Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PERIWAYATAN DAN PENERIMAAN HADITS


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadits

Dosen pengampu : Ahmad Baihaqi, M.H.

Disusun oleh :

Neng Elis Latifah (221110003)


Lisa Nurhaliza (221110002)
Darel Farhan (221110024)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan
hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan tepat waktu
yang berjudul “Penerimaan dan Periwayatan Hadits”.

Saya ucapkan terima kasih kepada bapak Ahmad Baihaqi, M.H. sebagai dosen
pengampu mata kuliah Ulumul Hadits yang telah membimbing dan memberikan tugas. Kami
menyadari makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, Saya menerima kritik
dan saran dari pembaca agar kami bisa menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi pembaca dan juga bagi kami, sekian dan terima kasih.

Serang, 12 Maret 2023

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan .................................................................................................................... 1
BAB 2 PEMBAHASAN ................................................................................................... 2
A. Definisi Penerimaan dan Periwayatan Hadits ........................................................ 2
B. Syarat Penerimaan dan Periwayatan Hadits .......................................................... 2
C. Metode Penerimaan dan Periwayatan Hadits ........................................................ 3
BAB 3 PENUTUPAN ....................................................................................................... 7
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 7
B. Saran ...................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 8

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penerimaan dan periwayatan Hadits merupakan salah satu aspek penting dalam studi
Hadits. Hadits adalah sumber hukum kedua bagi umat Islam setelah Al-Quran. Oleh karena
itu, keakuratan dan kebenaran Hadits menjadi kepentingan utama bagi umat Islam.
Dalam konteks penerimaan Hadits, Islam memiliki standar yang ketat untuk
menentukan apakah sebuah Hadits dapat diterima atau tidak. Hal ini didasarkan pada
metodologi sanad dan matan, yakni penelaahan terhadap rantai periwayatan Hadits serta isi
atau teks Hadits itu sendiri. Selain itu, faktor-faktor lain seperti akhlak, kejujuran, dan integritas
perawi juga menjadi pertimbangan dalam penerimaan Hadits.
Periwayatan Hadits juga menjadi bagian penting dalam mempelajari Hadits. Para ulama
Hadits memperkenalkan metodologi tertentu dalam periwayatan Hadits, seperti metode
pengumpulan Hadits, verifikasi Hadits, dan klasifikasi Hadits. Tujuan dari periwayatan Hadits
adalah untuk memastikan keakuratan, kebenaran, dan keaslian Hadits sehingga dapat dijadikan
sebagai pijakan dalam memahami ajaran agama Islam.

B. Rumusan masalah
1. Apa definisi penerimaan dan periwayatan Hadits?
2. Apa saja syarat Penerimaan dan Periwayatan Hadist?
3. Apa saja metode penerimaan dan periwayatan Hadits?

C. Tujuan
1. Mengetahui Definisi penerimaan dan periwayatan Hadits
2. Mengetahui syarat Penerimaan dan Periwayatan Hadist
3. Mengetahui periwayatan Hadits

1
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Definisi penerimaan dan periwayatan Hadits

Penerimaan dan penyampaian periwayatan hadis dalam bahasa ahli hadis disebut
dengan tahammul wa ada’ al-hadis. Tahammul secara bahasa berarti membawa atau memikul
dengan berat. Sedangkan secara istilah Tahammul adalah mengambil dan menerima hadist dari
seorang Syaikh dengan metode tertentu dari beberapa metode Tahammul. Sedangkan kata ada’
al-hadis berasal dari kata Adda yuaddi ta’diyatan wa adaan yang berarti melaksanakan sesuatu
pada waktunya, membayar pada waktunya, atau menyampaikan kepadanya. Sedangkan
pengertian ada’ secara istilah adalah meriwayatkan hadis dan menyampaikannya kepada orang
lain dengan menggunakan bentuk kata tertentu.
Kegiatan tahammul dan ada’ al-hadis adalah proses periwayatan Hadist baik menerima
atau menyampaikannya yang dengan sengaja dilakukan oleh para periwayat secara ilmiah
dengan menggunakan teori dan metode tertentu demi terpeliharanya Hadist, bukan proses yang
spontanitas yang tidak disengaja dan bukan tradisi semata.
Dalam menerima Hadits tidak disyaratkan seorang harus muslim dan Baligh. lnilah
pendapat yang benar, namun ketika menyampaikannya disyaratkan Islam dan Baligh. Maka
diterima riwayat seorang muslim yang Baligh dari Hadits yang diterimanya sebelum masuk
Islam atau sebelum Baligh, dengan syarat tamyiz atau dapat membedakan bagi yang belum
Baligh. Sebagian ulama memberikan batasan minimal berumur lima tahun. Namun yang benar
adalah cukup dengan batasan tamyiz atau dapat membedakan. Jika ia dapat memahami
pembicaraan dan memberikan jawaban dan pendengaran yang benar itulah tamyiz atau
mumayyiz. Jika tidak, maka Haditsnya ditolak.

B. Syarat Penerimaan dan Periwayatan Hadits


1. Syarat Penerimaan dan periwayatan Hadist
Menurut pendapat yang shahih, para ulama tidak mensyaratkan secara ketat
dalam tahammul al-hadis. Tahammul boleh dilakukan oleh siapa saja asalkan sudah
tamyiz, sehat akalnya dan terbebas dari berbagai faktor yang dapat menghalangi
penerimaan hadis dengan baik dan sempurna sekalipun dilakukan oleh non muslim
dan belum Baligh.

2
Jumhur ulama memperbolehkan anak kecil yang belum Mukallaf menerima
hadis, asal sudah mumayyiz (kritis dan paham berkomunikasi) sekalipun sebagian
kecil ulama ada yang tidak memperbolehkannya. Pendapat jumhur tentunya lebih
kuat, karena para sahabat dan tabi’in menerima periwayatan para Sahabat yang
masih kecil seperti Hasan, Husein, ibnu Abbas dan lain-lainnya tanpa membedakan
antara tahammul sebelum Baligh atau sesudahnya.
Sudah mumayyiz (pandai berkomunikasi), dibuktikan adanya ketrampilan
dalam berkomunikasi dan mampu menjawab ketika ditanya sekalipun usianya di
bawah 5 tahun. Jika sifat tamyiz itu belum dimiliki maka belum dapat diterima
Tahammulnya sekalipun usianya lebih dari 5 tahun.
Sekalipun anak kecil yang mumayyiz diperbolehkan tahammul hadis, tapi
para ulama berbeda pendapat tentang usia terbaik dalam tahammul, yakni menurut
penduduk Syam, sebaiknya mulai tahammul berkisar usia 30 tahun, sedang menurut
penduduk Kuffah berusia 20 tahun, menurut penduduk Basrah berusia 10 tahun dan
menurut pendapat yang lain, bersegera mendengar hadis lebih baik, karena hadis
telah terbukukan.
2. Syarat periwayatan Hadits (‘Ada al-hadits)
Syarat untuk bisa melakukan kegiatan ada’ al-hadis atau
menyampaikan/meriwayatkan sebuah hadis lebih ketat. Hal ini disebabkan karena
seorang perowi harus benar-benar dapat mempertanggungjawabkan keotentikan
dan kebenaran hadis yang disampaikannya. Syarat-syarat yang ditetapkan oleh para
ulama untuk bisa melakukan ada’ al-hadis adalah Islam, Baligh, adil dan dhabit.
a. Beragama Islam
Periwayatan seorang kafir tidak dapat diterima secara ijma’
Ulama. Tidak rasional jika dalam urusan sumber agama Islam
diperoleh dari seorang karir yang tidak beriman kepadanya.
Pemberitaan dari orang fasik saja harus diperiksa apalagi dari orang
kafir. (lihat : al- Hujurat : 6 ).
b. Dewasa (mukallaf/balig dan Aqil)
Berdasar sabda Nabi saw: Terangkat pena dari 3 perkara :
orang tidur sehingga bangun, anak kecil sehingga mimpi keluar air
sperma, dan orang gila sehingga ia sadar akalnya.” (HR. Turmudzi).
Seorang anak kecil yang belum mencapai usia dewasa tidak dapat
diterima periwayatannya, karena ditakutkan bohong.
3
c. Adil
Adil adalah suatu sifat yang melekat pada jiwa seseorang
yang melazimi taqwa dan menjaga kehormatan dirinya (muru’ah).
Sifat keadilan ini sebagai indikatornya dapat dilihat dari
kejujurannya, menjauhi dosa-dosa besar, tidak melakukan dosa-dosa
kecil secara terus-menerus, tidak melakukan perbuatan mubah yang
mencederai kehormatan dirinya, seperti makan di jalanan, kencing
di jalan, pergaulan dengan anak nakal dan berlebihan dalam
bercanda.
d. Ingatan Kuat (Dhabit)
Yang dimaksud dengan dlabith adalah kemampuan seorang
perowi dalam memahami dan mengingat apa yang ia dengar ketika
tahammul, masih ingat atau hapal pada saat menyampaikan
periwayatannya dengan hafalannya (dlabith shadr) dan terpelihara
tulisannya dari kesalahan, pergantian dan kekurangan (dlabith
kitab). Sebagai indikator kedlabithan seorang perowi dapat dilihat
melalui penelitian hadis-hadis yang ia riwayatkan, jika sesuai
dengan periwayatan para perowi lain yang dlabith sekalipun secara
makna, berarti ia dlabith dan tidak apa sedikit berbeda. Jika banyak
perbedaannya, bahkan sedikit persamaannya berarti ia tidak dlabith
dan hadisnya tidak dapat dijadikan hujjah.

C. Metode Penerimaan dan Periwayatan Hadits (Tahammul wa Ada al-Hadis)


Metode mempelajari/menerima hadis yang dipakai oleh para Ulama itu ada
delapan. demikian juga metode ada’ yang digunakan ada 8 macam yang menyertai
tahammul, karena seseorang yang menyampaikan periwayatan (ada’), harus menjelaskan
metode apa yang digunakan ketika menerima hadis. Metode-metode itu adalah:
1) As-Sima’
Metode as-Sima’ yaitu guru membaca hadis di depan para muridnya.
Bentuknya bisa membaca hafalan, membaca dari kitab, tanyajawab dan
dikte. Metode ini merupakan metode yang paling tinggi, karena di sini
antara guru dan murid bertemu langsung (liqa’) dan berhadapan langsung

4
(musyafahah). Bentuk ungkapan ada’ yang digunakan dalam Metode ini
adalah: sami’tu, dan haddatsana.

2) Al-‘ardlu (Al-Qira’ah)
Metode Al-‘Ardlu, yaitu seorang murid membaca hadis di depan
guru, sedangkan guru mendengarkan bacaannya, baik murid itu membaca
sendiri atau mendengar murid lain yang membaca di hadapannya, baik
bacaan dari hafalannya atau dari tulisan (kitab). Dalam metode ini seorang
guru dapat mengoreksi hadis yang dibaca oleh muridnya. Dalam metode
pengajaran metode al-qira’ah disebut dengan metode sorogan. Hukum
metode ini adalah sah, sedang tingkatannya ada yang berpendapat sama
dengan as-sima’, ada yang mengatakan lebih rendah dan ada pula yang
berpendapat lebih tinggi daripada As-sima’. Bentuk ungkapan ada’ yang
dipakai dalam metode ini adalah akhbarana, qara’tu ‘ala fulanin atau
haddatsana qiraatan ‘alaihi. Hukum periwayatan hadis dengan
menggunakan metode ini menurut jumhur ulama diperbolehkan.
3) Al-Ijazah
Yaitu pemberian ijin seorang guru kepada murid untuk Mmeriwayatkan
buku hadis tanpa membaca hadis tersebut satu demi satu. Istilah yang
dipakai untuk ada’ adalah an-ba-ana.
4) Al-Munawalah
Yaitu seorang guru memberi sebuah atau beberapa hadis tanpa menyuruh
untuk meriwayatkannya. Metode munawalah ini adakalanya disertai dengan
Ijazah dan adakalanya yang tidak disertai dengan ijazah. Hukum riwayat
untuk macam pertama diperbolehkan, sementara untuk macam kedua tidak
diperbolehkan. Istilah yang dipakai dalam penyampaian (ada’) adalah an-
ba-ana.
5) Al-Mukatabah
Yaitu seorang guru menulis hadis untuk seseorang, hal ini mirip dengan
metode ijazah. Hukum riwayatnya diperbolehkan. Lafadz yang digunakan
dalam penyampaian (ada’) adalah “kataba ilayya Fulanun” atau
“haddasana kitabatan.”

5
6) I’lam as-Syaikh

Yaitu pemberian informasi guru kepada murid bahwa hadis dalam kitab
tertentu adalah hasil periwayatan yang diproleh dari seseorang tanpa menyebut
namanya. Hukum riwayatnya ada yang memperbolehkan dan ada yang tidak
memperbolehkan. Lafadz penyampaiannya : “a’lamani Syaikhi bikadza”.

7) Al-Washiyah
Yaitu guru mewasiatkan buku-buku hadis kepada muridnya sebelum
meninggal. Hukum riwayat metode ini ada yang berpendapat boleh ada yang
berpendapat tidak boleh, inilah pendapat yang benar. Lafadz penyampaiannya:
“Ausha ilayya fulanun bikadza, atau haddasani fulanun washiyatan.”
8) Al-Wijadah
Yaitu seseorang yang menemukan catatan hadis seseorang tanpa ada
rekomendasi untuk meriwayatkannya. Lafadz penyampaiannya adalah
“wajadtu bikhaththi fulanin atau qara’tu bikhaththi fulanin.
Dari delapan metode di atas, menurut jumhur metode yang tertinggi adalah metode al-
sima’, kemudian baru al-qira’ah. Kedua metode di atas merupakan metode yang diutamakan
karena merupakan bentuk periwayatan secara langsung (musyafahah). Metode ijazah, asal jelas
hadis apa dan kepada siapa ijazah itu diberikan dapat diterima. Metode al-kitabah dan
munawalah dapat diterima asal dibarengi ijazah. Sedangkan metode 3 terakhir, yaitu al-i’lam,
al-washiyah dan al-wijadah menurut pendapat yang shahih tidak dapat
diterima periwayatannya.

6
BAB 3

PENUTUP

A. Simpulan
Kegiatan tahammul dan ada’ al-hadis adalah proses periwayatan Hadist baik menerima
atau menyampaikannya yang dengan sengaja dilakukan oleh para periwayat secara ilmiah
dengan menggunakan teori dan metode tertentu demi terpeliharanya Hadist, bukan proses yang
spontanitas yang tidak disengaja dan bukan tradisi semata.
Kegiatan tahammul dan ada’ al-hadis adalah proses periwayatan Hadist baik menerima
atau menyampaikannya yang dengan sengaja dilakukan oleh para periwayat secara ilmiah
dengan menggunakan teori dan metode tertentu demi terpeliharanya Hadist, bukan proses yang
spontanitas yang tidak disengaja dan bukan tradisi semata.
Metode mempelajari/menerima hadis yang dipakai oleh para Ulama itu ada delapan.
demikian juga metode ada’ yang digunakan ada 8 macam yang menyertai tahammul, karena
seseorang yang menyampaikan periwayatan (ada’). Yaitu: as-sima, Al-Ardhlu, Al-ijazah, Al-
Munawalah, Al-Mukatabah, I,ilam as -Syaikh, Al- Washiyah, dan Al-Wijadah.

B. Saran

Melalui makalah ini kami berharap semoga pembahasan mengenai “Penerimaan dan
Periwayatan Hadits”, sedikit banyaknya dapat dipahami oleh pembaca, selain itu kami sebagai
penyusun mohon maaf apabila masih terdapat kesalahan-kesalahan dalam penyusunan
makalah ini, untuk itu kami mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca, untuk
kesempurnaan dari makalah kami ini.

7
DAFTAR PUSTAKA

Rofiah, Khusniati. STUDI ILMU HADITS. Ponorogo: IAIN PO Press (2018)

Manna, Syaikh Al-Qaththan. (2004). Pengantar Studi Ilmu Hadits. Terjemahan: Mifdhol
Abdurrahman. PUSTAKA AL-KAUTSAR. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai