Anda di halaman 1dari 11

FIQH ZAKAT

PENGELOLAAN ZAKAT DI BEBERAPA NEGERI MUSLIM; NEGARA


TIMUR TENGAH DAN SEKITARNYA (ARAB SAUDI, MESIR DAN
TURKI)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Zakat

Dosen Pengampu: H. Masduki, S.Ag., M.A.

Disusun oleh:

Lusi Indriyani (221110008)

Achmad Diano Dika P (221110026)

Umil Khusna (221110039)

KELAS A

FAKULTAS SYARIAH

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN

2023/2024

i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam, sholawat serta salam
tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. beserta keluarga, sahabat, dan seluruh
pengikutnya hingga akhir zaman. Atas berkat karunia-Nya, kami telah selesai
menyusun karya tulis yang berjudul “Fiqh Zakat: Pengelolaan Zakat di Beberapa
Negari Muslim; Timur Tengah dan Sekitarnya (Arab Saudi, Mesir dan Turki)”.

Karya tulis ini kami susun guna menyelesaikan tugas kelompok dari mata
kuliah Fiqh Zakat dengan dosen H. Masduki, S.Ag., M.A. Adapun ruang lingkup
pembahasan dalam karya tulis ini meliputi: Pengelolaan Zakat di Negara Arab
Saudi, Mesir dan Turki.

Dalam penyusunannya, kami mengambil sumber dari beberapa literatur,


terutama buku-buku, serta referensi Artikel dari Jurnal terperinci. Pembaca
mungkin akan menemukan beberapa kekurangan dan kesalahan penulisan dalam
makalah ini, oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan saran dan kritik dari
para pembaca demi perbaikan dimasa yang akan datang.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih pada seluruh pihak yang ikut
membantu dalam penyelesaian karya tulis ini sehingga dapat terselesaikan tepat
waktu. Akhir kata, semoga makalah ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi
syiar Islam.

Serang, 26 November 2023

Kelompok 11

ii
PENGELOLAAN ZAKAT DI BEBERAPA NEGERI MUSLIM; NEGARA
TIMUR TENGAH DAN SEKITARNYA (ARAB SAUDI, MESIR DAN
TURKI)

Lusi Indriyani, Achmad Diano Dika Prayoga, Umil Khusna

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Umumnya, ada dua model pengelolaan zakat yang dikenal di dunia


Muslim. Pertama, zakat dikelola oleh negara dalam sebuah departemen. Pada
model ini, pengumpulan dan pendistribusian zakat ditetapkan oleh kebijakan
pemerintah dengan melihat pada kebutuhan masyarakat sehingga mirip seperti
pajak yang dilakukan pada negara-negara sekuler. Sistem pengelolaan zakat
seperti ini bersifat langsung, artinya bahwa warga masyarakat Muslim
berkewajiban membayar zakat dengan cara dipotong langsung dari harta yang
dimilikinya. Model kedua adalah zakat dikelola oleh lembaga non-pemerintah
(masyarakat sipil) atau semi pemerintah dengan mengacu pada aturan yang
ditetapkan oleh pemerintah.1Oleh karena itu, pengelolaan zakat dilakukan oleh
masyarakat sipil dengan cara sukarela dan negara hanya bertindak sebagai
fasilitator dan regulator. Meskipun demikian, kedua model ini memiliki kelebihan
dan kelemahan masing-masing.

Salah satu kelemahan yang menonjol pada model pertama adalah adanya
keterlibatan negara yang sangat dominan dalam pengelolaan zakat dan rakyat
kurang mendapat peran. Sementara itu, padamodel pengelolaan zakat yang kedua
justru sebaliknya, dimana masyarakat memiliki peran dominan danperan
pemerintah nihil. Pengumpulan zakat pun bersifat sukarela sehingga pendapatan
zakat cenderung kecil. Untuk kasus Indonesia, kedua model ini justru

1 Pengelolaan zakat seperti ini dilakukan di negara-negara Islam seperti Saudi Arabiah,
Pakistan, Kuwait, Bahrain dst. Lihat Sigrid Faad (ed.), Islamische Stiftungen und Wohltaetige
Einrichtungen mit entwicklungspolitischen Zielsetzungen in Arabische Staaten (Hamburg:
Deutches Orient-Institut, 2003).

iii
dikombinasikan dengan cara melibatkan negara dan masyarakat. Cara ini dipakai
karena negara Indonesia bukanlah negara Islam sehingga negara tidak boleh ikut
campur terlalu jauh pada urusan ibadah (zakat) dan negara cukup bertindak
sebagai fasilitator.

Untuk membahas dan lebih memperkaya referensi kita terkait dua model
pengelolaan zakat di atas, maka selanjutnya akan diuraikan beberapa model dan
pengalaman pengelolaan zakat di negara-negara Muslim.

b. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas terdapat beberapa rumusan masalah, diantaranya:

1. Bagaimana pengelolaan zakat di negeri muslim Arab Saudi?


2. Bagaimana pengelolaan zakat di negeri muslim Mesir?
3. Bagaimana pengelolaan zakat di negeri muslim Turki?
c. Tujuan

Adapun tujuan dari karya tulis ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana pengelolaan zakat di


negeri muslim Arab Saudi.
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana pengelolaan zakat di
negeri muslim Mesir.
3. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana pengelolaan zakat di
negeri muslim Turki.

iv
PEMBAHASAN

a. Pengelolaan Zakat Di Negeri Muslim 1. Arab Saudi

Penyelenggaraan zakat di Arab Saudi didasarkan pada regulasi


perundangundangan yang dimulai pada tahun 1951 M. Sebelum regulasi
perundangan ini, zakat tidak diatur dengan regulasi perundang-undangan. Setelah
Raja memberikan Keputusan Raja (Royal Court) No. 17/2/28/8634 tanggal 29
Juni 1370 H bertepatan tanggal 7 April 1951 yang memuat 'zakat syar'i' sesuai
pengaturan syariat Islam diwajibkan kepada organisasi individu yang memiliki
kewarganegaraan Saudi.2

Dalam beberapa aturan berikutnya, diperbolehkan bagi individu untuk


menyalurkan sendiri batasan separuh zakatnya, dan separuhnya lagi disetorkan ke
Pelayanan Keuangan, khusus untuk organisasi perusahaan semuanya disimpan ke
Pelayanan Uang.

Kewenangan untuk mengumpulkan zakat di Saudi adalah semua di bawah


satu kendali, yaitu Departemen Keuangan, dimulai dari strategi kebijakan sampai
teknis, sehingga peraturan zakat saat ini telah sebagian besar memusatkan
perhatian pada bermacam -macam, sementara untuk penyaluran, kewenangannya
terletak pada Departemen Sosial dan Pekerjaan di bawah Kepala Jenderal
Pemerintah Jaminan Sosial (Daman Ijtima'i).

Sesuai dengan Keputusan Raja bahwa zakat hanya diwajibkan kepada


penduduk Saudi, dan sebelum keputusan tersebut dikeluarkan, ada keputusan Raja
yang dikeluarkan beberapa bulan sebelum keputusan mengenai zakat, yaitu
keputusan Raja mengenai pengeluaran tahunan (pajak pendapatan) bagi penduduk
non-Saudi yang tidak mewajibkan zakat kepada penduduk selain penduduk Saudi,
sebagai gantinya mereka diwajibkan membayar pengeluaran tahunannya (pajak

2 Mohd.Nasir Tajang (Ed.), Zakat dan Peran Negara, (Jakarta: Forum Zakat, 2006).
Dikutip dari Monzer Kahf, Taushil wa at-Tauzi’ az-Zakah, Tajrubah al-Mamlakah al-Arabiyah
asSu’udiyyah.

v
pendapatan). Sebagai bantuan bagi pelaksanaan keputusan Raja, dibentuklah suatu
departemen khusus yang disebut “Maslahah Al-Zakah Wa Promosi Dakhal”
(Kantor Pelayanan Zakat dan Pajak Pendapatan). Sangat diharapkan bagi orang
Saudi untuk membedakan zakat dengan pajak karena sistem yang diterapkan pada
penghimpunan harta hampir setara dengan pengkajian tahunan.

Seiring dengan kemajuan aturan penilaian tahunan yang dilaksanakan oleh


Saudi, mengenai manfaat yang diciptakan dan perluasan tingkat kewajiban pribadi
yang menyebabkan nilai pengeluaran tahunan lebih tinggi dari nilai zakat,
penduduk Muslim non-Saudi yang tinggal di Saudi (sebagian besar wilayah Teluk
penduduk), mengajukan permohonan kepada pemerintah Saudi agar mereka
dibandingkan dengan penduduk asli Saudi yang berkomitmen membayar zakat
dan tidak pernah lagi menunaikan kewajiban membayar pajak pendapatan. Usulan
ini diterima oleh Raja dengan dikeluarkannya Keputusan Raja yang menetapkan
bahwa zakat wajib bagi penduduk Saudi dan penduduk Teluk yang tinggal di Arab
Saudi.

• Penghimpunan Zakat
Penghimpunan zakat di Arab Saudi diterapkan pada semua jenis kekayaan
yaitu zakat ternak yang dikelola oleh komisi bersama antara Departemen
Keuangan dan Departemen Dalam Negeri yang disebut al-‘awamil yaitu
komisi khusus yang tugasnya melakukan pungutan zakat ternak ke
pelosokpelosok daerah dan kemudian menyerahkan hasilnya ke
Departemen Keuangan.
Demikian halnya dengan zakat pertanian, zakat perdagangan, zakat
tabungan, dan zakat pendapatan. Beberapa yang masuk dalam kategori
zakat pendapatan adalah pendapatan dokter, kontraktor, pengacara,
akuntan, dan para pegawai, seniman, penghasilan hotel, biro travel.
Penghasilan kesemuanya dipotong dari accountnya masing-masing jika
telah mencapat nisab. Cara penghitungannya berdasarkan pada laporan
keuangan masingmasing.
• Penyaluran Zakat

vi
Pemerintah Saudi menyalurkan zakat terfokus pada jaminan sosial
warganya. Untuk kepentingan tersebut pemerintah Saudi memberikan
wewenang pendistribusian zakat kepad Kementerian Sosial dan Tenaga
Kerja di bawah Dirjen Jaminan Sosial. Penentuan mustahiq didasarkan
pada survey yang dilakukan oleh departemen dengan nilai santunan 6000
Reyal Saudi per tahunnya.
Satu hal yang menarik dari sistem pengelolaan zakat di Saudi adalah tidak
ada zakat dari perusahan milik pemerintah karena semua hasil perusahaan
ditujukan untuk kepentingan umum. Majelis Tinggi Qadhi memberi fatwa
untuk perusahaan patungan antara pemerintah dan swasta harus
dikeluarkan zakatnya kerena mereka menganggap perusahan tersebut
menjadi satu kesatuan badan hukum.
2. Mesir

Mesir mempunyai organisasi pengumpulan dan pendistribusian zakat yang


sangat besar dan luas oleh para relawan dan asosiasi daerah setempat. Jaringan
zakat yang dikelola para eksekutif di Mesir terdiri dari empat komponen utama,
yakni:

(1) panel zakat yang disengaja dan bukan merupakan anak


perusahaan dari perusahaan mana pun,

(2) jaringan layanan dan wakaf dengan mendaftarkan asosiasi


non-manfaat,

(3) Bank Sosial Nasir dan perkumpulannya,

(4) Bank Islam Mesir Faisal dan perkumpulannya.

Zakat sengaja dibayarkan kepada penguasa di atas dan disebarkan oleh dewan
pengawas zakat di atas kepada para mustahik dengan pemikiran dari setiap
kelompok penasihat zakat. UU No. 48 Tahun 1977 yang mengatur pendirian Bank
Islam Faisal Mesir memperkuat hal tersebut. Peraturan ini mengharapkan bank
untuk mengeluarkan zakat dari modal, keuntungan investor dan kemudian
mengumpulkan aset otonom/bebas untuk zakat di dalam bank. Peraturan ini

vii
memaksa tidak ada keringanan pajak bagi Muzaki. Apalagi Bank Sosial Nasir
adalah bank milik administrasi. Bank ini membentuk direktorat zakat di setiap
cabang utamanya. Melalui kantor bank yang tersebar di seluruh tanah air,
direktorat ini bisa mendukung upaya terkoordinasi dengan direktur zakat
lingkungan.3

3. Turki

Sejak menjadi negara sekuler, pembayaran zakat bersifat voluntary. Opsi


pembayaran zakat bagi masyarakat turki juga beragam, bisa melalui komunitas,
dan Yayasan amal seperti Red Crescent Turkish Kizilay , Turkiye Diyanet
Foundation, dan IHH Insani Yardim Vakfi. Akan tetapi mereka berjalan sendiri
sendiri tidak bekerja satus sama lain, sehingga sulit menghitung basis zakatnya
(Zagrali, 2017).

Sama seperti di Malaysia dan Indonesia, Zakat di Turki dapat menjadi


pengurang pajak. Selain zakat juga, bahwa sumbangan perusahaan yang diberikan
kepada Red Crescent Turkish Kizilay atau lembaga amal yang bekerja untuk
kepentingan umum juga dapat menjadi pengurang pajak dengan syarat jumlah
sumbangannya tidak melebihi 5 % dari pendapatan (https://www.kizilay.org.tr dan
https://www.ihh.org.tr/en/tax-allowance). Dalam undang undang sangat sulit
menemukan secara eksplisit mengenai istilah zakat. Seperti undang undang
mengenai tax exceptions atau tax deduction, istilah yang disebut adalah bukan
zakat namun adalah donasi dan dalam kaitannya dengan ini zakat merupakan
dikategorikan donasi.

Sampai saat ini belum ada privatisasi lembaga zakat di Turki. Bahkan
pengelolaan zakat di tingkat pemerintah pusat juga belum ada. Sampai saat ini unit
unit di kementerian agama Turki (Presidency Religious Affair) belum ditemukan
unit khusus yang bertugas langsung mengelola zakat. Oleh karena itu (Zagrali,
2017) mengusulkan bahwa Presidency Religious Affair bertindak sebagai

3 M. Taufiq Ridlo, “Pengelolaan Zakat di Negara-negara Islam”, dalam


Kuntarno Noor Aflah (editor), Zakat dan Peran Negara, (Jakarta: Forum Zakat (FOZ),
2006)

viii
koordinator atas lembaga amal yang mengumpulkan dana zakat. Presidency
Religious Affair nantinya menawarkan transparansi dan akuntabilitas system zakat
ini. Karena tidak adanya privatisasi lembaga zakat oleh pemerintah pusat Turki,
maka akan sangat sulit menemukan data zakat Turki secara nasional. Sehingga
perhitungan estimasi zakat akan sulit dilakukan dengan berdasarkan data histori
pengumpulan zakat. Sehingga dalam menghitung potensi zakat di Turki
menggunakan 3 metode. Pertama adalah berdasarkan Pendapatan Domestik Bruto
(PDB) sektor pertanian dan industri sebesar 5 atau 10 persen. Kemudian dari PDB
sektor jasa sebesar 2,5 persen. Metode kedua adalah berdasarkan data Global
Weath Report mengenai 10 persen masyarakat terkaya Turki yang didapat dari aset
dikurangi utang. Metode ketiga adalah berdasarkan data FORBES mengenai
pendapatan 100 orang masyarakat terkaya Turki (ALTINTAŞ, 2019).

ix
PENUTUP

a. Simpulan

Konsep zakat dalam Islam merupakan unsur-unsur yang terkandung dalam


kebijakan fiskal. Unsur tersebut ada yang bersifat wajib seperti zakat. Adanya
pembagian dalam kegiatan yang bersifat wajib, merupakan khas di dalam sistem
ekonomi Islam yang membedakannya dari sistem ekonomi pasar. Sebagai bagian
dari fiskal, zakat merupakan salah satu sendi Ekonomi Islam, yang jika mampu
dilaksanakan dengan baik, akan memberikan dampak ekonomi yang signifikan.
Model pengelolaan zakat di negara-negara Muslim dapat dikategorikan menjadi 3
model: Pertama, negara-negara yang mewajibkan zakat. Kedua, negara tidak
mewajibkan zakat kepada warganya, melainkan diarahkan pada kesadaran
masingmasing individu atau zakat hanya merupakan kewajiban agama dan tidak
diwajibkan oleh negara. Ketiga, model pengelolaan zakat dimana disamping
negara juga swasta (masyarakat sipil) dapat mengelola zakat secara sama-sama
seperti Indonesia.

x
DAFTAR PUSTAKA

Rakhmat S.A., Beik S.I., Pengelolaan Zakat dan Wakaf di Malaysia dan
Turki:Studi Komparatif. Diterbitkan pada Iltizam Journal of Shariah
Economic Research Vol. 6, No.1 (2022) June 2022, pp. 48-58E-
ISSN:25982540 P-ISSN:2598-2222. Diakses pada 26 November 2023.

Amiruddin K., Model-model Pwngelolaan Zakat. Diterbitkan pada AHKAM,


Volume 3, Nomor 1, Juli 2015. Hlm 139-166. Diakses pada 26 November
2023.

Kahf, M. (2000). Manajemen Zakat di Beberapa Masyarakat Muslim . Jeddah:


IRTI IDB.

M. Taufiq Ridlo (2006). Pengelolaan Zakat di Negara-negara Islam, dalam


Kuntarno Noor Aflah (editor), Zakat dan Peran Negara. Jakarta: Forum
Zakat (FOZ).

xi

Anda mungkin juga menyukai