Assalamualaikum Wr. Wb
Puji beserta syukur kita limpahkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Definisi At-Tahamul
Wal A’da”. Selanjutnya tak lupa pula kita sanjung-sajikan keribaan Nabi besar Muhammad
S.A.W. keluarga dan sahabat beliau.
Penulisan makalah dilakukan sebagai bagian dari tugas mata kuliah Ulumul Hadist.
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan berkat kerjasama kelompok hingga
bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya.
Oleh karenanya kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah
ilmiah bisa memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
B. Kelayakan Penerima dan Perawi Hadist bagi orang kafir, fasiq, dan anak-anak 4
C. Syarat-Syarat Menyampaikan Hadist 6
KATA PENGANTAR 8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT yang membjelaskan kepada umat Nabi Muhammad SAW dan para
pendahulunya selalu berpedoman pada Al-Qur'an dan Al-Hadist Nabi. Mereka jujur,
dapat diandalkan, dan menepati janji. Beberapa di antaranya dikhususkan untuk Al-
Qur'an dan ilmunya, atau mufasilin. Manusia memerlukan berbagai jenis ilmu
pengetahuan dalam rangka menjalani kehidupannya.
1
Pada artikel kali ini akan dijelaskan bagaimana cara membaca dan
meriwayatkan hadits yang berjudul “At Tahanmul wa al-Adha”. Para ahli hadis telah
berusaha keras untuk menegakkan ilmu hadis ini, dan sejak itu mereka
meriwayatkannya dalam berbagai bentuk, hati-hati dan banyak, dengan aturan
(pembatasan) yang berbeda dan kondisi yang berbeda. Mereka mengidentifikasi
“Tahamul Hadits” dan membaginya menjadi beberapa tingkatan. Hal ini menjadi
penguat bagi mereka untuk tetap menjaga hadis Nabi Muhammad SAW dan
menyebarkannya secara tegas dari orang ke orang.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan At-tahammul wal a'da?
2. Apakah sah periwayat hadist dari orang kafir, fasiq, dan anak-anak?
3. Apa saja Syarat-syarat At-tahamul wal a'da?
C. Tujuan
1. Mengetahui arti dari At-Tahamul Wal A’da
2. Mengetahui Hukum Periwayat hadist dari orang kafir, fasiq, dan anak-anak
3. Mengetahui Syarat-syarat At-Tahamul Wal A’da
2
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologis, kata Tahammul berasal dari kata (Mashdar): َتَحَّمَل َيَتَح َّمُل
َتَح ُّم ًالyang artinya membawa atau memikul , dan biasa diartikan juga dengan
“menerima”. Secara terminologi tahammul berarti menerima hadis dari seorang guru
dengan cara tertentu. Sedangkan menurut etimologis, arti ada' berasal dari kata -َاَدى
Hal ini menunjukkan bahwa para ulama hadist sangat berhati-hati dalam
memilih kebenaran hadis. Informasi hadits yang diterima dari perawi tergantung
apakah dia mendengar langsung perawi sebelumnya, apakah dia mendengarnya saat
sendirian atau bersama orang lain, atau benarkah dia mendengarnya secara
langsung.Benar atau tidaknya tetap akan diselidiki dari mana dia menerima atau
mendengar hadist tersebut agar tidak terjadi pemalsuan hadist.
1
Abd Aziz, TAHAMMUL WA AL-ADĀ’ DALAM PERIWAYATAN HADĪTH.
2
‘Pengertian, Syarat, Dan Metode Tahammul Wal Ada’’.
3
B. Kelayakan Penerima dan Perawi Hadist bagi orang kafir, fasiq, dan anak-anak
Terkait diterimanya hadis oleh orang kafir ataupun orang yang fasiq, Jumhur
al-Muhaddichin berpendapat bahwa hadis itu sah sepanjang diturunkan kepada orang
lain setelah masuk Islam dan bertaubat. Mereka mengutipnya dari hadis Jubail bin
Mutt, yaitu :
Dari imam Ibnu Hajar berpendapat bahwa beliau menerima riwayat hadist dari
orang fasiq atau kafir dengan dalil qiyas, dari Bāb al-awlā”, yang berarti bahwa
penerimaan riwayat hadist dari orang kafir yang disampaikannya setelah memeluk
agama Islam maka akan diterima, apalagi penerimaan hadist dari orang fasiq yang
disampaikan setelah bertaubat dan diakui sebagai orang yang adil, tentu akan lebih
dapat diterima.
Jumhur para ulama berdalil bahwa kebanyakan ulama muslim banyak yang
menerima riwayat-riwayat hadist dari para sahabat muda, seperti Al Hasan, Al Husin,
Abdullah Ibnu Az Zubair, Ibn Abbas, An Na’man ibn Busyair, As Saib ibn Yazid, Al
Miswar Ibn Makhtamah, dan lain-lain. Para ulama tidak membedakan antara hadits-
hadits yang mereka terima sebelum mencapai umur atau sesudah sampai umur.
Banyak sekali para pemuda yang berumur rendah menghadiri majlis hadits tersebut.
Dan hal ini tidak pernah dibantah oleh para ulama Muslim.
Demikian juga anak kecil, apabila menerima hadits diwaktu masih kecil,
kemudian setelah baligh mereka meriwayatkan hadits-hadits itu, maka diterima pula
4
riwayatnya. Jumhūr al-Muhaddithīn berpendapat, bahwa anak yang belum sampai
umur (belum baligh) dianggap sah oleh para ulama untuk penerimaan periwayatan
hadist, apabila periwayatan hadisth tersebut disampaikan kepada orang lain pada
waktu sudah mukallaf.
Hal ini didasarkan karena keadaan para sahabat, tabi’in dan ahli ilmu setelahnya
yang menerima periwayatan hadist seperti Hasan, Husain, ‘Abdullāh bin Zubair, Ibn
‘Abbās, Nu’mān bin Basīr, Salib bin Yazīd dan lain-lain. Tanpa mempermasalahkan
mereka telah baligh atau belum. Namun para ulama berbeda pendapat mengenai
batas usia anak yang diperbolehkan bertahammul, karena dari ketamyizan anak
tersebut.3
Perbedaan syarat ukuran usia dari perawi yang masih anak-anak untuk bisa
mendengarkan riwayat hadith sebagai berikut:
َع َقْلُت ِم َن النبِّي َص َّلى ُهللا عليه وسَّلَم َم َّج ًة َم َّجها في وْج ِه ي وأنا ابُن َخ ْم ِس ِسِنيَن ِم ن َد ْلٍو
“Saya ingat Nabi SAW meludahkan air yang diambilnya dari timba ke
mukaku, sedang pada saat itu saya berusia 5 tahun.”
5
perbedaan pendapat tentang ke-tamyiz-an anak, sebenarnya dilihat dari kondisi
tingkat kemampuan menangkap dan memahami pembicaraan dan mampu
memahaminya, bukan berdasarkan pada usianya.
Para ulama berpendapat bahwa tidak dapat menerima riwayat orang kafir,
walaupun dia bukan orang yang berdusta. Maka oleh karena itu, Allah
menyuruh kita berhati-hati dalam menerima riwayat hadist dari orang yang
fasik sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Hujurat ayat 6.
ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاْن َج ۤا َء ُك ْم َفاِس ٌۢق ِبَنَبٍا َفَتَبَّيُنْٓو ا َاْن ُتِص ْيُبْو ا َقْو ًم ۢا ِبَجَهاَلٍة َفُتْص ِبُحْو ا َع ٰل ى َم ا َفَع ْلُتْم ٰن ِدِم ْين
Dan juga tidak dapat diterima riwayat hadist dari anak-anak yang belum
baligh, mengingat hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad , Abu Daud dan Al
Hakim dari Umar dan ‘Ali yaitu:
َعن ْالَم ْج ُنْو ِن اْلَم ْغ ُلْو ِب َع َلى َع ْقِلِه َح تَّى َيْبَر َأَو َع ِن الَّنا ِئِم َح تَّى َيْسَتْيقَظ َو َع ِن: ُر ِفَع اْلَقَلُم َع ْن َثَال َثٍة
الَّص ِبي َح تَّى َيْح َتِلَم
“Diangkat kalam dari tiga orang: dari orang gila, yang digagahi akalnya
sehingga dia sembuh, dari orang tidur sehingga dia bangun, dari anak kecil
sehingga dia dewasa”.
6
3. Keadilan
Yaitu sifat yang dimiliki seseorang yang bersifat adil dan taqwa,
karenanya timbullah kepercayaan para masyarakat kepadanya.
4. Kedlabitan.
Yaitu si periwayat hadist tersebut sadar akan yang didengarnya dan dapat
dipahaminya dengan baik, serta diingat olehnya dari dia menerima sampai dia
menceritakan kepada orang lain.4
BAB III
PENUTUP
Dari penjelasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa metode At-Tahamul Wal
Ada' suatu hadis harus dipenuhi karena menyangkut keabsahan hadis. Anda tidak harus
menjadi seorang Muslim yang dewasa untuk menerima Hadis. Namun, harus menjadi
Muslim dan dewasa untuk memberitahukan hal ini kepada Anda.
Oleh karena itu, kisah seorang muslim mencapai pubertas diambil dari hadis yang
diterima sebelum masuk Islam atau sebelum baligh, yang dikenal dengan Sharat Tamiz,
atau sebelum memasuki baligh . Jika tidak, maka hadist tersebut tidak dapat diterima.
DAFTAR PUSTAKA
4
Swt and others.
7
Aziz, Abd, TAHAMMUL WA AL-ADĀ’ DALAM PERIWAYATAN HADĪTH
Swt, Allah, Jurusan Ilmu, Agama Islam, Fakultas Ilmu, Sosial Universitas, Negeri Jakarta,