuk dibukakannya pintu surga, mereka harus meminta bantuan para nabi, yang
kesemuanya tidak sanggup kecuali Nabi Muhammad saw. Kaum Mukminin itupun harus
melewati penghitungan secara teliti sebelum diklasifikasikan sebagai calon penghuni surga. 

Tetapi sayang, kampanye menuju surga, di dunia, selalu kalah gencar dibanding kampanye ahli
neraka. Penampilan mereka juga kalah menarik, sebagian malah cenderung kumuh. Yang lebih
memprihatinkan, pengorganisasiannya tanggung. Tidak ada institusi kuat berskala internasional
yang mendukung secara sungguh-sungguh merencanakan, menggalang pendanaan, men-
support (mendukung) dengan kekuatan fisik maupun non-fisik. Kampanye menuju surga lebih
banyak dilakukan kaum Muslimin secara pribadi-pribadi, atau kelompok berskala kecil. Seakan-
akan, umat Islam tidak menginginkan kapling di surga diisi dengan sebanyak-banyaknya orang.
Padahal, sebanyak apapun penghuni, surga tidak akan kehabisan kapling, sebagaimana neraka
juga tersedia seluas-luasnya. 

Negara yang bersungguh-sungguh mewujudkan keinginan membawa warganya masuk surga


juga tidak banyak, dan kalaupun ada niscaya selalu dimusuhi tetangga-tetangganya atau negara
lain. Kesadaran perlunya pengorganisasian ini belum cukup tumbuh, yang mengakibatkan
kampanye alias dakwah yang bersifat integratif dan komprehensif belum juga muncul. 

Dakwah pribadi alias fardiyah itu memang tidak ada jeleknya, dan tetap merupakan kewajiban
melekat bagi setiap Muslim. Tetapi berhadapan dengan berbagai kekuatan yang terorganisasi,
sesuatu yang tidak terorganisir tentu tidak akan menang. Di samping itu, kontrol terhadap pribadi-
pribadi untuk sebuah tujuan yang simultan juga sulit. Untunglah bahwa keikhlasan serta niat suci
dari para pelaku dakwah Islam cukup besar, sehingga ada kompensasi lain atas kekurangan
dalam hal pengorganisasian. Para vote-getter surga itu melakukan kegiatan tanpa pamrih
duniawi, karena teringat akan firman Allah: 

“Katakanlah, `Upah apapun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu. Upahku hanyalah
dari Allah, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.' Katakanlah, `Sesungguhnya Tuhanku
mewahyukan kebenaran. Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.'” (QS Saba': 47-48) 

Sesuatu yang perlu ditingkatkan dari barisan para da'i Islam adalah pengorganisasian. Agar tidak
ada lagi istilah ingin masuk surga sendirian.*

Anda mungkin juga menyukai