Disusun Oleh:
A. Latar Belakang
Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi: Al-Qur’an dan Sunnah.
Keduanya memiliki kaitan yang sangat erat. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang tidak
bisa diartikan dengan benar dan tepat tanpa bantuan keterangan dari Sunnah Nabi Saw.
Salah satu contoh adalah tentang tata cara shalat yang tidak mungkin dipraktekan tanpa
bantuan dari Sunnah Nabi. Karena Al-Qur’an sendiri tidak menyebutkan tata cara shalat
itu dan Al-Qur’an hanya menegaskan hanya wajibnya shalat lima waktu itu saja.
Karena pentingnya pengetahuan tentang hadist ini, Imam Abu Hanifah pernah berkata:
“Tanpa Sunnah tak seorangpun dari kita yang dapat memahami Al-Qur’an”.
Mempelajari hadits Nabi SAW. mempunyai keistimewaan tersendiri
sebagaimana dijanjikan oleh Rasulullah SAW. dalam haditsnya bahwa orang yang
mempelajari dan menghafal hadits-haditsnya akan dianugerahi oleh Allah SWT. wajah
yang bercahaya, penuh dengan pancaran nur keimanan yang menandakan ketenangan
hati dan keteduhan batin.
Makalah ini akan membahas bagian yang tak kalah penting dari ilmu hadist,
yaitu tentang bagaimana kedhobitan suatu riwayat dan penempuhan jalan kedhobitan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui Tatacara Mendengar Hadist, Mengembannya, dan Sifat-Sifat
Pemeliharaannya
2. Mengetahui pengertian Jalan-jalan penerimaan hadist dan cara penyampaiannya
C. Tujuan
1. Agar mengetahui Tatacara Mendengar Hadist, Mengembannya, dan Sifat-Sifat
Pemeliharaannya
2. Agar mengetahui pengertian Jalan-jalan penerimaan hadist dan cara
penyampaiannya
BAB II
PEMBAHASAN
Maksud dari kalimat ( كيفية سماع الحديثtata cara mendengar hadits) adalah, hala-
hal yang sudah semestinya dan disyaratkan bagi orang yang ingin mendengarkan
hadits dari para gurunya (syekhnya), mendengarkan riwayatnya secara benar dan
menerimanya, setelah itu disampaikan kepada orang lain. Contohnya adalah syarat-
syarat usia tertentu yanag termasuk wajib atau (usia tertentu) yang tergolong anjuran
()استحبابا.
Para ulama mustholah hadits memberi perhatian terhadap cabang dari ilmu
hadits ini. Mereka telah meletakkan berbagai kaidah, peraturan, syarat-syarat dalam
bentuknya yang amat rinci dan mengagumkan, membedakannya dengan jalur-jalur
penerimaan hadits, dan membuatnya secara bertingkat-tingkat; sebagian ada yang
lebih kuat dibandingkan dengan yang lainnya. Hal itu memperkuat perhatian mereka
terhadap hadits-hadits Rasulullah saw. memberi jaminan yang baik dalam hal
pemindahan (hadits) dari satu orang kepada orang lain, agar seorang muslim merasa
tenang dengan metode yang menghantarkan hadits Rasulullah saw. kepadanya; dan
yakin bahwa metode ini merupakan puncak dari keselamatan dan ketelitian.
Orang yang menerima hadits tidak disyaratkan muslim dan baligh. Ini
merupakan pendapat yang shahih. Akan tetapi untuk menyampaikannya disyaratkan
muslim dan baligh–sebagaimana yang pernah kita bahas mengenai syarat-syarat
rawi. dengan demikian, riwayat hadits seorang muslim dan baligh yang diperoleh
ketika sebelum masuk Islam atau sebelum baligh bisa diterima. Namun demikian,
meski belum baligh mau tidak mau sudah harus mumayyiz.
Memang ada yang berpendapat bahwa untuk menerima hadits diisyaratkan
sudah baligh, akan tetapi pendapat ini keliru. Alasannya, karena kaum muslimin
telah menerima riwayat (hadits) dari para shahabat junior, seperti Hasan, Ibnu Abbas
dan yang lainnya. Tanpa membeda-bedakan antara (hadits) yang diterimanya
sebelum atau pun setelah mereka baligh.
Jalan-jalan untuk menerima hadits itu ada delapan macam: السماع من لفظ الشيخ
(mendengar dari perkataan guru), ( القراءة على الشيخpembacaan kepada syekh), ijazah,
( المنولةpenyerahan) ( الكتابةcatatan), ( األعالمpengumuman), wasiat, dan ( الوجادةperolehan).
Merupakan bentuk masdar dari kata wajada, ini adalah bentuk mashdar
turunan yang tidak pernah didengar oleh orang-orang Arab.
A. Kesimpulan
Jalan-jalan untuk menerima hadits itu ada delapan macam: السماع من لفظ الشيخ
(mendengar dari perkataan guru), ( القراءة على الشيخpembacaan kepada syekh), ijazah,
( المنولةpenyerahan) ( الكتابةcatatan), ( األعالمpengumuman), wasiat, dan الوجادة
(perolehan).