PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai
berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.
B. Rumusan Masalah
a. Apa Dampak Positif Dari Kebijakan Orde Baru?
b. Apa Faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Dampak Tersebut?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk Mengetahui Dampak Positid Dari kebijakan Orde Baru
b. Untuk Mengetahui Faktor – Faktor Penyebab Timbulnya Dampak Positif Dari
Kebijakan Orde Baru.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
B. Dampak Positif Tentang Kebijakan Orde Baru
4
1. Pendekatan Mental Penekanan diletakkan pada
bidang pendidikan. Pendidikan yang terintegrasi
dimulai tingkat pendidikan perwira dan tingkat
lebih lanjut. Untuk melaksanakan hal itu
dibentuklah wadah pendidikan baru yaitu
AKABRI
2. Pendekatan Doktrin Dahulu doktrin ABRI
antarangkatan berbeda-beda, misalnya Angkatan
Udara “Swabhuwana Paksa” (Sayap Tanah Air),
Angkatan Darat “ Tri Ubaya Cakti” (Tiga Tekad
Sakti), Angkatan Laut “ Eka Sasana Jaya” (satu
doktrin yang menang), dan untuk Polri “ Tata
Tentrem kerta Raharjo. Kemudian doktrin ABRI
disempurnakan menjadi satu doktrin yaitu
doktrin Hankamnas dan doktrin perjuangan
ABRI “Catur Darma Eka Karma” ( empat
pengapdian dengan satu perjuangan suci)
Sedangkan menguatnya militer dalam bidang
pemerintahan dan sosial kemasyarakatan ada dua
Faktor :
a. Konsepsi Jalan Tengah yang dikeluarkan
A.H. Nasution bulan November 1958
b. Momentum pemberontakan G 30/S PKI yang
dilakukan oleh militer bersama rakyat.
Keberhasilan Soeharto dalam pemimpin
penumpasan G 30 S/PKI, menjadi bukti
bahwa militer memiliki kekuatan yang cukup
kuat untuk mewujudkan kondisi keamanan
Negara dan masyarakat. Sejak saat itu militer
dimata rakyat semakin tinggi.
5
b. Golongan Karya (Golkar)
Era Orba Pada awalnya Golkar bersama Sekretariat
Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) organisasi
yang berdiri sebagai front anti komunis. Pada awal
pendiriannya Organisasi ini memiliki hubungan erat
dengan elemen pemuda, wanita, serta militer. Mereka
bersama-sama menggalang kekuatan guna melawan
kekuatan komunis di negeri ini. Golkar tidak mau disebut
sebagai partai politik karena :
a. Golkar ingin membawa semangat anti-ideologi
partai.
b. Golkar melihat bahwa dengan berdasar pada
semangat anti-ideologi partai, Golkar tidak akan
bersifat mengarah ke gerakan-gerakan yang
bersifat radikal, melainkan sebagai organisasi
masyarakat. Keterkaitan antara Golkar dengan
Presiden Soeharto dilatarbelakangi oleh
kedekatan keduanya pada masa penentangan
kekuatan komunis di periode awal tahun 1960-
an. Kemudian setelah Pemilu tahun 1971 golkar
menang mutlak atas kekuatan politik lainnya.
Menguatnya posisi Golkar pada masa
pemerintahan Orba menunjukkan kuatnya peran
pemerintah dalam menentukan kehidupan
masyarakat.
2. Eksistensi Dana bantuan dan Hibah Luar Negeri Indonesia
Era pemerintahan Soeharto membuka masuknya bantuan
dana dari Luar Negeri. Sehingga pada awal pemerintahannya
Indonesia sudah dihadapkan pada hutang luar negeri sebesar USS
2,3 milliar. Untuk mengatasinya Soeharto mengadakan dialog
dengan Negara-negara Barat dan Jepang untuk menurunkan dana
6
bantuan Luar Negeri. Kemudian dibentulah IGGI yang bertugas
mengkoordinasi program dana bantuan bagi Indonesia dengan
pimpinan Negara Belanda. Sementara di Indonesia dibentuk
Bappenas yang dipimpin oleh Widjojo Nitisastro, badan ini bertugas
mengalokasikan dana bantuan luar negeri kepada program-program
pembangunan nasional. Strategi Soeharto dalam mengalokasikan
dana bantuan luar negeri guna mensejahterakan rakyat di satu sisi
membuat rakyat semakin maju dan sejahtera namun disisi lain dana
bantuan luar negeri semakin banyak dan lambat laun jatuh tempo.
Tahun 1990 hutang luar negeri dan bunyanya mencapai USS 54
millyar. Berbagai maslah melanda Orde Baru semakin banyak lagi
setelah krisis moneter melanda wilayah Asia Tenggara termasuk
Indonesia.
7
c. Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)
Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan. Asas-
asas pemerataan di tuangkan dalam berbagai langkah kegiatan
pemerataan, seperti pemerataan pembagian kerja, kesempatasn
kerja, memperoleh keadilan, pemenuhan kebutuhan sandang,
pangan, dan perumahan dan lain-lain.
Pada Pelita III ini, masyarakat sedang mencoba menjajaki tahap
pra-lepas landas, walaupun belum sepenuhnya berada pada tahap
perkembangan tersebut.
8
Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru
Setelah adanya Pelita V, lalu dilanjutkan pembangunan jangka
panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di
harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia
untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri, demi menuju
terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila.
9
Direktur Jenderal FAO Dr. Eduard Saoma mengundang khusus
Presiden Soeharto untuk menyampaikan pidato di forum tersebut.
Selain Soeharto, selaku Presiden RI yang mewakili negara-
negara berkembang; ada satu lagi kepala negara yang juga
dipersilakan naik podium, yakni Presiden Perancis Francois
Mitterrand, selaku perwakilan negara-negara maju.
Presiden Soeharto mendapat kehormatan berpidato di forum
resmi FAO lantaran capaian swasembada pangan yang diraih
Indonesia pada tahun sebelumnya, 1984. Di hadapan puluhan
petinggi negara dari seluruh dunia, Soeharto berucap:
“Jika pembangunan pangan kami dapat dikatakan mencapai
keberhasilan, maka hal itu merupakan kerja raksasa dari suatu
bangsa secara keseluruhan,” kata Presiden RI ke-2 ini.
10
peningkatan pendapatan masyarakat dan kondisi ekonomi pada saat
itu.
Ketika pendapatan masyarakat baik, kemudian ada
pembatasan pengeluaran hanya Rp 500 saja, maka masyarakat
tentunya akan lebih banyak untuk meyimpan uangnya di bank.
Karena masyarakat banyak yang menabung, tentunya pertumbuhan
ekonomi akan turun disebabkan oleh kurangnya tingkat minat beli
masyarakat.
11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Militer dan Golongan Karya di Zaman Orde baru Pada dasarnya
peran Negara pada masa Orde baru ditentukan oleh kekuatan militer,
Golkar, dan bantuan Luar Negeri. Struktur kinerja Negara sangat kuat
karena didukung oleh pemusatan dan penguatan tiga sector utama yaitu
militer, ekonomi, dan budaya.
12