Anda di halaman 1dari 17

A.

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah upaya sadar yang mengandung norma kebaikan dan


berlangsung dalam interaksi antar individu. Penularan suatu norma kepada orang lain
hanya dapat di lakukan oleh seseorang yang berilmu pengetahuan dan memiliki
kepribadian, sehingga dengan ilmu pengetahuan tersebut proses pendidikan dan
pengajaran dapat berlangsung dengan baik.

Kelangsungan pendidikan dan pengajaran merupakan satu faktor penentu, sebab


kegiatan tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam pembinaan perkembangan
jasmaniah dan rohaniah manusia, sejalan dengan kedudukan manusia sebagai makhluk
yang paling mulia, maka pekerjaan mendidik dan mengajar adalah menyempurnakan dan
mensucikan hati manusia serta bimbingan nya kearah pendekatan diri kepada Allah SWT,
sehingga pekerjaan mengajar merupakan ibadah kepada Allah SWT sekaligus
melaksanakan kekhalifahan di bumi.

Guru merupakan faktor utama dalam memberhasilkan belajar siswa, kemampuan


guru dalam menggunakan metode, menguasi bahan pelajaran dan teknik penyajian yang
sesuai sehingga dapat merangsang siswa untuk lebih bergairah dalam belajar.

Urgensi pembahasan ini dilakukan dalam rangka menggali khazanah ilmu


pengetahuan di bidang pendidikan Islam, khususnya yang berkaitan dengan hadis-hadis
tentang pendidik. Pembahasan ini diharapkan dapat memunculkan pemikiran baru dalam
melihat eksistensi pendidik dalam pendidikan Islam.

1
B. PEMBAHASAN

1. Definisi Pendidik
Dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, dijelaskan bahwa pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyasuwara, tutor, instruktur, fasilitor, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Secara bahasa
pendidik adalah orang yang mendidik. Berdasarkan analisa yang dilakukan oleh Zainal
Efendi Hasibuan, dari hadis-hadis Rasulullah terdapat sejumlah istilah yang digunakan
untuk menyebut guru, yaitu: murabbi, muallim, muaddib, mudarris, muzakki, mursyid
dan mutli, yang akan dijelaskan sebagai berikut:1
a. Rasulullah Sebagai Murabbi
Istilah murabbi merupakan bentuk (shigat) al-ism al-fiil yang berakar dari tiga kata.
Pertama berasal dari kata raba yarbu, yang artinya zad dan nama (bertambah dan
tumbuh). Contoh kalimat dapat ditemukan, arbaituhu, namaituhu, artinya saya
menumbuhkannya. Kedua, berasal dari kata rabiya, yarba yang mempunyai makna
tumbuh (nasya) dan menjadi besar (tararaa). Ketiga, berasal dari kata rabba yarubbu
yang artinya, memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga, dan memelihara. Istilah
murabbi berasal dari al-fil al-madhi tsulasi mazid biharfinwahid, yaitu rabba
setimbangan dengan faala- yufa ilu-tafilan-mufailun, menjadi rabba-yurabbu,
tarbiyyat, murabbi. Berdasarkan kajian ilm al- sharf,murabbi merupakan bentuk al-ism
al-fail artinya orang yang mendidik, atau si pendidik. Jadi istilah rabba, sebagai asal kata
pendidikan secara bahasa dipahami sebagai menumbuhkan dan mengembangkan.2
Menurut Abu al-Ala al-maududi, kata rabba mengandung arti sebagai berikut; (1)
mendidik, memelihara, dan meningkatkan.(2)menghimpun, mempersiapkan.(3) tanggung
jawab, perbaikan, pengasuhan.(4) keagungan, kepemimpinan, dan wewenang. (5)pemilik.3

b. Rasululllah Sebagai Muallim


Muallim berasal dari al-fil al-madhi allama, mudhari nya yaallimu dan
mashdarnya al-talim, artinya, telah mengajar, sedang mengajar, dan pengajaran. Kata
Muallim memilliki arti pengajaran atau orang yang mengajar. Istilah Muallim sebagai

1
Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), h.105
2
Ibid, h.112
3
Ibid, h.113

2
pendidik dalam hadis Rasul adalah kata yang paling umum dikenal dan banyak ditemukan.
Muallim merupakan al-ism al-fail dari allama yang artinya orang yang mengajar.4
Dalam bentuk tsulasi muzarrad, mashdar dari alima adalah ilmun, yang sering
dipakai dalam bahasa Indonesia disebut ilmu.
Dalam pendidikan Islam istilah pendidikan yang kedua sesudah al-tarbiyyat adalah al-
talim. Rasyid Rida sebagaimana dikutip Samsul Nizar, mengartikan al-talim sebagai
proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu. Argumentasinya
didasarkan pada Q.S Al-Baqarah : 151 yang artinya :



Artinya :
Sebagaimana kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul (Muhammad) dari
kalangan kamu yang membacakan ayat-ayat kami, mensucikan kamu dan mengajarkan
kepadamu kitab (Al-Quran) dan hikmah (sunnah), serta mengajarkan kepadamu apa
yang belum kamu ketahui.5
Berdasarkan definisi ilmu diatas, maka muallim adalah oang yang mampu untuk
merekonstruksi bangunan ilmu secara sistematis dalam pemikiran peserta didik dalam
bentuk ide, kecakapan, wawasan dan sebagainya. Muallim adalah orang yang memiliki
kemampuan unggul dibandingkan dengan peserta didik, yang dengannya ia dipercaya
menghantarkan peserta didik ke arah kesempurnaan dan kemandirian.
c. Rasulullah Sebagai Muaddib
Dalam kamus bahasa Arab, Al-mujam al-wasith istilah muaddib mempunyai makna
dasar sebagai berikut : (1) tadib berasal dari kata adiba-yadubu yang berarti melatih,
mendisiplinkan diri untuk berprilaku yang baik dan sopan santun; (2) kata dasarnya,
adaba-yadibu yang artinya mengadakan pesta atau perjamuan yang berarti berbuat dan
berprilaku sopan; (3) addaba mengandung pengertian mendidik, melatih, memperbaiki,
mendisiplin, dan memberikan tindakan.6
Secara terminologi muaddib adalah seorang pendidik yang bertugas untuk
menciptakan suasana belajar yang dapat menggerakkan peserta didik untuk berprilaku atau
beradab sesuai dengan norma-norma, tata susila dan sopan santun yang berlaku dalam
masyarakat.7
d. Rasulullah Sebagai Mudarris

4
Ibid, h.118
5
Ibid, h.118
6
Ibid, h.123
7
Ibid, h.124

3
Secara etimologi mudarris berasal dari bahasa Arab, yaitu shigat al-ism al-fail al-
madhi darrasa. Darrasa artinya mengajar, sementara Mudarris artinya guru, pengajar.
Secara terminologi mudarris adalah orang yang memiliki kepekaan intelektual dan
informasi, serta memperbarui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutam,
berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan merekam serta melatih
keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.8
Dibawah ini dikemukakan salah satu diantara hadis yang mempunyai akar kata yang
sama dengan mudarris.





() .
Artinya: Dari Ummu Salamah dari Nabi Muhammad SAW, terhadap hadis ini
keduanya berpegang teguh terhadap warisan dan sesuatu yang telah dipelajari, maka
Rasul bersabda, Sesunggunya aku memutuskan diantara kamu menurut pendapatku
terhadap apa yang tidak diturunkan atasku padanya. (H.R. Abu Dawud)9
Berdasarkan hadis ini, apabila dikaitkan dengan mudarris maka pendidik adalah orang
yang mampu menyelesaikan sesuatu permasalahan dengan menggunakan akal pikiran.
Dalam hal ini sifat mudarris adalah mampu memutuskan suatu masalah dan mempelajari
suatu pelajaran dengan mempergunakan akal pikirannya (ijtihad).

e. Rasulullah Sebagai Mursyid


Mursyid adalah istilah lain yang dipergunakan untuk panggilan pendidik dalam
pendidikan Islam. Secara etimologi istilah mursyid berasal dari bahasa Arab dalam bentuk
al-ism al-fail dari al-fial al-madhi rassyada artinya allama; mengajar. Sementara
mursyid memiliki persamaan makna dengan kata al-dalil dan muallim, yang artinya
penunjuk, pemimpin, pengajar, dan instruktur. Dalam bentuk tsulatsi mujarrad
mashdarnya adalah rusydan/rasyadan, artinya balaghah rasydahu (telah sampai
kedewasaannya). Al-rusydu juga mempunyai arti al-aqlu, yaitu akal, pikiran, kebenaran,
kesadaran, keinsyafan. Al-irsyad sama dengan al-dilalah, al-talim, al-masyirat artinya
petunjuk, pengajaran, nasehat, pendapat, pertimbangan, dan petunjuk.10

8
Ibid, h.127
9
Ibid, h.129
10
Ibid, h.130

4
Berdasarkan pengertian secara etimologi diatas, maka mursyid secara terminologi
adalah salah satu sebutan pendidik/guru dalam pendidikan Islam yang bertugas untuk
membimbing peserta didik agar ia mampu menggunakan akal pikirannnya secara tepat,
sehingga ia mencapai keinsyafan dan kesadaran tentang hakekat sesuatu atau mencapai
kedewasaan berpikir. Mursyid berkedudukan sebagai pemimpin, penunjuk jalan, pengarah,
bagi peserta didiknya agar ia memperoleh jalan yang lurus.
f. Rasulullah Sebagai Mutli
Secara etimologi mutli merupakan bentuk al-ism faildari talla. Talla artinya membaca,
sementara mutli artinya pembaca atau orang yang membaca. Dalam kamus al-Munawwir,
kata tala mempunyai makna yang sama dengan qaraa, mashdarnya; tilawat sebanding
dengan qiraat, kedauanya mempunyai arti yang sama, yaitu bacaan.Menurut Ibnu
Manzhur, mutli diartikan dengan seseorang yang menyanyikan atau membacakan sesuatu
pada anak-anaknya11.
Berdasarkan tinjauan etimologis diatas, dapat disimpulkan bahwa mutli, adalah orang
yang membacakan sesuatu kepada oanglain. Apabila dihubungkan dengan konsep
pendidik dalam pendidikan Islam adalah seseorang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik, terutama yang berhubungan dengan kemampuan membaca
baik secara lisan maupun tertulis serta mampu memahaminya dan menerjemahkannya
dalam kehidupan sehari-sehari. Dalam arti yang ringkas mutli adalah pendidik yang
mengajarkan kepada peserta didik keterampilan membaca.

g. Rasulullah Sebagai Muzakki


Sebagaimana istilah yang dipakai untuk pendidik sebelumnya, maka muzakki juga
merupakan kalimat isim dalam bahasa Arab dengan shighat al-ism al-fail atau yang
melakukan suatu perbuatan. Muzakki berasal dari al-fiil madhi empat huruf , yaitu zakka
yang artinya nama dan zada, yakni berkembang, tumbuh,dan bertambah. Pengertian lain
dari zakka adalah menyucikan, membersihkan, memperbaiki, dan menguatkan. Dalam
bentuk kata lain terdapat juga tazakka artinya tashaddaq, yakni memberi sedekah,
berzakat, menjadi baik, bersih. Azzakat sama artinya dengan al-thaharat dan al-shadaqat,
yakni kesucian, kebersihan, shadaqat, dan zakat.12
Berdasarkan pembahasan secara bahasa di atas, maka secara istilah muzakki adalah
orang yang membersihkan, mensucikan sesuatu agar ia menjadi bersih dan suci terhindar
dari kotoran. Apabila dikaitkan dengan pendidikan Islam, maka muzakki adalah pendidik
yang bertanggung jawab untuk memelihara, membimbing, dan mengembangkan fitrah
11
Ibid, h.131
12
Ibid, h.132

5
peserta didik, agar ia selalu berada dalam kondisi suci dalam keadaan taat kepada Allah
agar terhindar dari perbuatan yang tercela.
Salah satu hadis yang berkaitan dengan muzakki yaitu :





()
Aritnya : dari Abu Hurairah, bahwasanya pada awalnya Zainab namanya adalah si
Barrah, maka dikatakan untuk mensucikan dirinya, lalu Rasul mengganti namanya
dengan Zainab. (HR. Ibn Majah)13

Berdasarkan tinjauan hadis dan kajian terminologi tentang muzakki diatas, konsep
muzakki berimplikasi terhadap pemaknaan dan tugas pendidik dalam pendidikan Islam,
yaitu muzakki adalah salah satu istilah untuk sebutan guru yang bertangggung jawab
terhadap proses penyucian diri anak, baik jiwa maupun raga, sehingga ia terpellihara dari
sifat-sifat buruk digantikan dalam dirinya dengan sifat-sifat mulia.

2. Hadist-Hadist Tentang Pendidik

a. Sifat-Sifat yang Harus Dimiliki Pendidik

Seorang pendidik harus memiliki sifat kepribadian yang positif. Bagaimanapun


alasannya seorang pendidik harus memiliki sifat kelebihan dari anak didiknya. Karena dia
bertugas mengajar anak didik, serta mengantarkannya menuju keberhasilan tujuan yang
dicita-citakan yakni memiliki kepribadian yang takwa kepada Allah. Seorang pendidik
disamping keberadannya sebagai figur contoh di hadapan anak didik, dia juga harus
mampu mewarnai dan mengubah kondisi anak didiknya, dari kondisi yang negatif menjadi
yang positif dari keadaan yang kurang menjadi keadaan yang lebih. Guru atau pendidik
terhadap anak didik bagaikan orang tua terhadap anaknya. Oleh karena itu ada beberapa
sifat yang harus dimiliki oleh pendidik, yaitu :14

1. Adil

13
Ibid, h.133
14
Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Kencana, 2012), h.65

6




( )
Dari Nuam bin Basyir r.a bahwa Ayahnya datang membawanya kepada
Rasulullah SAW dan berkata : Sesungguhnya saya telah memberikan seorang
budak(pembantu) kepada anakku ini. Maka Rasulullah bertanya : Apakah semua
anakmu kamu beri budak seperti ini? Ayahnya menjawab : Tidak. Rasulullah SAW
lantas bersabda : Tariklah kembali pemberianmu itu. (HR Muttafaq Alayh)15
Hadis ini menjelaskan pengajaran Nabi terhadap seorang Bapak agar bertindak seadil-
adilnya terhadap anaknya. Seorang Bapak di dalam rumah tangganya sebagai pendidik
terhadap keluarganya harus bersikap adil baik dalam sikap, ucapan, dan segala tindakan.
Karena sikap adil ini mempunyai pengaruh yang besar dalam pembinaan keluarga yang
bahagia dan sejahtera. Tindakan adil dari orang tua atau dari seorang pendidik merupakan
pendidikan terhadap anak-anaknya.16
Demikian juga keadilan seorang guru terhadap murid-muridnya selalu dituntut
sebagaimana keadilan orang tua terhadap anak-anaknya. Guru harus adil terhadap anak
didiknya dalam pelayanan kependidikan dan pengajaran, tidak boleh membeda-bedakn
antara satu dan lainnya.

2. Pengasih
Sifat pengasih yang harus dimiliki pendidik salah satunya terdapat pada hadist
riwayat Muslim :












( )

Artinya :
Dari Aisyah r.a. berkata : Ada seorang perempuan miskin datang kepada ku dengan
membawa kedua anak perempuannya, maka saya berikan kepada masing-masing anaknya
15
Ibid, h. 66
16
Ibid, h.67

7
sebutir biji kurma. Ia memberikan kepada masing-masing anaknya sebutir biji kurma dan
yang sebutir lagi sudah ia angkat ke mulutnya untuk dimakan tetapi (tiba-tiba) diminta
oleh kedua anaknya juga, ia lalu membelah biji kurma yang akan dimakannya itu dan
dibagi kepada kedua anaknya itu. Saya sangat kagum melihat perilaku orang perempuan
itu. Kemudian saya menceritakan kepada Rasulullah, peristiwa yang dilakukan wanita itu,
Belliau lantas bersabda : Sesungguhnya Allah menentukan surga baginya atau ia
dibebaskan dari api neraka lantaran perbuatannya itu. (HR. Muslim)17
Hadis ini menggambarkan bagaimana kasih sayang seorang Ibu terhadap anaknya.
Kasih sayang orang tua terhadap anaknya di dalam rumah tangga sama dengan kasih
sayang guru terhadap anak didiknya dalam pengajaran. Bedanya orang tua mempunyai
tanggung jawab dalam kehidupan, sedangkan guru mempunyai tanggung jawab dalam
pendidikan.
3.Penyampai Ilmu

()
Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang
ditanya sesuatu ilmu kemudian ia menyembunyikannya, maka ia nanti pada hari kiamat
dikendalikan dengan tali kendali dari api neraka. (HR. Abu Daud dan Al-Taurmudzi)18
Diantara sifat guru yang baik adalah menyebarluaskan ilmu baik melalui pengajaran,
pembelajaran, menulis buku, internet, dan lain-lain. Ilmu hendaknya dikonsumsi oleh
semua umat manusia secara luas, agar manfaatnya lebih luas dan masyarakat mendapat
ilmunya juga. Jadi disini pendidik tidak boleh pelit ilmu kepada muridnya karna memang
tugas utama seorang pendidik adalah menyampaikan ilmu.
3. Tawadu
Sifat yang harus dimiliki pendidik selanjutnya adalah tawadu. Rasul sangat
menganjurkan kita untuk bertawadu sebagaimana hadis berikut :

17
Ibid, h.73
18
Ibid, h.81

8



) ( ) (

Artinya :
Dari Masruq berkata : Kami masuk ke rumah Abdullah bin Masud r.a. kemudian ia
berkaata : Wahai sekalian manusia, barang siapa yang mengetahui sesuatu maka
hendaklah ia mengatakan apa yang diketahuinya, dan barang siapa yang tidak
mengetahuinya maka hendaklah ia mengatakan : Allah lebih mengetahui, karena
sesungguhnya termasukilmu apabila mengatakan : Allah lebih mengetahui, terhadap
sesuatu yang ia tidak ketahuinya (HR. Bukhari)19
Hadis ini merupakan perintah kepada manusia siapa saja di antara umat Nabi
Muhammad SAW terutama para calon guru atau yang sudah menjadi guru agar bersikap
tawadu atau rendah hati dalam ilmu, terutama ketika kita tidak mengetahui suatu ilmu.
Seseorang yang berilmu tidak boleh sombong dengan ilmunya karena ilmu pemberian dari
Allah dan Allah lah yang memiliki segala ilmu.
4. Toleran dan Bijaksana
- :

:
: !

! !
-



. )) :

((

:

)) :

19
Ibid, h.85

9
)) :
((
:
((


Artinya :
Dari Muawiyah bin Al-Hakam r.a. : Sewaktu ketika aku shalat bersama Rasulullah
SAW, tiba-tiba ada seorang laki-laki bersin, aku menjawab : Semoga Allah
merahmatimu. Lalu orang-orang melototi ku, aku berkata: Celakalah aku mengapa
kalian memandang aku seperti itu?. Kemudian mereka memukulkan tangan ke paha
mereka, ketika aku melihat mereka mnyuruh aku diam dan aku pun diam. Setelah Rasul
selesai shalat. Demi ayah dan ibuku, aku belum pernah mellihat seorang pengajar
sebelum dan sesudahnya yang lebih baik dalam pengajarannya daripada beliau. Demi
Allah, beliau tidak memandang aku dengan muka masam, tidak memukul dan tidak
memaki ku. Kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya shalat itu tidak patut dicampur
dengan perkataan manusia. Shalat itu adalah tasbih, takbir, dan membaca Al-Quran. Aku
bertanya: Ya Rasulullah sesungguhnya aku baru masuk Islam dan Allah telah
mendatangkan Islam sedangkan di antara kami ada yang mendatangi dukun tenung.
Beliau menjawab: Janganlah kamu mendatanginya. Aku bertanya lagi: Diantara
kami ada yang meramal nasib dengan burung. Beliau menjawab: Demikian itu hanya
terkaan hati saja, maka janganlah diperhambat dengan dugaan itu. (HR. Muslim)20

Hadis ini menjelaskan bagaimana akhlak Rasulullah sebagai seorang guru yang baik
dalam menyikapi kesalahan yang dilakukan oleh para sahabat. Ada beberapa kesalahan
yang dilakukan para sahabat saat melaksanakan shalat berjamaah bersama Nabi, namun
beliau sangat toleran dan bijak dalam menghadapinya. Seorang pendidik haruslah toleran
dan bijaksana dalam menyikapi kesalahan yang dilakukan murid, sikap ini sangat
diperlukan untuk memperbaiki kesalahan sehingga murid sadar dan dapat memperbaiki
kesalahannya tersebut.

b. Tugas Pendidik

Menurut Al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan,


membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri
(taqarrub) kepada Allah SWT. Hal tersebut karena tujuan pendidikan Islam yang utama
adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Jika pendidik belum mampu
membiasakan diri dalamperibadatan pada peserta didiknya, maka ia mengalami kegagalan
20
Ibid, h.92

10
dalam tugasnya, sekalipun peserta didiknya memiliki prestasi akademis yang luar biasa.
Hal itu mengandung arti akan keterkaitan antara ilmu dan amal saleh.21

Dalam paradigma Jawa, pendidik diidentikkan dengan guru (gu dan ru) yang berarti
digugu dan ditiru. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru memliki seperangkaat
ilmu yang mamadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yangluas dalam
melihat kehidupanini. Dikatakan ditiru karena guru memiliki kepribadian yang utuh, yang
karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan oleh peserta didiknya.
Pengertian ini diasumsikan bahwa tugas guru tidak sekedar transformasi ilmu saja, tapi
juga bagaimana ia mampu menginternalisasikan ilmunya pada peserta didiknya. Pada
tataranini terjadi sinkronisasi antara apa yang diucapkan oleh guru (didengar oleh peserta
didik)dan dilakukannya (dilihat oleh peserta didik).22

Dalam perkembangan berikutnya, paradigma pendidik tidak hanya bertugas sebagai


pengajar yang mendoktrin peserta didiknya untuk menguasai seperangkat pengetahuan dan
skill tertentu, pendidik bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar
mengajar. Keaktifan sangat tergantung pada peserta didiknya sendiri, sekalipun kaktifan
itu akibat dari motivasi dan pemberian fasilitas dari pendidiknya. Seorang pendidik
dituntut mampu memainkan peranan dan fungsinya dalam menjalankan tugas
keguruannya. Hal ini menghindari adanya benturan fungsi dan peranannya, sehingga
pendidik bisa menempatkan kepentingan sebagai individu, anggota masyarakat, warga
negara, dan pendidik sendiri, antara tugas keguruan dan tugas lainnya harus ditempatkan
menurut proporsinya.23

Oleh karena itu, tugas pendidik dalam pendidikan dapat disimpulakan menjadi tiga
bagian, yaitu :

1. Sebagai pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran


dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan
penilaian setelah program dilakukan.
2. Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat
kedewasaan dan berkepribadian seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
3. Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri,
peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang

21
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h.90
22
Ibid, h.90
23
Ibid, h.90

11
menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan
partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.24

Disamping itu pendidik juga bertugas untuk membimbing pesserta didik agar
bertingkah laku, berbudi pekerti, dan beradab, sopan santun sesuai dengan ketentuan
umum yang berlaku di masyarakat. Yang menjadi sumber adab dan tingkah laku adalah
Al-Quran, selain itu pendidik juga harus bisa menjadi contoh teladan bagi peseta didiknya
karena adab peserta didik banyak dipengaruhi oleh pendidiknya. Hadis yang berhubungan
dengan ini yaitu :

, , ,
, , , ,
: "




( " )
Artinya : Memberitakan kepada kami Muhammad, dianya adalah Ibn Salam
menceritakan kepada kami Muharibi,ia berkata, menceritakan kepada kami Shalih Ibn
Hayyan, ia berkata, telah berkata Amir al-syafii, Menceritakan kepadaku Abu Burdah,
dari bapaknya, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, tiga (golongan) mendapat dua
pahala yaitu seorang Ahli Kitab yang beriman kepada Nabinya kemudian beriman kepada
Muhammad SAW, hamba sahaya apabila menunaikan hak Allah dan hak tuannya (dan
dalam suatu riwayat: hamba sahaya yang beribadah kepada Tuhannya dengan baik dan
menunaikan kewajibannya terhadap tuannya yang berupa hak, kesetiaan, dan ketaatan;
dan seorang laki-laki yang mempunyai budak wanita yang dididiknya secara baik serta
diajarnya secara baik (dan dalam suatu riwayat: lalu dipenuhinya kebutuhan-
kebutuhannya dan diperlakukannya dengan baik, kemudian dimerdekakannya [kemudian
menentukan mas kawinnya, lalu dikawininya, maka ia mendapat dua pahala (HR
Bukhari)25
Dalam hal ini seorang pendidik lebih ditekankan kepada orang yang mendidik
seseorang agar memiliki adab yang baik dan bertingkah laku yang sopan.
24
Ibid, h.91
25
Ibid, h.125

12
C. Syarat-Syarat Menjadi Pendidik

Sebagai seorang pendidik, maka harus memliki kompetensi, kompetensi-kompetensi


yang harus dimiliki adalah sebagai berikut :26

1. Kompetensi personal religius


Kemampuan dasar yang pertama bagi pendidik adalah menyangkut kepribadian
agamis, artinya pada dirinya melekat nilai-nilai lebih yang hendak diajarkan kepada
peserta didiknya. Misalnya nilai kejujuran, amanah, keadilan, kecerdasan, tanggung
jawab, musyawarah, kebersihan, keindahan, kedisiplinan, ketertiban, dan sebagainya.
Nilai tersebut perlu dimiliki pendidik sehingga akan terjadi (pemindahan
penghayatan nilai-nilai) antara pendidik danpeserta didik, baik langsung maupun tidak
langsung.
2. Kompetensi sosial-religius
Kemampuan dasar kedua bagi pendidik adalah menyangkut kepeduliannya
terhadap masalah-masalah sosial selaras dengan ajaran dakwah Islam. Sikap gotong-
royong, tolong menolong, egalitarian (persamaan derajat antara manusia), sikap
toleransi, dan sebagainya juga perlu dimiliki oleh pendidik muslim Islam dalam
rangka transaksi sosial antara pendidik dan peserta-peserta didik.
3. Kompetensi profesional religius
Kemampuan dasar ketiga ini menyangkut kemampuan untuk menjalankan tugas
keguruannya secara profesional, dalam arti mampu membuat keputusan keahlian atas
beragamnya kasus sserta mampu mempertangggung jawabkan berdasarkan teori dan
wawasan keahliannnya dalam perspektif Islam.
Dalam versi yang berbeda, kompetensi pendidik dapat dijabarkan dalam beberapa
kompetensi sebagai berikut:27
(1) mengetahui hal-hal yang perlu diajarkan, sehingga ia harus belajar dan mencari
informasi tentang materi yang diajarkan
(2) menguasai keseluruhan bahan materi yang akan disampaikan pada peserta
didiknya.
(3) Mempunyai kemampuan menganalisis materi yang diajarkan
danmenghubungkannya dengan konteks komponen-komponen lain secara
26
Ibid,h.96
27
Ibid, h.96

13
keseluruhan melalui pola yang diberikan Islam tentang bagaimana cara berfikir
dan cara hidup yang perlu dikembangkan melalui proses edukasi.
(4) Mengamalkan terlebih dahulu informasi yang telah didapat sebelum disajikan
pada peserta didiknya. Seperti pada QS. As-Shaf :2-3 yang berbunyi :


Artinya : 2.Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan
sesuatu yang tidak kamu kerjakan? 3.(itu) sangatlah dibenci disisi Allah jika
kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamukerjakan
(5) Mengevaluasi proses dan hasil pendidikan yang sedang dan sudah dilaksanakan.
(6) Memberi hadiah dan hukuman sesuai dengan usaha dan upaya yang dicapai
peserta didik dalam rangka memberikan motivasi dalam proses belajar.
Selain kompetensi, seorang pendidik juga harus memiliki kode etik. Kode etik
pendidik adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan antara
pendidik dan peserta didik, orang tua peserta didik, koleganya, serta dengan
atasannya.
Menurut Ibn Jamaah yang dikutip oleh Abd Al-Amir Syams al-Din, etika
pendidik terbagi atas tiga macam, yaitu :28
a. Etika yang terkait dengan dirinya sendiri. pendidik dalam bagian ini paling
tidak memiliki dua etika, yaitu :
(1) Memiliki sifat-sifat keagamaan (diniyyah) yang baik, meliputi patuh dan
tunduk terhadap syariat Allah dalam bentuk ucapan dan tindakan, baik yang
wajib maupun yang sunnah; senantiasa membaca Al-Quran, zikir kepadaNya
baik dengan hati maupun lisan; menjaga perilaku lahir dan batin
(2) memiliki sifat-sifat akhlak yang mulia (akhlaqiyyah),seperti menghias diri
dengan memlihara diri, rendah hati, menerima apa adanya, zuhud, dan
memiliki daya dan hasrat yang kuat.
b. Etika terhadap peseerta didiknya. Pendidik dalam bagianini paling tidak
memiliki dua etika, yaitu:
(1) Sifat-sifat sopan santun (adabiyyah), yang terkait dengan akhlak mulia
seperti di atas
(2) Sifat-sifat memudahkan, menyenangkan, dan menyelamatkan (muhniyyah)
c. Etika dalam proses belajar-mengajar. Pendidik dalam bagian ini paling tidak
mempunyai dua etika, yaitu:
(1) Sifat-sifat memudahkan, menyenangkan, dan menyelamatkan.
(2) Sifat-sifat seni, yaitu seni mengajar yang menyenangkan, sehingga peserta
didik tidak merasa bosan.
Sedangkan menurut Al-Ghazali kode etik pendidik ada tujuh belas, yaitu :
28
Ibid, h.98

14
(1) Menerima segala problem peserta didik dengan hati dan sikap yang
terbuka dan tabah.
(2) Bersikap penyantun dan penyayang, sebagaimana firman Allah swt











Artinya : Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu... (QS.
Ali-Imran :159)

(3) Menjaga kewibawaan dankehormatannya dalam bertindak.


(4) Menghindari dan menghilangkan sikap angkuh terhadap sesama.
(5) Bersifat rendah hati ketika menyatu dengan sekelompok masyarakat.
(6) Menghilangkan aktifitas yang tidak berguna dan sia-sia.
(7) Bersifat lembut dalam menghadapi peserta didik yang tingkat IQ nya
rendah, serta membinanya sampai pada taraf maksimal.
(8) Meninggalkan sifat marah dalam menghadapi problem peserta
didiknya.
(9) Memperbaiki sikap peserta didiknya.
(10) Meninggalkan sifat yang menakutkan pada peserta didik.
(11) Berusaha memerhatikan pertanyaan-pertanyaan peserta didik.
(12) Menerima kebenaran yang diajukan oleh peserta didik.
(13) Menjadikan kebenaran sebagai acuan dalam proses pendidikan.
(14) Mencegah dan mengontrol peserta didik mempelajari ilmu yang
membahayakan.
(15) Menanamkan sifat ikhlas pada peserta didik.
(16) Mencegah peserta didik mempelajari ilmu fardhu kifayah sebelum
ilmu fardhu ain.
(17) Mengaktualisasikan informasi yang diajarkan pada peserta didik.

(44)



Artinya : Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan)
kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri.. (QS Al-
Baqarah : 44)

15
PENUTUP

Dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, dijelaskan bahwa pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyasuwara, tutor, instruktur, fasilitor, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,
serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Sifat-sifat yang harus dimiliki pendidik yaitu adil, pengasih, penyampai ilmu,
tawadu, toleran dan bijaksana.
Menurut Al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan,
membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri
(taqarrub) kepada Allah SWT.
Syarat-syarat menjadi pendidik yaitu haruslah memiliki kompetensi personal religius,
sosial religius, profesional religius dan harus memilliki kode etik yang baik.

16
DAFTAR PUSTAKA
Nizar, Samsul dan Hasibuan, Zainal Efendi, Hadis Tarbawi, Jakarta: Kalam Mulia, 2015.
Mujib, Abdul dan Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2006.
Khon, Abdul Majid, Hadis Tarbawi, Jakarta: Kencana, 2012.

17

Anda mungkin juga menyukai