Anda di halaman 1dari 7

TARBIYAH DALAM AL-QUR’AN

Sumber https://id.wikipedia.org/wiki/Tarbiyah

Tarbiyah berasal dari bahasa Arab yang berarti pendidikan, sedangkan orang yang mendidik dinamakan
Murobi.

Dalam Islam, istilah pendidikan disebut dengan tarbiyah.

Secara bahasa, tarbiyah berasal dari tiga pengertian kata -robbaba-robba-yurobbii- yang artinya
memperbaiki sesuatu dan meluruskannya.

Secara umum, tarbiyah dapat dikembalikan kepada 3 kata kerja yang berbeda, yakni :

1. Rabaa-yarbuu yang bermakna namaa-yanmuu, artinya berkembang.


2. Rabiya-yarbaa yang bermakna nasya-a, tara’ra-a, artinya tumbuh.
3. Rabba-yarubbu yang bermakna aslahahu, tawallaa amrahu, sasa-ahuu, wa qaama ‘alaihi, wa
ra’aahu, yang artinya masing memperbaiki, mengurus, memimpin, menjaga dan memeliharanya
(atau mendidik).

Sedang arti tarbiyah secara istilah adalah:

1. Menyampaikan sesuatu untuk mencapai kesempurnaan, dimana bentuk penyampaiannya satu dengan
yang lain berbeda sesuai dengan tujuan pembentukannya.

2. Menentukan tujuan melalui persiapan sesuai dengan batas kemampuan untuk mencapai
kesempurnaan.

3. Sesuatu yang dilakukan secara bertahap dan sedikit demi sedikit oleh seorang pendidik.

4. Sesuatu yang dilakukan secara berkesinambungan, maksudnya tahapan-tahapannya sejalan dengan


kehidupan, tidak berhenti pada batas tertentu, terhitung dari buaian sampai liang lahad.

5. Dijadikan sebagai tujuan terpenting dalam kehidupan, baik secara individu maupun keseluruhan, yaitu
untuk kemashlahatan ummat dengan asas mencapai keridhaan Allah SWT seperti tersirat dalam firman
Allah:

"Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu ia
berkata kepada manusia, 'hendaklah kamu menjadi penyembahku, bukan penyembah Allah'. Akan
tetapi(dia berkata),'hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al
kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya."(Ali Imran:79) ”
https://tafsiralquran.id/mengulik-makna-tarbiyah-dalam-pendidikan-islam/

Dalam Islam, secara umum istilah pendidikan diterminologikan ke dalam tiga term, yaitu tarbiyah, ta’lim
dan ta’dib. Ketiga istilah ini memiliki definisi yang berbeda dan implikasi yang berlainan ketika diterapkan
dalam proses pendidikan. Namun, dari ketiga istilah tersebut, istilah tarbiyah paling banyak digunakan
dan dirujuk dalam konteks pendidikan.

Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa istilah tarbiyah untuk menggambarkan pendidikan Islam
merupakan hal yang baru. Istilah ini, demikian kata Muhammad Munir Mursa dalam al-Tarbiyah al-
Islamiyah: Ushuluha wa Tathawwuruha fi al-Bilad al-Arabiyah.

Istilah tarbiyah muncul berkaitan dengan gerakan tajdid (pembaharuan) pendidikan di dunia Arab pada
perempat kedua abad ke-20. Oleh karenanya, penggunaannya dalam konteks pendidikan dewasa ini tidak
ditemukan dalam referensi-referensi klasik. Yang ditemukan adalah istilah-istilah seperti ta’lim, ‘ilm, ta’dib
dan tahdzib.

Terminologi Tarbiyah dalam Al-Quran

Mengutip Ahmad Munir dalam Tafsir Tarbawi; Mengungkap Pesan Al-Quran Tentang Pendidikan, bahwa
kata tarbiyah dengan berbagai derivasinya di dalam Al-Quran terulang sebanyak 952 kali yang terbagi
menjadi dua bentuk sebagai berikut.

Pertama, berbentuk isim fa’il (rabbani). Bentuk ini terulang sebanyak 3 kali yang kesemuanya berbentuk
jama’ yaitu rabbaniyyina dan rabbaniyyuna yang juga memiliki keterkaitan dengan term mengajar (ta’lim)
dan belajar (tadris) sebagaimana ditunjukkan dalam Q.S. Ali Imran [3]: 79,

َ‫ُكوْ نُوْ ا عِ بَادًا ّلِيْ مِنْ دُوْ ِن ال ٰلّ ِه وَ ٰلكِنْ ُكوْ نُوْ ا^ رَ بَّانِ ٖيّنَ ِبمَا ُك ْنتُ ْم تُ َعلِّمُوْ نَ ا ْل ِكتٰ بَ وَ ِبمَا ُك ْنتُ ْم تَدْرُ سُوْ ن‬

“…Jadilah kamu para penyembahku, bukan (penyembah) Allah,” tetapi (hendaknya dia berkata), “Jadilah
kamu para pengabdi Allah karena kamu selalu mengajarkan kitab dan mempelajarinya!” (Q.S. Ali Imran
[3]: 79).

Kata rabbani dalam ayat tersebut, sebagaimana penjelasan Ahmad Munir, dinisbahkan kepada kata rabba,
artinya yang mendidik manusia dengan ilmu dan pengajaran semasa kecil. Ibn Abbas dalam tafsirnya
menjelaskan kata rabbani berasal dari kata rabbaa, yang mendapat imbuhan alif dan nun yang
menunjukkan makna mubalaghah.

Lebih dari itu, sebagian ulama berpendapat bahwa rabba bermakna tokoh ilmuwan (arbaba al-‘ilm) yang
mendidik dan memperbaiki kondisi sosial masyarakatnya. Ada juga yang berargumen bahwa kata
tersebut bermakna orang yang memiliki ekspertasi dan mengamalkan keilmuannya secara memadai.

Kedua, berbentuk mashdar (rabban). Bentuk ini, seperti yang dipaparkan Ahmad Munir, terulang dalam
Al-Quran sebanyak 947 kali; empat kali berbentuk jama’ (arbaban) dalam Q.S. Yusuf [12]: 39, satu kali
berbentuk tunggal dalam Q.S. al-An’am [6]: 164, dan selebihnya berupa isim sebanyak 141 kali yang
mayoritas dikontekskan dengan alam, masalah nabi, manusia, sifat Allah, dan ka’bah.
Ketiga, berbentuk kata kerja (rabbaa). Bentuk ini terulang sebanyak 2 kali, yaitu dalam Q.S. al Isra [17]: 24
dan Q.S. al-Syu’ara [26]: 18.

Makna Tarbiyah

Istilah tarbiyah secara umum berakar pada tiga kata. Pertama, kata raba-yarbu, artinya bertambah dan
tumbuh. Kedua, rabba/rabiya-yarba, artinya tumbuh dan berkembang. Ketiga, rabba-yarubbu yang berarti
memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga, dan memelihara seperti yang dikemukakan Ahmad Syah
dalam Term Tarbiyah, Ta’lim, dan Ta’dib dalam Pendidikan Islam: Tinjauan dari Aspek Semantik.

Term al-Rabba menurut al-Raghib al-Asfahani dalam Mufradat Alfadz al-Qur’an mempunyai padanan kata
yang sama dengan term tarbiyah yang bermakna menumbuhkan atau membuat sesuatu menjadi
sempurna secara berangsur-angsur. Pendapat lain mengatakan, al-Jauhari misalnya, kata tarbiyah dan
berbagai bentuk derivasinya sebagaimana diriwayatkan al-Asma’i, bermakna rabban dan rabba, artinya
memberi makan, memelihara, dan mengasuh. Makna ini mengacu kepada segala sesuatu yang tumbuh
seperti halnya anak-anak, tanaman, hewan, dan seterusnya.

Hal senada juga dituturkan Ibn Manzur dalam Lisan al-Arab, kata tarbiyah secara bahasa berasal dari
rabba-yurabbi-tarbiyah, artinya mendidik, mengampu dan memelihara. Tidak jauh berbeda, Quraish
Shihab dalam Tafsir al-Misbah mengungkapkan kata tarbiyah seakar dengan kata rabbiyatu, yakni
mengarahkan sesuatu tahap demi tahap menuju kesempurnaan kejadian dan fungsinya.

Abdurrahman al-Nahlawi dalam Ushul al-Tarbiyah mengemukakan kata tarbiyah berasal dari kata rabaa-
yarbu, bermakna bertambah dan bertumbuh; rabiya-yarba artinya menjadi besar, dan rabba-yarubbu
bermakna memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, mengasuh dan memelihara. Dengan
demikian, menurutnya, tarbiyah mencakup sekurang-kurangnya empat hal, yakni (1) memelihara fitrah
anak; (2) menumbuhkan bakat dan potensinya; (3) mengarahkan seluruh fitrah dan potensinya agar
berkembang dengan baik dan terarah; dan (4) dalam proses perkembangannya dilakukan secara gradual
atau bertahap.

Jika makna tarbiyah dihubungkan dengan Q.S. al-Isra [17]: 24, Muhammad al-Naquib al-Attas dalam The
Concept of Education in Islam: A Frame Work for an Islamic Phylosophy of Education berpendapat bahwa
kata “rabayani” di situ bermakna rahmah (ampunan atau kasih sayang), pakaian dan tempat berteduh,
serta pemeliharaan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya. Jadi, kata tarbiyah dalam konteks
ayat tersebut (Q.S. al-Isra [17]: 24) bermakna rahmah (kasih sayang) atau maghfirah (ampunan).

Senada dengan al-Attas, Abdul Fattah Jalal, sebagaimana dikutip Ahmad Syah, menjelaskan yang
dimaksud kata tarbiyah dalam Q.S. al-Isra’ [17]: 24 dan Q.S. al-Syu’ara [26]: 18 adalah pendidikan yang
berlangsung pada fase bayi dan kanak-kanak sehingga mereka sangat bergantung pada pemeliharaan
dan kasih sayang kedua orang tuanya.

Dari ulasan beberapa definisi tarbiyah di atas baik semantik maupun terminologis, maka tarbiyah
merupakan serangkaian proses pendidikan dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan potensi
manusia, baik potensi fisik, intelektual, sosial, estetika, spritual dan material, sehingga dapat berkembang
dan terbina secara optimal. Langkah ini dapat ditempuh melalui cara pemeliharaan, pengasuhan,
menjaga, merawat dan mendidik secara berkelanjutan dan gradual.

Karena itu, tarbiyah mencakup pendidikan jasmani, pendidikan akhlak, intelektual atau kecerdasan,
perasaan, keindahan atau estetika, sosial-kemasyarakatan, spritual, maupun material. Istilah ini lebih
representatif untuk menggambarkan konsep pendidikan Islam secara utuh. Wallahu A’lam.

A. Tafsir Surat Al-Fatihah (Ayat 2):

Sumber https://rumaysho.com/23679-tafsir-surat-al-fatihah-ayat-2-memahami-alhamdulillah.html

Memahami Ayat Alhamdulillahi Rabbil ‘Aalamiin

Dalam ayat disebutkan,

َ ‫ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَم‬


‫ِين‬

‘’Segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam’’.

Jalaluddin Al-Mahally dalam Tafsir Al-Jalalain (hlm. 10) menyebutkan:

Lafaz ayat ini merupakan kalimat berita (jumlah khabariyyah) sebagai ungkapan pujian kepada Allah
berikut pengertian yang terkandung di dalamnya, yaitu bahwa Allah Ta’ala yang memiliki semua pujian
yang diungkapkan oleh semua hamba-Nya.

Atau makna yang dimaksud adalah Allah Ta’ala itu Dzat yang harus mereka puji.

Lafaz Allah merupakan nama bagi Dzat yang berhak untuk disembah.

Rabbul ‘aalamiin (Rabb semesta alam) artinya Allah adalah yang memiliki semua makhluk-Nya, yaitu
terdiri dari manusia, jin, malaikat, hewan-hewan melata, dan lainnya. Semua makhluk tadi disebut
‘aalam (‘aalamiin). Oleh karenanya, ada alam manusia, ada alam jin, dan lain sebagainya.

Lafaz al-‘aalamiin merupakan bentuk jamak dari lafaz ‘aalam yaitu dengan memakai huruf ya’ dan nun
untuk menekankan makhluk berakal/ berilmu atas yang lainnya.

Kata ‘alam sendiri berarti tanda, berarti ‘alam itu tanda adanya yang menciptakan (yaitu Allah).”

Beberapa catatan tambahan dari Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam tafsirnya

1. Al-hamdu adalah sifat bagi yang dipuji dengan sempurna disertai al-mahabbah (kecintaan) dan
at-ta’zhim (pengagungan). Allah itu sempurna dalam Dzat, sifat, dan perbuatan.
2. Disebut al-hamdu jika Allah itu disifati dengan sifat sempurna disertai kecintaan dan
pengagungan. Tanpa ada kecintaan dan pengagungan tidak disebut al-hamdu (memuji).
3. Alif laam yang ada dalam kata al-hamdu menunjukkan istigh-raq, mencakup seluruh pujian.
Artinya semua pujian itu memang milik Allah.
4. Kalimat “lillahi”, huruf laam di situ menunjukkan ikhti-shash dan istih-qaq artinya berhak
mendapat.
5. Nama Allah adalah nama Rabb kita, tidak boleh selain-Nya bernama dengan nama Allah. Karena
Allah itu al-ma’luh atau al-ma’bud, sesuatu yang disembah dengan penuh kecintaan dan
pengagungan.
6. Disebut Ar-Rabb jika memiliki tiga sifat yaitu mencipta, memiliki segala sesuatu, dan mengatur
segala urusan. Allah itu disebut Ar-Rabb karena Dialah Al-Khaliq (Maha Mencipta), Al-Malik
(Maha Merajai), Al-Mudabbir (Maha Mengatur).
7. Segala sesuatu selain Allah adalah ‘aalam. Disebut ‘aalam karena sebagai tanda bahwa Sang
Khaliq itu Mahakuasa, Penuh hikmah, Maha Penyayang, Maha Perkasa, dan makna rububiyyah
lainnya.

Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Juz ‘Amma, hlm. 12.

Faedah dari Alhamdu lillahi Rabbil ‘Aalamiin

1. Penetapan pujian yang sempurna bagi Allah.


2. Allah itu dipuji dari segala sisi.

Oleh karena itu dalam hadits Aisyah disebutkan sebagai berikut.

‫ َوِإ َذا َرَأى َما َي ْك َر ُه‬.» ‫ات‬ ُ ‫ ِإ َذا َرَأى َما ُيحِبُّ َقا َل « ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّذِى ِبنِعْ َم ِت ِه َت ِت ُّم الصَّال َِح‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ان َرسُو ُل هَّللا‬ ْ َ‫َعنْ عَاِئ َش َة َقال‬
َ ‫ت َك‬
ٍ ‫» َقا َل « ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ َعلَى ُك ِّل َح‬.
‫ال‬

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat hal
yang ia sukai, beliau mengucapkan ‘ALHAMDULILLAHILLADZI BI NI’MATIHI TATIMMUSH SHOOLIHAAT’
(artinya: segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna). Lalu
apabila mendapati hal yang ia tidak suka, beliau mengucapkan ‘ALHAMDU LILLAHI ‘ALA KULLI HAAL’
(artinya: segala puji bagi Allah untuk segala keadaan).’” (HR. Ibnu Majah, no. 3803. Syaikh Al-Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan).

3. Disebut dahulu “Allah” lalu “Rabbul ‘aalamin” menunjukkan bahwa sifat uluhiyah didahulukan
dari sifat rububiyyah. Hal ini menunjukkan dua hal: (1) Allah adalah nama khusus bagi Allah, lalu
nama lain adalah turunan dari nama Allah ini, (2) para rasul itu diutus untuk meluruskan tauhid
uluhiyah yang telah menyimpang.
4. Sifat rububiyyah Allah itu mencakup seluruh ‘aalam.

Demikian faedah yang bisa ditarik dari Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Juz ‘Amma, hlm. 12-13.
2. Tafsir Ayat ke 24 Surat Al-Isra

http://www.ibnukatsironline.com/2015/06/tafsir-surat-al-isra-ayat-23-24.html

ُّ ‫اخفِضْ لَ ُه َما َج َنا َح‬


{ِ‫الذ ِّل م َِن الرَّ حْ َمة‬ ْ ‫}و‬
َ

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan. (Al-Isra: 24)

Yakni berendah dirilah kamu dalam menghadapi keduanya.

َ ‫}وقُ ْل َربِّ ارْ َح ْم ُه َما َك َما َر َّب َيانِي‬


{‫صغِيرً ا‬ َ

dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil." (Al-Isra: 24)

Maksudnya, berendah diriiah kepada keduanya di saat keduanya telah berusia lanjut, dan doakanlah
keduanya dengan doa ini bilamana keduanya telah meninggal dunia.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa kemudian Allah menurunkan firman-Nya:

{‫ِين َولَ ْو َكا ُنوا ُأولِي قُرْ َبى‬


َ ‫ِين آ َم ُنوا َأنْ َيسْ َت ْغفِرُوا ل ِْل ُم ْش ِرك‬
َ ‫ان لِل َّن ِبيِّ َوالَّذ‬
َ ‫} َما َك‬

Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi
orang-orang musyrik. (At-Taubah: 113), hingga akhir ayat.

Hadis-hadis yang menyebutkan tentang berbakti kepada kedua orang tua cukup banyak, antara lain ialah
hadis yang diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Anas dan lain-lainnya yang mengatakan bahwa pada
suatu hari Nabi Saw. naik ke atas mimbar, kemudian beliau mengucapkan kalimat Amin sebanyak tiga
kali. Maka ketika ditanyakan, "Wahai Rasulullah, apakah yang engkau aminkan?" Maka Nabi Saw.
menjawab:

" ‫ َرغِ َم َأ ْنفُ ا ْم ِرٍئ د ََخ َل َعلَ ْي ِه‬:‫ ُث َّم َقا َل‬.‫ِين‬ َ ‫ آم‬:‫ت‬ ُ ‫ َفقُ ْل‬.‫ِين‬
َ ‫ آم‬:ْ‫ َفقُل‬،‫ْك‬ َ ‫ َيا م َُح َّم ُد َرغِ َم َأ ْنفُ ا ْم ِرٍئ ُذكِرْ تَ عِ ْندَ هُ َفلَ ْم ي‬:‫َأ َتانِي ِجب ِْري ُل َف َقا َل‬
َ ‫ُص ِّل َعلَي‬
َ ‫ آم‬:ْ‫ قُل‬،‫ك َأ َب َو ْي ِه َأ ْو َأ َح َد ُه َما َفلَ ْم ي ُْد ِخاَل هُ ْال َج َّن َة‬
.‫ِين‬ َ ‫ َرغِ َم َأ ْنفُ امْ ِرٍئ َأ ْد َر‬:‫ ُث َّم َقا َل‬.‫ِين‬
َ ‫ت آم‬ َ ‫ آم‬:ْ‫ قُل‬،ُ‫ان ُث َّم َخ َر َج َولَ ْم ي ُْغ َفرْ لَه‬
ُ ‫ َفقُ ْل‬.‫ِين‬ َ ‫ض‬َ ‫َش ْه ُر َر َم‬
‫ِين‬
َ ‫ آم‬:‫ت‬ ْ
ُ ‫" َفقُل‬

Jibril datang kepadaku, lalu mengatakan, "Hai Muhammad, terhinalah seorang lelaki yang namamu
disebut di hadapannya, lalu ia tidak membaca salawat untukmu. Ucapkanlah 'Amin'.” Maka saya
mengucapkan Amin lalu Jibril berkata lagi, "Terhinalah seorang lelaki yang memasuki bulan Ramadan,
lalu ia keluar dari bulan Ramadan dalam keadaan masih belum beroleh ampunan baginya. Katakanlah,
'Amin'.” Maka aku ucapkan Amin. Jibril melanjutkan perkataannya, "Terhinalah seorang lelaki yang
menjumpai kedua orang tuanya atau salah seorangnya, lalu keduanya tidak dapat memasukkannya ke
surga. Katakanlah, 'Amin'.” Maka aku ucapkan Amin.
2. Tafsir Ayat ke 16 Surat Asy -Syu’ara

Sumber https://quranweb.id

ِ
َ‫ب الْ َع الَ م ني‬ ُ ‫فَ ْأ تِيَ ا فِ ْر َع ْو َن َف ُق و اَل ِإ نَّ ا َر ُس‬
ِّ ‫ول َر‬
Maka datanglah kamu berdua kepada Fir'aun dan katakanlah olehmu: "Sesungguhnya Kami adalah
Rasul Tuhan semesta alam.

Pada ayat-ayat ini, Allah menegaskan kepada Musa a.s. bahwa semua yang dikhawatirkannya itu tidak
akan terjadi. Dia tidak akan dapat dibunuh oleh Fir'aun karena Fir'aun tidak akan dapat berlaku
sewenang-wenang terhadapnya. Adapun permintaan Musa agar saudaranya, Harun, diangkat menjadi
rasul telah dikabulkan oleh Allah. Dengan begitu, perintah untuk pergi berdakwah kepada Fir'aun dan
kaumnya dibebankan kepada Musa dan Harun. Di dalam ayat lain, Allah menegaskan bahwa permintaan
Musa itu dikabulkan yaitu:

Dia (Allah) berfirman, "Sungguh, telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa! (thaha/20: 36).

Allah menceritakan kepergian Musa dan Harun menyeru Fir'aun dan kaumnya kepada agama tauhid
dengan membawa mukjizat yang akan menguatkan seruannya yaitu tongkat Musa yang dapat menjadi
ular, dan tangannya bila dimasukkan ke ketiaknya akan menjadi putih bercahaya. Untuk menghilangkan
segala was-was dan kekhawatiran dalam hati Musa dan Harun, Allah menegaskan bahwa Ia selalu akan
mendengar dan memperhatikan apa yang akan terjadi di kala keduanya telah berhadapan dengan
Fir'aun. Hal ini dengan jelas diterangkan pada ayat lain yaitu:

Dia (Allah) berfirman, "Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua, Aku
mendengar dan melihat. (thaha/20: 46).

Allah menyuruh Musa dan Harun agar mengatakan dengan tegas kepada Fir'aun bahwa mereka datang
menghadap kepadanya untuk menyampaikan bahwa mereka berdua adalah rasul yang diutus Allah,
Tuhan semesta alam, kepadanya dan kaumnya. Selain itu keduanya harus meminta kepada Fir'aun agar
membebaskan Bani Israil yang telah diperbudak selama ini. Keduanya ingin membawa mereka kembali
ke tanah suci Baitul Makdis, tanah tumpah darah mereka, di mana nenek moyang mereka semenjak
dahulu kala telah berdiam di sana. Hal ini bertujuan agar mereka dapat dengan bebas memeluk agama
tauhid tanpa ada tekanan atau hambatan dari siapa pun.

Dalam Tafsir al-Maragi diterangkan bahwa menurut riwayat, Bani Israil yang tinggal di Mesir diperbudak
oleh Fir'aun dan kaumnya dalam waktu yang lama, yaitu selama 400 tahun. Fir'aun memang sangat
berkuasa dan berbuat sewenang-wenang terhadap rakyatnya, terutama Bani Israil. Menurut al-Qurtubi,
sebagaimana dikutip oleh al-Maragi, Musa dan Harun harus menunggu satu tahun untuk dapat
menghadap Fir'aun.

Anda mungkin juga menyukai