Anda di halaman 1dari 3

Riwayatul hadist

a. Pengertian
Secara bahasa, al riwayah berarti an naql (penukilan), al dzikr (penyebutan). Sedangkan
secara istilah para ahli hadist, riwayatul hadist, adalah suatu kegiatan penerimaan dan
penyampaian hadist, serta penyandaran hadist pada rankaian para perowinya dengan
bentuk-bentuk tertentu.
Dengan demikian, riwayatul hadist merupakan sebutan yang diberikan pada suatu
proses kegiatan penerima hadist (tahammul) dan menyampaikan hadist (al ada’).
b. Tahammul hadist
Adalah kegiatan menerima dan mendengar hadist dengan cara-cara tertentu.
Adapun beberapa permasalahan dalam tahammul hadist yaitu :
1. Penerimaan anak-anak
Mayoritas ulama hadist berpendapat, bahwa menerima periwayatan hadist pada masa
anak-anak dianggap sah. Hal ini Didasarkan pada periwayatan para sahabat kecil, seperti
hasan dan husen, abdullah bin zubair, abdullah bin abbas, anas bin malik dan lain-lain.
Adapun imam ahmad berpendapat, boleh menerima periwatan hadist apabila dia
mengerti apa yang dia dengar.
Dengan demikian diperbolehkan menerima periwayatan hadist ketika masih anak-
anak dan dia mengerti apa yang dia dengan atau yang dia perhatikan, kemudian
menyampaikan hadist tersebut setelah dia baligh.
Yang demikian seperti yang diriwayatkan imam bukhari, bahwa mummad bin al –
rabi’ r.a berkata, “saya teringat rosullah memercikkan air kewajahku dari sebuah ember,
sedangkan aku berumur 5 tahun”
2. Penerimaan orang fasiq dan kafir
Mayoritas ulama juga berpendapat, bahwa menerima periwatan hadist bagi orang fasiq
dan kafir dianggap sah, akan tetapi dalam penyampaian hadist, dia sudah bertaubat den
masuk islam. Hal ini didasarkan pada hal ihwal para sahabat yang banyak menyaksikan
dan mendengar sabda rusulullah, sebelum mereka masuk islam, seperti sahabat zubair
mendengar rasulullah memebaca surat athur waktu sholat maghrib sedangkan beliau
belum masuk islam.
c. Ada’ al hadist
Adalah menyampaikan hadist dengan cara-cara tertentu. Orang yang menyampaikan
periwayatan hadist memiliki peranan sangat penting dan mempunyai tanggung jawab yang
berat.
Oleh karena itu, para ulama’ memberikan sayarat-syarat ada’ al hadist bagi mereka
sebagai berikut :
1. Islam
Periwayatan hadist harus disampaikan oleh orang islam. Sedangkan hadist yang
disampaikan oleh orang kafir dianggap tidak sah.

Terhadap orang fasiq yang membawa kabar saja, diserukan meneliti dengan hati-
hati, maka sudah tentu berita (hadits) yang dibawa oleh orang kafir harus ditolak.

2. Baligh
Maksudnya adalah adanya akal sehat disertai usia yang memungkinkan bermimpi, atau
orang yang sudah mampu menangkap pembicaraan dan memahami hukum-hukum
syari’at .
Pengecualian periwayatan anak dibawah umur disebabkan kekhawatiran akan
berdusta. Yang demikian karena dia belum tahu akibat perbuatan dosa dan tidak ada
yang membuatnya takut untuk melakukannya.
3. Adil
Maksudnya adalah sifat yang tertancap dalam jiwa yang mendorong untuk berbuat
taqwa dan memelihara harga diri, sehingga menjauhi dosa-dosa, baik dosa besar
maupun dosa-dosa kecil.
4. Dhabith
Maksdunya adalah kemampuan seorang perawi dalam memahami dan menghafal
(menjaga) hadits dari gurunya, sehingga dia mampu menyampaikan hafalan hadits
tersebut kapan saja sesuai dengan apa yang dia dengar dari gurunya. Dhabith dapat
berupa dhabith shadri (berdasarkan hafalan) dan dhabith kitabi (berdasarkan buku
catatan).
d. Metode penerimaan (tahmmul) dan penyampaian (ada’) hadits
Cara penerimaan dan penyampaian hadits, dapat disimpulkan menjadi 8 macam sebagai
berikut :
1. Al-sima’
Maksudnya yaitu murid mendengar sendiri dari perkataan gurunya, baik dengan cara
mengimlakkan maupun bukan, baik dari hafalannya maupun membaca tulisannya.
Menurut jumhur al-hadits, bahwa al-sima’ (mendengarkan) yang dibarengi dengan al-
kitabah (tulisan) merupakan cara yang terbaik, karena terjamin kebenarannya dan
terhindar dari kesalahan dibanding dengan cara-cara lainnya.
Shighat ada’ al-hadits (bentuk penyampaian hadits) yang digunakan oleh perawi atas
dasar al-sima’ adalah :

2. Al-qira’ah ala asy-syaikh


Maksudnya yaitu dengan cara seorsng murid membacakan hadits dihadapan gurunya,
baik dia sendiri yang membacakan maupun orang lain yang membacanya, sedangkan dia
mendengarkannya.
Shighat ada’ al-hadits (bentuk menyampaikan hadits) yang digunakan oleh perawi atas
dasar al-qira’ah ‘ala al-syaikh adalah :

3. Al-ijazah
Maksudnya yaitu seorang guru memberikan izin kepada muridnya untuk menyampaikan
hadits atau kitab kepada seseorang atau orang-orang tertentu, sekalipun sang murid
tidak membacakan kepada gurunya atau mendengar bacaan gurunya.
Cara yang demikian ada yang membolehkan dan ada pula yang tidak memperbolehkan.
Sedangkan yang memperbolehkan menetapkan syarat dengan cara ijazah, yakni:
bahwa sang guru harus benar-benar ahli ilmu dan mengerti kitab yang diijazahkan, serta
naskah muridnya harus menyamai dengan yang asli, sehingga seolah-olah naskah
tersebut adalah ahlinya.
Shighat ada’ al-hadits (bentuk menyampaikan hadits) yang digunakan oleh perawi
atas dasar ijazah, diantaranya adalah :

4. Al-munawalah
Maksudnya adalah seorang guru memberikan kitab asli atau salinan kitab yang telah
dikoreksi kepada muridnya untuk diriwayatkan.
Cara ini terdiri atas dua macam, yaitu : al-munawalah yang dibarengi ijazah dan al-
munawalah yang tidak dibarengi ijazah Shighat ada’ al-hadits (bentuk menyampaikan
hadits) yang digunakan oleh perawi atas dasar al-munawalah, diantaranya adalah :

5. Al-mukatabah
Maksudnya adalah seorang guru menuliskan sendiri atau menyuruh orang lain untuk
menuliskan sebagian haditsnya untuk diberikan kepada murid yang ada dihadapannya
atau yang tidak hadir dengan jalan mengirim surat melalui orang yang dipercaya untuk
menyampaikannya.
Cara ini terdiri atas dua macam, yaitu : al-mukatabah yang dibarengi ijazah dan al-
mukatabah yang tidak dibarengi ijazah.
Shighat ada’ al-hadits (bentuk menyampaikan hadits) yang digunakan oleh perawi
atas dasar al-mukatabah, diantaranya adalah :

6. Al-i’lam
Maksudnya adalah pemberitahuan seorang guru kepada muridnya, bahwa hadits atau
kitab yang diriwayatkan, dia terima dari seseorang tanpa menyatakan secara jelas
kepada muridnya untuk menyampaikan hadits tersebut.
Shighat ada’ al-hadits (dibentuk menyampaikan hadits) yang digunakan oleh perawi
atas dasar al-i’lam, diantaranya adalah :

7. Al-washiyyah
Maksudnya adalah seorang guru ketika akan meninggal atau bepergian jauh,
meninggalkan pesan kepada orang lain untuk meriwayatkan kitabnya apabila dia
meninggal atau bepergian. Periwayatan dengan cara ini menurut jumhur ulama
dianggap sangat lemah.
Shighat ada’ al-hadits (bentuk menyampaikan hadits) yang digunakan oleh perawi
atas dasar al-washiyyah, diantaranya adalah :

8. Al-wijadah
Maksdunya adalah seseorang memperoleh kitab orang lain tanp proses sima’, ijazah,
atau munawalah. Seseorang menemukan hadits dari tulisan-tulisan orang semasanya
atau tidak semasanya, tetapi dia tahu persis bahwa tulisan tersebut merupakan tulisan
orang yang bersangkutan (syaikh) melalui kesaksian orang yang dapat dipercaya.
Shighat ada’ al-hadits (bentuk menyampaikan hadits) yang digunakan oleh perawi
atas dasar al-wijadah, diantaranya adalah :

Anda mungkin juga menyukai