Anda di halaman 1dari 14

PERANG SALIB

Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam


Yang Diampu Dr Faridi, M.Si

Disusun Oleh:
AHMAD AFWAN YAZID
NIM 201910290211024

MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DIREKTORAT PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

November 2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebuah peradaban tidak lepas dari sejarah. Karena sejarahlah yang membentuk sebuah
peradaban. Seperti halnya Perang Salib, yaitu peristiwa sejarah peradaban Islam pada masa
klasik.
Begitu besarnya pengorbanan Islam demi berdirinya Daulah Islamiyah. Tetapi, di era
globalisasi ini, sejarah seperti dianggap hanya hiasan masa lalu. Padahal, inti dari sejarah itu
sangat berarti. Banyak yang tidak memahami bagaimana alur sejarah yang sebenarnya karena
sejarah bisa dibentuk hanya dengan lewat lisan.
Perang besar bernuansa keagamaan yang pernah terjadi dalam sejarah ialah Perang
Salib. Sebutan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan Crusade, penamaan yang
diberikan orang Barat sendiri karena tujuan peperangan ini ialah merebut kota suci
Yerusalem tempat Salib Suci disimpan. Perang ini terjadi bukan satu dua kali, tetapi secara
beruntun dalam enam gelombang. Rentang masa peperangan pun sangat lama, hampir dua
abad, antara tahun 1096 hingga 1270 M. Perang-perang kecil sering terjadi menyelingi jeda
enam perang besar yang terjadi secara bergelombang itu.
Maka dari itu untuk mengetahui lebih dalam tentang sejarah peradaban Islam pada masa
Perang Salib, disini kami akan membahasnya.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dan Penyebab Perang Salib?
2. Bagaimana Perang Salib terjadi?
3. Bagaimana dampak yang dirasakan akibat Perang Salib?

C. Tujuan Pembahasan
1. Memahami pengertian dan penyebab Perang Salib.
2. Mendeskripsikan peristiwa Perang Salib.
3. Mendeskripsikan dampak dari Perang Salib.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perang Salib
1. Pengertian
Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim di
Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13 yang diserukan oleh
Paus dengan tujuan untuk merebut kota tempat Tuhan mereka berpijak.1 Perang Salib (1096-
1291) terjadi sebagai reaksi dunia Kristen di Eropa terhadap dunia Islam di Asia, yang sejak
632 M., dianggap sebagai pihak ‘penyerang’, bukan saja di Siria dan Asia kecil, tetapi juga di
Spanyol dan Sisilia.
Mereka memiliki semboyan yakni “Tuhan menghendaki yang sedemikian.”2
Disebut Perang Salib, karena ekspedisi militer Kristen mempergunakan tanda salib pada
bahu, lencana dan panji-panji mereka sebagai simbol pemersatu untuk menunjukkan bahwa
peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan untuk membebaskan kota
suci Baitulmakdis (Yerusalem) dari tangan orang-orang Islam dan mendirikan gereja dan
kerajaan Latin di Timur.
Perang Salib berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan
selama masa Renaissance.
Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan
daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu
pengetahuan.
2. Penyebab Perang Salib
Faktor-faktor penyebab adanya Perang Salib, yaitu:
a. Faktor Agama
Sejak Dinasti Saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fathimiyah pada tahun
1070 M, pihak Kristen merasa tidak bebas lagi menunaikan ibadah ke sana karena
penguasa Saljuk menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka

1
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam), Prenada Media: Jakarta,
2003, h. 181
2
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Amzah: Jakarta, 2010, h.232 (dalam sumber lain “Begitulah
kehendak Tuhan” dalam buku Sejarah Peradaban Islam oleh Musyrifah Sunanto)

3
yang hendak melaksanakan ibadah ke Baitul Maqdis. Bahkan mereka yang pulang
berziarah sering mengeluh karena mendapat perlakuan yang buruk dari orang Saljuk yang
fanatik. Umat Kristen merasa perlakuan para penguasa Dinasti Saljuk sangat berbeda dari
para penguasa Islam lainnya yang pernah menguasai kawasan itu sebelumnya.3
Para prajurit yang ikut dalam pasukan Salib berpikiran tentang adanya jaminan untuk
masuk surga, sebab mati dalam perang salib, menurut mereka, adalah mati sebagai
pahlawan agama dan langsung masuk surga walaupun mempunyai dosa-dosa pada masa
lalunya.
b. Faktor Politik
Kekalahan Bizantium sejak 330 disebut Konstantinopel (Istanbul) di Manzikart, wilayah
Armenia, pada 1071 dan jatuhnya Asia Kecil ke bawah kekuasaan Saljuk telah
mendorong Kaisar Alexius I Comnenus (kaisar Konstantinopel) untuk meminta bantuan
kepada Paus Urbanus II (1035-1099 dan menjadi Paus antara tahun 1088-1099 M) dalam
usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah pendudukan Dinasti Saljuk.
Paus Urbanus II bersedia membantu Bizantium karena adanya janji Kaisar Alexius untuk
tunduk di bawah kekuasaan Paus di Roma dan harapan untuk dapat mempersatukan
gereja Yunani dan Roma.4
c. Faktor Ekonomi Sosial
Para pedagang besar yang berada di pantai Timur Laut Tengah, terutama yang berada di
kota Venesia, Genoa, dan Pisa, berambisi untuk menguasai sejumlah kota dagang di
sepanjang pantai timur dan selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan dagang
mereka. Untuk itu mereka rela menanggung sebagian dana Perang Salib dengan maksud
menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat perdagangan mereka apabila pihak Kristen
Eropa memperoleh kemenangan. Hal itu dimungkinkan karena jalur Eropa akan
bersambung dengan rute perdagangan di Timur melalui jalur strategis tersebut.5
Di samping itu, stratifikasi sosial masyarakat Eropa saat itu terdiri dari tiga kelompok,
yaitu kaum gereja, kaum bangsawan serta ksatria, dan rakyat jelata. Meskipun$kaum
jelata merupakan kelompok mayoritas, tapi kelompok ini menempati kelas yang paling
rendah. Kehidupan mereka tertindas dan terhina dimana mereka harus tunduk pada para

3
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2010, h. 234-235
4
Ibid., h. 235
5
Ibid.., h. 236

4
tuan tanah yang sering bertindak semena-mena dan membebani mereka dengan pajak
serta sejumlah peraturan lainnya. Oleh karena itu, ketika mereka dimobilisasi oleh pihak-
pihak gereja untuk turut mengambil bagian dalam Perang Salib dengan janji akan
diberikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik apabila perang dapat
dimenangkan, mereka menyambut seruan itu secara spontan dengan melibatkan diri
dalam peperangan tersebut.6
Tidak hanya itu, pada saat itu masyarakat Eropa memberlakukan hukum waris yang
menetapkan bahwa hanya anak tertua yang berhak menerima harta warisan. Apabila anak
tertua meninggal, harta warisan harus diserahkan kepada gereja. Hal ini telah
menyebabkan populasi orang miskin semakin meningkat. Akibatnya, anak-anak yang
miskin sebagai konsekuensi hukum waris yang mereka taati itu beramai-ramai pula
mengikuti seruan mobilisasi umum tersebut dengan harapan yang sama, yakni untuk
mendapatkan perbaikan ekonomi.7

B. Periodisasi Perang Salib


1. Periode I
Periode pertama, disebut periode penaklukan (1009-1144). Hassan Ibrahim Hassan
dalam buku Tarikh Al-Islam menggambarkan pasukan salib pertama yang dipimpin oleh
Pierre I’ermite yang merupakan gerakan gerombolan rakyat jelata yang tidak memiliki
pengalaman perang, tidak disiplin, dan tanpa persiapan yang pada akhirnya pasukan salib
ini dapat dikalahkan oleh pasukan Dinasti Saljuk.8
Pasukan Salib berikutnya dipimpin oleh Godfrey of Boulion. Gerakan ini merupakan
militer yang terorganisasi lebih rapi. Mereka berhasil menduduki kota suci Palestina
(Yerusalem) pada 15 Juli 1099. Tidak hanya itu, mereka mendirikan kerajaan-kerajaan
Latin-Kristen di Timur baik sebelum maupun sesudah menaklukkan Yerusalem, seperti
Kerajaan Latin I (1098) di bawah Raja Baldwin dengan daerah kekuasaan Nicea dan
Edessa, Kerajaan Latin II (1098) yang dipimpin oleh Bohemond dengan daerah
kekuasaan Antiochea, Kerajaan Latin III (1099) di bawah pemerintahan Raja Godfrey
dengan daerah kekuasaan Baitul Maqdis atau Yerusalem dan Kerajaan Tripoli/ Latin IV

6
Ibid., h.236
7
Ibid., h.236
8
Ibid., h.238

5
(1109) di bawah kekuasaan Raja Reymond dengan daerah kekuasaan kota Akka, Tripoli
dan Tyre.9
Pada tahun 1127 M, muncul Imaduddin Zanki seorang pahlawan Islam termashur dari
Mousul, yang dapat mengalahkan tentara Salib di kota Aleppo Hamimah, dan Edessa
hingga dirinya wafat pada tahun 1046. Wafatnya beliau membangkitkan semangat
anaknya, Nuruddin Zanki, untuk melanjutkan tugas sang ayah meneruskan perjuanagan
membela agama yakni melakukan jihad. Nuruddin Zanki berhasil merebut kembali
Antiochea pada tahun 1149 M, dan pada tahun 1151 M seluruh Edessa dapat direbut
kembali. 10

2. Periode II
Periode kedua atau disebut periode reaksi umat Islam (1144-1192). Perebutan
kembali Edessa menyebabkab orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib kedua.
Paus Eugenius III menyerukan perang suci yang disambut positif oleh Raja Perancis
Louis VII dan Raja Jerman Codrad II. Keduanya memimoin pasukan Salib untuk merebut
wilayah Kristen di Syiria. Namun, pasukan ini dihadang oleh Nuruddin Zanki. Mereka
tidak berhasil memasuki Damascus. Louis VII dan Codrad II sendiri melarikan diri
pulang ke negerinya. Nuruddin wafat pada tahun 1174 M. pimpinan perang kemudian
digantikan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi.11 Hasil peperangan Shalahuddin yang terbesar
adalah merebut kembali Yerussalem pada 2 Oktober 1187 M.
Jatuhnya Yerussalem ke pihak muslim sangat memukul tentara Salib sehingga
mereka menyiapkan serangan balasan. Kali ini pasukan ini dipimpin oleh Frederick
Barbarossa raja Jerman, Richar The Lion Hart raja Inggris, dan Philip Augustus raja
Prancis. Pasukan ini berhasil merebut Akka meskipun mendapat tantangan dari pasukan

9
Ibid., h.238-239
10
Ibid., h.239
11
Shalahuddin Al-Ayyubi (532-589 H/ 1138-1193 M) adalah pendiri Dinasti Ayyubiah di Mesir. Ia dikenal sebagai
panglima muslim pemenang Perang Salib. Orang Eropa menyebutnya Saladin. Atas permintaan penguasa
Fathimiyah, ia berhasil mengusir tentara Kristen dalam Perang Salib 564 H/ 1169 M dari Mesir, dan juga berhasil
merebut Yerussalem pada 1187 M dari pasukan Kristen. Ia terkenal sebagai ahli ilmu agama Islam Sunni.
Peperangan Salib memakan waktu bertahun-tahun, hingga akhirnya sampai pada kedamaian, walaupun hanya untuk
sementara. Adik Raja Ricard I, salah seorang pemimpin Perang Salib dari Kristen, dinikahkan dengan adik
Shalahuddin Al-Ayyubi Al-Adil, yang selanjutnya menjadi penguasa Baitul Maqdis dimana orang Nasrani bebas
pergi beribadah dengan syarat tidak membawa senjata. Shalahuddin Al-Ayyubi wafat pada tahun 1193 dalam usia
57 tahun.

6
muslim tanpa berhasil merebut Yerussalem (Palestina). Dalam perang salib ini akhirnya
pihak Richard dan pihak Saladin sepakat untuk melakukan gencatan senjata dan membuat
pejanjian dengan nama Shulh Ar-Ramlah. Inti perjanjian damai itu adalah daerah
pedalaman akan menjadi milik kaum muslimin dan umat Kristen yang akan berziarah ke
Baitulmakdis akan terjamin keselamatannya. Adapun daerah pesisir utara, Arce, dan Jaita
berada di bawah kekuasaan tentara salib. Tak lama setelah perjanjian itu dibuat, sultan
Shalahuddin Al-Ayyubi wafat.12

3. Periode III
Periode ketiga (1193-1291) lebih dikenal dengan periode perang saudara kecil-
kecilan atau periode kehancuran didalam pasukan Salib. Disebut periode perang saudara
keci;-kecilan atau periode kehancuran dalam pasukan Salib karena periode ini lebih
disemangati ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang bersifat materi
daripada motivasi agama. Tujuan utama mereka untuk membebaskan Baitul Maqdis
seolah-olah terlupakan. Hal ini dapat dilihat ketika pasukan Slaib yang dipersiapkan
untuk menyerang Mesir ternyata membelokkan haluan menuju Konstantinopel. Kota ini
direbut dan diduduki lalu dikuasai oleh Baldwin sebagai rajanya. Ia merupakan raja
Roma-Latin pertama yang berkuasa di Konstantinopel.
Dalam periode ini, muncul pahlawan wanita dari kalangan kaum muslimin yang
terkenal gagah berani, yaitu Syajar Ad-Durr. Ia mampu menunjukkan kebesaran Islam
dengan membebaskan dan mengizinkan Raja Louis IX, yang telah ia tangkap dan
hancurkan pasukannya, kembali ke negerinya, Prancis.

C. Akibat Perang Salib


1. Terhadap Dunia Barat
Walaupun pihak Kristen menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mereka
memperoleh pelajaran yang berharga dari dunia Islam. Hal ini disebabkan perkenalan
mereka dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah maju, bahkan hal tersebut
menjadi salah satu faktor pendukung lahirnya renaissance di Barat. Mereka mendapatkan

12
Badri Yatim, Op.cit., h.239-240

7
kebudayaan dalam bidang perdagangan, perindustrian, pertanian, pertahanan, pendidikan
dan lain-lain.
Kontak perdagangan antara Timur dan barat semakin pesat di mana kota-kota dagang
seperti Venezia, Genoa dan Pisa di Italia berkembang pesat dan memperoleh banyak
keuntungan dalam perdagangannya dengan Timur. Hal ini pula yang menyebabkan
mereka menggunakan mata uang sebagai alat tukar barang, sebelumnya mereka
menggunakan sistem barter.13
Dalam bidang perindustrian, mereka banyak menemukan kain tenun sekaligus
peralatannya di dunia Timur. Untuk itu mereka mengimpor berbagai jenis kain ke Barat.
Mereka juga menemukan berbagai jenis parfum, kemenyan dan getah Arab yang dapat
mengharumkan ruangan.14
Dalam bidang pertanian, mereka menemukan sistem irigasi yang praktis. Orang-
orang Barat mulai menggunakan cengkeh, lada serta rempah-rempah untuk digunakan
sebagai bumbu masakan. Mereka mulai membiasakan makan jahe dan menggunakan
madu sebagai pemanis makanan.15
Dalam bidang pertahanan (militer), mereka menemukan tehnik berperang yang
belum pernah mereka temui sebelumnya di negerinya, seperti penggunaan rebana dan
gendang untuk memberi semangat kepada pasukan militer di medan perang, pertarungan
senjata dengan menggunakan kuda dan penggunaan burung merpati untuk kepentingan
informasi militer.16
Bangsa Barat (Eropa) mulai sadar terhadap kemajuan yang dicapai dunia Timur,
terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, sehingga mereka berdatangan ke Timur untuk
belajar dan menggali ilmu, kemudian diajarkan di negara mereka. Orang Eropa banyak
memanfaatkan ilmu pengetahuan dari bangsa Arab. Mereka menyalin ke dalam
bahasanya (Yunani). Upaya tersebut dilanjutkan dengan mendirikan Universitas di Paris

13
Dewan Redaksi Ensiklopedi Nasional, Ensiklopedi Nasional Indonesia (Cet. I; Jakarta; Cipta Adi Pustaka, 1990),
h. 349
14
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Indonesia Jilid IV (Cet. III; Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1997), h. 243
15
M. Yahya Harun, Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa (Cet. I; Yogyakarta: Bina Usaha, 1987), h. 34
16
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, op. cit., h. 242

8
untuk mempelajari bahasa Timur pada abad XII M. Begitu pula, mendorong mereka
dalam memajukan Ilmu Bumi.17
Di sisi lain, hasil dari Perang Salib bagi orang Barat adalah menemuan kompas.
Orang-orang Islamlah yang sudah sejak lama menggunakan kompas untuk keperluan
pelayaran di Teluk Persia dalam rangka kegitan perdagangan. Demikian pula, ilmu
Astronomi yang telah dikembangkan Islam sejak abad kesembilan M., telah pula
mempengaruhi lahirnya berbagai Observatorium di Barat.18

2. Pengaruhnya Terhadap Dunia Islam


Pengaruh Perang Salib terhadap Islam, adalah lebih memantapkan dan mengokohkan
nilai-nilai persatuan dan kesatuan umat dalam membela dan mempertahankan eksistensi
agama Islam. Pengaruhnya yang lain adalah memperkenalkan dunia Islam yang
mempunyai kebudayaaan tinggi kepada dunia Barat.
Bagi umat Islam, Perang Salib tidak memberikan kontribusi bagi pengebangan
kebudayaan, malah sebaliknya kehilangan sebagian warisan kebudayaan. Peradaban
Islam telah diboyong dari Timur ke Barat. Dengan demikian, Perang Salib itu telah
mengembalikan Eropa pada kejayaan, bukan hanya pada bidang material, tetapi pada
bidang pemikiran yang mengilhami lahirnya masa Renaisance. Hal tersebut dapat
dipahami dari kemenangan tentara Salib pada beberapa episode, yang merupakan stasiun
ekspedisi yang bermacam-macam dan memungkinkan untuk memindahkan khazanah
peradaban Timur ke dunia Masehi-Barat pada abad pertengahan.
Tidak hanya itu, Perang Salib telah menghabiskan aset kekayaan bangsa dan
mengorbankan putera terbaik. Ribuan penguasa, panglima perang dan rakyat menjadi
korban. Gencatan senjata yang ditawarkan terhadap kaum muslimin oleh pasukan salib
selalu didahului dengan pembantaian masal. Hal tersebut merusak struktur masyarakat
yang dalam limit tertentu menjadi penyebab keterbelakangan umat Islam dari umat lain.
Walaupun demikian, di sisi lain Perang salib membuktikan kemenangan militer
Islam di abad pertengahan, yang bukan hanya mampu mengusir Pasukan Salib, tetapi

17
Ameer Ali, The Spirit of Islam. Diterjemahkan oleh H.B. Yassin dengan judul “Api Islam”, (Jakarta : Bulan
Bintang, 1978), h. 370
18
K. Ali, A Study of Islamic History. Diterjemahkan oleh Gufron A. Mas’adi dengan judul “Sejarah Islam, Tarikh
Pra Modern”, (Cet. IV; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 288

9
juga pada masa Turki Usmani mereka mampu mencapai semenanjung Balkan (abad ke-
14-15) dan mendekati gerbang Wina (abad ke-16 dan 17), sehingga hanya Spanyol dan
pesisir Timur Baltik yang tetap berada di bawah kekuasaan Kristen.19

D. Peninggalan Perang Salib


Perang Salib selalu dikenang oleh bangsa-bangsa di Eropa bagian Barat dimana pada
masa Perang Salib merupakan negara-negara Katolik Roma. Perang Salib juga menimbulkan
kenangan pahit dan banyak pula kritikan pedas terhadap Perang Salib di negara-negara Eropa
Barat pada masa Reinassance. Peninggalan Perang Salib sangat terasa dalam bidang politik
dan budaya, perdagangan, dalam dunia Islam, komunitas Yahudi, dan pegunungan Kaukasus.

1. Politik dan Budaya


Perang Salib amat memengaruhi Eropa pada abad Pertengahan. Pada masa itu,
sebagian besar benua dipersatukan oleh kekuasaan kepausan, akan tetapi pada abad ke-
14, perkembangan birokrasi yang terpusat dari negara-bangsa modern sedang pesat di
Perancis, Inggris, Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian didorong
oleh dominasi gereja pada masa awal Perang Salib.
Meski benua Eropa telah bersinggungan dengan budaya Islam selama berabad-abad
melalui hubungan antara Semenanjung Iberia dengan Sisilia, banyak ilmu pengetahuan di
bidang-bidang sains, pengobatan dan arsitektur diserap dari dunia Islam ke dunia Barat
selama masa Perang Salib.
Pengalaman militer Perang Salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya,
kastil-kastil di Eropa mulai menggunakan bahan dari batu-batuan yang tebal dan besar
seperti yang dibuat di Timur, tidak lagi menggunakan bahan kayu seperti sebelumnya.
Sebagai tambahan, tentara Salib dianggap sebagai pembawa budaya Eropa ke dunia,
terutama Asia.
Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan sains baru
mencapai timur atau barat. Kemajuan Bangsa Arab termasuk perkembangan aljabar,
lensa dan lain lain mencapai barat dan menambah laju perkembangan di universitas-

19
Ibid., h.315

10
universitas Eropa yang kemudian mengarahkan kepada masa Renaissance pada abad-
abad berikutnya.

2. Perdagangan
Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan menyediakan bala tentara yang besar
menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan yang sebagian besar tidak
pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi, terlihat mengalami peningkatan
disebabkan oleh para pedagang yang berniat mengembangkan usahanya. Ini bukan saja
karena Perang Salib mempersiapkan Eropa untuk bepergian akan tetapi lebih karena
banyak orang ingin bepergian setelah diperkenalkan dengan produk-produk dari timur.
Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali, karena banyak kota di
Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang penting dan menguntungkan
dengan negara-negara Salib, baik di Tanah Suci maupun kemudian di daerah-daerah
bekas Byzantium.
Pertumbuhan perdagangan membawa banyak barang ke Eropa yang sebelumnya tidak
mereka kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal. Barang-barang ini termasuk
berbagai macam, seperti rempah-rempah, gading, batu-batu mulia, teknik pembuatan
barang kaca yang maju, bentuk awal dari mesiu, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia
lainnya dan banyak lagi.

3. Dunia Islam
Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam. Dimana
persamaan antara Bangsa Frank dengan tentara Salib meninggalkan bekas yang amat
dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sebagai
pahlawan Perang Salib. Pada abad ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan
kemerdekaan Arab dan gerakan Pan-Islamisme masih terus menyebut keterlibatan dunia
Barat di Timur Tengah sebagai Perang Salib. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam
sebagai pembantaian yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa.
Konsekuensi yang secara jangka panjang menghancurkan tentang Perang Salib,
menurut ahli sejarah Peter Mansfield, adalah pembentukan mental dunia Islam yang
cenderung menarik diri. Menurut Peter Mansfield, diserang dari berbagai arah, dunia

11
Islam berpaling ke dirinya sendiri. Ia menjadi sangat sensitif dan defensif. Sikap yang
tumbuh menjadi semakin buruk seiring dengan perkembangan dunia, suatu proses
dimana dunia Islam merasa dikucilkan, terus berlanjut.

4. Komunitas Yahudi
Terjadi kekerasan tentara Salib terhadap bangsa Yahudi, di kota-kota di Jerman dan
Hongaria, belakangan juga terjadi di Perancis dan Inggris, dan pembantaian Yahudi di
Palestina dan Syria menjadi bagian yang penting dalam sejarah Anti-Semit, meski tidak
ada satu Perang Salib pun yang pernah dikumandangkan melawan Yahudi. Serangan-
serangan ini meninggalkan bekas yang mendalam dan kesan yang buruk pada kedua
belah pihak selama berabad-abad. Kebencian kepada bangsa Yahudi meningkat. Posisi
sosial bangsa Yahudi di Eropa Barat semakin merosot dan pembatasan meningkat selama
dan sesudah Perang Salib. Hal ini memuluskan jalan bagi legalisasi Anti-Yahudi oleh
Paus Innocentius III dan membentuk titik balik bagi Anti-Semit abad pertengahan.

5. Pegunungan Kaukasus
Orang Armenia merupakan pendukung setia tentara Salib. Di Pegunungan Kaukasus
di Georgia, di dataran tinggi Khevsureti yang terpencil, ada sebuah suku yang disebut
Khevsurs yang dianggap merupakan keturunan langsung dari sebuah kelompok tentara
Salib yang terpisah dari induk pasukannya dan tetap dalam keadaan terisolasi dengan
sebagian budaya perang salib yang masih utuh. Memasuki abad ke-20, peninggalan dari
baju perang, persenjataan dan baju rantai masih digunakan dan terus diturunkan dalam
komunitas tersebut. Ahli ethnografi Rusia, Arnold Zisserman, yang menghabiskan 25
tahun (1842 – 1862) di pegunungan Kaukasus, percaya bahwa kelompok dari dataran
tinggi Georgia ini adalah keturunan dari tentara Salib yang terakhir berdasarkan dari
kebiasaan, bahasa, kesenian dan bukti-bukti yang lain. Penjelajah Amerika Richard
Halliburton melihat dan mencatat kebiasaan suku ini pada tahun 1935.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim di
Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk
merebut kota suci Baitul Makdis dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja dan
kerajaan Latin di Timur.
Dinamakan Perang Salib, bukan berarti ini adalah perang agama, melainkan karena setiap
orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana
dan panji-panji mereka, atau mereka menggunakan salib sebagai simbol peperangan yang
mereka lakukan.
Penyebab terjadinya Perang Salib adalah permintaan langsung Alexius Conneus kepada
Paus Urbanus II, pidato oleh Paus Urban, faktor sosial ekonomi, dan alasan dengan jamina
masuk surga.
Periodisasi Perang Salib disederhanakan kedalam tiga periode, periode pertama atau
periode penaklukan (1009-1144), periode kedua atau periode reaksi umat Islam (1144-1192),
dan periode ketiga atau periode perang saudara kecil-kecilan atau periode kehancuran
didalam pasukan Salib.
Perang salib membawa hal positif bagi Eropa karena dengan terjadinya Perang Salib,
bangsa Eropa dapat menambah lapangan perdagangan, mempelajari kesenian, dan penemuan
penting, seperti kompas pelaut, kincir angin, dan sebagainya dari orang Islam.
Peninggalan Perang Salib sangat terasa dalam bidang politik dan budaya, perdagangan,
dalam dunia Islam, komunitas Yahudi, dan pegunungan Kaukasus.

B. Saran
Pelajari sejarah dengan baik, supaya tidak salah dalam memahami sejarah.

13
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Ameer. 1978. The Spirit of Islam. Diterjemahkan oleh H.B. Yassin dengan judul “Api
Islam”, Bulan Bintang: Jakarta
Ali, K. 2000. A Study of Islamic History. Diterjemahkan oleh Gufron A. Mas’adi dengan judul
“Sejarah Islam, Tarikh Pra Modern” Cet. IV. Raja Grafindo Persada: Jakarta
Amin , Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Amzah: Jakarta
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1997. Ensiklopedi Islam Indonesia Jilid IV Cet. III. Ichtiar
Baru Van Hoeve: Jakarta
Dewan Redaksi Ensiklopedi Nasional. 1990. Ensiklopedi Nasional Indonesia Cet. I. Cipta Adi
Pustaka: Jakarta
Harun, M. Yahya. 1987. Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa Cet. I. Bina Usaha:
Yogyakarta
Sunanto, Musyrifah. 2003. Sejarah Islam Klasik (Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam).
Prenada Media: Jakarta
Yatim, Badri. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press
http://sitikumiati.blogspot.com/
http://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/27/perang-salib-faktor-dan-peran-salahuddin-al-
ayyubi-dalam-menghadapi-pasukan-salib-serta-dampaknya/
http://armayant.blogspot.com/2012/06/perang-salib-dan-pengaruhnya-terhadap.html

14

Anda mungkin juga menyukai