AL-TAHAMMUL WA AL-ADA
Oleh
Mahmud;742302023076
Sakina;742302023082
IAIN BONE
KATA PENGANTAR
.Bone, 16,september,2023
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
BA II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
2.1. Pengertian.................................................................................................. 3
PENDAHULUAN
Para ulama hadis telah bersusah payah mengusahakan adanya ilmu hadis
ini, lalu mereka membikin beberapa kaidah (batasan-batasan) dan berbagai
syarat dengan berbagai bentuk yang cermat dan banyak sekali. Mereka telah
mengidentifikasin anatara 'tahammul hadis' selanjutnya mereka
menjadikannya beberapa tingkatan, dimana bagian satu dengan yang lain
tidaklah sama artinya ada yang lebih kuat, hal itu merupakan penguat dari
mereka untuk memelihara hadis Rasulullah Saw dan memindahkan dengan
baik dari seseorang kepada orang lain. Disamping itu mereka yakin bahwa cara
yang seperi ini adalah cara yang palingh selamat dan cara yang paling cermat.
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
( َتَح َّمَل- َيَتَح َّم ل- )َتَح م الMenurut bahasa tahammul merupakan masdar dari fi’il
madhi
معناَهتلقَىالحديَثواخذَهعَنالشيوخ:َالتحمل
“ Tahammul artinya menerima hadits dan mengambilnya dari para syekh atau
guru.
yang artinya َأَدى- َيْأِد ى- َأَداءPengertian ada’ menurut bahasa adalah
روايَةالحديَثوإعطاؤَهالطالب:َ األداَء
1.Kelayakan tahammul
2.Kelayakan ada’
Mayoritas ulama hadits, ulama ushul dan ulama fiqh sependapat bahwa
orang yang riwayatnya bisa dijadikan hujjah, baik laki-laki maupun wanita,
harus
Islam
Baligh
Adil
1. Al-Sima' (Mendengar)
Yakni suatu cara penerimaan hadis denan cara mendengarkan sendiri dari
perkataan gurunya dengan cara didektekan baik dari hafalannya dari maupun
tulisan . sehigga yang menghadirinya mendegar apa yang di sampaikan.Lafadh-
lafadh yang digunakan oleh rawi dalam meriwayatkan hadis atas dasar sama',
ialah: أخبرنى، ( أخبرناseseorang mengabarkan kepadaku/kami)
hadis dihadapan gurunya, baik dia sendiri yang membacakan maupun orang
lain, sedangkan sang guru mendengarkan atau menyimak, baik guru itu hafal
maupun
pembacaan dihadapannya)
3. Ijazah
hadis atau kitab kepada seseorang atau orang-orang tertentu, sekalipn murid
tidak membacakan kepada gurunya atau tidak mendengar bacaan gurunya ,
seperti :Saya mengijazahkan kepadamu unuk meriwayatkan) َأَج ْز ُتَلَك َاْنَتْر ِو َيَع
ِنىdariku). Para ulama berbeda mengenai penggunaan ijazah ini sebagai cara
untuk meriwayatkan hadis
4. Al-Munaawalah
Yakni seorang guru memberikan hadis atau beberapa hadis atau sebuah
kitab hadis kepada muridnya untuk diriwayatkan
5. Al-Mukatabah
Yaitu Seorang syaikh menulis sendiri atau dia menyuruh orang lain menulis
riwayatnya kepada orang yang hadir di tempatnya atau yang tidak hadir di situ.
6. Al-I’lam (memberitahu)
hadis yang diriwayatkan dia terima dari seseorang guru, dengan tanpa
memberikan
7. Al-Washiyyah (mewasiati)
pesan kepada orang lain untuk meriwayatkan hadis, setelah sang guru
meninggal atau berpergian.
8. Al-Wijaadah (mendapat)
Yakni seorang memperoleh hadis orang lain deangan mempelajari kitabkitab
hadis dengan tidak melalui cara al-sama , al- ijazah atau al-munawalah.
yang sebaya umurnya atau yang sama-sama belajar dari seorang guru, maka
Maksudnya adalah periwayatan hadis oleh seorang yang lebih tua atau yang
lebih banyak ilmunya kepada orang yang lebih muda atau lebih sedikit ilmunya.
Seperti contoh, riwayat shahabat dari tabi’in (Ibn ‘Abbas dari Ka’ab al-
Akhbar), tabi’in dari tabi’at tabi’in (Az-Zuhri dari Malik), ayah dari anak (Ibn
Abbas dari Fadhal,dll
seorang tabi’in yang telah menerima hadis dari sahabat lain. Seperti contoh
riwayat Sahal ibn Sa’ad (sahabat) yang menerima hadist dari Marwan ibn
Hakam (tabi’in) yang menerima hadist dari Zaid ibn Tsabit (Sahabat).
Apabila dua orang rawi pernah bersama-sama menerima hadits dari seorang
guru, kemudian salah seorang darinya meninggal dunia, namun sebelum
meninggal dunia ia pernah meriwayatkan hadits tersebut. Maka riwayat rawi
yang meninggal tersebut disebut riwayat as-sabiq, sedangkan riwayat yang
disampaikan oleh rawi yang meninggal lebih akhir tersebut disebut riwayat al-
lahiq.
5. Riwayat Musalsal
Apabila ada penyesuaian riwayat antara rawi yang satu dengan yang lain
mengenai nama asli, nama samaran, keturunan dan sebagainya dalam ucapan
Apabila terjadi kesamaan nama rawi, kuniyah dan laqab itu pada bentuk
tulisan sedangkan pada lafazh atau ucapannya tidak disebut mu’talif dan
sebagai lawannya disebut mukhtalif. Misalnya, rawi Sallam (dengan satu huruf
yang dirangkap) tulisannya sama dengan Salam (tidak ada huruf yang
dirangkap)
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
Diakhir tulisan ini kami selaku penulis ingin menyampaikan beberapa saran
kepada pembaca:
hasanah pemikiran tentang segala hal. Sehingga ajaran Islam dapat menjadi
DAFTAR PUSTAKA
Itr, Nuruddin, Ulum al-Hadits , Mujiyo, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994