Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PERADABAN ISLAM NUSANTARA

PERANG SALIB (1095 – 1291)


Dosen Pengampu : Khairudin, M.Sos

Disusun Oleh :
Sulviva Desindo Firmansyah 204103010020
Hakam Prasetyo 204103010031
Zuhro Nafisatul Hasanah 204103010038

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ
Jl. Mataram No.1, Karang Miuwo, Mangli, Kec. Kaliwates
Kabupaten Jember, Jawa Timur
Tahun 2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamua’alaikum wr wb
Puji syukur atas kehadirat Allah Swt yang senantiasa melimpahkan rahmat
serta serta hidayah-Nya, sehingga kami diberi kesempatan untuk menyelesaikan
penulisan makalah ini dengan tepat waktu dengan judul “PERANG SALIB (1095-
1291)”. Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi memenuhi tugas mata
kuliah Peradaban Islam Nusantara.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Khairudin M,Sos yang
telah memberi bantuan, petunjuk dan bimbingan dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,karena keterbatasan
dan kurangnya ilmu dari kami. Oleh karena itu, dengan terbuka dan senang hati kami
menerima kritik dan juga saran dari semua pihak.
Akhir kata, kami harap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi
para pembaca.
Wassalamualaikum wr wb

Jember, 29 November 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................2

DAFTAR ISI................................................................................................................................3

BAB I.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN........................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................6

1.3 Tujuan............................................................................................................................6

BAB II........................................................................................................................................7

PEMBAHASAN..........................................................................................................................7

2.1 Sebab-Sebab Terjadinya Perang Salib............................................................................7

2.2 Perang Salib Berkobar....................................................................................................9

2.3 Sultan Alfatih Merebut Konstantinopel........................................................................11

2.4 Hikmah Dan Pembelajaran Dari Perang Salib...............................................................15

BAB III.....................................................................................................................................17

PENUTUP................................................................................................................................17

3.1 Kesimpulan...................................................................................................................17

3.2 Saran............................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................19

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perang Salib merupakan peristiwa berdarah yang memperebutkan satu kota
suci Agama Tauhid (Islam, Kristen dan Yahudi)1 yakni Baitul Maqdis
(Jerussalem). Perang Salib juga merupakan perang terbesar sepanjang sejarah
yang berlangsung kurang lebih dua abad lamanya, yakni sejak tahun 1095 sampai
1291.3 Gelombang Perang Salib yang dicetuskan oleh pihak Kristen Eropa
(Barat) terhadap Umat Muslim (Timur) karena keinginan kaum Kristen Eropa
untuk menjadikan tempat Suci Umat Kristen yakni Gereja Makam Suci Kristus
(Church of the Holy Spulchure) masuk ke dalam wilayah perlindungan mereka.
Istilah Perang Salib atau Perang Suci juga digunakan untuk ekspedisiekspedisi
tentara Kristen yang terjadi selama abad pertengahan di wilayah Arab terhadap
Non-Kristiani secara berulang-ulang, mulai abad ke 11 sampai abad ke 13 (1097-
1292 M), dengan misi untuk membebaskan Baitul Maqdis (Yerusalem) dari
kekuasaan Islam dan mendirikan Kerajaan Kristen Eropa di Wilayah Timur.
Namun pada kenyataannya, Perang Salib terjadi karena beberapa sebab yang
melatar belakanginya. Sebab-sebab yang menimbulkan terjadinya Perang Salib
selama 2 abad lamanya telah melahirkan perseteruan antara Umat Islam dan
Kristen. Peristiwa Perang Salib terjadi karena pertama, bermula ketika kekalahan
Raja Romawi Timur (Bizantium) Romanos IV Diogenes dalam Perang Manzikert
(26 Agustus 1071 M) menghadapi Turki Seljuk di bawah pimpinan Alp Arselan
yang telah berhasil menguasai wilayah kekuasaan Byzantium7 . Dan kedua,
karena propaganda seorang Pendeta yang bernama Peter the Hermit dan para
peziarah yang sedang berkunjung ke Baitul Maqdis (Yerusalem) sejak 1076, telah
mendapatkan perlakuan yang tidak layak oleh tentara Turki Saljuk, yang telah
mengganggu para peziarah yang mengadakan perjalanan ke tanah suci. Dan
melaporkan kekacauan yang dialaminya di Baitul Maqdis kepada Raja
Byzantium, Alexius I Comnenus.
Mendengar situasi seperti itu, Alexius I Comnenus yang menggantikan posisi
dari Kaisar Byzantium Romanos IV Diogenes segera mengirimkan
permemohonan bantuan kepada Paus Urbanus II selaku Kepausan Agung Vatikan
Eropa untuk bersama - sama membalas perlakuan yang telah dialami saudaranya.
Setelah mendapatkan informasi hal itu, Paus Urbanus II segera mengumpulkan
para petinggi gereja di Seluruh Eropa untuk berkumpul dalam sebuah sidang
Konsili Clermont pada tanggal 27 November 1095 M, menyerukan kepada
Seluruh Umat Kristen untuk membalas tindakan Umat Islam (Turki Saljuk) atas

4
Saudara mereka (Bizantium) dan Tempat Suci Kristus, mereka yang berkumpul
merupakan seorang gerejawi dan para kaisar serta para Ksatria Eropa untuk ikut
serta dalam Perang Salib atau Perang ke tanah Suci (Baitul Maqdis/Yerusalem)
melawan (Islam) Saljuk .
Seruan Paus Urbanus II telah membangkitkan semangat keagamaan seluruh
umat Kristen Eropa. Pasukan Salib I telah berhasil masuk dan menguasai Baitul
Maqdis (Jerusalem) pada tanggal 15 Juli 1099 M, pasukan Salib Pertama meraih
sasaran puncaknya9 karena telah berhasil menguasai dan membantai penduduk
Muslim dan Yahudi yang tinggal di Yerusalem selama tiga hari. Pasukan Salib
(Crusade) sebelumnya telah berhasil mengalahkan Turki Seljuk dalam sebuah
pertempuran besar di Dorylaeum hingga terbunuhnya Alp Arselan dan berhasil
menguasai dan mendirikan beberapa kerajaan Kristen di wilayah Timur.
Pada tahun 1147 - 1149 M dikobarkannya Perang Salib yang ke II yang
disambut langsung oleh Raja Prancis Louis VII dan Raja Jerman Conrad III14 .
Dalam edisi Perang Salib yang ke II ini, Nuruddin Mahmud beserta Panglima
kepercayaan Ayahnya, Asadudin Syirkuh dan Najmuddin Ayyub telah berhasil
menyatukan kerajaannya bersama Kehalifahan Abbasiyah. Mesir berhasil
ditaklukkan oleh tentara Nuruddin pada tahun 1168 M, oleh Asaduddin Syirkuh
bersama keponakannya Shalahuddin Al-Ayyubi.
Meninggalnya Khalifah Al-Adhid dan Nuruddin Mahmud menjadi titik balik
kekuasaan Umat Islam di wilayah Timur khusnya bagi Shalahuddin Al Ayyubi.
Shalahuddin Al Ayyubi adalah seorang putra Kurdi yang gagah berani dan
memiliki ambisi yang sangat besar dalam hidupnya dengan melanjutkan citacita
Nuruddin Mahmud untuk menyatukan Umat Islam dan bersama-sama berjuang
melawan pasukan Salib. Pada tanggal 15 Oktober 1187 M, Shalahuddin bersama
pasukannya berhasil mengepung benteng yang berada dalam kekuasaan kerajaan
Baitul Maqdis (Yerusalem), Benteng yang dijaga ketat oleh tentara Salib akhirnya
berhasil dikuasai oleh pihak Muslim. Dengan keberhasilan itu, Shalahuddin
segera menginformasikan kabar gembira itu keseluruh pemimpin Umat Muslim di
Timur Tengah dan Khalifah Abbasiyah di Baghdad.
Berita jatuhnya Baitul Maqdis (Yerusalem) sampai terdengar oleh seluruh
dunia Kristen khususnya dan Eropa pada umumnya. Pada tahun 1189 M tentara
Kristen melakukan serangan balik menuju Yerusalem (Baitul Maqdis) dalam
ekspedisi Perang Salib III, yang dipimpin langsung oleh Frederick Barbarossa
(Kaisar Jerman), Philip Augustus (Raja Prancis ) dan Richard “The Lion Heart”
(Raja Inggris). Perang berlangsung cukup lama dan Baitul Maqdis berhasil
dipertahankan oleh Shalahuddin, hingga gencatan senjata akhirnya disepakati oleh
kedua-belah pihak antara Shalahuddin dan Richard21.

5
Pada tahun 1192 M, keduanya (Shalahuddin dan Raja Richard)
menandatangani perjanjian damai, yang isinya membagi wilayah Baitul Maqdis
(Palestina) menjadi dua : Pertama, daerah pesisir Laut Tengah bagi orang Kristen.
Kedua, daerah perkotaan untuk orang Islam, namun demikian kedua-belah pihak
boleh berkunjung ke daerah lain dengan aman.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Sebab-Sebab Terjadinya Perang Salib ?
2. Bagaimana Perang Salib Berkobar ?
3. Bagaimana Sultan Alfatih Merebut Konstantinopel ?
4. Apa Saja Hikmah Dan Pembelajaran Dari Perang Salib ?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswah Dapat Mengetahui Sebab-Sebab Terjadinya Perang Salib
2. Mahasiswa Dapat Mengetahui Perang Salib Berkobar
3. Mahasiswa Dapat Mengetahui Sultan Alfatih Dalam Merebut Konstantinopel
4. Mahasiswa Dapat Memahami Hikmah Dan Pembelajaran Dari Perang Salib

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sebab-Sebab Terjadinya Perang Salib

Gagasan untuk menjalankan peperangan demi membela kepercayaan


agama merupakan idealisme keagamaan yang tersusun menjadi satu, meskipun
demikian berbagai kecenderungan juga mendapat tempat yang layak dalam
tujuan Perang Salib untuk menguasai kembali tempat suci Yerussalem dengan
cara-cara militer. Karena itu untuk merumuskan sebab-sebab terjadinya Perang Salib,
maka perlu menganalisis kondisi pihak Eropa sebelum perang mulai pecah, atau
minimal dianalisa walaupun sekilas sikap dan tindakan pihak Eropa di abad-abad
pertengahan. Dari beberapa uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa sebab-sebab
terjadinya Perang Salib antara lain.

1. Faktor Agama

Direbutnya Baitul Maqdis (471 H/ 1070 M) oleh Dinasti Seljuk dari kekuasaan
Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir menyebabkan kaum Kristen merasa tidak
bebas dalam menunaikan ibadah di tempat sucinya. Karena Dinasti Seljuk
menerapkan peraturan yang sangat ketat kepada para umat Kristiani ketika hendak
beribadah di Tanah Suci (Baitul Maqdis). Hingga mereka yang baru pulang dari
beribadah ke Baitul Maqdis selalu mengeluh akan sikap buruk Dinasti Seljuk yang
terlalu fanatik. 

Para pemimpin politik Kristen tetap saja masih berfikir keuntungan yang dapat
diambil dari konsepsi mengenai Perang Salib, dan untuk memperoleh kembali
keleluasaannya berziarah ke tanah suci Yerussalem. Pada tahun 1095 M, Paus
Urbanus II berseru kepada umat Kristiani di Eropa supaya melakukan perang suci.
Seruan Paus Urbanus II berhasil memikat banyak orang-orang Kristen karena dia
menjanjikan sekaligus menjamin, barang siapa yang melibatkan diri dalam perang
suci tersebut akan terbebas dari hukuman dosa. 

2. Faktor Politik

Kekalahan Bizantium (Constantinople/Istambul) di Manzikart pada tahun 1071 M,


dan jatuhnya Asia kecil dibawah kekuasaan Saljuk telah mendorong Kaisar Alexius I
Comneus (kaisar Bizantium) untuk meminta bantuan Paus Urbanus II, dalam
usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan Dinasti
Saljuk. Dilain pihak Perang Salib merupakan puncak sejumlah konflik antara negara-
negara Barat dan negara-negara Timur, maksudnya antara umat Islam dan umat
Kristen.

7
Dengan perkembagan dan kemajuan yang pesat menimbulkan kecemasan pada tokoh-
tokoh Barat, sehingga mereka melancarkan serangan terhadap umat Islam. Situasi
yang demikian mendorong penguasa-penguasa Kristen di Eropa untuk merebut satu-
persatu daerah-daerah kekuasaan Islam, seperti Mesir, Yerussalem, Damascus,
Edessca dan lain-lainnya.

Selain itu, kondisi kekuasaan Islam pada saat itu sedang melemah. Sehingga orang-
orang Kristen Eropa berani untuk melakukan pemberontakan dengan cara Perang
Salib, yajni ketika Dinasti Seljuk di Asia Kecil sedang mengalami perpecahan,
Dinasti Fatimiyah di Mesir sedang dalam keadaan lumpun, sedangakan Islam di
Spanyol semakin goyah. Keadaan ini semakin parah dengan pertentangan segitiga
antara kholifah Fatimiyah di Mesir, kholifah Abbasiyah di baghdad, dan kholifah
Umayyah di Cordoba.

3. Faktor Sosial

Stratifikasi sosial yang terdapat pada masyarakat sosial Eropa yang terbagi kepada
tiga tingkat, yakni kaum gereja, kaum bangsawan, dan kaum rakyat jelata. Rakyat
jelata dianggap sebagai kaum marginal dan tidak memiliki kedudukan apapun dalam
masyarakat, kehidupan mereka sangat tertindas dan harus mengikuti apa kata tuan
tanah, sehingga kehidupan mereka selalu dibayang-bayangi rasa kehawatiran.

Dengan adanya seruan untuk Perang membuat mereka bersemangat. Dengan harapan
agar mereka bisa memiliki kedudukan yang lebih baik lagi, selain itu mereka diberi
janji untuk mendapatkan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik.

4. Faktor Ekonomi

Semenjak abad ke X, kaum muslimin telah menguasai jalur perdagangan di laut


tengah, dan para pedagang Eropa yang mayoritas Kristen merasa terganggu atas
kehadiran pasukan muslimin, sehingga mereka mempunyai rencana untuk mendesak
kekuatan kaum muslimin dari laut itu.

Hal ini didukung dengan adanya ambisi yang luar biasa dari para pedagang-pedagang
besar yang berada di pantai Timur laut tengah (Venezia, Genoa dan Piza) untuk
menguasai sejumlah kota-kota dagang di sepanjang pantai Timur dan selatan laut
tengah, sehingga dapat memperluas jaringan dagang mereka, Untuk itu mereka rela
menanggung sebagian dana Perang Salib dengan maksud menjadikan kawasan itu
sebagai pusat perdagangan mereka, karena jalur Eropa akan bersambung dengan rute-
rute perdagangan di Timur melalui jalur strategis tersebut. 

Strata sosial juga berpengaruh pada faktor ekonomi. Hal ini karena ada sebuah tradisi
bahwa pewaris harta adalah anak tertua, ketika anak tertua meninggal maka semua
harta akan diserahkan kepada gereja. Hal ini menyebabkan populasi kemiskinan di

8
Eropa semakin tinggi, sehingga ketika ada seruan untuk melakukan Perang Salib
mereka mendapatkan secercah harapan untuk perbaikan ekonomi. 

2.2 Perang Salib Berkobar


Sejarah Perang Salib adalah serangkaian kampanye militer yang diorganisir
oleh para paus beserta kerajaan Eropa yang umumnya beragama Kristen, untuk
merebut Yerusalem dari pasukan Muslim. Meski begitu, konflik juga tentang Kristen
dengan penganut pagan, hingga perpecahan di antara orang Kristen sendiri. World
History menyebut ada delapan Perang Salib besar antara 1095-1270 Masehi, dan
banyak lagi Perang Salib tidak resmi lainnya. Berikut adalah kisah Perang Salib
diempatedisipertama.

1. Perang Salib I (1096-1270)


Sejarah Perang Salib bermula pada awal abad ke-11 di kawasan Eropa dan
Timur Tengah. Perang besar dan berkepanjangan ini bukan berdasarkan konflik
agama, tetapi perebutan kekuasaan antara Byzantium Romawi Timur dan pasukan
Muslim.
Kala itu umat Kristen merasa kebebasan dan keamanannya hilang untuk beribadah di
Yerusalem. Sebabnya adalah Bani Saljuk menerapkan kebijakan yang membatasi
ibadah umat Kristiani di Yerusalem. Bani Saljuk kala itu menguasai wilayah-wilayah
penting di Asia Kecil dan mengancam eksistensi Konstantinopel. Perang Salib I
kemudian berkobar pada 1096 Masehi yang merupakan hasil propaganda Paus
Urbanus II dan Peters Amin. Kampanye yang dilakukan setahun sebelumnya itu
berhasil mengumpulkan 150.000 tentara yang mayoritas dari Perancis dan
Normandia.
Hasil Perang Salib I adalah kemenangan besar Tentara Salib yang dipimpin Godfrey,
Behemond, dan Raymond. Mereka berhasil menaklukkan Nicea dan menguasai
Edessa (Turki) pada 1098, lalu mendirikan pusat pemerintahan Tentara Salib bernama
County Edessa (Kerajaan Latin I). Baldwin diangkat sebagai rajanya. Kerajaan Latin
II kemudian didirikan di Anotiokia (1098 M) yang dipimpin raja Behemond.
Kerajaan Latin III didirikan di Baitul Maqdis pada 1099 dan dipimpin raja Godfrey.
Lalu Kerajaan Latin IV berdiri di Tripoli (1099 M) yang dipimpin raja Raymond.
Berdirinya kerajaan-kerajaan itu berkat penaklukan Tentara Salib di kawasan Timur
Tengah.

2. Perang Salib II (1144-1187)

9
Tak terima kalah di Perang Salib I, pasukan Muslim yang dipimpin Imadudin
Zanki, Nurudin Zanki, dan Salahudin Al Ayyubi kemudian membalasnya di Perang
Salib II. Imadudin Zanki adalah penguasa Mosul dan Irak. Ia memimpin pasukan
Muslim menyerang Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Namun pada 1146 Imadudin
Zanki meninggal dan digantikan putranya, Nurudin Zanki, yang sukses merebut
Antioka dari kekuasaan Behemond. Nurudin Zanki lalu memperluas ekspansinya ke
pusat kekuasaan Tentara Salib di Edessa pada 1151. Ia meraih kemenangan di sana.
Jatuhnya kota Edessa menyebabkan pasukan Kristen mengobarkan Perang Salib II.
Paus Euginus III mengumumkan perang suci dan mengajak beberapa petinggi
kerajaan Eropa untuk berkontribusi. Lois VII dari Perancis dan Conrad II dari Jerman
menanggapi ajakan dari Paus Euginus III dengan positif. Mereka berdua memimpin
tentara Salib untuk melakukan perebutan wilayah Kristen di Suriah. Serangan dari
pasukan Salib dapat dihalau oleh Nurudin Zanki. Pasukan Salib juga gagal memasuki
kota Damaskus. Kegagalan tersebut membuat Louis VII dan Conrad II kembali ke
negerinya bersama beberapa pasukan Salib. Pada 1174 Nurudin Zanki meninggal dan
pasukan Muslim dipimpin oleh Salahudin Al Ayyubi. Di bawah kepemimpinannya,
pasukan Muslim mampu mendominasi Perang Salib II dengan melakukan banyak
penaklukan kota. Keberhasilan terbesar dari Salahudin Al Ayyubi adalah penaklukan
Yerusalem pada 1187, yang menandai kemenangan besar pasukan Muslim di Perang
Salib II.
3. Perang Salib III (1189-1192)
Yerusalem yang diduduki pasukan Muslim kemudian dikuasai Dinasti
Ayubiyah. Para raja dan penguasa besar di Eropa kemudian memimpin perebutan
kembali Yerusalem dan terjadilah Perang Salib III. Mereka ingin berkuasa lagi di
Yerusalem dan beberapa daerah sekitarnya untuk menegakan kedaulatan Kristen.
Selain itu, mereka juga memiliki kepentingan politik dan ekonomi di sana. Tentara
Salib di Perang Salib III dipimpin oleh Frederick Barbarossa (Raja Jerman), Richard
Lionheart (Raja Inggris) dan Phillip Augustus (Raja Perancis). Mereka bergerak
menuju kawasan Timur Tengah pada 1189 dengan dua jalur berbeda. Pasukan
Richard dan Phillip bergerak melalui jalur laut dan pasukan Barbarossa bergerak
lewat jalur darat melewati Konstantinopel. Namun pada 1190 Barbarossa tewas
tenggelam di sungai Cicilia Italia). Meninggalnya Barbarossa tidak memengaruhi
keteguhan pasukan Richard dan Philip. Mereka tetap melanjutkan upaya penaklukan
terhadap daerah-daerah kekuasaan dinasti Ayubiyah. Pada 1191 Richard dan Philip
dapat menguasai Siprus dan mendirikan kerajaan Siprus. Setelah itu, pasukan Salib
berjuang mati-matian untuk merebut kota Akka dari Salahudin dan pasukan Muslim.
Mereka memukul mundur pasukan Muslim dan menjadikan Akka sebagai ibu kota
kerajaan Latin. Setelah penaklukan Akka, raja Philip kembali pulang bersama

10
pasukannya untuk menyelesaikan masalah kekuasaan Perancis dan meninggalkan raja
Richard. Richard dan pasukannya beberapa kali mampu mengalahkan Salahuddin,
namun ia gagal mmenaklukan Palestina. Perang Salib III berakhir pada 2 November
1192 dengan dibuatnya perjanjian damai antara tentara Salib dan Salahuddin, yang
dinamai Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian tersebut Salahuddin dan kaum Muslimin
berjanji menjamin keamanan masyarakat Kristen saat berziarah ke Baitul Maqdis.
Sebagai timbal baliknya, Richard dan tentara Salib menjamin tidak akan menyerang
wilayah-wilayah kekuasaan Dinasti Ayubiyah.

4. Perang Salib IV (1218-1291)


Perjanjian damai tidak serta merta mengakhiri Perang Salib. Babak keempat
pun berlangsung pada 1218-1291. Pada Perang Salib IV, pasukan Kristen dipimpin
raja Jerman bernama Frederick II. Deklarasi Perang Salib IV oleh Frederick II
bertujuan untuk menguasai Yerusalem dan Palestina. Pada 1218 Masehi, Frederick II
mengawali Perang Salib IV dengan melakukan penyerangan terhadap Mesir dan
beberapa daerah di kawasan Afrika Utara. Frederick II berusaha menghimpun
dukungan dari kaum Kristen Ortodoks yang berpusat di Gereja Ortodoks Koptik
Aleksandria untuk menguasai Damietta, yang merupakan pintu gerbang menuju
Mesir. Gerbang Damietta berupa benteng berlapis dan menara pengawas. Pasukan
Salib kesulitan menembusnya, dan pengepungan dilakukan selama berbulan-bulan.
Pengepungan itu membuat akses masyarakat di dalam benteng terputus dengan dunia
luar, sehingga mengalami krisis makanan dan kesehatan. Sultan Mesir Malik Al
Kamil kemudian memimpin pasukan untuk mematahkan pengepungan, dan mengirim
pasokan makanan serta obat-obatan ke dalam benteng. Namun, setelah beberapa
pertempuran melawan pasukan Salib, ia tak kunjung berhasil masuk ke dalam
benteng. Demi keselamatan mayarakat dalam benteng, Sultan Malik Al Kamil
terpaksa melakukan perjanjian damai dengan Frederick II. Isinya adalah Malik Al
Kamil bersedia menyerahkan kembali Yerusalem dan wilayah-wilayah yang pernah
ditaklukkan Salahuddin kepada tentara Salib. Sebagai timbal balik, Frederick II
menarik mundur pasukannya dari Damietta dan menjamin keamanan kaum Muslim.
Malik As Shalih penerus Malik Al Kamil kemudian merebut kembali Palestina.
Pasukan Muslim di bawah pemerintahan Dinasti Mamalik kemudian berhasil
menaklukkan kota Akka di Israel pada 1291.
2.3 Sultan Alfatih Merebut Konstantinopel
a. Peranan Muhammad Al-Fatih dalam Penaklukan Konstantinopel

11
Muhammad Al-Fatih merupakan kunci utama keberhasilan penaklukan
terhadap Konstantinopel pada tahun 1453 Masehi. Adapun usaha-usaha atau
peranan Muhammad Al-Fatih dalam pembebasan Konstantinopel adalah
menambah personil militer dan memperkuat armada laut, membangun benteng
Romali Hishar, menghimpun persenjataan, mengadakan perjanjian damai dengan
beberapa negara rival, memimpin pengepungan Konstantinopel atau sebagai
panglima perang, menyebarkan dakwah Islam ke seluruh Konstantinopel dan
sekitarnya.
b. Menambah Personil Militer dan Memperkuat Armada Laut
Daulah Bani Utsmaniyah sangat terkenal akan kebesaran dan kekuatan
militernya, baik dari segi jumlah personil maupun dari segi kualitas dan semangat
tempurnya yang sangat tinggi dan mencapai puncaknya pada masa Sultan
Muhammad AlFatih. Sultan Al-Fatih sangat memperhatikan personil perangnya
hingga berhasil menghimpun dan mengorganisir lebih 250.000 personil tentara
yang terdidik dan terlatih secara matang. Untuk menaklukkan Konstantinopel
Muhammad Al-Fatih benar-benar telah menyiapkan pasukan atau tentara dalam
jumlah yang sangat besar, agar cita-citanya untuk menaklukkan Konstantinopel
benarbenar terwujud. menuliskan ”tentara yang mengepung kota dari darat terdiri
dari dua sampai tiga ratus ribu prajurit”. Artinya pasukan Utsmani yang disiapkan
oleh Al-Fatih untuk menggempur Konstantinopel merupakan jumlah yang sangat
besar. Muhammad Al-Fatih juga memperkuat armada angkatan laut, karena laut
adalah jalan satu-satunya untuk dapat menaklukkan Konstantinopel. Beragam
kapal telah siapkan, bahkan jumlahnya mencapai sekitar 400 kapal. AlFatih
melakukan gebrakan besar-besaran dalam membenahi angkatan lautnya, baik dari
segi personil maupun jumlah kapal perangnya. mengemukakan bahwa ”supaya
negara Barat makin takut mengirimkan bala bantuan melalui laut, dibentuknyalah
angkatan laut yang amat kuat. Kalau kapal tentaranya tidak turut di hitung, maka
angkatan laut Turki itu masih terdjadi dari 250 kapal petempur”. Jumlah kapal
perang telah disiapkan mencapai 250 kapal, bahkan ada yang berpendapat 400
kapal perang bukan jumlah yang kecil untuk ukuran ketika itu.
c. Membangun Benteng Romali Hishar

12
Dalam memperkuat pertahananan pasukan Utsmani, Muhammad Al-Fatih
membangun beberapa benteng pertahanan, salah satunya adalah benteng Romali
Hishar. Benteng ini dibangun di permulaan selat Bosporus dan memiliki arti yang
sangat strategis menurut pertimbangan Al-Fatih, karena dari benteng ini sejumlah
pasukan di tempatkan, guna untuk menghalau pasukan bantuan dari Eropa yang
akan membantu Konstantinopel. Benteng Romali Hishar sangat strategis, terletak
di permulaan selat Bosporus. Jangkauan dari benteng ini dapat mengendalikan
armada laut Utsmaniyah yang sedang melakukan penyeberangan dari Timur ke
sebelah Barat, sebagaimana yang dijelaskan Ash-Shalabi sebagai berikut.
Semangat moril diperkuat dengan infrastruktur angkatan perang yang mutakhir
dan strategi canggih. Dimana, Sultan Muhammad membangun benteng Romali
Hishar di wilayah selatan Eropa di selat Bosphorus pada sebuah titik yang paling
strategis yang berhadapan dengan benteng yang pernah dibangun di masa
pemerintahan Bayazid di daratan Asia. Kaisar Romawi, berusaha membujuk
Sultan Muhammad Al-Fatih untuk tidak membangun benteng dengan ganti uang
yang akan dia bayarkan pada Sultan. Namun Sultan Muhammad tetap tidak
bergeming dari rencana awalnya, sebab dia tahu pembangunan ini memiliki arti
yang demikian strategis. Hingga akhirya rampunglah satu benteng yang demikian
tinggi dan sangat aman. Tingginya sekitar 82 meter. Maka jadilah dua benteng itu
berhadapan yang dipisahkan jarak hanya 660 meter yang mampu mengendalikan
penyeberangan armada laut dari arah timur Bosphorus ke arah sebelah barat.
Sedangkan nyala api meriam akan mampu mencegah semua armada laut sampai
ke Konstantinopel dari wilayah-wilayah yang berada disebelah timurnya, seperti
kerajaan Trabzon dan wilayahwilayah lain yang memungkinkan untuk
memberikan bantuan saat dibutuhkan. Dari penjelasan tersebut tergambar dengan
jelas alasan Al-Fatih membangun benteng Romali Hishar untuk menempatkan
sebagian pasukannya dan mencegah adanya pasukan bantuan terhadap
Konstantinopel ketika pengepungan Konstantinopel dilakukan.
d. Menghimpun Persenjataan

13
Belajar dari kegagalan penguasapenguasa Islam sebelumnya, Muhammad
AlFatih menaruh perhatian khusus untuk mempercanggih persenjataan pasukan
Utsmani. Senjata terpenting dan paling canggih pada masa itu adalah meriam,
namun belum pernah ada meriah raksasa untuk menghancurkan tembok benteng
Konstantinopel. Oleh karena itu, untuk merancang meriam raksasa yang canggih
Muhammad Al-Fatih mendatangkan insinyur ahli pembuatan meriam bernama
Orban. AlFatih memberi semua fasilitas yang di butuhkan baik kebutuhan materi
maupun pekerja. Insinyur mampu merakit sebuah meriam raksasa yang memiliki
bobot hingga ratusan ton dan membutuhkan ratusan lembu untuk menariknya. Al-
Fatih juga melakukan pengawasan langsung pembuatan meriam ini, serta ia
sendiri yang melihat uji cobanya. Untuk menarik meriam ini diperlukan 60 ekor
lembu jantan dan dua ratus orang prajurit. Muhammad Al-Fatih menyadari
pentingnya persenjataan yang unggul untuk menghadapi Byzantium, sehingga
pada zamannya Utsmaniyah merupakan negara paling unggul di dunia dalam
bidang persenjataan, bahkan Muhammad Al-Fatih telah membangun pabrik
senjata yang dapat dipidahkan dari satu tempat lain dengan menggunakan dua
belas ribu unta, bergerak dari Istanbul sampai ke Albania . Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa Muhammad Al-Fatih mempersiapkan persenjataan yang
lebih unggul dan modern.
e. Mengadakan Perjanjian Damai dengan Beberapa Negara Rival
Untuk memuluskan rencana pengepungan terhadap Konstantinopel, AlFatih
mengadakan kesepakatan terhadap negara-negara tetangga yang dianggap dapat
membantu Konstantinopel agar pengepungan dapat berjalan sesuai rencana.
Diantaranya dengan negara Galata disebelah Timur, negara Majd dan Venesia,
dua negara yang berbatasan dengan negara-negara Eropa. Meskipun kemudian
perjanjian ini diabaikan oleh mereka . Dari penjelasan di atas dapat dipahami
bahwa Muhammad Al-Fatih melakukan perjanjian damai atau kesepakatan untuk
tidak saling menyerang dengan negaranegara yang berdekatan dengan
Konstantinopel, seperti Galata, Majd dan Venesia agar dalam pengepungan tidak
menghadapi musuh selain Konstantinopel.

14
f. Memimpin Pengepungan Konstantinopel Dalam usaha penaklukan
Konstantinopel Muhammad Al-Fatih langsung memimpin dan mengorganisir
pasukannya sebagai panglima militer tertinggi meskipun demikian ia mengangkat
panglima perang atau jenderal-jenderal dalam memimpin peperangan disetiap
pasukan. Dalam pengepungan ini, Al-Fatih mengorganisir dan memantau
langsung pasukan Utsmani tersebut, bahkan ia sangat memperhatikan perbekalan
tentaranya, baik persenjataan maupun logistik. Konstantinopel merupakan kota
yang sangat kokoh, dikelilingi oleh benteng. Dilihat dari kekokohannya, kecil
sekali kemungkinan untuk bisa menembus benteng tersebut, namun Al-Fatih
benar-benar seorang panglima yang ulung, sebelum melakukan penyerangan ia
mempersiapkan peta dan menyusun strategi yang matang untuk keberhasilan
pengepungan ini. ArRasyidi menyatakan bahwa dia bahkan melakukan
pengintaian sendiri kekokohan kota Konstantinopel dan pagar-pagarnya.
menyebutkan ”Sultan mempersiapkan penaklukan terhadap kota Konstantinopel
dengan penuh keseriusan. Di pelajari penyebab kegagalan dalam penaklukan-
penaklukan sebelumnya. Sultan tidak mau lagi kalah sebagaimana para
pendahulunya. Ia lebih dahulu membereskan wilayah-wilayah yang
membangkang di Asia Kecil”
g. Menyebarkan Agama Islam ke Seluruh Konstantinopel dan Wilayah Eropa
Penaklukan Konstantinopel yang dilakukan oleh Muhammad Al-Fatih dan
pasukannya, tidak hanya untuk menjadikan takluk di bawah kekuasaan
Utsmaniyah saja, melainkan sebagai titik tolak dakwah Islam ke seluruh Eropa,
khususnya semenanjung Balkan. menyebutkan bahwa “Dia (Muhammad Al-
Fatih) sangat bersemangat dalam menyebarkan Islam ke segala penjuru dunia”.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa tujuan utama penaklukan Muhammad
Al-Fatih adalah mendakwahkan Islam kepada wilayahwilayah yang telah berhasil
dibebaskannya. Misi dakwah yang dilakukan Muhammad Al-Fatih tergambar saat
jatuhnya Konstantinopel, ia langsung mengubah gereja megah Aya Shofia untuk
dialihfungsikan menjadi masjid dan mengganti nama kota menjadi Islam Bul
yang bearti kota Islam. Tujuan utama pembebasan Konstantinopel adalah untuk

15
menyeru manusia kepada Islam, tentu Muhammad Al-Fatih selalu berpegang
teguh terhadap etika atau adab yang ditentukan oleh syariat Islam dalam
memperlakukan wilayah yang telah dibebaskan

2.4 Hikmah Dan Pembelajaran Dari Perang Salib


Akibat adanya perang Salib ini, walaupun umat Islam berhasil
mempertahankan daerah-daerahnya daritentara Salib, namun kerugian yang mereka
derita banyak sekali, karena peperangan ini terjadi diwilayah Islam. Di antaranya
adalah kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikianmereka
bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak dinasti kecil yang
memerdekakandiri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad .Meskipun pihak
Kristen Eropa menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mereka
telahmendapatkan hikmah yang tidak ternilai harganya karena mereka dapat
berkenalan dengankebudayaan dan peradaban Islam yang sudah sedemikian majunya.
Bahkan kebudayaan danperadaban yang mereka peroleh dari Timur-Islam
menyebabkan lahirnya renaisans di Barat.Kebudayaan yang mereka bawa ke Barat
terutama dalam bidang militer, seni, perindustian,perdagangan, pertanian, astronomi,
kesehatan, dan kepribadian. Dalam bidang militer, dunia Barat menemukan
persenjataan dan teknik berperang yang belum pernahmereka temui sebelumnya di
negerinya, seperti penggunaan bahan-bahan peledak untuk melontarkanpeluru,
pertarungan senjata dengan menunggang kuda, teknik melatih burung merpati
untukkepentingan informasi militer, dan penggunaan alat-alat rebana dan gendang
untuk memberi semangatkepada pasukan militer di medan perang.Dalam bidang
perindustrian, mereka menemukan kain tenun dan peralatannya di dunia
Islam,kemudian mereka bawa ke negerinya, seperti kain muslin, satin, dan damas.
Mereka juga menemukanberbagai jenis parfum, kemenyan, dan getah Arab yang
dapat mengharumkan ruangan.Sistem pertanian yang sama sekali baru di dunia Barat
mereka temukan di Timur-Islam, seperti modelirigasi yang praktis dan jenis tumbuh-
tumbuhan dan buah-buahan yang beraneka macam, termasukpenemuan
gula.Hubungan perniagaan dengan Timur-Islam menyebabkan mereka menggunakan

16
mata uang sebagaialat tukar barang, yang sebelumnya mereka menggunakan sistem
barter. Ilmu astronomi berkembangpada abad ke-9 di dunia Islam telah pula
mempengaruhi lahirnya berbagai observatorium di dunia Barat.Selain itu juga mereka
meniru rumah sakit dan tempat pemandian. Yang tidak kurang pentingnya
adalahbahwa sikap dan kepribadian umat Islam di Timur pada waktu itu telah
memberikan pengaruh positif terhadap nilai-nilai kemanusiaan di Eropa yang
sebelumnya tidak mendapat perhatian

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perang Salib adalah peperangan yang berlangsung selama bertahun-tahun dan selama
berperiode-periode, disebabkan oleh Dinasti Seljuk sebuah kerajaan yang baru
berubah menjadi Islam yang berhasil menguasai Yerusalem dan merupakan usaha
umat Kristen Eropa untuk menghentikan perkembangan Islam. Desas-desus yang
dibuat oleh para pemimpin umat Kristen di Eropa, bahwa orang-orang Kristen yang
melaksanakan haji ke Baitul Maqdis dibunuh oleh umat Muslim membuat amarah
umat Kristen Eropa, terutama kalangan bawah, berkobar dan mereka mengajukan diri
untuk menjadi Tentara Salib yang siap untuk merebut kembali Tanah Suci mereka.
Ada beberapa Perang Salib setelah tiga perang pertama, tapi perang-perang tersebut
memiliki dampak yang kecil atau berlangsung dalam jangka waktu yang pendek. Tiga
perang pertama adalah yang membentuk masa depan bagi Eropa abad pertengahan
dan memberi perubahan pada dunia yang dikendalikan oleh perang. Perang yang
terjadi memunculkan penyebaran budaya Eropa dan juga mengubah dunia Kristen
maupun dunia Islam. Jalur perdagangan baru terbuka untuk kedua belah pihak.
Informasi dan bahan-bahan dagang mulai mengalir diantara dua dunia itu.
Para penguasa yang mengikuti Perang Salib menjadi tokoh terkenal. Hampir semua
orang pernah mendengar tentang Robin Hood, yang meninggalkan Inggris untuk
pergi mengikuti Perang Salib, dan selanjutnya kembali lagi untuk melindungi Inggris
atas nama Richard the Lionhearted.
Perubahan yang dibawakan oleh Perang Salib, dari informasi dan perdagangan, akan
mendorong kedua dunia menuju era baru. Pengenalan gula membantu memulai
eksplorasi dan kolonisasi yang akan berakhir kepada kolonialisasi dari Amerika Utara
dan Selatan.
Walaupun memiliki banyak dampak,baik maupun buruk, Perang Salib merupakan
sesuatu yang jahat dan barbar yang mengatasnamakan kebaikan. Para prajurit perang
salib membunuh banyak umat Muslim dan Kristen. Pada Perang Salib ketigalah
dimana momentumnya mulai berjalan mundur, dan setelah beberapa tahun lagi penuh
dengan kekacauan, akhirnya perang pun selesai.

18
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
penyempurnaan makalah ini.

Demikian makalah ini, semoga kegiatan usaha kami dapat berjalan dengan
baik dan kami berharap dalam mengembangkan kreatifitas dapat bermanfaat bagi
penulis dan masyarakat. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya, sekian terimakasih.

19
DAFTAR PUSTAKA

Al-Usairy, Ahmad. 2007. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX.
Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.
Ash-Shalabi, Ali Muhammad. tanpa tahun. Bangkit dan Runtuhnya Khilafah
Utsmaniyah. Terjemahan oleh Samson Rahman. 2003. Jakarta: Pustaka
AlKautsar.
Berg, H.J.Van Den dkk. 1952. Sejarah Dunia, Jilid II; Sejarah Negeri-negeri Sekitar
Laut Tengah dan Sejarah Eropah Sampai Tahun 1500 Tarik Masehi. Jakarta.
Hilversum.
Buchori, Didin Saefuddin. 2009. Sejarah Politik Islam. Jakarta:Pustaka Intermasa
Ilaihi, Wahyu dan Harjani Hefni. 2007. Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta:
Kencana.
Mursi, Muhammad Said. 2008. Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah.
Jakarta:Pustaka Al-Kautsar.
Prof. Dr. H. Faisal Ismail, M.A. 2017. Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik
(Abad VII-XII M). Yogyakarta: IRCISOD
Siauw, Felix Y. 2012. Muhammad Al-Fatih 1453. Jakarta: Khilafah Press.

20

Anda mungkin juga menyukai