b. Baligh,
Yang dimaksud dengan baligh ialah perawinya cukup usia ketika ia meriwayatkan hadits
walaupun penerimaannya itu sebelum baligh. Hal ini di dasarkan pada hadits Rasulullah SAW.:
ﺭﻓﻊ ﺍﻠﻘﻠﻡ ﻋﻥ ﺜﻼﺙ ﻋﻥ ﺍﻠﻤﺠﻨﻭﻥ ﺤﺘﻲ ﻴﻔﻴﻕ ﻭﻋﻥ ﺍﻟﻨﺎﺌﻡ ﺤﺘﻰ ﻴﺴﺘﻴﻘﻅ ﻭﻋﻥ
ﺍﻠﺼﺒﻲ ﺤﺘﻰ ﻴﺤﺘﻠﻡ
Artinya:
“Hilanglah kewajiban menjalankan syari’at islam dari tiga golongan, yaitu orang gila
sampai dia sembuh, orang yang tidur sampai ia terbangun, dan anak-anak sampai ia
mimpi.”
c. Adil
Yang dimaksud dengan ‘adil adalah suatu sifat yang melekat pada jiwa seseorang sehingga
ia tetap takwa, menjaga kepribadian dan percaya pada diri sendiri dengan kebenarannya,
menjauhkan diri dari dosa besar dan sebagian dosa kecil, dan menjauhkan diri dari hal-hal yang
mubah yang tergolong kurang baik, dan selalu menjaga kepribadiannya.
d. Dhabit .
Yang dimaksud dengan dhabit adalah teringat/terbangkitnya perawi ketika ia mendengar
hadits dan memahami apa yang didengarnya serta dihapalnya sejak ia menerima sampai
menyampaikannya.
Cara untuk mengetahui ke-dhabit-an perawi adalah dengan jalan i’tibar terhadap berita-
beritanya dengan berita-berita yang tsiqah dan memberi keyakinan.
Ada yang mengatakan bahwa disamping syarat-syarat sebagaimana disebutkan di atas, ada
persyaratan lainnya, yaitu antara satu perawi dengan perawi lainnya harus bersambung, hadits
yang disampaikannya itu tidak syadz, tidak ganjil dan tidak bertentangan dengan hadits-hadits
yang lebih kuat serta ayat-ayat Al-Qur’an.
Sedangkan kepribadian baik yang mesti dimiliki oleh perawi hadits -seperti
diungkapkan Al Zanjani- lebih banyak dikaitkan dengan etika masyarakat atau pranata sosial.
Namun bukan berarti bahwa ia harus orang yang sempurna, karena tidak menutup
kemungkinan seorang ulama atau penguasa yang baik tentu memiliki banyak kekurangan.
Melainkan yang menjadi tolok ukur disini adalah keistimewaan yang ada melebihi
kekuranganya, dan kekurangannya dapat tertutupi oleh kelebihannya. Sighat Tahammul Wa
Ada’ al-Hadist dan Implikasinya Terhadap-Persambungan Sanad
4. Sighat Tahammul Wa Ada’ al-hadist dan Implikasinya terhadap Persambungan Sanad.
A. Metode penerimaan riwayat dan penyampaiannya kembali ada 8 macam, yaitu :
***
KESIMPULANﺍ
Dalam menerima hadits tidak disyaratkan seorang harus muslim dan baligh. Namun
ketika menyampaikannya, disyaratkan harus Islam dan baligh. Maka diterima riwayat seorang
muslim yang baligh dari hadits yang diterimanya sebelum masuk Islam atau sebelum baligh,
dengan syarat tamyiz atau dapat membedakan (yang haq dan yang bathil) sebelum baligh.
Sebagian ulama memberikan batasan minimal berumur lima tahun. Namun yang benar adalah
cukup batasan tamyiz atau dapat membedakan. Jika ia dapat memahami pembicaraan dan
memberikan jawaban dan pendengaran yang benar, itulah tamyiz dan mumayyiz. Jika tidak,
maka haditsnya ditolak.
Dari beberapa proses penerimaan dan penyampaian hadits di atas kita bisa mengambil
kesimpulan sebagai berikut. Bahwa ketika perawi mau menceritakan sebuah hadits, maka ia
harus menceritakan sesuai dengan redaksi pada waktu ia menerima hadits tersebut dengan
beberapa istilah yang telah banyak dipakai para ulama’ hadits. Sebagaimana berikut:
1) Jika proses tahamul dengan cara mendengarkan, maka bentuk periwayatannya adalah:
حدثني,حدثنا,سمعنا,سمعت
Menurut al-Qodhi Iyyat boleh saja perawi menggunakan kata:
حدثنا فالن قرأة عليه, أخبرني, قرئ على فالن و أ نا سمعت,قرأت على فالن
3) Ketika proses tahamul menggunakan ijazah maka bentuk redaksi penyampaiannya adalah
أنبأنى,أجازنى فالن
4) Ketika prosesnya munawalah, maka redaksi yang digunakan adalah
أنبأنى فالن يإالجزة و المناولة, حدثنى فالن ياامناولة وإالجازة,ناولنى فالن مع إالجازة
5) Ketika proses tahamul dengan kitabah (penulisan), maka redaksi yang digunakan adalah:
DAFTAR PUSTAKA