Anda di halaman 1dari 36

JAWABAN SOAL UAS

Disusun sebagai tugas Ujian Akhir Semester pada Mata Kuliah


Comparison of Islamic Economics

Tim Dosen Pengampu:


Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, M.A. (GBPMK)
Dr. Muhammad Maksum, M.A.
Dr. Abdurrahman Dahlan, M.A.
Ir. Muh. Nadratuzzaman Hosen, MS., M.Sc., Ph.D.
Muhammad Cholil Nafis, Lc., M.A., Ph.D.

Hudzaifah Fawwaz
31211200100064

PROGRAM DOKTORAL SEKOLAH PASCASARJANA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022
Tugas utk UAS
1. Makalah dikompilasi menjadi setting buku (soft file)
2. Mengerjakan soal berikut
a. Berikan analisis aspek politik kebijakan dan regulasi yang berdampak pada
pengembangan keuangan syariah di negara muslim.
b. Apakah ada pengaruh sentralisasi zakat dan wakaf (pengelolaan oleh lembaga
negara) terhadap peningkatan portofolio zakat dan wakaf di negara muslim.
Jelaskan berikut data dukung nya?
c. Sebutkan akad-akad yang digunakan di perbankan syariah di negara muslim
dan jelaskan persamaan dan perbedaan ketentuan syariah nya

Jawaban Soal
2 a. Aspek terpenting dalam setiap progres pembangunan sebuah sistem dan lembaga
adalah aspek kebijakan dan regulasi yang diterapkan untuk mendukung pembangunan
sistem tersebut. Segala sistem yang dibangun dalam sebuah negara pasti dipengaruhi
oleh kebijakan dan regulasi yang diterapkan. Jika regulasi dan kebijakannya
mendukung sistem tersebut, maka sistem tersebut akan mampu untuk berkembang.
Pada kaitannya dengan awal perkembangan sebuah sistem keuangan syariah di
sebuah negara, kebijakan pemerintah negara tersebut menjadi tolak ukur apakah sistem
tersebut nantinya dapat berkembang atau tidak. Pendirian bank dengan sistem keuangan
syariah pertama merupakan sebuah landasan kebijakan dan regulasi politik yang
beredar pada masa awal berdirinya. Ketika sebuah gagasan untuk menjadikan sistem
keuangan syariah telah banyak dipikirkan oleh ilmuan-ilmuan muslim dunia diterima
dengan baik oleh sebuah pemerintahan, sistem keuangan tersebut dapat direalisasikan
dan berkembang dengan baik.
Pendirian bank Mit Ghamr sebagai bank syariah pertama di dunia misalnya,
merupakan sebuah kebijakan yang dilakukan pemerintah mesir untuk menjadikan
sistem keuangan berbasis bunga harus digantikan dengan sistem kerja sama dengan
skema bagi hasil atas keuntungan dan kerugian. Gagasan ini oleh pemerintah mesir
dituangkan dalam pertemuan Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Pakistan dan dapat
diterima dengan baik oleh seluruh negara muslim yang hadir pada konferensi tersebut.
Atas dasar regulasi dan kebijakan yang baik dari pemerintah mesir tersebut kemudian
muncullah bank-bank dengan sistem keuangan syariah diseluruh belahan dunia.
Malaysia sendiri mengikuti perkembangan keuangan syariah dengan begitu baik.
Terbukti pada tahun 1983 berdiri bank syariah pertama di Malaysia yaitu Bank Islam
Malaysia Benhard (BIMB) mengaplikasikan regulasi yang berdampingan dengan
sistem perbankan konvensional. Meskipun berada pada dualisme sistem perbankan saat
itu, bank islam Malaysia mampu memberikan aspek positif kepada masyarakat untuk
tertarik kepada bank syariah. Berdirinya bank ini diikuti dengan dukungan Undang-
Undang pemerintah Malaysia dengan sebutan Islamic Bank Act (IBA). Uniknya
regulasi yang diberikan oleh pemerintah Malaysia memberikan kewenangan secara
penuh (dengan pengawasan) untuk menyediakan produk-produk perbankan syariah
disana. Hasilnya, perkembangan keuangan syariah malaysia melonjak drastis hingga
saat ini dan menjadi pioneer keuangan syariah dunia. Dukungan kebijakan pemerintah
Malaysia mampu mendongkrak minat masyarakat Malaysia untuk menggunakan
produk-produk keuangan syariah dengan masif.
Indonesia sendiri dirasa kurang aktif dan peka dalam mengikuti perkembangan
keuangan syariah di dunia. Meskipun telah banyak tokoh-tokoh pemikir muslim
Indonesia yang memberi gagasan agar Indonesia segera membentuk sistem keuagan
berbasis syariah, sistem ini baru dapat terealisasi pada tahun 1992 dengan berdirinya
Bank Muamalat. Pendirian bank ini merupakan buah dari hasil MUNAS MUI pada
tahun 1990 dengan mendirikan kelompok kerja bank syariah, namun, belum juga
mendapatkan respon dari pemerintah saat itu. Kebijakan dan regulasinya baru ada pada
Oktober tahun 1998 tentang kebijakan liberalisasi penbankan. UU No.7 Tahun 1992
masih menganut sistem dualisme perbankan dan belum memberikan kebijakan pasti
tentang sistem keuangan syariah. Sistem perbankan syari’ah baru ditempatkan
secara tegas sebagai bagian dari sistem perbankan nasional sejak diundangkannya
UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (UU Perbankan 1998) sebagai amandemen
UU Perbankan 1992, yang memperjelas dan memperkuat dasar kebijakan dual
banking system yang sudah diimplementasikan sejak 1992. UU Perbankan 1998
telah mengakomodir beberapa pengaturan mengenai kegiatan perbankan
syari’ah seperti pengertian bank yang mencakup bank syari’ah, pengertian
prinsip syari’ah dan pembiayaan. Selanjutnya dengan telah diundangkannya UU
No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah (UUPerbankan Syari’ah),
maka payung hukum perbankan syari’ah di Indonesia adalah UU Perbankan
Syari’ah. Kini pemerintah Indonesia melaui kebijakan-kebijakannya mulai fokus untuk
membenahi sistem keuangan syariah. Hal ini dibuktikan dengan kebijakan merger pada
beberapa bank-bank syariah menjadi Bank Syariah Indonesia. Diharapkan kebijakan ini
(meskipun baru bergulir) dapat meningkatkan efisiensi sistem keuagan syariah dan
minat masyarakat untuk menggunakan sistem ini pada perbankan sehingga sistem
keuagan syariah di Indonesia dapar bersaing dengan negara-negara muslim lainnya.
Wallahu A’lam…

b. Sistem pengelolaan dana zakat berbeda-beda pada tiap negara muslim. Perbedaan
ini dilandasi oleh kebijakan dan regulasi yang berlaku pada negara tersebut. Ada negara
yang mengaplikasikan pengelolaan zakatnya melalui lembaga-lembaga yang diberikan
wewenang, adapula negara yang mensentralkan pengelolaannya melalui satu pihak
yaitu pemerintah.
Pada tahun 1950 di Saudi Arabia, sistem pengelolaan zakat belum mendapatkan
perhatian oleh kerajaan. Masyarakat Saudi bahkan tidak dibebankan kewajiban untuk
membayar zakat namun sebatas pajak penghasilan. Ketentuan Undang-Undang negara
dalan pengelolaan zakat baru dimulai pada tahun 1951 dimana setelah perundangan
tersebut diresmikan, pengelolaan dana zakat disana berkembang dengan begitu pesat.
Pemanfaatan dana zakat dan wakaf dapat tersalurkan dengan baik kepada berbagai
bidang diantaranya pertanian, hotel, apartemen, kebun dan perawatan Masjid Al-
Haram.
Sentralisasi dana zakat yang dilakukan pemerintah Arab Saudi berjalan dengan
baik menggunakan sistem kerajaan yang mereka anut. Kebijakan ini tentu tidak banyak
mendapatkan pertentangan dari masyarakat dikarenakan keseriusan pemerintah dalam
pengelolaannya. Bahkan, menurut Republika.co.id1 dana zakat yang dikelola oleh
kementrian sosial melalui Dirjen Zakat Saudi mencapai 25 Miliar $ atau sekitar 300
Triliun Rupiah. Jumlah ini diproyeksikan meningkat 2x lipat yaitu 600Triliun pada
kurun waktu 2-3 Tahun kemudian. Keseriusan pemerintah saudi mengelola dana zakat
berpotensi untuk menanggulangi kemiskinan.
Sudan juga melakukan hal yang serupa dengan kebijakan zakat oleh Saudi Arabia.
Pemerintah sudan melakukan sentralisasi zakat pada Tahun 1984 seiring dengan
realisasi sistem keuangan syariah secara menyeluruh di negara tersebut. Bedanya,
pemerintah sudan menggabungkan dana zakat dan pajak dalam sebuah lembaga
pemerintahan. Masyarakat Sudan ketika telah membayar pajak artinya telah juga

1
https://www.republika.co.id/berita/nforg54/tsaqofi-belajar-zakat-dari-arab-saudi (Akses 16 Desember
2022)
berkontribusi membayarkan zakatnya. Kebijakan ini terbukti efektif untuk mengurangi
kerancuan pemahaman masyarakat yang menganggap pajak sama dengan zakat.
Turki memiliki sejarah yang panjang dalam pengelolaan zakat dan wakaf yang
dinilai begitu berperan dalam peningkatan portofolio zakat dan wakaf. Pada beberapa
dekade terakhir Turki memaksimalkan dana zakat dan wakafnya melalui aset produktif
yang dapat dikembangkan dan menjadi sumber pendapatan negara. Diperkirakan bahwa
sekitar ¾ dana zakat dan wakaf di Turki merupakan aset produktif. Kebijakan ini
kemudian diaplikasikan melalui pembuatan Waqf Bank yang khusus mengelola dana
ini. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi Turki meningkat pesat dalam kurun waktu 1990-
2014 dan menjadi salah satu negara maju di dunia sebelum terjadinya kudeta disana.
Dana zakat dan wakaf di Turki mampu memberikan hasil kepada banyak bidang
terutama bidang pendidikan. Pendidikan yang digratiskan oleh pemerintah turki
merupakan hasil dari pengelolaan zakat yang baik disana. Pemerintah melakukan
sentralisasi dana wakaf dan zakat yang mampu menghasilkan kesejahteraan.
Zakat yang tertuang dalam Undang-Undang No.38 Tahun 1999 di Indonesia
merupakan implementasi hukum syariah dimana dalam pasal 2 dikatakan bahwa
“Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan yang
dimiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat.” Pemerintah pada pasal 3
selanjutnya dibebankan kewajiban untuk memberikan perlindungan, pembinaan, dan
pelayanan Kepada muzakki, mustahiq, dan amil zakat. Pada UU ini, pemerintah
memberikan wewenang kepada lembaga-lembaga pengumpul zakat (LPU) untuk
mengelola zakatnya secara mandiri. Pemerintah hanya memberikan regulasi dan
pengawasan terhadap pelaksanaanya.
Pada tahun 2011, ketika diberlakukannya UU No 23 Tahun 2011 yang
mengamandemen UU No.38 Tahun 1999, pemerintah mulai berperan serius untuk
menangani zakat. Hal ini berkaitan dengan potensi zakat sejumlah 170Triliun tiap
tahunnya jika pengelolaannya baik. Pemerintah membentuk BAZNAS sebagai plat
merah lembaga pengumpul zakat. Regulasi ini dinilai sebagai bentuk keseriusan
pemerintah untuk mamaksimalkan pengelolaan dana zakat di Indonesia.
Amandemen Undang-Undang ini mendapatkan respon yang beragam dari berbagai
pihak. Ada yang menganggap bahwa ini merupakan sebuah proses sentralisasi
pengelolaan zakat di Indonesia. Jika melihat praktik zakat dan wakaf di Indonesia yang
kebanyakan dilakukan oleh lembaga-lembaga swasta dan lembaga keumatan, akan
adanya pertentangan ketika kebijakan sentralisasi ini akan diaplikasikan. Mereka
menganggap sentralisasi akan menghilangkan unsur budaya masyarakat yang berzakat
melalui lembaga manapun yang dikehendaki. Jika pemerintah membatasinya, akan ada
potensi bahkan yang akan mengurangi pendapatan dari dana zakat tersebut. Alasannya
adalah:
1. Masyarakat mampu kebanyakan masih menyalurkan dana zakatnya kepada orang
lain secara personal.
2. Masyarakat yang menyalurkan dananya melalui lembaga hanya dilakukan kepada
lembaga yang memang sudah mereka percaya.
3. Masih minimnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah.
4. Pemerintah belum membuat regulasi yang terperinci mengenai pengelolaan dana
zakat dan wakaf.
Ketika berkaca kepada negara-negara muslim yang melakukan sentralisasi dana
zakat dan wakaf, maka kebanyakan dari mereka sukses dalam mengaplikasikannya.
Regulasi yang dituangkan secara serius dapat secara signifikan meningkatkan minat
masyarakat untuk menyalurkan dananya melalui lembaga pemerintah. Ketika
kebijakan sentralisasi mampu untuk mendongkrak keuangan di sebuah negara,
maka kebijakan tersebut perlu diaplikasikan. Namun demikian, kesiapan regulasi ini
harus benar-benar diseriusi oleh pemerintah terlebih pemerintah melalui lembaga
zakatnya belum banyak mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Wallahu
A’lam.

c. Secara umum, akad-akad yang ditawarkan oleh perbankan syariah di negara


muslim dunia menganut sebuah prinsip yang sama, yaitu prinsip akad yang bebas
dari bunga. Segala macam akad yang ada dalam perbankan syariah harus sesuai
dengan syariah dan bebas dari unsur yang dilarang oleh syariah.
Gambaran umum dari akad-akad yang ditawarkan oleh perbankan syariah di
berbagai negara antara lain:
1. Akad Titipan : Wadiah Yad Amanah dan Dhamanah
2. Akad Pinjaman : Qardh dan Qardh Hasan
3. Akad Bagi Hasil : Mudharabah dan Musyarakah
4. Akad Jual Beli : Murabbahah, Salam dan Istisnya
5. Akad Sewa : Ijarah dan Ijarah Muntahiya bi Tamlik
6. Lain-lain : Wakalah, Kafalah, Hiwalah dan Rahn
Akad-akad yang digunakan pada konsep dan praktiknya sama di negara-negara
muslim. Sebagai contoh, akad Murabbahah pada perbankan menggunakan konsep
yang sama dimana pihak nasabah meminta untuk disediakan sebuah barang dan
pihak bank membelinya dan menjual kembali kepada nasabah dengan margin
keuntungan pada akad murabbahah. Perbedaannya murabbahan pada beberapa
negara biasanya ada pada teknis penjualannya. Jika di Indonesia pihak bank ketika
akad berlangsung belum memiliki barang yang dimaksud nasabah, maka kemudian
bank membeli kepada pihak lain untuk dijual kembali kepada nasabah. Jumlah
margin keuntungan yang diminta oleh bank juga tidak dibatasi. Di Sudan, akad
seperti ini dilarang melalui regulasi yang berlaku. Pihak bank diberikan syarat oleh
pemerintah ketika akan melakukan akad, maka barang yang dimaksudkan harus
dimiliki terlebih dahulu oleh bank. Artinya dalam akad murabbahah, bank
memiliki stok barang yang ingin dibeli oleh nasabah melalui akad ini.
Landasan perbedaan wilayah dan mazhab yang dianut juga dapat
mempengaruhi akad-akad yang dipraktikkan pada suatu negara. Sebagai contoh
adalah akad Bai Al-‘Inah yang dipraktikkan oleh Negara Malaysia. Akad ini adalah
akad jual beli dimana penjual melakukan penjualan kepada pembeli dengan tunai
kemudian pembeli melakukan penjualan kembali kepada penjual awal dengan akad
tangguh yang dilebihkan melalui margin. Akad ini diperbolehkan di Malaysia
berdasarkan kebolehannya menurut Mazhab Syafi’I dan karena Malaysia menganut
Mazhab ini maka akad ini dapat diberlakukan.
Namun demikian, akad Bai Al-‘Inah ini tidak diterima di negara lain dengan
pemahaman Mazhab yang berbeda. Seperti halnya negara yang menganut Mazhab
Hanafi, akad ini dilarang kecuali ada pihak ketiga (Tawarruq) dalam praktiknya.
Di negara-negara yang menganut Mazhab Hanbali dan Maliki seluruhnya
mengatakan akad ini dilarang dikarenakan akad ini seolah-olah memanipulasi riba.
Wallahu A’lam
JAWABAN SOAL UAS

Disusun sebagai tugas Ujian Akhir Semester pada Mata Kuliah


Comparison of Islamic Economics

Tim Dosen Pengampu:


Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, M.A. (GBPMK)
Dr. Muhammad Maksum, M.A.
Dr. Abdurrahman Dahlan, M.A.

Ir. Muh. Nadratuzzaman Hosen, MS., M.Sc., Ph.D.


Muhammad Cholil Nafis, Lc., M.A., Ph.D.

Muhammad Al Faridho Awwal


31211200100057

PROGRAM DOKTORAL SEKOLAH PASCASARJANA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022
a. Berikan analisis aspek politik kebijakan dan regulasi yang berdampak pada
pengembangan keuangan syariah di negara muslim.
Jawab : Keberadaan aspek politik di sebuah negara seperti masa sekarang merupakan
salah satu pokok penting dalam berbagai macam perkembangan industri termasuk didalamnya
industri keuangan Syariah. Hal ini dikarenakan politik memegang kekuasaan dan peranan
dalam mengatur segala kebijakan yang akan dilakukan negara tersebut. Contohnya mengenai
kebijakan-kebijakan yang dituangkan baik dalam undang-undang ataupun dalam bentuk
kebijakan lainnya yang kemudian didalamnya dapat memiliki kecondongan untuk mendukung
perkembangan keuangan syariah atau tidak.
Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia, memiliki pemerintah yang sangat
peduli terhadap perkembangan industri keuangan syariah. Seperti dengan dibentuknya KNEKS 2
oleh pemerintah sebagai langkah untuk mempercepat perkembangan industri keuangan syariah
di Indonesia, Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia yang di buat oleh Otoritas
Jasa Keuangan (OJK). Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia yang dibuat oleh Deputi
Kementerian Perekonomian Indonesia Perencanaan pembangunan dan masih banyak lagi
kebijakan-kebijakan yang dituangkan langsung oleh pemerintah ataupun melalui lembaga-
lembaga dibawahnya.
Aspek politik juga menentukan apakah sebuah negara akan menganut sistem ekonomi
dan keuangan Islam secara secara penuh (fully Islamic economic system), sistem ekonomi
ganda (dual economic system), atau sistem ekonomi non-Islam (seperti, sistem ekonomi
kapitalis atau sosialis). Negara yang menganut sistem ekonomi Islam penuh memiliki
infrastruktur keuangan Islam yang lengkap dengan undang-undang yang berdasarkan Syariah
Islam. Oleh karena itu, perbankan syariah di negara tersebut memiliki lingkungan yang paling
cocok untuk beroperasi dan berkembang dengan leluasa sesuai dengan Syariah Islam. Bank
syariah di negara tersebut dapat menjalankan operasinya murni sesuai Syariah. Negara yang
menganut sistem ekonomi ganda (sistem ekonomi Islam dan sistem ekonomi non Islam) dapat
memiliki infrastruktur keuangan Islam yang bervariasi. Infrastruktur keuangan Islam yang tidak
lengkap akan menghambat dan membatasi ruang gerak perbankan syariah. Selain itu,
persaingan head to head dengan bank konvensional memaksa bank syariah harus bekerja lebih
keras, lebih kreatif, dan lebih inovatif untuk mendapatkan pangsa pasar. Sementara itu, negara
yang menganut sistem ekonomi non-Islam dengan sendirinya akan memiliki infrastruktur
keuangan Islam paling minimal, sehingga perbankan syariah di negara tersebut harus ekstra
kreatif dan inovatif disekeliling lingkungan yang membatasinya 3
b. Apakah ada pengaruh sentralisasi zakat dan wakaf (pengelolaan oleh lembaga
negara) terhadap peningkatan portofolio atau pemasukan zakat dan wakaf di negara muslim.
Jelaskan berikut data dukung nya?
Jawab: Sentralisasi pengelolaan zakat dan wakaf memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Sentralisasi memang pada dasarnya mempermudah
pengelolaan zakat dan wakaf dikarenakan dikelola oleh satu pihak secara terpusat. Namun ada
risiko besar yang menghadang jika tidak memiliki pola distribusi yang baik. Buruknya pola
distribusi kepada yang berhak menerima menyebabkan pembagian harta zakat dan wakaf tidak
dibagikan secara adil.

2
Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020 sebagai landasan transformasi
Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) menjadi Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah
(KNEKS) tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pembangunan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah
serta membuat Indonesia sebagai Pusat Halal Dunia.
3
Ascarya. (2006). Comparing Islamic Banking Development in Malaysia and Indonesia: Lessons for
Instruments Development. (pp. 1-60). Jakarta: Center for Central Banking Education and Studies Bank
Indonesia.
Gambar 1. Pengumpulan Zakat dan Infak 2015-2019 oleh Baznas
Menurut data Badan Amil Zakat Nasional selaku lembaga negara yang memiliki
legalitas dalam pengumpulan zakat dan Infak di Indonesia. Keberadaan Baznas dari tahun 2015
hingga 2019 dalam hal pengumpulan zakat dan Infak dapat dikatakan cenderung mengalami
peningkatan pemasukan dari tahun ke tahun. Indikator ACR juga terus mengalami perbaikan
dari yang awalnya cukup efektif hingga menjadi sudah efektif.

Gambar 2. Penyaluran Zakat dan Infak 2015-2019 oleh Baznas


Dalam hal penyaluran zakat dan infak, Baznas juga memiliki realisasi dana zakat dan
wakaf yang meningkat setiap tahunnya jika dilihat dari total penyaluran seluruh program,
dengan program utama pada tahun 2019 banyak disalurkan pada sektor sosial kemanusian.
Namun disisi lain, Baznas juga mempublikasikan data terkait pengumpulan dan penyaluran
Zakat dan Infak oleh pihak lain yaitu yang disebut sebagai Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Gambar 3. Pengumpulan dan Penyaluran Zakat dan Infak 2019
Dalam data ini, keberadaan LAZ tidak dapat dipungkiri memiliki andil yang besar
terhadap perhimpunan dana zakat dan infak yang ada di Indonesia. Dengan pengumpulan total
hingga 3.7 Triliun Rupiah dan realisasi mencapai 3.5 Triliun Rupiah mengakibatkan LAZ
melampaui pencapaian yang dilakukan oleh Baznas. Dapat disimpulkan jika konsep sentralisasi
diberlakukan dan dana zakat dan infak hanya di himpun oleh Baznas maka nilainya mungkin
tidak dapat seperti sekarang.
Semangat desentralisasi dana zakat di Indonesia telah dilakukan sejak lama. Ketentuan
desentralisasi zakat didapat melalui UU No 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat yang
ditindaklanjuti dengan PP No 14 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat. Berdasarkan UU No 23 Tahun 2013, zakat di Indonesia dikelola
oleh BAZNAS, yaitu lembaga pemerintah pengelola zakat non-struktural yang bersifat mandiri
dan bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri. UU No 23 Tahun 2011 Pasal 15
mengatakan, dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan
kabupaten/kota dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota; Pasal 17
mengatakan, untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ; Pasal 25 mengatakan, zakat wajid
didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syari’at Islam; Pasal 26 mengatakan,
pendistribusian zakat dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip
pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.4
c. Sebutkan akad-akad yang digunakan di perbankan syariah di negara muslim dan
jelaskan persamaan dan perbedaan ketentuan syariah nya.
Jawab:
1. Akad Syariah yang Digunakan di Malaysia5

4
Aden Rosadi dan Mohamad Anton Athoillah, “Distribusi zakat di Indonesia: antara sentralisasi dan
desentralisasi,” IJTIHAD Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, 15.2 (2016), 237
<https://doi.org/10.18326/ijtihad.v15i2.237-256>.
5
Ascarya. (2006). Comparing Islamic Banking Development in Malaysia and Indonesia: Lessons for
Instruments Development. (pp. 1-60). Jakarta: Center for Central Banking Education and Studies Bank
Indonesia.
Gambar 4. Akad Syariah di Malaysia
2. Bai Al Inah di Malaysia

Gambar 5. Proses Alur Bai Al Inah di Malaysia

Akad ini merupakan akad khas dari bank Syariah yang ada di Malaysia. Merupakan akad
jual beli dimana pihak penjual melakukan penjualan Kembali assetnya dengan janji untuk
dilakukan pembelian Kembali dengan pihak yang sama. Bai Al Inah merupakan penjualan tunai
dan juga dilanjutkan Kembali dengan pembelian dengan Tangguh. Dalam akad ini terdapat
beberapa Langkah yang harus dilakukan, yaitu:
1) Pihak nasabah melakukan penjualan assetnya kepada pihak bank Syariah dengan harga
100 juta ringgit
2) Pihak bank Syariah melakukan pembayaran sebesar 100 juta ringgit kepada pihak
nasabah
3) Pihak bank Syariah mealkukan penjualan Kembali asset tersebut kepada pihak nasabah
dengan melakukan penambahan marjin keuntungan. Marjin keuntungan tersebut nilainya
adalah 120 juta ringgit
4) Pihak nasabah lalu melakukan pembayaran harga asset tersebut dengan harga 120 juta
ringgit sesuai dengan kesepakatan
3. Bai Al Dayn di Malaysia
Akad ini merupakan akad jual beli. Adapun yang diperjualbelikan dalam akad ini adalah
hutang atau Dayn. Pertemuan yang dilakukan oleh Islamic Fiqh Academy yang diselenggarakan
di kantor pusat mereka di Jeddah, Arab Saudi. Dalam pertemuan tersebut Lembaga yang
merupakan perwakilan pada ulama ahli fikih muamalah seluruh dunia telah sepakat bahwa
konsep Bai Al Dayn harus dilarang. Dan mereka telah sepakat untuk melakukan pelarangannya
secara aklamasi. Akan tetapi, pada Agustus 1996 NSAC Malaysia menyatakan dapat menerima
prinsip dari Bai Al Dayn yang diharapkan dapat mampu untuk mengakselerasi konsep pasar
modal Syariah. NSAC Malaysia menyatakan bahwa hutang dapat dianggap sama dengan harta
benda. Dikarenakan hutang sama dengan harta maka hutang bisa diperdagangkan dengan harga
berapapun penawaran yang terjadi. Pada jual beli BBA, ada empat langkah proses yang
dilakukan, sebagai berikut:
1) Nasabah mengidentifikasi aset, misalkan aset X yang ingin dimiliki atau dibeli;
2) Bank membelikan aset yang diinginkan nasabah dari pemilik aset X, misalkan dengan
harga Rp.100 juta;
3) Bank menjual aset X tersebut kepada nasabah dengan harga jual sama dengan harga
perolehan ditambah marjin keuntungan yang diinginkan bank, misalkan Rp.120 juta;
dan
4) Nasabah membayar harga aset X yang Rp.120 juta dengan cicilan sesuai
kesepakatan.
4. Akad BBA di Malaysia
BBA (BBA) adalah akad jual beli murabahah (cost + margin) ketika pembayaran
dilakukan secara tangguh dan dicicil dalam jangka waktu panjang, sehingga disebut juga kredit
murabahah jangka panjang.

Gambar 6. Proses Alur BBA Malaysia

Pada jual beli BBA, ada empat langkah proses yang dilakukan, sebagai berikut:
1) Nasabah mengidentifikasi aset, misalkan aset X yang ingin dimiliki atau dibeli;
2) Bank membelikan aset yang diinginkan nasabah dari pemilik aset X, misalkan dengan
harga Rp.100 juta; 18
3) Bank menjual aset X tersebut kepada nasabah dengan harga jual sama dengan harga
perolehan ditambah marjin keuntungan yang diinginkan bank, misalkan Rp.120 juta;
dan
4) Nasabah membayar harga aset X yang Rp.120 juta dengan cicilan sesuai kesepakatan.
Dalam prakteknya, nasabah dan bank melakukan kontrak jual dan beli kembali (sale and
buyback) yang tercermin pada perjanjian Property Purchase Agreement (PPA) dan Property Sale
Agreement (PSA). Dalam PPA bank membeli aset dari nasabah dan nasabah disyaratkan untuk
membeli aset yang telah dijual sebelumnya ke bank. Uang pembayaran dari bank akan diteruskan
dari nasabah untuk dibayarkan ke pemilik awal aset. Setelah memiliki aset, bank kemudian
menjualnya kembali kepada nasabah dengan PSA. Mekanisme kontrak jual dan beli kembali ini
esensinya mengandung dua hal. Pertama, kontrak ini merupakan kontrak jual dengan syarat.
Kedua, akad BBA seperti ini menggunakan mekanisme Bai’ al-Inah, karena nasabah menjual
asetnya kepada bank dengan niat untuk dibeli kembali. Demikian pula bank membeli aset
nasabah dengan niat untuk dijual kembali kepada nasabah yang bersangkutan. Akad BBA yang
berorientasi Bai’ al-Inah ini hanya dapat dihindari ketika bank membeli aset dari pemilik awal
aset (vendor/supplier) kemudian menjualnya kepada nasabah dengan pembayaran tangguh.
Tetapi, pada praktek saat ini bank tidak dilarang untuk melakukan jual beli langsung dengan
supplier. Hal ini disebabkan karena suatu bank, baik konvensional maupun syariah, hanya dapat
menyediakan fasilitas pembiayaan. Bank tidak dibolehkan untuk membeli dan menjual aset
untuk mencari keuntungan. Dengan begitu bank tidak dapat membeli aset, seperti rumah atau
kendaraan, dari developer atau dealer. Bank hanya boleh menyediakan pembiayaan atau
pinjaman. Hal yang sama berlaku untuk bank syariah. Transaksi sipil mensyaratkan nasabah
untuk membeli aset dari pemilik aset (membeli rumah dari developer atau membeli mobil dari
dealer). Sedangkan undang-undang perbankan syariah tahun 1983 adalah hukum sipil dan berada
dibawah yurisdiksi pengadilan sipil. Undang-undang perbankan syariah ini memuat nilai-nilai
Syariah, tetapi tidak cukup untuk menutupi 19 hukum perbankan yang berlaku untuk dapat
menjalankan konsep jual beli (al-Bai’) yang murni Syariah.
5. Akad Tawaruq di Malaysia
Tawarruq adalah transaksi pembelian komoditas antara dua belah pihak (pembeli dan
penjual) dengan harga tangguh, untuk selanjutnya oleh si pembeli dijual kembali ke pembeli yg
lain (pihak ketiga) untuk mendapatkan uang tunai. Perbankan syariah di Malaysia mencoba
beralih ke Tawarruq. Atau dikenal juga dengan istilah commodity murabahah dan reverse
murabahah.

Gambar 7. Proses Alur Tawaruq di Malaysia

Contoh, si A membeli barang dari si B dengan harga 120 ribu dan dicicil selama 12
bulan. Setelah si A menerima barang tersebut, si A akan menjual barang tersebut kepada si C
dengan harga 100 ribu dibayar tunai. Dalam aplikasi perbankan, tawarruq mendapatkan porsi
yang cukup besar.
Jual beli tawarruq memiliki kesamaan dengan jual beli al‘inah, namun juga terdapat
perbedaan antara keduanya. Para ahli hukum mazhab Hambali dan Syafi’i membedakan
tawarruq dan ba’i ‘inah adalah, bahwa dalam tawarruq, orang yang memerlukan likuiditas
menjual barang tersebut kepada pihak ketiga, sedangkan dalam ba’i al-‘inah pembeli menjual
barang tersebut kepada penjual yang sama dari siapa dia membeli barang tersebut

6. Akad yang di Gunakan di Pakistan

Gambar 8. Akad Syariah di Pakistan


Murabahah yang dipraktekkan oleh bank syariah di Sudan mempunyai karakteristik
atau ketentuan yang berbeda dengan Murabahah di bank syariah negara lain. Perbedaan
karakteristik atau ketentuan tersebut, antara lain:
1. Bank syariah memiliki stok barang yang akan dijual;
2. Marjin keuntungan bank syariah dibatasi; dan
3. Portofolio Murabahah dibatasi.
Karakteristik Murabahah yang berbeda ini dilandasi pada pemahaman bahwa
Murabahah bukanlah akad utama dan ideal untuk digunakan dalam transaksi bank syariah,
melainkan akad-akad bagi hasil, seperti Mudharabah dan Musyarakah.
Akad Muqawalah mirip dengan akad Istishna (Berkaitan dengan pengadaan produksi
barang) jika pelaku usaha menyediakan seluruh bahan baku produksi.
Muqawalah juga bisa berupa Ijarah jika barang yang diproduksi (bahan baku) dari
pemesan. Produsen hanya menjual jasa.

7. Akad yang di Gunakan di Sudan

Gambar 9. Akad Syariah di Sudan

• Istijrar adalah Model jual beli dengan cara konsumen mengambil barang dari penjual (Bank di
Pakistan), lalu di akhir periode dibayar total seluruh harganya.
• Di Pakistan akad ini dilakukan dalam pembelian komoditas seperti kapas, minyak untuk
konsumsi dan obat-obatan.
• Pembeli memiliki opsi untuk menetapkan harga jual kapan saja pada atau sebelum tanggal
jatuh tempo pembayaran kepada Bank asalkan harga pasar melebihi batas atas yang
ditentukan.
• Harga tersebut kemudian akan dibayarkan oleh pembeli kepada bank pada saat jatuh tempo.
• Musyarakah menurun Adalah Musyarakah dengan ketentuan bagian dana pihak pertama akan
dialihkan secara bertahap kepada pihak kedua sehingga bagian dana pihak pertama akan
menurun dan pada akhir masa akad pihak kedua tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha
tersebut. Keuntungan yang dihasilkan pada tiap-tiap periode dibagi sesuai porsi kepemilikan
aset masing-masing pihak saat itu
• Di Pakistan akad Musyarakah Menurun ini salah satunya diaplikasikan untuk pembiayaan
pemilikan rumah (pembelian, pembangunan, renovasi, dan pengalihan).
• Dalam hal ini, bank sepakat untuk membiayai pembelian rumah nasabah sampai 85 persen.
Selanjutnya, nasabah setuju untuk membayar cicilan bulanan yang berupa bagian pembayaran
sewa dan cicilan modal. Cicilan bulanan ini menurun karena setiap bulan bagian modal
nasabah bertambah besar, sedang bagian modal bank berkurang, sehingga bagian pembayaran
sewa berkurang. Ketika cicilan lunas aset (rumah) sepenuhnya menjadi milik nasabah.
• Ijarah muntahiya bi tamlik (IMBT) adalah transaksi sewa dengan perjanjian untuk menjual
atau menghibahkan obyek sewa di akhir periode sehingga transaksi ini diakhiri dengan alih
kepemilikan obyek sewa.
• Di Pakistan akad IMBT ini salah satunya diaplikasikan untuk pembiayaan pemilikan
kendaraan atau mobil (baru atau bekas).
• Dalam hal ini, bank sepakat untuk membeli kemudian menyewakan mobil sesuai spesifikasi
yang diinginkan oleh nasabah untuk jangka waktu tiga, empat, atau lima tahun. Pada akhir
periode sewa nasabah akan memperoleh kepemilikan mobil secara penuh yang dibayar
ditambahkan dengan deposit awal (initial security deposits).
JAWABAN SOAL UAS

Disusun sebagai tugas Ujian Akhir Semester pada Mata Kuliah


Comparison of Islamic Economics

Tim Dosen Pengampu:


Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, M.A. (GBPMK)
Dr. Muhammad Maksum, M.A.
Dr. Abdurrahman Dahlan, M.A.
Ir. Muh. Nadratuzzaman Hosen, MS., M.Sc., Ph.D.

Muhammad Cholil Nafis, Lc., M.A., Ph.D.

Mochamad Novi Rifa’i


31211200100047

PROGRAM DOKTORAL SEKOLAH PASCASARJANA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022
1. Berikan analisis aspek politik kebijakan dan regulasi yang berdampak pada
pengembangan keuangan syariah di negara muslim?
Komitmen politik dari pemerintah yang berkuasa sangat penting untuk menetapkan
posisi perbankan Islam yang kuat dan kokoh terlepas dari sudut pandang politiknya.
Bagi pertumbuhan keuangan syariah, Asia adalah bagian penting dari ekonomi global
serta sistem keuangan Islam. Asia adalah rumah bagi sebagian besar populasi Muslim di
dunia. Mayoritas penduduk di banyak negara Asia beragama Islam, termasuk Pakistan
(96,4%), Bangladesh (86,3%), Indonesia (87,2%), dan Malaysia (61,4%). Di beberapa negara
Asia lainnya, populasi Muslim adalah minoritas tetapi masih cukup besar. Di India, 14,2%
dari populasi atau 172 juta orang adalah Muslim
Perbankan Islam di dunia Arab menciptakan aliansi politik baru yang secara tak
terduga muncul dari hubungan kerja antara orang kaya dan banyak sarjana syariah di sisi lain.
Hubungan ini terus memperkuat para ulama syariah, yang mempengaruhi segmen substansial
opini publik di sebagian besar negara Muslim. Salah satu konsekuensinya adalah para ulama
mendorong para pengikutnya dan masyarakat muslim yang lebih luas untuk menggunakan
bank syariah.6
Di Sudan, Islamisasi undang-undang keuangan di Sudan telah diputuskan. Maka sejak
Agustus 1983 tidak ada pengadilan yang dapat menegakkan kontrak berbasis bunga. Setelah
hanya beberapa bulan, menjadi jelas bahwa reformasi hukum (pelengkap UU Acara Perdata)
dan upaya selanjutnya untuk memperbaiki kekurangan (pelengkap UU Transaksi Sipil dan
surat edaran dari Bank Sudan) hanya cukup berhasil. Perbankan berlanjut seperti sebelumnya,
dan butuh lebih dari lima belas tahun sebelum Pemerintah memutuskan untuk menegakkan
larangan riba, yang didefinisikan sebagai semua bentuk bunga.7
Di Turki, ada beberapa detail mengkaji perkembangan Asya Finance yang berafiliasi
dengan Komunitas Islam Fethullah Gulen, sebagai contoh perbankan syariah. Fethullah
Gulen yang percaya pada kultus sufi dan dikenal karena filantropi dan kesejahteraan bekerja

6
Kahf, Monzer. “Islamic Banks: The Rise of a New Power Alliance of Wealth and
Shari’a Scholarship.” In The Politics of Islamic Finance, edited by CLEMENT M. HENRY
and RODNEY WILSON, 17–36. Edinburgh University Press, 2004.
http://www.jstor.org/stable/10.3366/j.ctt1r27cw.4.

7
Stiansen, Endre. “Interest Politics: Islamic Finance in the Sudan, 1977–2001.” In The Politics of
Islamic Finance, edited by CLEMENT M. HENRY and RODNEY WILSON, 155–67. Edinburgh University
Press, 2004. http://www.jstor.org/stable/10.3366/j.ctt1r27cw.10.
mendapatkan dukungan moderat serta sekularis untuk melawan Islamis radikal.
Dibandingkan dengan rumah pembiayaan khusus lainnya, kinerja Asya Finance terus
meningkat. Hal yang menarik dari Asya Finance adalah proporsi pembiayaan mudharabah
mencapai 41 persen, hampir menyamai pembiayaan murabahah. Pendirian Persatuan Rumah
Keuangan Khusus pada tahun 2001, yang memberikan jaminan bagi uang deposan jika terjadi
kebangkrutan, telah memperkuat posisi perbankan dan keuangan Islam di Turki.8
Industri keuangan Islam telah tumbuh secara substansial di Asia selama 2 dekade
terakhir. Populasi Muslim di berbagai negara Asia, terutama di Asia Tenggara, semakin
meningkat. Pertumbuhan populasi Muslim yang cepat dan peningkatan standar hidup dapat
meningkatkan popularitas keuangan Islam sebagai alternatif yang tajam untuk mekanisme
pembiayaan konvensional.
Selain itu, investor dari Timur Tengah dan Asia semakin tertarik untuk berinvestasi
pada produk yang sejalan dengan keyakinan agama mereka. Pemerintah dan otoritas
keuangan di beberapa negara Asia telah berperan aktif dalam mendorong pengembangan
pasar keuangan syariah sejalan dengan upaya mendorong investasi dan mencapai pendanaan
yang berkelanjutan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan
likuiditas yang sangat besar dari negara-negara penghasil minyak dan komoditas.
Karakter politik.keuangan syariah dapat meningkatkan daya tarik tersendiri. Produk
keuangan Islami memiliki fokus etis (terutama tidak termasuk investasi dalam alkohol dan
perjudian) dengan profil risiko yang menarik bagi investor yang lebih sadar etika. Mengingat
bahwa dalam pengembalian investasi perbankan Islam didasarkan pada kegiatan ekonomi
yang mendasari dan / atau aset yang menyusun hubungan kontraktual antara pihak yang
bertransaksi, adalah mungkin untuk menggunakan sifat berbasis aset dan aspek pembagian
risiko keuangan Islam untuk integrasi yang lebih besar dengan ekonomi riil dan untuk
meningkatkan keseimbangan ekonomi secara keseluruhan antara sektor riil dan keuangan.
Pasar modal syariah mengalami pertumbuhan yang cukup besar. Sekuritas dengan
dukungan aset Islam dikenal sebagai Sukuk. Sekuritas ini telah muncul di berbagai struktur di
Malaysia, Indonesia, Iran, dan pusat keuangan Islam lainnya. Perusahaan swasta dan
organisasi internasional seperti IDB, Bank Dunia, dan pemerintah termasuk di antara penerbit
8
Baskan, Filiz. “The Political Economy of Islamic Finance in Turkey: The Role of
Fethullah Gülen and Asya Finanss.” In The Politics of Islamic Finance, edited by CLEMENT
M. HENRY and RODNEY WILSON, 216–39. Edinburgh University Press, 2004.
http://www.jstor.org/stable/10.3366/j.ctt1r27cw.13.
Sukuk, termasuk pemerintah Indonesia, Iran, dan Malaysia. Sejumlah yurisdiksi non-Muslim
terkemuka di Asia, termasuk Singapura dan Hong Kong, Tiongkok, kini juga telah
menerbitkan Sukuk Negara (ADB–IFSB 2015). Beberapa dana berdasarkan saham yang
sesuai dengan Syariah muncul selama tahun-tahun booming di tahun 1990-an.
Pada akhir 2018, Malaysia menyumbang 70,5% dari aset perbankan syariah regional
($135,5 miliar), diikuti oleh Indonesia (9,5%, $20,2 miliar) dan Pakistan (5,3%, $10,2 miliar)
(ADB-IFSB 2015)9. Aset perbankan Islam dan produk keuangan di Asia jauh lebih besar
daripada di Eropa dan Amerika Utara, sebagian besar karena pasar keuangan Islam Malaysia.
Malaysia adalah salah satu pemimpin global dalam layanan keuangan Islam dan memegang
sekitar 10,0% pangsa aset perbankan Islam global. Sebagai perbandingan, Indonesia,
Pakistan, dan Brunei Darussalam memiliki pangsa yang lebih kecil, tetapi pertumbuhan dan
perkembangan peraturan mereka di beberapa tahun terakhir telah memungkinkan mereka
untuk memperluas volume aset perbankan syariah mereka dikarenakan perangkat dari
demokrasi yang ada berjalan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

2. Apakah ada pengaruh sentralisasi zakat dan wakaf (pengelolaan oleh lembaga negara)
terhadap peningkatan portofolio zakat dan wakaf di negara muslim. Jelaskan berikut data
dukung nya?
Potensi hanya tinggal potensi saja jika tidak dapat direalisasikan menjadi
penghimpunan dana zakat yang siap dibagikan kepada penerima yang berhak menerimanya.
Konsep lokalisasi/desentralisasi dapat dianggap sebagai cara terbaik dalam pencairan zakat.
Itukonsep lokalisasi/zonasi atau desentralisasi dalam penyaluran dana zakatsangat cocok
dengan konsep Sharma dalam masalah pencairan pajak yang menyatakan demikian transfer
kekuasaan, sumber daya dan tanggung jawab dari pusat ke daerah lebih efektif dalam
mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
Beberapa ulama Islam menyampaikan, seperti Qardhawi merekomendasikan
pengelolaan zakat ditarik oleh wilayah, serta pencatatan zakat terpisah dari daerah yang lain.
Pemerintah dapat mengumpulkan seluruh tipe zakat sepanjang itu diambil kepada muzakki
serta tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Quran. Mazhab Hanbali berkomentar kalau
lebih baik seluruh tipe zakat diserahkan oleh Muzzaki (pembayar zakat) langsung kepada
Mustahiq (penerima dana zakat). Sedangkan Mazhab Hanafi serta Syafii yakin kalau

9
Ropi Marlina et al., “Islamic Political Economy: Critical Review of Economic Policy in Indonesia,”
Review of Islamic Economics and Finance 2, no. 1 (2019): 47–55.
memberikan zakat diserahkan melalui pemerintah. Dalam hal ini pemerintah wajib
memferifikasi jika seluruh umat Islam melaksanakannya.
Sentralisasi zakat memberikan konsekwensi keterbukaan data dari hulu hingga hilir.
Jika terjadi Asimetris informasi maka akan menyebabkan ketidakpercayaan dan akan
merugikan muzakki, mustahiq dan pengelola zakat. Selama ini yang terjadi di Indonesia
hanya bersifat semi sentralisasi, yakni lembaga amil zakat melaporkan laporan keuangannya
kepada BAZNAS sebagai induk organisasi. Sayangnya, masih banyak lembaga amal zakat
yang belum berizin sehingga sulit untuk terdeteksi dan di data, hal ini tentu bisa
menimbulkan tidak keakuratan dan bisa jadi zakat yang dibagikan masih timpang, atau wakaf
yang tidak termanfaatkan dengan baik.
Di Mesir, Mesir memiliki jaringan yang sangat besar dan luas dalam pengumpulan
dan pendistribusiannya zakat oleh relawan dan organisasi masyarakat. Manajemen zakat
jaringan di Mesir terdiri dari empat elemen utama seperti: (1) zakat sukarela panitia yang
tidak berafiliasi dengan lembaga manapun, (2) kementerian dan jaringan wakaf dengan
organisasi nirlaba terdaftar, (3) Bank Sosial Nasir dan kelompoknya, (4) ) Bank Islam Faisal
Mesir dan kelompoknya.
Zakat dibayarkan secara sukarela kepada para pengumpul di atas dan
disalurkan oleh panitia zakat di atas kepada mustahik dengan pertimbangan masing-masing
panitia zakat. UU no. 48 tahun 1977 yang mengatur pendirian The Egyptian Faisal Islamic
Bank memperkuat hal tersebut. Undang-undang ini mewajibkan bank untuk menarik zakat
dari modal, keuntungan pemegang saham dan kemudian kumpulkan dana mandiri/gratis
untuk zakat di bank. Hukum ini melakukannya tidak mengenakan pemotongan pajak apa pun
pada Muzaki. Demikian pula Bank Sosial Nasir adalah bank milik pemerintah. Bank ini
mendirikan direktorat zakat di masing-masing cabang utamanya. Melalui cabang-cabang
bank yang tersebar di seluruh negeri, direktorat ini dapat membina kerjasama dengan
pengelola zakat setempat dalam Pembayaran zakat.10
Di Yordania, Hukum wajib zakat bagi umat Islam diatur dalam Undang-
Undang namun dibatasi hanya untuk ternak, kepemilikan tanah dan barang impor. Sebuah
direktorat kecil di Kementerian Wakaf melakukan pengelolaan zakat. Pengumpulan dan
distribusi dari dana zakat dilakukan baik di pemerintah pusat maupun di provinsi. Cukup
Uniknya di Yordania, pembayar zakat bisa menunjuk siapa calon penerima zakatnya dengan
mengisi formulir. Setelah dievaluasi dan disetujui oleh direktorat zakat, uang zakat dapat

10
Dian Masyita, “Lessons Learned of Zakat Management from Different Era and Countries,” Al-
Iqtishad: Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah 10, no. 2 (2018): 441–456.
disalurkan kepada pihak yang direkomendasikan oleh pembayar zakat dan pembayar zakat
juga menerima bukti pembayaran yang dapat digunakan untuk mengurangi pembayaran pajak
negara (konsesi pajak). Dengan cara ini, direktorat zakat mampu merespon kebutuhan khusus
masyarakat seperti penyaluran zakat kepada pihak-pihak khusus tersebut sebagai tetangga
dan kerabat dekat Muzzaki yang miskin.11
Di Kuwait, Di negara kecil dan kaya, organisasi zakat kecil sudah cukup untuk
mengelola zakat seluruh negeri. Peran pemerintah terbatas dalam mengelola zakat di Kuwait.
Oleh karena itu, sebuah badan independen, yang disebut Rumah Zakat, berafiliasi dengan
Kementerian Wakaf didirikan untuk mengelola zakat. Tidak ada kewajiban dari zakat yang
diatur oleh Undang-Undang dan Rumah Zakat menerima pembayaran amal sukarela dari
masyarakat, perusahaan dan organisasi / lembaga publik. Rumah Zakat menerima segala
bentuk zakat yang diserahkan pihak lain secara sukarela dasar. Selain itu, Kuwait tidak
mengenakan pajak penghasilan apa pun kepada warganya pemberian zakat tidak relevan
dengan pemotongan pajak.
Tim zakat di Rumah Zakat sering kesulitan menemukan keluarga miskin
karena keluarga miskin di Kuwait biasanya menghindar dari perhatian publik. Karena sangat
sedikit keluarga miskin di Kuwait, tim Rumah Zakat memiliki jangkauan yang luas berbagai
program pengentasan kemiskinan internasional seperti proyek anak yatim Afrika, rehabilitasi,
pinjaman qardh hasan, beasiswa pendidikan di berbagai fakir miskin negara dan berbagai
program kemanusiaan lainnya.12
Di Pakistan Konstitusi Pakistan menetapkan bahwa ada lembaga pemerintah
ditugaskan untuk mengumpulkan dan mendistribusikan zakat dan menghubungkannya
dengan kementerian keuangan. Pemerintah mengumpulkan zakat dalam bentuk simpanan
tabungan di bank, tabungan di kantor pos, saham, surat berharga, dan asuransi serta produk
pertanian. Sedangkan zakat hewan ternak, emas, perak, uang tunai dan perdagangan
dibagikan kepada masing-masing Muzaki. Bagi non muslim, asing dan kafir dengan fikih
zakat diperbolehkan memperoleh pembebasan.
Hukum Pakistan memungkinkan kombinasi pemerintahan dan memilih organisasi
nirlaba untuk mengelola zakat. Meskipun secara administrative berafiliasi dengan
kementerian keuangan, setiap provinsi memiliki dewan zakat yang dipimpin oleh hakim dan
ada beberapa ahli fikih sebagai anggotanya. Tiga tingkat manajemen di mengelola distribusi

11
Ibid.
12
Ibid.
zakat seperti tingkat kabupaten, kecamatan dan lokal sukarela, sementara dana zakat
dikumpulkan di tingkat nasional, provinsi dan lokal.13
Di Malaysia, Pengelolaan zakat di Malaysia merupakan kewenangan pemerintah.
Peningkatan jumlah zakat yang dihimpun oleh pemerintah tidak dapat dipisahkan dari
pengembangan e-Zakah menggunakan aplikasi berbasis internet yang membuat semua
informasi tentang zakat dapat diakses oleh semua orang.
Zakat dengan strategi pemasaran e-zakah mampu membangkitkan kesadaran umat
Islam untuk membayar zakat secara teratur dan komputerisasi meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pengumpulan zakat dari tahun ke tahun. Namun, pendistribusian zakat masih
menjadi persoalan rumit di Malaysia yang merendahkan kinerja lembaga zakat itu sendiri.
Dikutip oleh masyita menurut Dahan dan Abdullah, ketidakpuasan Muzzaki terhadap kinerja
lembaga zakat membuat Muzzaki cenderung untuk mendistribusikan zakat mereka ke 8 asnaf
sendiri terutama kepada fakir dan miskin.
Di Malaysia, pengelolaan zakat berbeda antara satu negara bagian dengan negara
bagian lainnya hanya Selangor, Pulau Pinang, dan Sarawak yang memprivatisasi pengelolaan
zakat mereka proses pengumpulan dan pendistribusian. Sementara itu Federal Kuala Lumpur
Wilayah, Negeri Sembilan, Melaka dan Pahang memprivatisasi hanya melakukan proses
pengumpulan dan penyerahan zakat kepada Umat Islam Negara Dewan (SIRC). Negara
bagian lain seperti Kedah, Perlis, Sabah, Kelantan, Perak, Terengganu, Johor, Putrajaya dan
Wilayah Federal Labuan belum diprivatisasi manajemen zakat mereka dan hanya bergantung
pada SIRC untuk mengelola zakat. Privatisasi di sini berarti proses mengalihkan peran
pemerintah dalam pengelolaan zakat kepada pihak swasta meningkatkan kualitas dan kinerja
pengelolaan zakat secara signifikan.
Di Indonesia, Menurut UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,
pasal 1, “Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha
untuk diberikan kepada siapa yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam”. Dalam
pasal 1, itu dijelaskan pula bahwa, “BAZNAS merupakan lembaga yang mengelola zakat
secara nasional dan LAZ merupakan lembaga bentukan masyarakat yang memiliki tugas
membantu pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
Padahal Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di
dunia dengan 88% dari 240 juta penduduk, Indonesia bukanlah Negara Islam. Pemerintah
Indonesia juga memberlakukan kewajiban membayar pajak kepada seluruh warga negaranya.
namun demikian UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan juga ditegaskan
13
Ibid.
dengan UU no. 23/2011 pasal 22 yang menyatakan bahwa “Zakat dibayarkan oleh Muzzaki
kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak”.
Dengan aturan ini, umat Islam Indonesia terhindar dari beban ganda
membayar zakat dan pajak pada saat yang sama. Ini adalah keuntungan dari pengelolaan
zakat yang terintegrasi secara nasional dimana bukti pembayaran zakat melalui lembaga yang
kredibel dapat mengurangi pembayaran Pajak Muzaki. Potensi pajak menurun tetapi
pembayaran zakat meningkat berbagai akibat. Salah satu konsekuensi dari hal ini membuat
umat Islam dengan dana zakat diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi program
pengentasan kemiskinan di Indonesia.

Data perolehan pengumpulan dana ke amil dari 2015-2019

Data Baznas diatas menunjukkan peningkatan pengumpulan yang


menggambarkan meningkatnya tingkat kesadaran muzakki terhadap lembaga amil.Dari data
berbagai pengelolaan zakat diatas, juga dapat ditarik kesimpulan bahwa model pengelolaan
zakat yang efektif dan efisien di dasarkan pada kondisi budaya masyarakat sekitar. Ada
kalanya desentralisasi lebih baik daripada sentralisasi, karena kondisi masyarakat yang lebih
mempercayai ZISWAF yang berada di lingkungannya, daripada melewati pemerintah atau
lembaga resmi lainya. Maka disini model semi desentralisasi bisa di aplikasikan, yakni
lembaga zakat wakaf nirlaba harus melaporkan pemasukan ziswaf kepada lembaga resmi
negara, sedangkan penyalurannya diserahkan kembali kepada lembaga ZISWAF.
Atau di suatu tempat lebih cocok dengan sentralisasi, karena negaranya kecil
dan sulit mencari mustahiq zakat. Negara ini seperti Kuwait, dimana negeri Makmur dan sulit
menemukan mustahiq zakat.

3. Sebutkan akad-akad yang digunakan di perbankan syariah di negara muslim dan jelaskan
persamaan dan perbedaan ketentuan syariah nya.
Di Pakistan
Karakteristik perbankan Syariah yang ada di Pakistan pada dasarnya hampir sama
dengan karakteristik perbankan Syariah yang ada di negara yang lain. Akan tetapi terdapat
perbedaan yang signifikan berkaitan dengan system Syariah yang berlaku secara nasional di
seluruh Pakistan yang membuat Pakistan berbeda dengan negara lain yang menganut dual
economic system. Seperti di Indonesia misalnya.
Mayoritas Masyarakat Pakistan menganut konsep hukum Hanafi. Hal ini membuat
banyak ulama di Pakistan yang menyatakan bahwa hutang sama dengan uang. Karena adanya
anggapan bahwa hutang sama dengan uang, maka hutang hanya dapat ditukarkan atau
dijualbelikan dengan harga atau nilai yang sama.. Selain itu juga dalam konsep keuangan
syariah di Pakistan dengan menggunakan mazhab Hanafi membuat konsep buy back dilarang.
Hal ini membuat akad Ba’I Al Inah, yang menggunakan konsep sale and buyback dianggap
tidak sesuai dengan konsep Syariah, sehingga tidak bisa dipergunakan untuk kepentingan
transaksi.
Terdapat beberapa akad yang ada di bank Syariah di Pakistan. Untuk kegiatan
pendanaan maka akad yang dipergunakan adalah akad wadiah dan juga akad mudharabah.
Untuk pembiayaan akad yang dipergunakan adalah akad mudharabah, akad musayarakah dan
juga akad musyarakah menurun. Juga terdapat akad salam, ijarah dan juga isthisna. Untuk
jasa-jasa perbankan maka akad yang dipergunakan adalah akad kafalah, akad wakalah, akad
ijarah, akad sharf dan akad mudharabah muqayyadah.
Gambar . Akad Syariah di Pakistan

Di Sudan. Dalam perbankan Syariah di Sudan, untuk melancarkan berbagai transaksi


yang dijalankan oleh bank Syariah di sana serta untuk melancarkan kegiatan perekonomian,
maka pemerintah Sudan, melalui bank sentral mereka telah menerbitkan dua instrument
likuiditas. Instrumen yang pertama  adalah Central bank Musharaka Certificate, dimana
merupakan instrument sertifikat dari bank sentral yang menggunakan akad yang berpola bagi
hasil, yaitu akad musharakah.Instrumen yang kedua adalah Government Musharaka
Certificates. Instrumen ini dikeluarkan pada tahun 1998. Instrumen ini bisa dikatakan sama
dengan Surat Utang Negara yang dikeluarkan oleh bank sentral di setiap negara, akan tetapi
menggunakan akad pola bagi hasil musharakah.
1. Adapun produk yang dimiliki oleh bank Syariah di Sudan di antaranya adalah sebagai
berikut :
 Untuk produk berbasis pendanaan: wadiah, dan mudharabah
 Produk pembiayaan: Murabahah Sederhana, salam, mudharabah, musyarakah, ijarah
dan juga mugawla
 Untuk produk jasa perbankan: produk wakalah, produk kafalah, produk hawalah,
produk rahn, produk sharf dan juga produk Ujr
 Untuk produk instrument keuangan Syariah: Musharakah, mudharabah, Ujr
Berikut adalah produk-produk yang menjadi karakteristik tersendiri dari produk bank
Syariah yang ada di Sudan, dan tidak ada di negara lainnya :
1. Produk Murabahah sederhana
Bank Syariah wajib untuk memiliki barang yang akan dijual.
Dalam penetapan marjin keuntungan yang diambil oleh bank Syariah, maka
terdapat pembatasan nilai marjin keuntunngan tersebut
Adanya pembatasan akan jumlah portfolio murabahah. Pembatasan dalam
jumlah portfolio murabahah ini juga untuk menegaskan bahwa murabahah pada
dasarnya bukan merupakan akad yang utama dalam bank syariah
2. Akad tawarruq
Akad tawarruq  juga merupakan akad yang menjadi ciri khas dari bank
Syariah yang ada di Sudan. Harga yang tunda, atau Tangguh dari akad ini  ternyata
harganya lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang tunai. Apa yang menjadi
dampak dari transaksi ini adalah pembeli pertama seperti mendapatkan pinjaman uang
dengan menggunakan skema pembayaran yang bersifat tunda. Akad tawarruq ini
merupakan akad khas dari Murabahah yang ada di negara-negara Timur Tengah. Dan
akad ini tidak banyak dilakukan di bank Syariah di negara-negara selain Timur
Tengah

Gambar . Akad Syariah di Sudan

Akad dan produk khas bank Syariah di Malaysia


 Akad bai Al Inah.
Akad ini merupakan akad khas dari bank Syariah yang ada di Malaysai.
Merupakan akad jual beli dimana pihak penjual melakukan penjualan Kembali
assetnya dengan janji untuk dilakukan pembelian Kembali dengan pihak yang sama.
Bai Al Inah merupakan penjualan tunai dan juga dilanjutkan Kembali dengan
pembelian dengan Tangguh. Dalam akad ini terdapat beberapa Langkah yang harus
dilakukan, yaitu:
1. Pihak nasabah melakukan penjualan assetnya kepada pihak bank Syariah
dengan harga 100 juta ringgit
2. Pihak bank Syariah melakukan pembayaran sebesar 100 juta ringgit kepada
pihak nasabah
3. Pihak bank Syariah mealkukan penjualan Kembali asset tersebut kepada pihak
nasabah dengan melakukan
4. Penambahan marjin keuntungan. Marjin keuntungan tersebut nilainya adalah
120 juta ringgit
5. Pihak nasabah lalu melakukan pembayaran harga asset tersebut dengan harga
120 juta ringgit sesuai dengan kesepakatan

Akad Bay Al Dayn


Pandangan NSAC atau ulama Malaysia berkaitan dengan Bay Al Dayn ini
diperbolehkan karena mereka menganggap bahwa akad ini sesuai dengan ketentuan Syariah.
Hal ini berbeda dengan ketentuan yang dipakai oleh para ulama Timur Tengah dan juga
Indonesia. Hal ini karena para ulama tersebut bersepakat dengan pandangan yang dianut oleh
ulama Islamic Fiqh Academy yang menyatakan bahwa bay Al Dayn tidak diiizinkan karena
tidak adanya tiga konsep iwad, yaitu resiko, kerja dan usaha serta tanggung jawab.

 Akad bay Bitthaman Ajjil


Akad ini merupakan nama lama dari akad murabahah. Bisa dikatakan bahwa
akad ini merupakan akad jual beli dimana pembayaran dilakukan secara Tangguh atau
cicilan, serta pembayaran dilakukan dalam jangka Panjang. Bisa dikatakan bahwa
murabahah merupakan kredit murabahah untuk jangka Panjang.Berkaitan dengan
akad bay bitthaman ajil ini, terdapat 4 langlah proses yang harus dilakukan, yaitu:
1. Pihak nasabah melakukan identifikasi atas asset yang ingin dimiliki atau
dibeli.
2. Pihak bank melakukan pembelian asset yang diinginkan oleh nasabah tersebut.
Missal asset yang diharapkan dimiliki berharga 100 juta ringgit Malaysia
3. Pihak bank melakukan penjualan asset tersebut kepada pihak nasabah dengan
menetapkan harga jual yang sama dengan harga perolehan dari bank Syariah
ditambah dengan marjin keuntungan yang diinginkan oleh pihak bank.
Sebagai contoh kalua pihak bank Syariah mengharapkan marjin keuntungan
sebesar 30 juta maka berarti harganya menjadi 130 juta ringgit Malaysia, dan
yang terakhir adalah
4. Pihak nasabah melakukan pembayaran harga asset X sebesar 130 juta ringgit
Malaysia sesuai dengan kesepakatan atas cicilan

Gambar Akad Syariah di Malaysia


Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah : Comparative Economic Islamic
Ahsin Aligori
NIM : 31211200000033
1. Analisis aspek politik kebijakan dan regulasi yang berdampak pada pengembangan
keuangan Syariah di negara muslim
Keuangan Syariah di Indonesia dan di negara muslim terus berkembang.
Tentunya ini tidak lepas dari regulasi kebijakan yang dikeluarkan oleh masing-masing
negara. Pemerintah negara muslim berbeda-beda dalam menganut system syariah, yaitu
full menerapkan peraturan Syariah, dan masih memberlakukan dual system konvensional
dan Syariah.
Kasus dalam pengembangan perbankan/keuangan islam kontemporer sejak tahun
19870-an mengambil 2 pola : 1) Merestrukturisasi sitem perbankan secara keseluruhan
sesuai dengan syariat islam (full fledged Islamic financial system), namun terjadi
kegagalan seperti Negara Sudan dan Pakistan. 2) Mendirikan bank islam dengan bank
konvensional (dual banking system) seperti Malaysia, Turki, Indonesia, Bahrain
Bangladesh dan kini Pakistan Sudan.
Penerapan kebijakan dari dua system ada yang mengalami perkembangan kea rah
yang lebih baik di beberapa negara, sebaliknya ada beberapa negara mengalami
kegagalan. Menurut Khan dan Bhatti (2008), kegagalan lebih dari 25 tahun upaya
islamisasi system keuangan di Pakistan sejak awal 1980-an, disebabkan beberapa factor.
1) Politis dan birokrasi menunggangi Gerakan islamisasi untuk mencapai tujuannya
sendiri, 2) Bank sentral lamban mengimplementasikan kerangka konseptual islamisasi, 3)
Lemahnya dukungan institusi keuangan dan perbankan karena moral hazard, 4)
Masyarakat resisten terhadap islamisasi system keuangan karena prilaku risk averse
sangat tinggi dan lemahnya kepercayaan terhadap Lembaga keuangan, dan 5) Instabilitas
makroekonomi dan krisis pemerintahan yang sering melanda.
Kasus di Indonesia, praktek perbankan syariah di Indonesia baru dimulai pada
tahun 1992 dan stagnan selama hampir 7 tahun sesudahnya, disebabkan oleh minimnya
dukungan regulasi. Perkembangan pesat perbankan syariah di Indonesia saat ini juga
tidak bisa dilepaskan dari dukungan regulasi. BUS pertama, Bank Muamalat Indonesia,
terjadi berkat dukungan UU No. 7/1992 tentang perbankan yang memperkenalkan “bank
bagi hasil”. Dengan aturan pelaksana PP No. 72/1992 tentang Bank berdasarkan Prinsip
Bagi Hasil, maka lahirlah bank syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Mumalat
Indonesia pada 1992. Perkembangan perbankan syariah secara pesat sejak 1999 juga
merupakan hasil dari dukungan regulasi yang memadai yaitu UU No. 10/1998 tentang
perubahan UU No. 7/1992 dan UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia yang kemudian
diperkuat oleh UU No. 3/2004. Eksperimen dual banking system di Indonesia berpuncak
di tahun 1998 dengan lahirnya UU No. 10/1998 yang mengizinkan perbankan
konvensional untuk membuka unit usaha syariah (UUS). Regulasi baru ini memicu
ekspansi industri perbankan syariah nasional secara signifikan setelah mengalami stagnasi
selama lebih dari 7 tahun dan sekaligus secara resmi menandai penerimaan Bank
Indonesia terhadap eksistensi bank syariah dalam dual banking system. Industri
perbankan syariah kemudian tumbuh pesat setelah stagnasi pasca berdirinya bank syariah
pertama. Tahun 1992 1 BUS yaitu Bank Muamalat dan 9 BPR Syariah (BPRS), maka
pada 1999, berdiri BUS kedua yaitu Bank Syariah Mandiri dan UUS yang pertama yaitu
UUS Bank IFI, dan jumlah BPRS meningkat pesat mencapai 78. Pada 2004, berdiri BUS
ketiga yaitu Bank Mega Syariah dan jumlah UUS meningkat signifikan menjadi 15 UUS.
Jelang terbitnya UU No. 21/2008, pada Juni 2008, jumlah BUS stagnan sedangkan UUS
melonjak dan mencapai puncaknya, yaitu 28 UUS. UUS diperkenalkan dan
dikembangkan diatas argumen infant industry, bahwa industri yang baru tumbuh perlu
dilindungi dan difasilitasi agar tumbuh dewasa, stabil dan mampu bersaing. Namun
proteksi akan kredibel jika diikuti dengan disiplin pasar, yaitu batas waktu yang tegas.
UUS adalah insentif bagi pelaku perbankan konvensional agar bersedia ikut
mengembangkan perbankan syariah.
Permasalahan yang masih dihadapi dalam industry keuangan Syariah khususnya
perbankkan Syariah di negara-negara mayoritas muslim terkait market share yang masih
rendah yaitu indoensia yang hanya mencapai 6.75%, Mesir 5.5%. dari 6 negara
pembanding, market share Malaysia tertinggi 34.2%.

2. Apakah ada pengaruh sentralisasi zakat dan wakaf (pengelolaan oleh Lembaga negara)
terhadap peningkatan portofolio zakat dan wakaf di negara muslim. Jelaskan berikut data
pendukung

Pengelolaan Zakat di negara muslim


Pada masa nabi zakat untuk pengentasan kemiskinan. Dalam operasionalnya,
menetapkan struktur amil zakat yang terdiri dari : 1) petugas pencatat para wajib zakat, 2)
petugas penaksir penghitung zakat, 3) petugas penarik zakat, 4) petugas pemelihara harta,
5) petugas pendistribusian zakat ke mustahik.
Perkembangan kontemporer, pengelolaan zakat dipengaruhi oleh system
pemerintahan yang mengelola zakat apakah tersentral dikelola Lembaga negara atau oleh
masyarakat sipil. Saudi arabian pengelolaan zakat di atur oleh undang undang . Menurut
raja Saudi warga yang bukan Saudi tidak wajib bayar zakat tapi wajib bayar pajak
pendapatan. Zakat dikenakan pada semua jenis kekayaan. Termasuk zakat penghasilan
profesi jika sudah mencapai nisap maka di potong zakatnya cara hitungnya tergantung
laporan keuangan individu. Ketentuan undang undang negara dalan pengelolaan zakat
mulai dari tahun 1951M
Negara Sudan pengelolaan zakat ditetapkan dengan Undang undang zakat yang di
terbitkan yaitu pada bulan April 1984 dan berjalan dengan efektif September 1984. zakat
berada dalam satu naungan dengan pajak . Jadi di Sudan ini orang yang bekerja di pajak
juga membantu menyalurkan dana zakat.
Negara Pakistan menerapkan Undang- undang zakat pada tahun 1979,
sempurnanya undang undang zakat pada tahun 1980 . pengelolaan zakat di negara
Pakistan ini di sebut CZF (central zakat fund ) . di negara Pakistan ini zakat merupakan
hal yang wajib bagi yang beragama islam dan hartanya sudah wajib zakat yaitu telah
mencapai nisab.
Negara Yordania menetapkan Undang undang zakat di tetapkan oleh kerajaan
Hasyimite yordania pada tahun 1944M. Yordania negara islam yang paling awal
menciptakan undang undang wajib zakat. Pada tahun1988 terdapat undang- undang untuk
Lembaga pengelola agar independent, dan kelompok kerja di sebut lajnah az zakat
(komisi zakat ) tugas nya melihat adanya orang miskin di masyarakat, mendirikan tempat
berobat , tepat belajar/ sekolah , proyek investasi
Negara Kwait menetapkan Undang undang zakat di kwait ini di setujui oleh
perlemen, juga merupkan undang undang adanya bait az zakat pada tanggal 1982 . dewan
direksi nya adalah mentri wakaf . dari awal berdirinya bait az-zakat mereka sudah fokus
dengan perencanan serta strategisnya . Baitul zakat ini berkembang sesuai dengan
perkembangan yang di harapkan. semua itu karena pegawai yang mempunyai keahlian
dan menggunakan perencanaan yang baik
Negara Malaysia menetapkan Lembaga majlis agama yang sudah di beri tugas
oleh pemerintah sebagai pengurus masalah islam termasuk yang berkaitan dengan zakat .
Ada 13 negri di Malaysia yang mengurus zakat yaitu PPZ pusat pungutan zakat) , PPZ
perannya untuk pengelolaan dan manajemen PPZ di depan majelis agama

P en g h i mp u n an za k at i n d o n esi a
12
11
10
8
Jumlah (triliun)

6
5
4
3
3

2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Tahun

Negara Indonesia menetapkan regulasi zakat yang mengatur penarikan,


pengelolaan dan pendistribusian berkembang dinamis dari masa kerajaan sampai
pemerintahan sekarang. Pada masa orde baru Tahun 1968 pemerintah mendirikan BAZIS
DKI, selanjutnya berdiri BAZ di daerah. Pada masa reformasi terdapat Peraturan UU No
38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Undang-undang bertujuan untuk
menyemprunakan pengelolaan zakat. UU ini menjadi landasan legal formal pelaksanaan
zakat di Indonesia. Pemerintah nulai membentuk pengelolaan zakat BAZNAS mulai dari
pusat sampai ke kota kabupaten. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat yang menguatkan pengelolaan zakat dimana pemantauan
sepenuhnya oleh pemerintah. Isu lain yaitu 1) zakat sebagai tax dedaction 2) keterlibatan
civil society (masyarakat) dalam pengelolaan zakat. Penghimpunan zakat di Indonesia
dari tahun ke tahun meningkat. Peningkatan dari tahun 2020 ke 2021 sebesar 10% ini dari
zakat yang tercatat dan terlaporkan ke BAZNAS baik dari LAZ dan BAZNAS provinsi,
kota dan kabupaten. Pengelolaan zakat Indonesia yang sifatnya voluntary system masih
diminati oleh masyarakat yang ingin membayar zakat baik ke BAZNAS atau LAZ. Di
Indonesia Kinerja pengelolaan zakat lebih banyak ditentukan oleh legitimasi dan reputasi
lembaga pengelolanya. Operasional organisasi nirlaba yang transparan lebih disukai dan
menumbuhkan kepercayaan muzaki. Kepercayaan publik menjadi kata kunci disini.
Gerakan zakat Indonesia kontemporer yang banyak ditopang OPZ (Organisasi Pengelola
Zakat) bentukan masyarakat sipil, menjadi salah satu role model pengelolaan zakat dunia,
yang dicirikan dengan tingkat kepercayaan donatur yang tinggi, karakter lokal yang
kental, dan efisiensi operasional yang tinggi, dengan wilayah operasional yang mampu
menjangkau seluruh negeri bahkan hingga melintas batas negara.

Pengelolaan Wakaf
Pengelolaan wakaf pada era kekhilafahan Islam dimulai pada masa Khilafah Bani
Umayah yang mengalami masa perkembangan luar biasa. Wakaf dan penyalurannya tidak
hanya terbatas kepada kalangan fakir miskin, akan tetapi telah merambah berbagai
hal,wakaf menjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan, membangun
perpustakaan dan membayar gaji para stafnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para
siswa dan mahasiswa. Antusiasme masyarakat terhadap pelaksanaan wakaf telah menarik
perhatian khalifah untuk mengatur pengelolaan wakaf sebagai sektor untuk membangun
ekonomi dan kesejahteraan umat.
Wakaf di Arab Saudi. Perkembangan wakaf di Arab Saudi sangat pesat dan
bentuknya bermacam-macam seperti hotel, tanah, apartemen, toko, kebun, dan tempat-
tempat ibadah. Pemanfaatan hasil wakaf, sebagian digunakan untuk perawatan Masjidil
Haram dan Masjid Nabawi, serta sebagian lain diproduktifkan yang hasilnya digunakan
untuk membiayai fasilitas pendidikan dan kegiatan sosial lainnya.
Arab Saudi termasuk negara yang sangat serius menangani wakaf, di antaranya
dengan membentuk Kementerian Haji dan Wakaf. Kementerian ini berkewajiban
mengembangkan dan mengerahkan wakaf sesuai dengan syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh waqif. Sedangkan untuk mengawal kebijakan perwakafan, pemerintah
membentuk Majelis Tinggi Wakaf yang diketuai oleh Menteri haji dan Wakaf dengan
anggota terdiri dari ahli hukum Islam dari Kementerian Kehakiman, wakil dari
Kementerian Ekonomi dan Keuangan, Direktur Kepurbakalaan serta tiga anggota dari
cendekiawan dan wartawan. Majelis ini mempunyai wewenang untuk membelanjakan
hasil pengembangan wakaf dan menentukan langkah-langkah dalam mengembangkan
wakaf berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh waqif dan manajeman wakaf
Negara Sudan menetapkan pengelolaan wakaf secara produktif disertai dengan
manajemen yang rapi dimulai pada tahun 1987, dengan dibentuknya Badan Wakaf Islam
Sudan. Badan Wakaf ini diberi wewenang yang luas dalam memenej dan melaksanakan
semua tugas yang berkaitan dengan wakaf, menertibkan administrasi wakaf,
menggalakkan sertifikasi tanah wakaf dan mendorong para dermawan untuk berwakaf.
Selain itu, Badan Wakaf ini juga mengawasi para naz}ir dalam mengelola wakaf, agar
lebih produktif dan sesuai tujuan dari wakif. Berbeda dengan Turki, Negara ini
mempunyai sejarah Panjang dalam pengelolaan wakaf, mulai sejak masa Daulah
Utsmaniyah sampai sekarang. Pada tahun 1925 harta wakaf Turki mencapai ¾ dari aset
wakaf produktifnya. Kini didirikan Waqf Bank & Finance Coorporation untuk
memobilisasi sumber-sumber wakaf dan membiayaiberbagai macam proyek joint-
venture.
Negara Kuwait pada tahun 1993, Kementerian Wakaf membentuk persekutuan
wakaf yang mengelola asetaset wakaf, baik wakaf lama maupun wakaf baru. Lembaga ini
merupakan lembaga independen yang mempunyai dua strategi pengembangan wakaf
secara efektif: 1) pengembangan harta wakaf secara produktif melalui berbagai saluran
investasi dan membagikan hasilnya sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh pada
wakif, 2) membuat program wakaf yang sesuai untuk menggalakkan berdirinya wakaf
baru, lembaga wakaf mengajak masyarakat dan memberikan penyuluhan agar mereka
terdorong untuk mewakafkan sebagian hartanya.
Mesir menetapkan pengelolaan wakaf sejak lama. Wakaf telah memainkan
peranan yang penting dalam menggerakkan roda perekonomian dan memenuhi kebutuhan
masyarakat Mesir. Hal ini karena wakaf dikelola secara profesional dan dikembangkan
secara produktif. Perintis wakaf pertama kali di Mesir adalah seorang hakim di era
Hisyam bin Abdul Malik, bernama Taubah bin Namir al-Hadrami yang menjadi hakim
pada tahun 115 H. Ia mewakafkan tanahnya untuk dibangun bendungan dan manfaatnya
dikembangkan secara produktif untuk kepentingan umat (Abdul Aziz Muhammad as-
Sanawi, 1983: 83). Wakaf yang dirintis oleh Taubah ini perkembangannya sangat pesat,
terutama pada masa kekuasaan Daulah Mamluk (1250-1517). Pada era kejayaan Mamluk,
wakaf telah berkembang pesat dan dibarengi dengan pemanfaatannya yang sangat luas
untuk menghidupi berbagai layanan kesehatan, pendidikan, perumahan, penyediaan
makanan dan air, serta digunakan untuk kuburan. Contoh utama wakaf di era Mamluk ini
adalah Rumah Sakit yang dibangun oleh al-Mansur Qalawun yang mampu memenuhi
kebutuhan kesehatan masyarakat Mesir selama beberapa abad. Wakaf berkembang pesat
ketika pemerintah Mesir menerbitkan Undang-undang No. 80 Tahun 1971 yang mengatur
tentang pembentukan Badan Wakaf Mesir yang khusus menangani masalah wakaf dan
pengembangannya.
Yordania mengelola wakaf ditangani oleh Kementerian Wakaf dan Urusan
Agama Islam yang didasarkan pada Undang-undang Wakaf No. 25/1947. Dalam Undang-
undang ini disebutkan bahwa yang termasuk dalam urusan Kementerian Wakaf dan
Urusan Agama Islam adalah wakaf masjid, madrasah, lembaga-lembaga Islam,
rumahrumah yatim, tempat pendidikan, lembaga-lembaga Syari’ah, kuburan-kuburan
Islam, urusan haji, dan urusan fatwa. Undangundang ini diperkuat oleh Undang-undang
Wakaf No. 26/1966 yang mempertegas peran Kementerian Wakaf dan Urusan Agama
Islam dalam pengelolaan wakaf.
Di Indonesia pengelolaan wakaf di Indonesia secara praktis banyak
diimplementasikan oleh masyarakat (Ormas) Muhammadiyah NU. Untuk memperkuat
pengembangan wakaf, pemerintah membentuk BWI. Produk turunan wakaf terus
berkembang mengintegrasikan wakaf dengan instrument keuangan lainnya seperti sukuk,
deposito.
Pemerintah menetapkan regulasi No 41 Tahun 2004 yang dilanjutkan dengan PP
No 42 Tahun 2006 tentang wakaf. Melalui BWI sebagai Lembaga pemerintah yang
berwenang menjalankan regulasi pengelolan asset wakaf yang dimiliki negara dan
memberikan kebebasan kepada Nazir pengelola wakaf baik statusnya Lembaga Yayasan,
perusahaan dan perorangan. BWI memberikan izin untuk mengelola wakaf dengan baik.
Produk-produk wakaf lebih inovatif dengan menghubungkan antara sukuk dan wakaf
yang disertai dengan jaminan dari pemerintah bagi investor yang menginvestasikan untuk
kepentingan social. Seperti CWLS, Sukuk Wakaf melalui IPO, dan sukuk wakaf melalui
Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT).
Dengan dikelolanya wakaf oleh pemerintah melalui Lembaga negara, trend dari
penhimpunan dan pengelolaan wakaf terus meningkat. Total wakaf uang yang dikelola
Lembaga kenazhiran BWI mencapai Rp 77.7 Miliar, dan imbal hasilnya tersalurkan.

3. Sebutkan akad-akad yang ada di perbankkan Syariah di negara muslim jelaskan


perbedaanya ketentuan syariahnya

Kasus akad di Malaysia


Mayoritas masyarakat muslim di Malaysia menganut mazhab Syafi. Meskipun
begitu terdapat perbedaan dalam pandangan ulama Malyasia dan Indonesia berkaitan
dengan hutang. Di Malaysia aliran dana sama dianggap dengan hutang dan juga sama
dengan harta benda . Karena hutang dianggap sama dengan harta, maka di Malaysia
hutang dapat dperjualbelikan dengan harta yang ada. Dengan adanya pendapat ini maka
terdapat implikasi pada akad dan juga produk dari instrument keuangan Syariah di
Malaysia. Dimana diantaranya adalah diizinkannya Bai Al Inah dan Bay Al Dayn.

Akad bai Al Inah.


Akad ini merupakan akad khas dari bank Syariah yang ada di Malaysai.
Merupakan akad jual beli dimana pihak penjual melakukan penjualan kembali assetnya
dengan janji untuk dilakukan pembelian kembali dengan pihak yang sama. Bai Al Inah
merupakan penjualan tunai dan juga dilanjutkan kembali dengan pembelian dengan
Tangguh. Akad bai Al Inah ini adalah kemiripan akad ini dengan konsep pemberian
pinjaman tunai dengn adanya asset jaminan yang ada pada bank konvensional. Perbedaan
yang ada hanya terletak pada akadnya saja, sedangkan pada dasarnya nasabah tetap sama
memperoleh dana yang bersifat tunai.

Akad ini hanya diperbolehkan dilakukan di bank Syariah di Malaysia. Sedang di


Indonesia dan di Timur Tengah tidak diperbolehkan. Adapaun alasan mengapa akad ini
tempat lain tidak diperbolehkan karena adanya 3 unsur Twad yang tidak ada dalam akad
ini. Yaitu resiko, kerja dan usaha serta juga tanggung jawab yang tidak disebutkan dalam
akad ini. Selain itu juga terdapat kontroversi bahwa dalam akad ini dua belah pihak yang
terlibat dalam akad sebenarnya tidak pernah berniat untuk mempergunakan asset yang
mereka miliki. Hal ini dianggap sebagai satu pelanggaran dalam  kontrak akad dalam
syariat Islam. Hal ini membuat timbul anggapan bahwa akad Bai Al Inah merupakan satu
cara untuk melegalkan konsep riba atau pembungaan uang yang dilarang dalam Syariah
Islam. Dari berbagai pandangan yang ada tersebut maka dapat dilihat bahwa konsep Bai
Al Inah yang ada di Malaysia merupakan konsep sale and lease back yang dilakukan
tanpa melibatkan pihak ketiga yang seharusnya bertindak sebagai penghubung antara
penjual selaku kreditir dan juga pembeli selaku debitur. Hal ini tidak diperbolehkan oleh
mayoritas Mazhab. Malaysia mengizinkan akad ini karena Mazhab Syafii yang dipegang
oleh Dewan Syariah Nasional Malaysia, atau NSAC. Sedangkan di Indonesia akad ini
juga dilarang karena Indonesia meski banyak berpegang pada mazhab Syafii akan tetapi
dalam penetapan akad-akad muamalah dalam bisnis Syariah lebih melihat pendapat
mazhab yang mayoritas.

Akad Bay Al Dayn


Akad ini merupakan akad jual beli. Adapun yang diperjualbelikan dalam akad ini
adalah hutang atau Dayn. Dayn dalam akad ini diperdagangkan dengan harga yang sama.
Malaysia menyatakan dapat menerima prinsip dari Bay Al Dayn yang diharapkan dapat
mampu untuk mengakselerasi konsep pasar modal Syariah. NSAC Malaysia menyatakan
bahwa hutang dapat dianggap sama dengan harta benda. Dikarenakan hutang sama
dengan harta maka hutang bisa diperdagangkan dengan harga berapapun penawaran yang
terjadi. Bahkan termasuk harga diskon.Berikut adalah penggambaran dari Bay Al Dayn.
Pandangan NSAC atau ulama Malaysia berkaitan dengan Bay Al Dayn ini diperbolehkan
karena mereka menganggap bahwa akad ini sesuai dengan ketentuan Syariah. Hal ini
berbeda dengan ketentuan yang dipakai oleh para ulama Timur Tengah dan juga
Indonesia. Hal ini karena para ulama tersebut bersepakat dengan pandangan yang dianut
oleh ulama Islamic Fiqh Academy yang menyatakan bahwa bay Al Dayn tidak diiizinkan
karena tidak adanya tiga konsep iwad, yaitu resiko, kerja dan usaha serta tanggung jawab.

Akad bay Bitthaman Ajjil

Akad ini merupakan nama lama dari akad murabahah. Bisa dikatakan bahwa akad
ini merupakan akad jual beli dimana pembayaran dilakukan secara Tangguh atau cicilan,
serta pembayaran dilakukan dalam jangka Panjang. Bisa dikatakan bahwa murabahah
merupakan kredit murabahah untuk jangka Panjang. Di sini terdapat pula keunikan dalam
akan bai bitthaman ajil yang berlaku di bank Syariah di Malaysia. Pihak nasabah dan juga
pihak bank Syariah melakukan kegiatan kontrak dan jual beli kembali yang dicerminkan
dalam perjanjian property purchase agreement dan juga property sale agreement. Dengan
adanya kontrak ini maka pihak bank Syariah melakukan pembelian asset dari nasabah
sementara pihak nasabah juga diminta untuk melakukan pembelian asset yang
sebelumnya telah dilakukan penjualan kembali oleh pihak bank Syariah. Uang
pembayaran yang diberikan oleh pihak bank Syariah akan diteruskan dari pihak nasanah
untuk kemudian dilakukan pembayaran kepada pihak pemilik awal daripada asset
tersebut. Setelah memiiliki asset tersebut, maka pihak bank Syariah melakukan penjualan
kembali dari asset tersebut kepada nasabah dengan mempergunakan konsep property sale
agreement.

Anda mungkin juga menyukai